The Lord of the Rings: The Fellowship of the Ring #24

“Begitukah?” tawa Gildor. “Kaum Peri jarang memberikan nasihat begitu saja, karena nasihat adalah pemberian berbahaya, walau datangnya dari yang bijak dan untuk yang bijak pula, salah-salah segala sesuatunya bisa berakibat buruk…”

Akhirnya salah satu novel yang sangat ingin kubaca ini terkabul juga, di rak sudah komplit tiga seri. Sudah punya sejak September 2020, baru kubaca tahun lalu dan butuh waktu setengah tahun untuk menuntaskan. Memang tak muda, sebab fantasinya kompleks. Kalau dibanding Narnia yang lebih santai dan tipis, atau Harry Potter yang walau tebal tapi kocak, dan genrenya remaja. The Lord of the Rings sungguh berat. Banyak kosotaka baru, perlu settle dulu memulai pengembaraan. Dan jelas, ini salah satu novel fantasi terbaik yang pernah ada, atau malah yang terbaik?

Kisahnya tentu sudah tak asing. Sudah diadaptasi film dan menang banyak piala Oscar. Namun tak mengapa, saya ringkas sepintas, setiap orang punya versinya masing-masing untuk bertutur pasca melahap buku, ini tentang Frodo Baggins, menerima cincin hebat dari pamannya Bilbo Baggins, (agar nyaman, idealnya baca The Hobbit dulu). Hobbit dibagi dalam tiga jenis: Harfoor, Stoor, dan Fallohide. Cincin berkekuatan besar itu merupakan cincin utama, menjadikan yang memakainya bisa menghilang, digdaya. “Bilbo pergi untuk menemukan harta, lalu kembali tapi aku pergi untuk membuang harta, dan tidak kembali, sejauh yang kupahami.”

Dengan kekuatan besar, maka mengundang para musuh yang besar. Banyak orang menginginkannya. Gandalf sebagai sesepuh, penyihir yang menautkan perjalanan Bilbo, kini kembali tutun tangan, memandu penghancurannya. Mereka melaju pergi, cemas dan patah hati, di bawah tatapan kerumunan orang. Frodo memakai nama samaran, “Pergilan dengan nama Mr. Underhill.”

etelah memberi nasihat dan petunjuk, ia berangkat dulu memastikan keadaan. Frodo lalu ditemani tiga hobbit: Samwise Gamgee sahabat baiknya, Peregrin Took (dipanggil Pippin), dan Merry Brandybuck (nama sebenarnya Meriadoc, tapi jarang diingat orang). Memulai petualangan. Meninggalkan Shire, kampung mereka yang nyaman. “Aku tidak tahu alasan Musuh mengejarmu,” jawab Gildor, “tapi aku merasa memang itulah yang terjadi – meski ini terasa aneh bagiku. Aku ingin memperingatkanmu bahwa bahaya ada di depan maupun di belakangmu, dan di kedua sisi”

Inilah inti kisah The Lord, perjalanan menghancurkan cincin. Dibagi dalam tiga buku. Buku satu terdiri dua buku, perjalanan pertama menuju ke gunung api, bertemu Aragorn putra Arathorn alias Strider yang sangat banyak membantunya, yang ternyata adalah utusan Gandalf.

Lalu buku dua melakukan rapat akbar, ada Bilbo yang tua. Para makhluk penting menyampaikan usul dan keberatan. Bagian sangat keren, rapat itu mencapai empat puluh halaman, dan sangat amat seru. Salah satu bagian terbaik, ada bagian Gandalf yang mendatangi Sauron, malah dihianati, atau lebih pasnya tidak menemui titik sepakat, ada sejarah cincin, ada cerita hebat masa lalu tiap negeri. Mengapa Cincin ini harus dihancurkan, selama Cincin ini berada di dunia, dia akan selalu menjadi bahatya, bagi kaum bijak sekalipun. Cincin itu milik Sauron, dibuat sendiri olehnya, dan benar-benar jahat. “Para pembawa Cincin akan berjumlah Sembilan, dan Sembilan Pejalan ini akan membawa Sembilan Penunggang yang jahat. Bersamamu dan pelayanmu yang setia, Gandalf akan ikut; karena ini akan jadi tugas besarnya, dan mungkin akhir dari pekerjaannya.”

Yang jelas, keputusan bulat sudah diambil, Frodo sebagai pembaca cincin melanjutkan perjalanan, kali ini ditemani Sembilan orang: empat hobbits, Aragorn, Legolas, Gimli, Boromir, dan termasuk Gandalf. Perjalanan ini semakin jauh semakin berbahaya. “… tapi aku merasa sangat kecil dan terasing, dan yah… putus asa. Musuh sangat kuat dan mengerikan.”

Ada bagian saat dalam gua Moria, sangat amat keren, saat mereka dikejar bayang, pasukan Orc melaju, dan di jembatan yang sudah sangat dekat pintu keluar terjadi tragedy. “Lari, kalian bodoh!”

Perjalanan itu menyisa delapan, dan memasuki dunia Peri yang indah sekaligus mengerikan. Dan begitulah, kisah ditutup setelah mereka naik tiga perahu, sampai di titik puncak, terjadi perpecahan. Rasanya berat sekali beban ini, rasanya petualangan ini terlalu berbahaya untuk makhluk mungil seperti Hobbit. Tak sabar melanjutkan laju The Two Towers. Berjalan menuju bahaya – ke Mordor. Kita harus mengirim Cincin itu ke Api, berhasilkah?

Sedari pembuka kita diajak mengenal para karakter, kebiasaan, jenisnya, hingga peta lokasi Shire. Hobbit yang tak suka buang barang contohnya, sebab segala sesuatu yang dianggap tidak bermanfaat oleh para hobbit tapi tidak mau mereka buang, mereka sebut mathom. Lalu ketakutan laut, laut pun menjadi kata yang ditakuti di antara mereka, sebuah tanda kematian, dan mereka pun berpaling dari perbukitan di barat. Hobbit suka cerita, mereka senang mengisi buku-buku dengan ha-hal yang sudah mereka ketahui, yang dipaparkan apa adanya, tanpa kontradiksi. Juga kebiasaan merokok, menghirup asap dedunan obat yang dibakar, yang mereka sebut rumput pipa atau daun. “Hobbit tidak akan pernah tergila-gila pada musik, puisi, dan dongeng, seperti kaum Peri. Bagi mereka, ketiga hal itu sudah seperti makanan, atau bahkan lebih…”

Karena ini misi sulit, wajar kekhawatiran sering kali muncul. Tapi harapannya segera berubah menjadi kebingungan dan kekhawatiran. Frodo malah berulang kali minta teman-temannya pergi ketimbang membahayakan nyawa mereka. “Masalah datang susul-menyusul!” kata Frodo. Namun tidak, mereka mencoba sebisa mengkin menjaga snag pembawa cincin. Terumata sobat kentalnya, Sam. Ia siap mendampingi, apa pun resikonya. Akhirnya Frodo merasa hatinya terharu, dipenuhi kebahagiaan yang tidak dipahaminya. Ada benih keberanian tersembunyi.

Suka sekali sama tokoh Strider, terutama awal mula muncul. Sebagai penyelamat di penginapan, jagoan sejati. “Pelajaran tentang kewaspadaan sudah kalian pelajari dengan baik,” kata Strider dengan senyum muram. “Tapi kewaspadaan dan keraguan adalah dua hal yang berbeda…”

Penggambaran musuhnya juga sesuai, Penunggang Hitam contohnya, sudah mencipta ngeri dari kata-kata. “Karena para Penunggang Hitam itu adalah Hantu-Hantu Cincin, Sembilan Pelayan dari Penguasa Cincin.”

Banyak tempat eksotik, alhamdulliah visual filmnya memukau. Mewakili keindahan kata-kata yang disajikan. “Tampaknya ia takkan pernah lagi mendengar air terjun yang begitu indah, senantiasa membaurkan nada-nadanya yang tak terhitung ke dalam musik yang selalu berubah-ubah tak terhingga.”

Mulai dibaca 20.11.21 sore saat hujan dengan kopi dan jazz. Selesai baca 18.06.22, sore jelang malam Minggu yang biasa. Selama itu sejatinya bukan karena dibaca terus, lalu tersendat. Buku ini sering kuletakkan, tergoda baca buku lain. Lalu lupa tak lanjut, ingat saat memilah buku bacaan, lalu terlupa lagi setelah dapat beberapa bab. Memang buku yang kudu dipaksa baca, harus tuntas, bukan bacaan nyaman, fantasinya serius dan liar. Yang paling membantu, jelas adaptasinya sangat mirip, sampai ke kata-kata dan detailnya. Yang di jembatan itu terutama, kukira itu adalah modifikasi timnya Peter Jackson, ternyata malah plek. Bagaimana Gandalf jatuh dan berteriak, luar biasa. Salut. Jadi sudah menemukan novel fantasi terbaik? Mari dituntaskan dulu, perjalan masih sangat panjang…

Sembilan Pembawa Cincin | by J.R.R. Tolkien | Diterjemahkan dari The Lord of the Rings: The Fellowship of the Ring | Alih bahasa Gita Yuliani K. | GM 402 02.007 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Februari 2002 | Cetakan kedua, Maret 2002 | 512 hlm.; 23 cm | ISBN 979-686-693-5 | Skor: 5/5

Karawang, 240622 – Johnny Hartman – Lush Life

Thx to Dewi Sri, Bandung

30HariMenulis #ReviewBuku #24 #Juni2022

Cincin Monster #6

image

Pengalaman pertama membaca bukunya Bruce Coville, seri A Magic Shop Book. Lumayanlah, ada sihirnya, ada keseruan dalam mengatasi masalah remaja dan kengerian jadi monster. Ceritanya sederhana namun seru. Kalian pasti bisa menebak ke arah mana kisah ini akan berakhir, tapi keseruan ada pada kompleksitas sifat karakter utamanya. Buku anak yang asyik.

Kisahnya 13 bab ditambah epilog. Tanpa banyak pengenalan karakter kita langsung ditaruh di dalam masalah. Russel Troy yang sendirian takut dalam kejaran Eddie. Mereka sedang dalam permainan Frankenstein jelang Helloween. Saat lari itulah dia berputar-putar dari satu gang ke gang yang lain, putar, belok dan tahu-tahu tersesat. Saat itulah ia melihat sebuah toko asing betuliskan, “Elivies, Menyediakan Berbagai Benda Sihir”. Russel yang tergila-gila akan sihir masuk ke dalam. Di dalamnya terpampang benda-benda aneh, dan suasana toko muram. Lalu muncullah sang kakek, setelah basa-basi tanya-jawab, Russel mendapatkan sebuah cincin. Tidak sembarangan cincin. Saat keluar toko lewat pintu samping, dirinya tiba-tiba sudah di gang semula dan toko itu tak ada.

Cincin monster dengan aturan main, ‘Merubah dirimu menjadi monster. Tempatkan cincin di jari manis tangan kanan. Genggam dengan tangan kirimu. Putar cincin ke kiri sambil membaca mantra…’ merasa janggal, awalnya Troy tak percaya namun menjelang hari besar Helloween tak ada salahnya mencoba. Mantranya, “Kekuatan gelap dan kekuatan terang, aku memanggilmu sesuai keinginanku. Keluarkan kekuatan cincin ini, dan ubahlah aku menjadi monster.”

Jreng-jreng… satu putaran iapun berubah seketika. Malam itu bulan purnama, dirinya menatap bulan dan melompat lewat jendela keluar. Esoknya dirinya terbangun dengan bingung. Ah.. mimpi yang aneh. Namun apa yang dirasanya hanya ilusi ternyata bukan. Di sekolah beredar kabar ada monster mengamuk di kota semalam. Troy lalu penasaran mencoba lagi dengan membaca petunjuk sekali lagi. ‘Satu kali putaran kau akan bertanduk dan berbulu; dua kali putarana, gigi taring akan terlihat; tiga kali putaran? Tak seorang pun berani melakukannya.’ Tapi Russel Troy tak membaca petunjuknya dengan cermat.

Saat di sekolah dirinya iseng mencoba memutar dua kali. Saat itu pesta kostum Helloween sehingga saat yang lainnya hanya berakting, Troy yang benar-benar berbulu dan bertaring mengamuk. Seisi sekolah ketakutan, semua yang awalnya kagum sama ‘kostum; Troy jadi panik. Amburadul. Ayahnya marah, “Ayah tak menyangka kamu merasa seperti itu, ayah mengira sedang membantu.. memberimu nasihat… menunjukkan cara hidup yang lebih baik. Ayah merasa telah mendengarkan semua masalahmu. Ayah berusaha menjadi orang tua yang baik, Russel. Tuhan yang tahu, betapa berat hari ini…”

Ketika hari Helloween anak-anak pada merayakan dengan labu, permen dan kostum seru. Russel Troy sudah memantabkan diri mengenakan cincin dan karena sudah merasa berani, iapun memutarnya tiga kali. Berhasilkah ia membalas kenakalan Eddie? Jadi seseram apa cincin dengan tingkat monster maksimal itu? Bisakah ia kembali normal? Semua tersaji dengan tensi cepat dan menyenangkan.

Well, buku ini saya beli ketika anniversary 4 tahun menikah. Bukan kado namun memang ada dalam daftar beli buku yang menumpuk kala itu. Saya baca hanya semalam dengan santai dan langsung selesai. Bagus sih namun memang ini adalah buku anak yang bisa dinikmati sambil lalu. Idenya bagus, walau tak original. Eksekusinya pas. Terjemahannya tak ada kendala, runut dan tak ada typo. Cetakan kertas hvs dan cover yang seru. Layaknya seri-seri Goosebump, yang penuh kaget-kagetan. Seri pertama yang saya baca dari A Magic Shop Book cukup memuaskan. Kalau diberi kesempatan untuk dapat menikmati buku seri lainnya saya dengan senang hati melahapnya. Sebuah petualangan masa SD yang penuh imajinasi.

Cincin Monster | by Bruce Coville | Judul asli Russel Troy: The Monster Ring | copyright 1982, 2002 | This edition published by arrangement with Ashley Grayson Literary Agency | Penerjemah Venti | Ilustrasi Yulia Afifah | Penerbit Matahari | Cetakan pertama, September 2007 | Skor: 3/5

Ruang HR NICI – Karawang, 060616 – Sherina Munaf – Singing Pixie

#6 #Juni2016 #30HariMenulis #ReviewBuku