
Musim baru harapan baru. Setelah enam tahun bersama Simone Inzgahi, kini Lazio menatap musim dengan wajah baru. Adalah Maurizio Sarri yang punya CV lumayan bagus beberapa waktu ini. Di Juventus, walau terseok-seok ia berhasil memertahankan Scudetto 2020. Di Chelsea dengan skuat mentereng juga tak tangan hampa, piala kelas dua Eropa jelas sebuah prestasi.
Kalau melihat Sarri justru yang paling kuingat saat final Carabao Cup tahun 2019 saat ‘manager’ Kepa Arrizabalaga tak mau diganti jelang adu pinalti. Bermusim-musim bersama Napoli yang tampak mentereng di papan atas, ternyata menghasilkan nirgelar. Sebuah catatan minor akan gaya ‘sarriball’ yang ia emban. Setelah setahun bertapa, ia turun gunung.
Cerita menggunakan data, statistik, sejarah untuk menggambarkan kebesaran: Milan, Juventus, atau Inter Milan bisa buat bahan dalam adu debat. Namun sebuah cerita yang bagus juga meliputi perjalanan waktu, tanpa kerangka waktu kita tak bisa menilai apakah kita sedang melihat sesuatu yang benar-benar penting atau hanya denyut anomali. Setiap tim punya ceritanya sendiri, tahun 2013 Lazio juara Copa Italia, bisa jadi bagi ketiga klub yang kusebutkan barusan terdengar biasa, tapi bagi kami menang derby di final adalah orgasme tiada tara. Begitulah, sensasi memori tiap orang berbeda.
Mercatto Lazio memang tak memutar uang besar, sebab apa yang didatangkan nyaris semua pemain kelas premium.
Musim ini tercatat resmi yang berkonstum Lazio adalah Elseid Hysaj (free), Dimitrije Kamenovic (2.5 juta), Luca Romero (200 ribu), nama-nama asing bukan? Tak kenal? Sama! Namun ada dua nama besar yang didatangkan. Rasanya saya fans bola paling bahagia saat mendengar kabar pulangnya Felipe ‘Bale’ Anderson (3 juta). Setelah mencatat rekor klub West Ham dalam bursa, ia mengalami masa sulit di Inggris dan juga Portugal. Padahal ia adalah bintang paling cemerlang di lini tengah Lazio kala pergi, maka patut dinanti aksinya di lapangan tengah, kembali dengan Savic dan Luis Alberto. Nama kedua adalah Pedro (free), kali ini dari seteru.
Jadi target muluk-muluk bintang macam Shaqiri, Torreira, Schira, Walukiewicz sampai kemungkinnan joinnya Coutinho hanya isapan jempol. Gajinya akan bikin muntah Lotito. Kecenderungan Lotito untuk fokus pada biaya yang konkret dan memberi terlalu sedikit perhatian pada biaya kesempatan.
Mari sejenak lihat tim lain. Angka patok jual Barcelona membuat mereka kesulitan menjual pemainnya sendiri. Di era sekarang bisa jadi itu ekonomi kejahatan, dan lihatlah mereka kini di ambang bangkrut. Madrid sama saja, mereka kini tak bisa jor-joran. Jadi pola salary cap yang dinahkodahi Lotito ada benarnya, ini bisa berlaku pula untuk tim besar (jangan sebut City atau PSG). Dengan pengetatan semacam ini bisa jadi sebuah preferensi untuk mempertahankan segala sesuatu sebagaimana adanya, ingat sepakbola adalah tentang sportivitas, bukan melulu tropi apalagi uang.
Anda akan segera menyingkirkan para kandidat pemain yang lebih mungkin tidak masuk kantong budget, gaji besar, clause buy tinggi; dalam satu kata: pemain mahal, atau potensi pemain murah yang kehilangan semangat di tengah musim sebab gagal memberi bukti di masa awal bermain di Olimpico. Untuk itulah kita punya Savic, pemain paling penting di lini tengah yang sejak bergabung tahun 2015 konsisten bermain keren. Sebuah versi awal cerita ia bergabung bahkan menyebut, ia sudah deal sama Fiorentina. Itulah seninya bursa transfer, berita-berita meyakinkan ditampik, positif palsu yang jadi cerita seru dan juga menjengkelkan untuk masa depan.
Lotito tahu, mana yang pantas dilepaskan, dan mana yang tidak. Dengan bergabungnya Pedro, jelas pintu keluar satu striker terbuka: Immobile jelas bukan, Caicedo sang penentu menit akhir? tentu tidak ia terlalu berharga, Muriqi? Bisa jadi, tapi Lotito jarang rugi di bursa transfer jadi rasanya mustahil bisa menjualnya dengan harga pantas. Rasanya rumor Correa yang paling mungkin jadi kenyataan. Terserah mau ke Spurs, Inter, atau bahkan ke Madrid. Saat nantinya resmi pergi, itu sudah bukan cerita milik kita. Daniel Kahneman bilang, “Kita bisa jadi buta pada sesuatu yang jelas, dan kita juga buta pada kebutaan kita sendiri.
Hasil-hasil pra-musim Lazio juga terdengar biasa, kalau tak mau dibilang mengecewakan. Tradisi sparing Auronzo di Cadore berlanjut, dengan gunung dan danau yang sejuk adalah keniscayaan tim ini memulai musim dari sana seolah ada tombol start. Lawan-lawannya memang semenjana, seolah ada pekerja radio, buruh pabrik, atau BEM mahasiswa di sana sedang melakukan hobi di akhir pekan, nama-nama timnya akan membuat fans Manchester City kaget, itu klub bola? Termasuk setelah selesai tapa Auronzo, kita hanya mendapat lawan klub papan tengah macam Twente FC, menang satu gol dan seri 1-1 saat dijamu Sassuolo. Lihat, hasilnya biasa saja. Dari sini tampak, Sarriball belum padu. Masalahnya, walaupun beberapa ide Sarri sudah jelas, banyak yang tidak jelas. Permintaannya jangan main bola atas juga membuat kerut kening sebab tumpuan utama striker jago bola atas kita adalah pemain termahal Muriqi, atau ini tanda ia tak dipakai?
Butuh seorang pemikir sejati untuk melihat masalah yang sudah dilihat banyak orang dan menemukan jalur pemecahan baru. Orang takkan percaya, bahwa menyelesaikan masalah kadang harus memasukkan masalah. Bakteri misalnya, harus dilemahkan dan disuntikkan ke dalam tubuh manusia untuk melawan bakteri dari luar guna meningkatkan imun. Maka, Lazio yang bermasalah di komposisi pemain, bursa transfer yang buruk, pelitnya sang presiden minta ampun, hingga kekuatan yang timpang di inti dan cadangan. Merokok berlebihan, pesan subteksnya adalah bahwa banyak orang merokok juga, itu melegitimasi perilaku yang tidak dinginkan. Semoga Sarri yang bermasalah sebab tak bisa berhenti menghisap rokok, berhasil di Olimpico.
Mari kita nikmati tiap pekannya, karena dalam hidup bersenang-senang itu sangat penting. Tim-tim idola menawarkan lebih banyak kesenangan sekaligus kegetiran untuk memulai pekan baru, dan untuk itulah kita menyukai sepak bola.
Genderang perang telah ditabuh, kompetisi paling elit di tanah Pizza akan dimulai Sabtu, 21 Agustus 2021. Empoli, klub yang baru promosi setelah lama berkubang di kompetisi bawah telah kembali. Lawan yang terbilang mudah, awal yang bagus sepertinya akan didapat. Apakah saya jumawa? Tidak juga, tak ada persyaratan seperti itu untuk menjadi Laziale. Siapa saja memiliki seperangkat fanatisme, fans Madrid bisa menangisi kepergian Ramos dan Barcelona sesenggukan melepas Messi, tapi siapa sangka kedua kapten el clasico bakal setim? Sepuluh tahun lalu, bahkan penggemar kedua tim tak ada yang berani membayangkan. Jadi kalau Pedro, mantan Roma ini akan join kita, kenapa tidak?
Ada satu penjelasan lagi mengapa kita harus antusias menyambut musim baru, setelah sekian lama Lazio merekrut pelatih antah, sebut saja daftarnya panjang, Delio Rossi, Edy Reja, Davide Ballardini, Vladimir Petkovic; kini kita punya pelatih yang berpengalaman yang pernah membesut Chelsea dan Juventus. Di rumput tetangga, kesuksesan membawa pelatih bermulut besar Jose Mourinho akan makin membuat derby makin semarak, siapa tahu mereka berhasil buka puasa, walaupun jelas itu hanya angan kosong. Seni mengalahkan lawan dengan mengantisipasi langkah mereka berikutnya.
Fans sepak bola, mau tim besar, kecil, atau semenjana sekalipun adalah produsen argumen yang mendewakan tim idolanya. Wajar, komentar-komentar kita di manapun baik digital atau adu cekcok langsung, mungkin tak terbantahkan, dan terasa kuat sekali, menggebu sampai bisa berbusa-busa ngomongin strategi dan hasil akhir, tapi jika itu terdengar tak nyaman sama fans lain, kamu tidak akan ke mana-mana.
Memandang rekor itu adalah penghalang buatan. Sebagai fans layar kaca, menikmati bola tiap akhir pekan klub pujaan adalah sebuah kenikmatan tersendiri. Siapa juara Serie A 2022? Bursa bilang akan kembali ke Juventus yang nostalgia dengan Allegri. Namun jelas tak ada yang tahu dan bisa menebak tepat, seperti kata Niels Bohr, “Prediksi itu sulit sekali, terutama bila menyangkut masa depan.” Lazio, bahkan dalam sebuah prediksi akan kembali ke papan tengah. Seperti awal musim yang sudah-sudah, saya tak mengusung optimisme buta atau skiptisme yang suram. Target realistis adalah kembali ke zona Liga Para Juara, scudetto hanya bonus. Kasih tahu saya Mei 2022 nanti, apakah Sarri tersenyum atau cemberut di akhir perjalanan.
Mari menciptakan kesan yang besar pada ingatan kita dengan menyambut sensasi sarribal.
Karawang, 190821 – Bill Withers – Grandma’s Hands
Lazione P. Budy
Kopi di kanan, buku di kiri, musik Jazz bergentayangan di sekitar. Laziale anggota tercatat nomor empat belas dari Karawang. Hobi makan bakso dengan kuah melimpah. Bisa disapa di twitter @lazione_budy