
Stephen Hawking and Black Holes by Paul Strathern
“Jika kita bisa menemukan jawabannya maka itu berarti kemenangan besar nalar manusia, karena saat itu kita akan tahu pikiran Tuhan.”
Buku tipis yang bervitamin. Saya belum baca satu bukupun milik Stephen Hawking, walau di rak ada buku karya istrinya, The Theory of Everything, tapi sampai sekarang belum gegas baca. Makanya, hal-hal yang disampaikan begitu penuh asupan. Buku ini lebih mirip biografi singkat, sebab mengupas kehidupan Hawking secara umum dari lahir, hingga puncak kariernya, dan update kabar hingga buku ini terbit. Hal-hal yang sejatinya mungkin mudah saja kita temui di internet, tapi pendapat dan tulisan kesan sang penulis justru yang nyaman dan asyik. Seperti Hawking yang suka humor, dan poster Marilyn Moonroe di dinding, Paul Strathern menbawakan buku ini dengan fun.
Terbagi dalam satu bab utuh yang membentang, buku ini lebih sebagai pengenalan sang tokoh. Pembukanya saja sudah terbaca komedi,”Stephen Hawking lahir saat Perang Dunia II tengah seru-serunya…” Dan begitulah, orangtua Stephen, Frank dan Isobel memindahkannya ke Oxford dan Cambridge untuk menghindari serbuan bom Jerman. Di situ ada kekayaan arsitektur yang tak ternilai, dan lucunya pihak Sekutu juga takkan mengembom Heidelberg dan Gottingen. “Sayang sekali, persetujuan yang beradab seperti ini tidak diperluas di tempat-tempat lain.” kata Isobel.
Frank seorang dojter yang terlibat dalam penelitian medis, sementara Isobel pernah sebagai petugas pajak, sekretaris di beberapa perusahaan. Dan saat perang, kaum wanita dipekerjakan dalam urusan pemerintahan. Isobel yang awalnya pemegang komunisme, lalu melunak, dan berkomitmen pada sosialis. Lantas ia ikut dalam kampanye penolakan senjata nuklir, melakukan long march dari Aldermaston hingga London.
Tahun 1950, keluarga Hawking pindah ke St. Albans, kota katredal 30 mil dari London. Kota terpencil yang tenang, Frank bekerja sebagai kepala divisi parasitology di Nasional Institute for Medical Research. Dan begitulah, keluarga ini dipandang eksentrik dengan mempertahankan kehidupan intelektual ortodoks. Mendengarkan Third Programme (acara drama dan musik klasik yang disiarkan khusus bagi kaum awam di pembuangan). Di waktu luang, Frank menulis novel yang tak pernah dipublikasikan, dan diledek istrinya sebagai hasil bualan belaka. Tokoh idola Stephen adalah Gandhi bukan bintang olehraga atau bintang film.
Stephen lahir di keluarga berada, dan bisa dibilang di sekolah mapan dengan asupan ilmu melimpah. Ia mulai tertarik pada kegiatan penelitian di laboratorium, dan kamarnya penuh dengan tabung uji, sisa-sisa eksperimen, hingga bubuk mesiu, racun, sampai gas air mata. Jelas, Stephen adalah manusia cerdas. Juara kelas yang aneh, teman sekelasnya Micahel menyebutnya ‘Jenius kecil yang aneh’. Suatu hari saat berdiskusi tentang hidup dan filsafat, Michael menyadari kehebatan temannya, “Saat itu aku menyadari untuk pertama kalinya bahwa ia tidak hanya cerdas, tidak hanya pintar, namun luar biasa.” Jenius kecil yang aneh tampak menghabiskan waktu cukup lama untuk memikirkan segala sesuatu: berusaha mencari arti tentang dunia. dan begitulan, Stephen menganggap, “Itulah tugas yang sesungguhnya dari filsafat: kosmologi.”
Berjalannya waktu, lalu ia membatasi diri pada usaha untuk mempelajari struktur semesta. Selama bertahun-tahun kosmologi dianggap sebagai ilmu semu, dan secara otomatis juga banyak menarik minat para ilmuwan-semu. Layaknya gagasan-gagasan dinosaurus ilmu pengetahuan modern: besar, sederhana, dan hampir punah. Relativitas berarti bahwa ruang adalah melengkung (kurva) dan semesta memiliki batas.
Ilmuwan Soviet membuktikan bahwa singularitas ruang-waktu (lubang hitam) sesungguhnya tidak mungkin ada. Menurut mereka, singularitas ruang-waktu semacam itu hanyalah dugaan teoritis yang salah dan muncul karena ada yang mengansumsikan bahwa bintang-bintang besar yang runtuh menyusut secara simetris.
Menurut teori Hoyle, semesta meluas bahwa bintang dan galaksi secara terus-menerus tercipta di angkasa, karena itu memang sudah menjadi property semesta. Dan untuk melengkapinya, ia menambahkan bahwa bintang dan galaksi secara terus menerus juga menghilang ke dalam kegelapan jauh di sana.
Sebuah singularitas yang diciptakan oleh runtuhan gravitasional memiliki arti bahwa semua hukum fisika tidak berlaku. Ini mengejutkan, gila! Namun karena ini terjadi di lubang hitam, maka kita tidak bisa mengamati: kita tidak diizinkan mengamati peristiwa tersebut oleh semacam ‘badan sensor kosmik’, kita tak bisa memprediksi apa yang terjadi akan datang. Teori ini menandai ‘akhir’ dari teori fisika teoritis. Hawking mengakui bahwa setelah ini memang masih ‘banyak yang harus dilakukan’, tapi itu seperti ‘mendaki gunung setelah Everest’.
Tidak ada filsafat dan tidak ada ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dan filsafat hanyalah sistem yang kita tentukan, dan pandangan kita atas sistem-sistem tersebut terus berkembang. Kata Pytagoras, pikiran Tuhan pastilah sejalan dengan matematika. Para ilmuwan pusing karena banyaknya komplektivitas.
Saat Stephen divonis sakit syaraf, ia membatasi diri. Orangtuanya membutuhkan biaya besar dalam perawatan, sempat divonis takkan bisa bertahan hidup lama, tapi semangat Stephen berhasil meruntuhkannya. Ia menderita sclerosis lateral amiotrof (ALS) yang lambat dna langka, melumpuhkan tubuhnya secara perlahan selama puluhan tahun. Stephen berhasil membalikkan keadaan saat karyanya yang paling fenomenal rilis. A Brief History of Time: From the Big Bang to Black Holes, pertama terbit April Mop 1988. Batam mengira buku akan terjual beberapa ribu kopi, tapi nyatanya malah meledak. Sisanya adalah sejarah.
Buku ini ditutup di tahun 2004, saat rilis. Tahun 2018, seperti yang kita tahu, Stephen Hawking mangkat, mewariskan Lubang Hitam yang akan ditelaah dan dikembangkan untuk umat manusia di masa depan. Apakah alien benar-benar ada?
Stephen Hawking dan Lubang Hitam | by Paul Strathern | Diterjemahkan dari Stephen Hawking and Black Holes (The Big Idea Series) | Anchor Books Edition: August 1998 Penerbit Ikon Teralitera | v + 83 glm.; 20 cm | ISBN 979-3016-37-X | Penerjemah Basuki Heri Winarno | Penyunting Maghastria A. | Desain dan ilustrasi sampul Tim Ikon Teralitera | Cetakan pertama, Juni 2004 | Skor: 4/5
Karawang, 290922 – 071022 – 2010222 – Dizzy Gillespie & His Orchestra – Night in Tunisia (Interlude)
Thx to Daniels, Yogyakarta