Kusala Sastra Khatulistiwa 2021: Bentang-kan Hingga Langit

Kejari KSK nih.” / “WA wae virtual account e.” – Chat ig dengan Titus P.

Rak bukuku baru, tinggi menjulang hingga langit-langit. Bisa menampung sepuluh ribu buku, kalau mau, dan sungguh rapi walau aku masih kesulitan mencari letak buku yang kuingin baca tiba-tiba. Sedap dipandang, betah berlama-lama bercengkerama dengannya. Warna putih cerah dengan penerangan lampu terang, mencipta nyaman duduk terpekur di perpustakaan keluarga. Ini tak serta merta, rak ini sudah kubayangkan doeloe pas masih sekolah. Koleksi bukuku terus bertambah, tapi tenang saja ada garasinya…

Koleksi itu tentu saja termasuk buku-buku prosa Kusala Sastra Khatulistiwa (KSK). Tahun ini terdiri dari: Enam kumpulan cerpen, empat novel. Pengumuman kandidat agak terlambat, sampai kunyalakan notif twitter Richard Oh, yang akhirnya pada 23 September muncul juga. Kamis malam itu sepulang kerja langsung ke Gramedia Karawang, hanya nemu Haniyah dan Ala di Rumah Teteruga. Lumayan, sembari cari daring setidaknya sudah kumulai baca. Kesepuluh nominasi belum baca semua, jadi benar-benar start mula, dan sebagian besar nama-nama asing. Well, kurasa salah satu fungsi KSK adalah kita sudah disarikan, sudah dipilih dan dipilah para sastrawan, sehingga tinggal menikmati saja. Terlepas hasil akhir bagus/buruknya kualitas belakangan. Mirip film-film Oscar, lha wong sudah dijaring, tinggal duduk nikmati. Enak to.

Dan syukurlah kita hidup di zaman digital. Cari barang lebih mudah, termasuk buku. Toko buku langganan rerata tak sedia bukunya. Aku pengen beli buku sebanyak mungkin dalam sekali transaksi, selain hemat ongkir juga ada stok baca bila cepat usai. Dema Buku, Sentaro Book, Kedai Buku ternyata tak ready stock setelah kujapri, sembilan sisanya berburu bertahap. Kloter kedua buku baru muncul dari Dojo Buku, Jakarta Barat. Beli empat buku, kepending lama sekali, setelah tiktokan berkali-kali akhirnya bilang hanya ada tiga, yo wes gegas saja yang ada karena Haniyah dan Ala sudah selesai baca lama. Yogya Yogya, Damar Kambang, dan Rekayasa Buah baru kupegang pada 29 September.

Kloter ketiga dari Basa Basi Store yang mewakilkan satu buku Revolusi Nuklir di Prosa, menawarkan paket tiga buku, dua buku puisi KSK-pun tak mengapa kubeli dan kuterima 4 Oktober. Secara bersamaan pesan dari Stanbuku, Sleman. Ini teman lama, teman grup diskusi buku WA, pengalaman pertama beli daring justru dari sini. Mas Olih sedia Anak Asli Asal Mappi dan Segala yang Diisap Langit yang kuterima 9 Oktober.

Kloter kelima adalah Bunga Kayu Manis dari Jalan Literasi, Bandung yang bersamaan beli kandidat puisi sebagai ‘teman’ pengiriman. Buku kesembilan dan kesepuluh beli dari dua tempat beda lagi, Cerita-cerita yang Sedih dan Menakjubkan dikirim dari Yogya (Jual Buku Sastra) dan Ramuan Penangkal Kiamat dari Bogor (Aiakawa Books). Keduanya kupesan tentu saja ada barengan, keduanya Non KSK.

Jangan beranggap wah mudah sekali ya cari buku dan selalu ada duit. Oh tak sesederhana itu, bujet memang sudah kusiapkan, menabung dari beberapa bulan sebelumnya untuk dibelanjakan September. Aku juga tak punya m-banking jadi sering umpet-umpetan ATM sama Meyka, istriku. Maka sering kali minta tolong temanku Titus P. untuk talangi bayar ke Tokopedia/transfer BCA. Direkap, baru kuganti. Lihat, tak sederhana juga kan, tapi tak rumit juga. Kalau sudah berkeluarga, kalian pasti tahu betapa kebutuhan banyak, dan pendapatan harus dipilah pilah menyesuaikan kepentingan anak-istri. Dan buku, bagi istriku bukan di urutan prioritas.

Tepat 28 Oktober semuanya selesai baca ulas, maka mari kita simak. Berikut bacaan 10 besar prosa, diurutkan berdasar selesai lahap.

#1. Haniyah dan Ala di Rumah Teteruga – Erni Aladjai

Pembuka Kusala Sastra Khatulistiwa yang kurang OK. Temanya beragam, tapi intinya bisa jadi budaya lokal dengan kritik sosial dalam lingkar kebun cengkih. Pelukisan perkebunan dan tradisi setempat bisa saja menjadi daya saing yang menjanjikan, tapi tetap intinya sederhana. Hantu anak yang baik, walau kehidupannya tragis bisa memunculkan berbagai kemungkinan horror, jagoan yang sakti juga bisa saja meledakkan amarah ke warga, tidak. Kisah ini berakhir dengan tenang. “Tanaman bertenaga-baik membuat manusia yang memakannya berjiwa baik.”

#2. Damar Kambang – Muna Masyari

Aku baca sekali duduk di Jumat pagi yang cerah. Untungnya, suami-istri di pembuka identitasnya tak dikuak, fakta ini akan jadi semacam tautan yang ditaruh di tengah kecamuk adu sihir perdukunan. Perhatikan sahaja, buku yang berhasil salah satu faktornya para tokoh memiliki motif yang kuat untuk mengambil tindakan, tindakan dijalankan dengan logika dasar. Tak perlu muluk-muluk, tak perlu ndakik-ndakik. “Kau tidak percaya atau justru takut memercayainya?”

#3. Yogya Yogya – Herry Gendut Janarto

Cerita hanya berisi nostalgia. Dan saya suka cerita yang menengok masa lalu ketimbang ngawang-awang ke masa depan yang tak jelas. Orang Yogya yang merantau ke ibukota, sesekali mudik Yogya menekuri wilayah-wilayah yang dulu pernah disinggahi, ditelusur untuk dikenang, dengan sudut pandang orang pertama, segala yang disampaikan jelas bergaya orang bercerita satu arah. Tak ada hal-hal yang luar biasa, maksudnya nyaris tak ada ledakan… “Gayuh, kan, memang suka banget bernostalgia, sedikit-sedikit menukik ke masa silam. Benar-benar Gayuh itu manusia past tense. Mister Past Tense!”

#4. Rekayasa Buah – Rio Johan

Buku ini jeleq.

#5. Anak Asli Asal Mappi – Casper Aliandu

Cerita mini, mirip fiksi mini. Dan karena ini berdasarkan pengalaman penulis selama mengajar di Mappi, Papua, maka bisa disebut fakta mini sahaja. Ceritanya terlampau biasa, terlampau sederhana, pengalaman sehari-har. Dan selain cerita mini, buku cetaknya juga, hanya seratusan halaman. Namun harganya tak mini. “Terlalu asyik, Teman. Alamnya terlalu indah.”

#6. Segala yang Diisap Langit – Pinto Anugrah

Ringkas nan memikat. Hanya seratusan halaman, kubaca sekali duduk selama satu setengah jam pada Sabtu, 16 Oktober 2021 selepas Subuh. Langsung ke poin-poin apa yang hendak dituturkan. Tentang Islamisasi di tanah Sumatra di masa Tuanku Imam Bonjol. Mengambil sudut pandang sebuah keluarga lokal yang kalah dan tersingkir. Segalanya jelas, tapi akan mencipta keberpihakan abu-abu. “Atas nama agama, katanya!”

#7. Revolusi Nuklir – Eko Darmoko

Yang bagus menurutku adalah bagian-bagian yang sederhana. Malaikat pencabut nyawa yang mengambil kembarannya, itu kisah mudah dicerna, walau memilukan, terasa emosional. Atau pencabut nyawa yang mau berkunjung malah diusir oleh PSK, klenik yang membuncah kan masih banyak berlaku di masyarakat. Atau Ayam Kampus yang memandang hina keset kampus, tenang, diam, dan malah langsung in kan? Tak perlu melingkar pusing untuk berfantasi. “Kau harus ke Nordlingen!”

#8. Bunga Kayu Manis – Nurul Hanafi

Pada dasarnya manusia menyukai hal-hal bagus, hal-hal indah bagi kita sungguh nyaman dirasa mata atau telinga. Seni memberinya banyak jenis kenikmatan. Dan dari hal-hal yang dicecap itulah kita lari sementara dari kejenuhan rutinitas. Bunga Kayu Manis menawarkan jenis keindahan kata-kata (atau di sini berarti tulisan), dipilih dan dipilah dengan mujarab oleh Bung Nurul Hanafi. “Seperti apapun penampilanmu, kau tetap cantik.”

#9. Cerita-cerita yang Sedih dan Menakjubkan – Raudal Tanjung Banua

Cerita-cerita masa kecil dari orangtua, paman sampai neneknya, kita melangkah lanjut ke tema-tema masa lalu yang lebih umum, menorehkan kenangan. Menulis tentang masa lalu, sekali lagi kubilang sungguh aktual. Dan lebih mudah diimajinasikan. Sungguh nyaman, asyik sekali diikuti, seolah membacai memoar, menelisik nostalgia. “Sering-seringlah memandang Bukit Talau. Banyak gunanya. Melihat awan, meninjau hujan.”

#10. Ramuan Penangkal Kiamat – Zelfeni Wimra

Tentang ramuan darurat yang bisa digunakan saat terjepit. Sejak zaman Perang Padri sampai ear PRRI, bergenerasi digunakan. Sejarah Sumatra yang panjang nan berliku, zaman kolonial, zaman pasca merdeka, hingga kini. Setiap daerah memiliki kebiasaanya sendiri. Termasuk dua mangkuk ramuan rahasia… “Mengapa ayah menangis?”

Sebelum lanjut, mau bilang bahwa tahun ini penulis favorit Mahfud Ikhwan merilis lanjutan Dawuk, Anwar Tohari Mencari Mati kukasih skor sempurna (lima bintang). Kukira bakal masuk KSK, nyatanya tak tercantum. Apakah sekuel otomatis tak terjaring, atau nama Cak Mahfud sudah terlalu besar, entahlah…

Tahun lalu tebakan meleset jauh. Novel Orang-orang Oetimu tuh sempurna, sampai kulabeli buku terbaik lokal yang kubaca tahun 2020. Satu-satunya novel lima bintang KSK, masuk lima besar dan dengan pede sekali kutebak menang. Dalam podcast Mokondo-nya Bung Takdir panjang lebar kujelaskan sampai berbuih-buih, betapa indah cerita karya Felix K. Nesi ini. Sebagai pemenang sayembara novel Dewan Kesenian Jakarta sebelumnya, kukira bakalan berstempel ganda, karena di waktu yang hampir bersamaan Marjin Kiri menyiapkan kover baru.

Burung Kayu sejatinya sungguh biasa, prinsipku adalah novel bagus itu menghibur, bahasanya ga ngawang-awang, plot jelas, cerita bagus, pembaca senang. Burung Kayu mencoba nyeni yang malah menghilangkan esensi isi, dan aku tak suka hal-hal yang tak nyaman. Hanya kukasih 3.5 bintang, buku pertama yang kubaca setelah pengumuman nominasi. Aneh, sungguh aneh.

Tahun ini tampak lebih aneh. Saat pengumuman lima besar, satu-satunya buku lima bintang bahkan sudah tak tercantum. Cerita-cerita yang Sedih dan Menakjubkan benar-benar menakjubkan, indah dilihat dari berbagai sisi. Campur aduk perasaan, dijabarkan dengan sabar, disajikan dengan istimewa. Kok bisa? Entahlah, sedikit mengejutkanku atas keputusan dewan juri menyingkirkan dini.

Dan memang masa depan itu sulit ditebak. Kejutan juga perlu dalam hidup, seperti semalam Bayern Muenchen dibantai 5-0, banyak orang suka ‘kan sama kegaduhan. Jadi mari kita susun kepingan tebak.

Yang tersingkir lima buku, dalam penilaianku buku bagus selain karya Raudal Tanjung Banua ada tiga: Revolusi Nuklir (empat bintang), Yogya Yogya (empat bintang). Namun masih dikoridor yang tepat, sebab di awal buku keduanya boring, baru meledak di pertengahan dan akhir. Serta Bunga Kayu Manis (empat bintang) yang juga indah, memang mendayu seperti tahun lalu dalam Makan Siang Okta yang juga melaju kencang di fantasi.

Satu buku lainnya memang pantas dihapus, sudah pas. Buku jeleq.

Daftar pendek mencantum Anak Asli Asal Mappi (tiga bintang), rasanya enggak banget. Haniyah dan Ala di Rumah Teteruga sama saja, terlampau biasa (tiga bintang). Tiga lainnya berskor sama (empat bintang); jadi sejak kuikuti KSK, untuk pertama kalinya aku tak bisa yakin menebak. Ketiganya bagus, dan indah di porsinya masing-masing. Dua buku tentang Sumatra versus Madura.

Damar Kambang laik menang, cekam yang disaji bisa konsisten. Kental budaya Madura, taiye… selamat. Segala yang Diisap Langit to the point, apa-apa yang disaji memang sepantasnya disaji. Babat sana-sini demi tegaknya tauhid. Laik menang, selamat. Ramuan Penangkal Kiamat, tak perlu banyak bualan, mayoritas cerpen sudah disaring koran Nasional, dan jiwa-jiwa yang renta dalam kenangan menambah pikatnya, laik menang, selamat. Jadi tahun ini nebak mana?

Prediksiku: Buku-buku Bentang banyak sekali yang memuaskan, rerata bagus. Untuk kali ini sahaja, aku berdoa penerbit ini lebih diapresiasi atas kurasi mereka. Salam literasi dari Karawang yang damai.

Karawang, 281021 – 291021 – Michael Franks – Rendezvous in Rio

Thx to Titus P, sobatku yang selalu ada saat butuh tolong talangan transfer buku. Beeeest… (kecup kecup kecup)

In Cold Blood – Truman Capote

Hati-hati dengan apa yang kamu harapakan. Delapan tahun lalu sesaat setelah menonton film Capote dengan bintang Phillip Seymour Hoffman, saya berharap bisa menikmati buku terbaik Truman Capote, In Cold Blood. Selang berapa lama, saya sms teman-teman memberitahu betapa film ini sangat inspiratif. Salah satu yang membalas sms itu adalah Opan, teman dari Bogor yang bilang film tentang Penulis yang rekomended yang kebetulan ia sedang proses menulis novel. Belakangan kita ketahui berjudul Dead Smokers Club (trilogi). Mungkin Opan sudah lupa dengan pesan yang dia kirim, tapi siapa sangka kini justru dia malah jadi salah satu Penyunting buku ini! Hati-hati dengan harapan Anda!

Saya berhasil menyelesaikan baca dalam sekali telan. Mulai baca di tanggal 2 September dini hari sesaat setelah Jerman menang dramatis Ceko dan selesai sore harinya saat akan berangkat menjemput May. Hebat, karena buku ini mengelem erat pembaca untuk tak beranjak. Terus ditahan dan dibuat penasaran, sebuah momen sukses bila kita dipaksa duduk terus, mengabai keadaan sekitar. Dalam lima bab yang sangat panjang, tulisan kecil-kecil yang menembus 500 halaman, bersyukurlah saya mewujud menikmatinya.

Kisahnya bukan teka-teki pembunuhan karena sedari awal sudah diberitahu bahwa ada satu keluarga di temukan tewas secara sadis di Holocomb, Kansas. Para pembunuh juga sudah dijelaskan beriringan, siapa pelakunya. Tragis motif utama kasus ini adalah uang yang tak lebih dari 50 Dollars. Di sampul belakang juga sudah diberitahu bahwa enam minggu kemudian dua residivis yang sedang menjalani bebas bersyarat, ditangkap. Kemudian plot bergerak maju hingga akhirnya penentuan nasib mereka untuk mempertanggungjawab. Semuanya gamplang, tak ada misteri tak ada tanya. Lantas apa yang membuat penasaran? Daya pikat utama buku ini adalah cara bercerita yang unik, khas kisah fiksi yang mendayu, padahal ini bukan buku maya.

Keluarga Herbert Clutter digambar sebagai keluarga yang ideal. Memiliki kekayaan melimpah, dua anaknya merantau yang satu sudah menikah yang satu lagi dalam proses. Dua lagi masih tinggal bersama tapi punya masa depan cerah dengan kecerdasan dan kemampuan istimewa. Sayang semua kebaikan itu lenyap hanya dalam semalam. Herbert, Bonnie istrinya, putranya Kenyon dan putrinya Nancy ditemukan meninggal di Minggu pagi yang cerah tanggal 16 November 1959 di rumahnya di River Valley Farmasi, Holcomb.

Pembunuhnya adalah Richard ‘Dick’ Hickock dan Perry Smith. Mereka mengincar brangkas yang ternyata zonk. Kabur ke Meksiko hura-hura melakukan kejahatan-kejahatan, pesta hampa, lontang-lantung sampai kehabisan uang hingga memaksa kembali ke Amerika dan tertangkap. Penangkapan dipimpin oleh detektif Dewey. Setelah mengalami hari-hari yang menghantui untuk menuntaskan kasus ini akhirnya bisa teratasi. Uniknya pemicu tahu siapa tersangkanya bermula dari ocehan narapidana Flyod Wells, teman satu sel Dick. Akhirnya tuntas di tanggal 14 April 1965 di Lansing, Kansas. Hufh…, roller coaster terhenti.

Buku terbagi dalam empat bagian yang sangat panjang. Saat Terakhir Kehidupan Mereka. Orang-Orang Tak Dikenal. Jawaban. The Corner. Kisah menanjak terus sedari awal, sempat akan drop ketika sampai di penjara. Kekhawatiran buku 24 Wajah Billy yang seakan membaca jurnal perkara kejahatan menghantui, namun tidak. Was-was itu lenyap saat Capote menawarkan kesegaran kisah dengan mencerita rekan penjara dengan lebih intens. Sehingga turunan itu hanya sebentar, lalu tanjakan lagi hingga akhir yang sangat manis. Sebuah bayang masa depan sang Gadis yang ditulis dengan senyum. ‘seorang gadis cantik yang terbirit-birit, rambut lembutnya berayun-ayun, bersinar-sinar – persis seperti perempuan muda itulah kemungkinan Nancy akan tumbuh.’

Berikut Kutipan-Kutipan

Tetapi siapa yang menginginkan New York? Tetangga yang baik, orang yang saling mengenal dan peduli satu sama lain, itulah yang penting. – halaman 50

“Selesaikan pekerjaanmu, saksikanlah dan berdoalah: karena kamu tak tahu kapan akhirnya tiba.” – 45

“Hanya untuk membuktikan bahwa aku pernah berhasil dalam sesuatu.” – 394

H: Head, Heart, Hands, Health – halaman 52

Nancy Clutter selalu tergesa-gesa, tapi ia selalu punya waktu. Dan itulah definisi seorang lady – 36

“Aku tidak semiskin penampilanku, ambillah apa pun yang bisa kalian dapatkan.” – 18

“Mungkin lebih baik begitu. Para biarawati adalah sekumpulan pertanda buruk.” – 71

Mr. Clutter mungkin lebih ketat dalam beberapa hal – agama dan sebagainya – tetapi ia tidak pernah mencoba membuatmu merasa bahwa ia benar dan engkau salah. – 78

Hanya kini setelah kutimbang-timbang lagi, kupikir mestinya seseorang bersembunyi di sana. Mungkin di antara pepohonan. Seseorang menantikan aku pergi. – 81

Kita sudah menjalani seumur hidup kita di neraka, sekarang kita akan mati di surga. – 105

Kematian, brutal, dan tanpa motif yang jelas. Terpicu reaksi Mother Truit: takjub, larut dalam kedukaan. Suatu sensasi horor yang dangkal, yang diperdalam oleh ketakutan pribadi.- 108

“Namun kehidupan tersebut dan apa yang telah dicetaknya – bagaimana hal itu terjadi, Erhart menerung saat disaksikannya api membesar. Bagaimana mungkin upaya semacam itu, suatu kemuliaan yang nyata, dalam semalam saja direduksi hanya menjadi – asap, menebal membumbung hingga ke angkasa, disambut oleh langit luas dan menghilang. – 121

Kelurga ini mempresentasikan segala sesuatu yang benar-benar dihargai oleh orang-orang sekitarnya, maka hal semacam ini bisa saja terjadi pada mereka – well, ini seperti diberitahu bahwa Tuhan itu tidak ada. Akibatnya hidup ini tampak tak berarti. – 135

Saling mengabarkan hari kami, dan pada saat makam malam siapa, aku tahu kami punya alasan yang bagus untuk berbahagia dan bersyukur. Karena itu kuucapkan, Terima Kasih Tuhan. Bukan karena kewajiban melainkan karena aku menginginkannya. – 163

Ia tahu bahwa ia mengawali sebuah percakapan yang menjengkelkan Dick – 169

Yang dibacanya cuma sampah – buku-buku komik dan sampah koboi. Ia oke. – 172

“Tampaknya kita kehilangan setiap orang, dengan satu dan cara lain.” – 180

Berbaring kecanduan matahari dan lesu tanpa gairah, persis seperti seekor kadal yang tidur siang. – 182

“Kuharap akan ada selalu seorang Clutter di sini, dan seorang Herm juga…” – 186

Seseorang bertanya apakah ia seorang pejalan kaki yang meminta tumpangan – hitchhiker? Mencari tumpangan ke New Meksiko? – 190

Dua dollar sehari. Meksiko! Honey keterlaluan buatku. Kita harus berusaha keluar dari sini. Kembali ke Amerika. – 191

Aku selalu memberi tahu mereka jangan memulai sebuah perkelahian, jika kamu lakukan itu aku akan memukulmu kalau sampai ketahuan. – 197

Ia harus membayar mahal ketika melakukan kesalahan, hukum adalah pemimpin yang dikenalnya sejak saat ini. – 198

Ia seperti diriku, suka bersama dirinya sendiri, juga paling suka bekerja bagi dirinya sendiri. Seperti diriku juga. Aku ini serbabisa. – 199

Untuk menjalani hukuman di balik terali besi dengan sebuah senyuman yang kamu lakukan untuk dirimu sendiri. Kamu tahu lebih baik. – 201

Ia tahu hidup ini terlalu singkat dan terlalu manis untuk dihabiskan di belakang terali besi. – 202

Dan sebagian besar kenangan yang dilepaskannya justru yang tidak dikehendaki, biarpun tak semuanya. – 203

Kenapa aku tidak suka pada biarawati. Dan, Tuhan. Dan, agama. – 206

Sebagian karena mencoba mengontrol kandung kemih dan sebagian lagi karena kau tak kunjung bisa berhenti berfikir. – 208

Ayah seperti seorang maniak. Tak peduli apa yang terjadi – badai salju, hujan badai, angin kencang yang dapat membelah pohon – kami terus bekerja. – 211

Dengan jalanan naik turun yang bahkan dalam cuaca cerah terbaik tampak tak ceria dan suram. – 215

Kalau engkau merasa kemarahanmu meluap-luap lebih baik redakan karena aku menyadari tak seorang pun diantara kita menyambut kritik dengan gembira. – 219

Tak satu pun hal baik datang dengan mudah dan aku yakin kamu telah mendengar ini beberapa kali, tapi mendengarnya sekali lagi tak membikin cedera. – 221

Seorang ibu tetaplah satu-satunya yang bisa mencium luka di tubuh dan menyembuhkannya. – jelaskan itu secara ilmiah. – 222

Kamu adalah manusia dengan suatu kehendak bebas. Yang menempatkanmu satu tingkat di atas derajat binatang. – 224

Mudah sekali mengabaikan hujan kalau kamu punya jas hujan – 226

Orang-orang yang berhubungan denganku banyak, temanku sedikit. – 230

Manusia itu bukan apa-apa tapi selapis kabut, sebuah bayang-bayang yang diserap oleh bayang-bayang lain. – 231

Dick berbicara tentang membunuh Mr. Clutter. Katanya, ia dan Perry akan pergi ke sana dan merampok tempat itu, lalu mereka akan membunuh semua saksi mata – keluarga Clutter dan siapa saja yang kebetulan berada di tempat itu. – 249

Kondisi pikirannya buruk, ia kurus dan merokok enam puluh batang sehari. – 254

“Ayah, engkau adalah seorang ayah yang baik untukku. Aku tak akan pernah melakukan apapun untuk menyakitimu…” – 257

Nye, yang suara normalnya cenderung pendek-sengau dan secara alamiah mengintimidasi, warna nada yang lunak, gaya yang seolah menenangkan, tak berarti. – 262

Ia dipermalukan oleh pikiran-pikiran tentang laki-laki yang pernah meniduri istrinya sebelum pernikahan mereka. – 288

Kapten Manson, dengan jabat tangan terentang, memandang Prajurit Smith, tetapi prajurit Smith malah memandang kamera. – 289

Well, kami tak ingin mereka mengetahui sebaliknya. Semakin mereka merasa aman, semakin cepat kami mencocok mereka. – 294

Musuhnya adalah siapapun yang menyerupai sosok yang diinginkannya atau memiliki sesuatu yang diinginkannya. – 310

Pernah melihat kuda yang terbaring begitu saja dan tak pernah bangun lagi? Aku pernah. Dan seperti itulah yang terjadi pada Bibi. – 323

“Aku percaya pada hukuman mati. Seperti dikatakan Alkitab – mata untuk mata. Dan, bahkan kalau begitu kita masih kekurangan dua pasang mata.” – 385

“Aku hanya ingin melihat mereka baik-baik. Aku hanya ingin melihat binatang jenis apakah mereka berdua…” – 433

Why, orang itu adalah pengurung jenazah di pemakaman. – 435

“Karena hal itu persis seperti dilakukan seperti yang pernah dikatakan.” – 439

Temanku Willie-Jay biasa membicarakan ini. Ia biasa bilang bahwa se;uruh kejahatan sesungguhnya hanyalah ‘variasi-variasi pencurian’, termasuk pembunuhan. – 449

Ia adalah seorang yang impulsif dalam tindakannya, cenderung melakukan berbagai hal tanpa memikirkan konsekuensi-konsekuensi atau ketidaknyamanan bagi dirinya sendiri, atau bagi orang lain pada masa depan. – 457

Potensi membunuh dapat teraktivasi, terutama jika muncul beberapa ketidakseimbangan, yaitu ketika calon korban secara tidak sadar dipersepdi sebagai sosok kunci dalam sejumlah pengalaman traumatis masa lau. – 467

‘Siapa yang menumpahkan darah manusia, maka darahnya akan ditumpahkan lagi oleh manusia’. – 473

Aku sendiri tidak peduli apakah aku harus berjalan atau dibawa dalam peti mati. Pada akhirnya semua sama saja. – 496

“Aku akan mengkhawatirkan leherku sendiri. Urusi saja lehermu sendiri.” – 501

Sekali ia membaca, maka bacaan itu akan terus menempel. Tetapi tentu saja ia tak tahu seluk-beluk kehidupan. – 519

“Senang bertemu dengan Anda.” – 528

“Akan tak berarti apa-apa untuk meminta maaf atas apa yang telah kulakukan. Bahkan tidak pantas. Tetapi, aku ingin melakukannya. Aku minta maaf.” – 530

Sebelumnya saya sudah baca buku Capote yang lebih ringan, Breakfast At Tifanny’s, bukunya tipis dan sudah diadaptasi film. Baca pinjam punya Dien Novita, sekitar tujuh tahun lalu. In Cold Blood jelas jauh lebih komplek dan berbobot. Lawrence Journal World menyebutnya sebagai novel yang menorehkan sejarah dalam dunia jurnalistik. Dan setelah melahapnya, memang gaya berceritanya unik, ga lazim. Di mana kasus dan pencarian dan cara bertahan hidup para pembunuh berjalan beriringan, ada detektif di dalamnya namun kita tak ditantang berfikir menebak laiknya Agatha Christie – karena semua sudah dengan sangat jelas. Nikmat sekali mendalami pikiran orang-orang abnormal itu. “Mudah sekali membunuh – jauh lebih mudah daripada meloloskan cek palsu.”

Sayangnya untuk sebuah buku terbitan Bentang, kutemukan beberapa typo. Tahun lalu saya baca ‘What I Talk About When I Talk About Running’ –nya Haruki Murakami yang bagus banget secara kualitas terjemahan dan anti  typo, gambaran sempurna sebuah buku. Untuk yang satu ini yang sama-sama terbitan Bentang dan sama-sama buku istimewa sayang aja basic cek aksara sedikit ternoda. Contoh-contoh, yang siapa tahu bisa buat perbaikan untuk cetakan berikutnya.

Sang nyoya – halaman 44. Lorongl-orong – 49. Mengenduse-ndus – 72. Pulangp-ergi – 78. Dijelaskannya kpada – 187. Sebuah etsa – 263. Harus diangap – 271. Prangko – 295.  Lalu di daftar isi Tentang Penulis – 536. Terima kasih – 538. Padahal aktual di halaman akhir itu terbalik, ucapan terima kasih dulu baru bio yang menjelaskan bahwa Penulis kelahiran 30 September 1942 ini menerbitkan buku pertama berjudul Other Voices, Other Rooms dan In Cold Blood adalah buku kesembilan.

Untuk urusan kover, jelas saya sangat suka yang minimalis ini. Hitam yang dominan, nama kontras sang Penulis lalu lalu ditebar merah dalam keker kaca pecah. Jauh lebih berkualitas laiknya buku sastra ketimbang terbitan lama yang menampilkan close up wajah. Jilidnya Oke, kualitas cetak bagus, pemilihan front kata pas. Hebatlah. Salut Bantang, semakin hari semakin berbobot.

Well, In Cold Blood done. Tahun ini saya dapat tiga kado istimewa karena selain karya Capote buku legendaris terjemahan On The Road juga sudah beredar. Satu lagi Don Quixote-nya Miguel De Cervantes saat ini sedang dalam proses alih bahasa. Wwwoooagh… Indonesia sedang berlomba, berpacu menebarkan buku-buku berkualitas. Tak ada yang mustahil karena, siapa sangka dua tahun lalu Game Of Throne yang super duper tebal saja bisa terwujud serta buku kontroversial Ayat-ayat Setan pun ada!

Seperti nasehat ayah Perry Smith: “Aku mengajari anak-anakku aturan emas. Hiduplah dan jalani hidup…”

In Cold Blood | by Truman Capote | diterjemahkan dari In Cold Blood: A True Account of a Multiple Murder and Its Consequences | terbitan Random House, New York 2002 | penerjemah Santi Indra Astuti | penyunting Wendratama & Adham T. Fusama | perancang sampul Fahmi Ilmansyah | pemeriksa aksara Achmad Muchtar | penata aksara Martin Buczer | Penerbit Bentang | cetakan Pertama, Juli 2017 | pernah diterbitkan dengan judul yang sama atahun 2007 | vi + 538 hlm; 20,5 cm | ISBN 978-602-291-393-1 | Skor: 5/5

Karawang, 090917 – Richard Marx – Angels Lulaby