Kata-kata Meluap Seperti Soda Pop

“Suara jangkrik bisa didengar bahkan oleh gadis di balik maskernya.”

Karena judul filmnya sudah eksotis maka aku tak perlu mencari judul ulasan. Words Bubble Up Like Soda Pop atau dikenal juga sebagai Palabras que burbujean como un refresco, keren ya kalimatnya. Filmnya juga, sederhana tapi sangat asyik. Walau mengetengahkan cerita remaja, cinta yang bersemi lalu dirajut sungguh menyenangkan diikuti. Gabungan pria snob dan perempuan narsis. Dunia memang penuh dengan kontradiksi, dan itu malah saling melengkapi. Laiknya aku memilih pasangan, kita bisa dengan mantab bilang, “Aku punya alasan tersendiri waktu memilihmu.”

Kartun Jepang lagi. Saya sedang menikmati film random, asal klik saja. Untuk film ini, cenderung karena puas sama Earwig. Kisah-kisah Asia Timur yang membumi, kali ini tentang remaja beda kelas. Remaja laki snob ke mana-mana memasang headset, membawa buku catatan untuk mencatat inspirasi yang tertangkap tiba-tiba lalu menggores bait-baitnya agar tertangkap lekat. Pasangannya adalah remaja populer, sekali live di sosmed penontonnya membludak. Karena kepopulerannya, penampilan tentu harus dijaga, maka untuk menutup giginya yang maju, ia selalu memakai masker. Keduanya ditemukan takdir.

Dibuka dengan langkah aneh, pria tua membawa bungkus rekaman vynil berjalan ke kebun, tampak kebingungan. Ia mencari sesuatu yang akan diungkap di tengah film. Dibantu remaja kalem, Cherry/Yui Sakura (disurakan oleh Ichikawa Somegoro) untuk kembali ke panti jompo. Cherry mengenakan headset bukan karena sedang mendengarkan musik, perilakunya lebih untuk meredam kebisingan, melawan kearamaian. Sementara itu di tempat lain, Smile/Yuki (Hana Sugisaki) melakukan siaran langsung pakai HP. Hal-hal yang biasa, tapi karena ia populer dengan banyak follower, aksinya di depan kamera HP begitu dinanti. Giginya yang tongos sedang dipermak, dikawat biar rapi, maka ia mengenakan masker. Ia tampak malu dengan ‘kekurangan’-nya itu.

Suatu hari mereka ditemukan takdir di mal, sebuah tabrakan tak sengaja membuat buku catatan Cherry dibawa Smile, begitu juga sebaliknya HP Smile sebagai gantinya. Memang tampak mirip, makanya gerak cepat pertukaran itu bisa berlangsung. Betapa terkejutnya Smile, ketika di rumah menyadari. Ia lantas meminjam HP adiknya untuk menghubungi, meminta balik. Cherry yang di rumah, bersama teman-temannya mengangkat panggilan dan janjian ketemu untuk dikembalikan. Bisa ditangkap adegan sederhana di sini tapi bermakna dalam, makan keluarga jangan main HP. Hormati pasangan, hormati yang memasak, hormati waktu kebersamaan. Hal-hal yang terjadi di dunia maya masih bisa ditunda kok, hadapi keadaan asli saat itu. Kurangi buka HP saat bersama orang lain. Catet!

Sudah tertebak, mereka akrab. Bertukar akun sosmed, bertukar cerita. Status Cherry lebih banyak tentang puisi, atau di Jepang lebih akrab disebut haiku. Memandang senja dari taman, melihat air mengalir, awan beriring yang dihalau angin, sejuknya suasana perkebunan. Dan seterusnya, mereka saling mencinta, tapi dalam diam. Gerak bisa saja ditafsir, tapi kata-kata tertahan.

Cherry ternyata sedang dalam proses pindahan, musim panas ini di tanggal 17 Agustus ia harus pindah. Kerja sementara di panti jompo hanya sukarela, Smile tak tahu karena memang tak diberi tahu. maka saat di hari H pindahan, Smile mengajak menonton festival kembang api, Cherry ragu, tapi tetap mengiyakan. Lihat, hal-hal yang tak jujur atau terbuka, malah membuat runyam keadaan. Apa sulitnya bilang, maaf tak bisa karena harus cabut. Selesai. Oh tidak, Cherry terlalu banyak merenung, terlalu banyak pertimbangan. Maka saat mobil itu tiba-tiba berhenti, lantas ia berlari. Itu bisa jadi adalah salah satu masa terpenting dalam hidupnya. Ia memang harus mengambil resiko.

Di satu sisi mereka memiliki misi mencari rekaman vynil sang kakek yang berangsur pikun. Selidik punya selidik, ternyata rekaman itu adalah milik istrinya bernama Sakura. Ia tak ingin melupakan istrinya yang sudah almarhum, ia ingin mengabadikan momen, ia ingin mendengarkan lagunya sebelum ingatannya tergerus, sebelum ia mati. Sudah sangat langka, susah dicari, di toko rekaman miliknya dibongkar sampai lelah juga ga nemu. Saat akhirnya menyerah, malah dapat. Sayangnya saat akan diputar, sama Smile, kaset malah tak sengaja dipatahkan. Karena dirasa agak melengkung, saat diluruskan malah patah. Huhuhu…

Berhasilkan keinginan sang kakek merasai suara istrinya lagi? berhasilkan cinta dua remaja ini disatukan, karena festival kembang api dan hari kepindahan terjadi di hari yang sama. Well, seperti judulnya, endingnya menghentak dengan ribuan kata membuncah. Bak soda yang meletup histeris, kata-kata itu menjelma bising, terlontar tak terkendali, indah laksana kembang api yang juga sedang gemericik di angkasa.

Aku yakin kalian punya teman dengan gaya keduanya. Seorang yang sok puitis, di mana status sosmed-nya digores penuh makna dan kutipan orang terkenal (baik dicantumkan penulis aslinya atau tidak), atau benar-benar ditulis sendiri setelah mendapat inspirasi saat jiwa kreatifnya sedang meluap-luap. Sah-sah saja, zaman dulu dicatat dulu di kertas, sekarang sudah bisa dihamburkan dalam digital. Aku yakin juga kalian memiliki sahabat populer yang tak bisa lepas HP, sok cantik, sok imut, tiap menit update status, memiliki pengikut melimpah padahal kontennya juga biasa (atau jujur saja, banyak yang jelek), narsis abis, suka joget tiktok, suka pamer tete, suka pamer skincare, suka sekali mengikuti trend. Ya ‘kan, ya ‘kan? Wajar, dunia memang berlari mengikuti perkembangan, tingkah laku manusia otomatis menghambur bersamanya. Hanya bentuk gaya, dan bungkusnya saja yang tampak lebih kreatif. Satu bait saja yang ingin kubagikan di sini, “Bagian ‘membuat awal yang salah’ dalam Cahaya malam musim panas, awal yang salah.” 

Selalu menyenangkan menonton film sederhana disampaikan dengan ciamik. Hembusan kisahnya mengalir lancar, pilihan dialog dibuat dengan nyaman. Adegan ending di festival itu kalau salah proses saja akan jadi lebai, atau salah pemilihan kata yang diluapkan sekencang-kencangnya bila terpeleset bisa jadi roman remaja biasa bak FTV. Namun tidak, endingnya pas sekali saat kita masih terpukau dan hanyut dalam nuansa puitik sehingga aura seninya masih membayang sepanjang detik lagu penutup berkumandang. Memang tepat pemilihan judulnya, di awal meluap dalam tulisan, di akhir meluap dalam gempita jeritan. Bukankah kita semua mendamba adegan romantis dari pasangan yang diguratkan dengan manis, semanis syair?

Words Bubble Up Like Soda Pop | 2020 | Japan | Directed by Kyohei Ishiguro | Screenplay Kyohei Ishiguro, Dai Sato | Cast Ichikawa Somegoro, Hana Sugisaki, Megumi Han, Natsuki Hanae, Yuichiro Umehara, Megumi Nakajima | Skor: 4/5

Karawang, 071021 –Billie Holiday – Stormy 

Words Bubble Up Like Soda Pop bisa dinikmati di Netflix

Blue Summer: Cinta Biru dari Negeri Sakura

Cinta remaja di masa liburan di desa, terkesan. Ketika liburan berakhir akankah ini hanya cinta sesaat?

Gadis kota liburan ke kampung halaman, ke rumah neneknya bareng adiknya. Saat turun dari bus di pinggir sungai, berkenalan dengan pemuda desa yang lugu, yang menawarkan tur dengan gambar pamflet eksotis, si gadis terpesona, sang pemuda kesemsem. Lalu pas sampai rumah sang nenek, ternyata pemuda itu adalah saudaranya, penjaga toko kelontong. Ada kebencian karena dari tutur nenek, cucunya pergi meninggalkan kampung mencipta kesepian. Liburan yang seharusnya penuh warna menjadi agak renggang awalnya, sampai tak kurang dari ¼ film di mula, saya sudah bisa memprediksi endingnya. Dan tepat! Blue Summer adalah cerita manis, semanis-manisnya.

Kisahnya berpusat pada siswi cantik Rio (Wakana Aoi). Pembukanya adalah adegan jelang libur sekolah, ketika Rio mau pulang disapa cowok si jangkung yang secara halus tersamar mencintainya, sempat akan meminta kontak, tapi terlewat. Liburan sekolah musim panas ini akan dilewatinya di kampung halaman sang nenek, berangkat bersama adiknya, ibunya seorang desain grafis akan menyusul nanti. Sampai di pedesaan berkenalan dengan Ginzo (Hayato Sano), pemuda desa yang sedari muncul juga sudah bisa ditebak akan meluluhkan hati Rio.

Benar saja, walau ia dibenci Ginzo karena meninggalkan neneknya, Rio melewati hari-hari galau dengan melihat bintang bertebaran indah di malam hari, bermain air di sungai, main sepeda menghirup udara segar pegunungan, memetik bunga. Lalu berkenalan dengan teman-temannya Ginzo yang sepanjang waktu pegang kamera, ada tantangan terjun ke jernihnya air sungai dari jembatan. Rio dengan meyakinkan berani, jangan sepelekan anak kota ya.

Lalu beberapa teman sekolahnya menyusul liburan ke sana, bikin tenda di pinggir sungai, panggang daging, sampai main air. Terlihat jelas si jangkung mencintai Rio, maka ia mengajak kencan, dan ‘mengancam’ Ginzo. Rio sendiri lalu secara terbuka bilang suka pemuda desa, sehingga kini tercipta cinta segitiga dengan pusat yang protagonist.

Kebetulan ada event sekolah, mendatangkan band nasional. Semakin merekatkan mereka berdua, mendesain promo, mencipta erat, menghabiskan malam dengan lanskap kembang api, menangkap ikan di bazar, cinta itu perlahn tumbuh kembang bak musim semi, sampai akhirnya mendekati hari terakhir liburan di puncak pesta musik. Apakah kedekatan mereka berlanjut? Ataukah dengan berakhirnya masa di desa, berakhir pula hubungan ini. Lalu Rio mengambil tindakan berani sebab ada kekhawatiran mengucap kata ‘selamat tinggal.

Ini jenis film warna-warni mencolok mata. Semua ditampilkan indah, ga cocok buat kaum merenung, tak cocok pula buat kaum hippy. Ternyata berdasar manga populer. Yah ini sih manga remaja yng so sweet. Bunga matahari kuning terhampar, pemandangan gunung asri sepanjang mata memandang. Suara jernih sungai mengalir. Gemerlap bintang di langit yang ditingkahi tembakan kembang api. Benar-benar film romantis khas remaja. Saya justru jatuh hati sama Seika Furuhata, cantik dan tampak dewasa ketimbang tokoh utamanya yang childish. Sebagai gadis ‘penghamba cinta’ yang mencinta, berharap jodoh keluarga tapi kandas. Duuuh manisnya, catet yes Seika!

Plot semacam gini sudah banyak dibuat FTV kita. Cinta-cintaan dengan penampil cantik dan tampan, konfliks ringan, lagu-lagu indah, gadis kota tergoda pemuda desa, sudah melimpah ruah. Blue Summer menawarkan hal yang mirip, kalau tak mau dibilang sama. Dengan template seperti itu, wajar saya agak kecewa. Keistimewaan film justru di technical. Banyak kamera ditaruh di beberapa sisi. Contoh adegan jembatan itu, saya catat ada minimal lima kamera menyorot adegan terjun. Dari kedua jembatan, kamera terbang, dari sisi sungai bawah, dan pas masuk ke air kamera terendam. Nah, secara teknikal tampak anggun. Kelopak air itu menyejukkan, benar-benar film memanjakan mata.

Memang sebuah perjudian menonton film tanpa rekomendasi, ngasal karena muncul di beranda. Blue Summer sekadar hura-hura remaja yang akan cepat terlupakan, kecuali gemerlapnya yang tertahan lama di balik retina. Eyes candy alert!

Tentu saja pertemuan kita terkadang tidak lebih dari sekadar liburan, tapi beberapa hari itu bertemu dengan orang yang kaucinta sangat besar artinya. Kau ajarkan aku apa itu kenyataan.

Blue Summer | Judul asli Ao-Batsu: Kimi ni Koi Shita30-Nichi | Japan | 2018 | Directed by | Screenplay Yukiko Mochiji | Manga Atsuko Nanba | Cast Shiori Akita, Wakana Aoi, Seika Furuhata, Takumi Kizu, Rinka Kumada, Atom Mizuishi, Hayato Sano, Reo Shimura, Aimi Terakawa | Skor: 3.5/5

Karawang, 230420 – Bill Withers – Railroad Man

Kakegurui: Judi itu Ada Seninya

“Even lacking trust, people can be manipulated with the promise of profit.”

Wow, ketika Yumeko bilang sweet sekali makanannya di akhir saya langsung bilang wow. Keren. Tanpa tahu ini film tentang apa, sejatinya lemparan kartu remi di atas meja itu menjelma thrilling. Benar-benar seni berjudi. Sungguh beruntung, saya tak tahu detail film ini. Bahkan judulnya baru tahu setelah ku-Googling yang berarti maniak judi. Posternya memperlihatkan gadis dengan pose mengintip dengan kartu Joker. Andai kulihat posternya sebelum main, pasti saya menebak jagoannya Yumeko, padahal sepanjang film yang tampak digdaya adalah Murasame yang cool dan misterius. Bahkan ia bisa menghitung kartu, bak seorang dewa judi. Di Sabtu dini hari (18/04/20) setelah nonton Blue Summer dari Jepang juga, yang terasa so so, melanjutkan film ini tanpa banyak ekspektasi. Cling cling cling… Jackpot!

Kisah dibuka dengan laporan reporter sekolah elit Hyakkaou Private Academy, bahwa OSIS mengusung judi sebagai pembuktian berkelas. Sekolah ini memang mencipta lulusan hebat, dan permainan haram ini dilegalkan. Bersegaram merah cerah, sangat kontras dan menyolok mata. Dengan kamera berjalan menelusur mengikutinya, kita diarahkan ke sebuah ruangan bak tempat judi Las Vegas, dengan di atas singgasana sebagai ketuanya. Di sekolah ini, permainan judi menjadi kewajiban, walau tampak kejam bagi pecundang dengan memakai kalung, gengsi dan pertaruhannya benar-benar tinggi. Menang berarti uang melimpah, harum namanya, kalah menjadi budak sehingga menjadi bully-an.

Tersebutlah organisasi tandingan yang menentang OSIS, dalam adegan dramatis tampak cool dikepalai oleh Eri Arukibiju (Haruka Fukuhara) berseragam putih, melakukan promosi, menentangnya, melawannya. Mereka menempati gedung sebelah, menyusun strategi berlawanan, dan diketuai oleh sosok cool Murasame (Hio Miyazawa), yang nantinya baru kita tahu pernah mengalahkan dewi judi, lalu pensiun. Mereka membuka pendaftaran anggota baru, Sang murid baru Jabami Yumeko (Minami Hamabe) masuk. Tampak misterius, dan ternyata sangat canggih mainnya.

OSIS lalu melakukan kompetisi judi untuk menyingkirkan Villey dengan hadiah umum menjadi perwakilan dewan dan hadiah istimewa: rencana masa depan bebas menulisnya, panitia akan berupaya mewujudkan impian itu. Demi kepadatan durasi hanya dua sistemnya, seleksi semua yang mau daftar dengn aturan sederhana ‘gunting batu kertas’ lalu disaring, menjadi hanya delapan peserta, satu tim dua orang jadi setelah lolos, langsung ke semifinal. Murasame sendiri diminta ikut, sama anggotanya, tapi keukeh tak hadir. Maka demi perlawanan untuk mempertahankan Villey, sebagian dari mereka yang jago manipulas join.

Bagi penonton yang tak ikuti manga-nya tenang, akan dijelaskan aturan mainnya. Sederhana, tapi tetap mengutamakan adu cerdik/bejo. Babak pertama adalah mengumpulkan poin, setiap peserta memiliki tiga kartu dengan aturan umum, ‘gunting’ mengalahkan ‘kertas’, ‘kertas’ mengalahkan ‘batu’ dan ‘batu’ mengalahkan ‘gunting’. Yang kalah menyerahkan kartunya ke yang menang. Pertandingan acak, jadi siapa saja boleh beradu pilih lawan. Semakin banyak kartu yang dikoleksi semakin besar poinnya, dan maju ke semifinal.

Peserta pertama: Ada satu peserta yang kaya raya, bukannya main dia malah membeli kartu-kartu lawan. Ga heran ia dan ‘pelayan’nya masuk. Peserta kedua: adalah jagoan yang sedari mula tampak menonjol: Yumeko dan partner lolos setelah banyak manipulasi lawan, menghitung persentase, bahkan menipu pasangan demi poin. Peserta ketiga adalah si gadis cool pembela Aruki, dan si rambut pendek yang tampak berontak. Dan yang terakhir adalah pasangan OSIS unggulan juga. Keempat tim lalu dibuka untuk umum, bagi siapapun yang mau bertaruh, dan ini tentatif. Artinya selama permainan berlangsung-pun para siswa bisa menanamkan duitnya menjagokan siapa, ada layar terkembang yang memperlihatkan persentase sebelum benar-benar ditutup. Dan suara mereka sangat berpengaruh akan hasil akhir. Karena akan dihitung persentase-nya dikali gim yang dimenangkan.

Aturan gim-nya sangat sederhana, gede-gedean kartu. Setiap pemain mendapat 8 kartu: 1-7 & joker. Joker bisa menjadi nomor berapa saja. Ketika keempat pemain melempar kartu yang dibuka bersama, maka pemenang diambil kartu lain yang lebih besar. Ada bandarnya, yang ceria. Justru mencuri perhatian, cakep. Hanya seperti itu, tapi degub misterinya sampai ke sumsum, daya ledaknya membumbung penuh penasaran tiap remi diletakkan di meja. Kiu-kiu gaya Jepang, eksotis dengan penampilan gadis-gadis anime menjelma nyata.

Film menjadi dramatis ketika, si cool yang dulu pernah mengalahkan ratu judi akhirnya tampil menggantikan si rambut pendek, yang detik-detik menuju dimulai laga malah ga muncul. Ia diculik, pelakunya? Jadi kejutan akhir. Aturannya sih ga boleh Murasame ikut serta, tapi karena ia istimewa dan ada ‘rasa’ dengan sang ratu, maka ia punya hak prerogatif untuk mengesahkan turut serta. Maka duel semifinal pun dimulai. Tampak hebat memang, ia bisa menghitung kartu. Yang paling hebat nan memikat ternyata adalah Yumeko, memegang kartu truf. Memiliki strategi dua-tiga langkah ke depan. Partai final siapa versus siapa mungkin ketebak, tapi siapa yang menang dan dengan cara apa, kalian pasti meleset. Selain itu, suara siswa dalam menaruh uangnya ke pihak siapa menjadi startegi sendiri. Selamat datang di pertandingan judi berkelas, di mana setiap kartu yang muncul menampilkan belalak kejut. Saya jadi fan baru Minami Hamabe, mari kita lihat beberapa film lain yang sanggup kukejar.

Pasca nonton langsung ke sher grup BM – Bank Movie, ga tahu ini film jenis apa? Barulah kucari di internet. Ternyata berdasarkan manga yang sudah dibuat anime-nya tahun lalu season dua, dan ini adalah adaptasi live action pertama. Mungkin bagi yang mengikuti serialnya bisa menebak arah kartu, karena udah tahu detail kisah, mungkin. Namun bagi yang awam kayak saya, sungguh memesona. Shock, pola dan gairahnya dapat banget, permainan pikiran. Kejutan di ending, bagaimana kartu seni dilempar tertubi-tubi, dramatis sekali. Setelah ketinggalan tiga gol bisa-bisanya membalikkan keadaan, mirip pertandingan Liverpool yang mind-blowing. Ada yang masih ingat gim Reds versus Dortmund di liga Eropa? Mirip tandukan Sakho-lah endingnya. Bikin draf cerita dengan satu gim berempat peserta, masing-masing pegang 8 kartu yang berarti hanya 4×8 = 32 perkiraan kejadian, bisa bikin deg-degan kayak nunggu ciuman pertama pacar baru. Eh

Kita sudah kemakan pameo, judi itu diatur Bandar. Maka para pemain adalah gembala yang di-angon dengan rumput uang sebagai umpan. Pada dasarnya, permainan ini candu. Tak heran para siswa yang tajir seolah uang mengalir terus tak merasa sedang dirampok. Unsur ketegangan menjadi komoditi utama film-film sejenis ini, Kakegurui jelas memenuhinya, melimpah malah, karena tiap langkah memberi kerut pikir bertubi. Judi memang menjanjikan kemenangan! “Bring on the madness!”

Kakegurui | Japan | Year 2019 | Directed by Tsutomu Hanabusa | Screenplay Tsutomu Hanabusa, Minato Takano | Manga Homura Kawamoto, Toru Maomura | Cast Minami Hamabe, Mahiro Takasugi, Aoi Morikawa, Yurika Nakamura, Matsume Mito, Ruka Matsuda, Natsumi Okamoto, Elaiza Ikeda, Hio Miyazama, Haruka Fukuhara, Yuma Yamoto, Miki Yanagi, Sayuri Matsunura | Skor: 4.5/5

Karawang, 210420 – Bill Withers – Family Table