Tuhan, Aku Ingin Menjadi Malaikat Kecil-MU by Eidelweis Almira

image

Tangan mungilku memohon untuk Kau jadikan aku anak yang berguna bagi sesama”

Buku kedua pinjaman itu sudah selesai baca. Tanpa banyak ekspektasi, hasilnya memang sesuai. Buku tanpa isi. Buku yang sederhana, sangat sederhana. Bagaimana bisa buku seperti ini bisa lolos seleksi, dicetak dan dijual? Ada lima cerpen yang disajikan. Kelimanya berpola sama, penuturan monoton tanpa jiwa, dengan narasi yang buruk dan ending yang sama.

Rumah Asa
Tentang Gege anak orang kaya dengan kedua orang tua sibuk. Gege dan kakaknya Tito dibesarkan dengan bergelimang harta. Gege ternyata punya hati mulia, dengan niat membangun sebuah rumah untuk pendidikan anak tak mampu. Tito sakit namun peduli sama adiknya, sehingga ikut menyumbang untuk rumah asa.

Anggrek Jingga
Tentang Anggrek, anak yang suka membantu sesama. Anggrek lagi-lagi adalah anak orang kaya yang sakit namun peduli sesama. Mencuri uang untuk menyumbang panti. Bergaul dengan orang yang kurang beruntung. Niatnya sih menyentuh pembaca dengan membuatkan puisi untuk orang tuanya, gagal.

Mancing Mania
Tentang Adi, lagi-lagi anak orang kaya. Adi dibesarkan orang tunggal. Orang tua bercerai, ibunya sibuk sehingga kurang kasih sayang. Hobi Adi mancing, tapi ibunya mengarahkannya untuk jadi model sehingga diikutkan ekskul fashion show. Adik Adi yang masih TK, Dila juga hasu kasih sayang. Suatu hari Adi dan ibunya sepakat: Adi mau ikut ekskul kalau ibu mau jemput Mila sekolah. Deal.

Demi Adikku
Tentang Anti yang rajin dan pintar. Kali ini anak orang tak mampu namun punya teman-teman kaya nan dungu. Kisah seorang kakak yang penuh cinta kepada kedua adiknya, Riri dan Ari. Riri sakit. Anti yang masih sekolah mencoba membantu kumpulkan uang untuk pengobatannya suatu hari nanti. Cari duit dengan “menjual” PR dan membuat kartu kreatif.

Basri Yang Baik
Tentang Basri yang baik. Si bungsu yang suka membantu. Dari keluarga kurang mampu yang jual makanan yang digoreng. Setiap hari membawa bekal hasil goreng dan dibagikan ke teman-temannya yang ga punya uang jajan. Terkadang kalau Basri bangun kesiangan, mengajak teman-temannya untuk makan di gerobak goreng emak-nya gratis. Terlampau baik namun konyol.

Well, saya sudah tanpa harapan sama sekali membaca buku ini. Terlampau sederhana untuk jadi wow sebuah buku tipis nan simple. Saya menemukan beberapa kata yang tak baku: gorengan, silahkan. Saya menemukan hiperbola “!!!”, saya menemukan typo inkonsistensi dari “Mbak” atau “Mbah”, saya menemukan sesuatu yang ga logis empat juta Rupiah sekali tarik dari ATM, dan seterusnya dan seterusnya. Yang paling parah tentu saja ceritanya. Monoton dengan ending yang sama. Ada tokoh mati dengan cara konyol. Di sampul sih tertulis, “berdasarkan kisah nyata”. First thing first story dan cerita yang disajikan sangat buruk. Kalau buku ini dicetak dengan tujuan membuat orang terinspirasi akan kebaikan sederhana yang dicipta beberapa tokoh, kurang pas juga. Kenapa? Karena beberapa karakter yang dicipta “baik” itu sekaligus “ga baik”. Seperti mencuri uang dari ATM orang tua, mengajak berbohong demi menutupi tindakan ga benar, membandel dari perintah orang tua, dan seterusnya dan seterusnya. Sungguh buku sederhana dengan pemikiran sederhana. Buku tak bernyawa. Sekali baca lupakan. Sekali-dua kali cetak dan akan dilupakan peradaban.

Tuhan, Aku Ingin Menjadi Malaikat Kecil-MU | by Eidelweis Almira | Cetakan I, 2015 | Penerbit Euthenia | ISBN 602-1010-78-7 | Skor: 1/5
Karawang, 230316 – Baby Creed

(review) Frenemy: Aku Mendengarkan Nasehat Cinta Dari Seorang Jomblo Sejati

Gambar

Dengan embel-embel ‘Juara II lomba novel 30 hari 30 buku Bentang Belia’, novel remaja karya Ayuwidya ini menyeruak di antara novel-novel terjemahan luar negeri yang saya beli pertengahan tahun lalu. Saya sendiri heran kenapa bisa beli novel remaja yang sudah sangat jarang saya baca, si May juga heran tak biasanya saya baca cerita cinta. Di lemari buku saya mayoritas adalah buku-buku cerita terjemahan dengan cerita yang bukan cinta remaja. Jauh dari tema cinta-cintaan anak sekolah. Novel ini bahkan kelar dibaca istriku dulu, baru saya membacanya. Dia membacanya dalam semalam, saya besoknya juga dalam rentang yang tak lama.

Frenemy is someone, who is your friend but also an enemy (urban dictionary). Frenemy bercerita tentang seorang remaja bernama Tamara Galuh Wangi yang bersekolah di Arc. Dari pertama menginjakkan kakinya di sekolah tersebut dia sudah berniat untuk menjadi popular, berteman dengan orang-orang popular dan bertekad akan mengikuti ektra-kulikuler yang menjadi favorite di sana. Maka dari itu dia ingin berteman dengan Tiara yang jadi incaran semua cewek di sekolah, sebuah mimpi. Lalu Charlene yang selalu memakai barang bermerek, Kalin yang suka menyebut selebritis dan designer terkenal atau Bianca yang sering dikerubuti cowok-cowok. Namun sayang, impian itu kandas. Tiara hanya anak piatu dengan uang jajan pas-pasan yang pernah ke salon dengan rambut kriting gagal. Korban salon murahan yang enggak bisa membedakan ikal cewek-cewek ala Korea yang dimintanya dengan surai singa. Misi makin sulit untuk menjadi popular setelah dia terjebak menjadi teman seorang kutu buku kuper, Kayla.

Tamara ingin menjadi bagian dari girlband yang diadakan di Arc, salah satu ektra-kulikuler favorite, sayangnya gagal. Dia ingin menjadi cheerleader yang bisa menyoraki pemain basket yang kece, gagal juga. Salah satu sesi eliminasinya yang memakai dance bahkan berujung memalukan. Namun dari seleksi tersebut dia yang kena timpuk bola basket sampai pingsan malah dapat kenalan kakak kelas keren bernama kak Alven. Dari situlah mereka akhirnya dekat.

Tamara akhirnya memilih eksul tak popular, jurnalistik. Eksul ini mengelola majalah online sekolah Highlight yang isinya berkisar tentang dunia remaja yang dibagi dalam beberapa rubrik, Tamara di divisi artikel remaja padahal dia ingin di divisi gosip yang saat ini dipegang Viselle. Divisi gosip lebih mentereng karena sering diundang oleh orang-orang popular, jadi bisa ikutan tenar. Bahkan Viselle sesekali dapat voucher sogokan dari orang-orang yang ingin namanya dimuat dalam berita positif.

“Kalau lu beli sesuatu belilah yang mahal. Termahal yang bisa lu beli! Karena harga ga pernah bohong. Sesuatu yang mahal pasti terbuat dari bahan yang berkualitas, paling bagus dan pengerjaannya bagus, jadi dipakainya juga bagus”. Salah satu kutipan yang sebenarnya terdengar sombong, yang sayangnya benar. Waktu membacanya saya sempat geram, ini anak-anak sekolah enak banget ngomongnya. Belum pernah cari duit, emang duit tinggal metik dari pohon? Atau gaya remaja yang suka menghambur-hamburkan uang dengan makan enak, beli barang mahal sampai gaya pesta yang tak cocok buat di Indonesia.

Sampai akhirnya keajaiban bak cerita Cinderela yang menemukan pangerannya terjadi, Tamara jadian dengan pemain basket kaya raya yang mengubah segalanya. Bisa kalian bayangkan dari seorang kere berambut keriting gagal menjadi seorang yang diperebutkan cowok-cowok beken. Sepertinya hanya ada dalam cerita. Bersanding dengan wanita cantik akan membuatmu terlihat jelek, jadi lebih baik menyingkir saja. Mereka yang tak mau menyingkir biasanya akan berhadapan dengan lidah api Charlene. Dan, ternyata kak Alven yang naksir Tamara adalah saudara Charlene. Tamara yang terlanjur jatuh hati dan terbiasa diberi hadiah barang-barang mahal dari kak Alven akhirnya malah terjebak antara lanjut ingin menjadi popular ataukah menyerah. Dengan dekat dengan kak Alven, dia akan sering muncul di berita gosip sehingga akan mendongkrak polling popular.

Keadaan makin rumit saat muncul karakter baru bernama kak Arial. Seorang cowok yang cool, macam Rangga di film ‘Ada Apa Dengan Cinta?’ yang ternyata juga naksir Tamara. Bisa kalian bayangkan, cerita mimpi bangetkan? Sementara persahabatannya dengan si kutu buku makin meruncing karena sejak dekat dengan gang popular, Tamara berubah, yang menambah rumit situasi.

Dapatkah Tamara menjadi siswa paling popular? Bagi pembaca yang suka dunia remaja tentang cinta-cintaan kalian layak melahapnya. Kalau ga suka dunia cinta monyet sebaiknya jangan memaksa, kalau tetap juga melahapnya ya seperti saya ini. Ceritanya sederhana sekali. Ketebak dari awal, dan akan makin pusing melihat nama-nama merk produk fashion terkenal yang tak kukenal. Dunia literasi Indonesia memang makin beragam, dan novel ini tetap layak dihargai (dari kaca mata remaja) sebagai sebuah karya. Frenemy, friend and enemy. Kisah remaja galau, kita semua sudah melewati masa tersebut. Ehhhmm…, 10, 15 atau 20 tahun yang lalu. Enough!

Karawang, 010414

Andai Aku Manjadi #Nostalgia

Image

Catatan: Posting keempat nostalgia kali ini dari note Facebook tanggal 21 Februari 2010. Tampak tulisan saya masih seenaknya sendiri tanpa pola (emang sekarang sudah berpola? Hehe..), sayangnya sudah hampir empat tahun, saya belum menjadi.

2010, biarkan Lazione berandai-andai. Ya, jika aku menjadi…

1. Jika aku menjadi penjelajah, maka Negara pertama yang ingin aku taklukan adalah Inggris. Karena sejak Inggris melakukan semua ekspedisi dan membangun koloni serta membuat peta, sebagian besar tempat geografis memiliki semacam nama Inggris kedua. Orang-orang Inggris harus menamai semuanya atau hampir semuanya. Seperti, Irlandia.

– New London, Sidney

– New London, India

– New London, Idaho

– New York, New York

“Untung” Indonesia dijajah Negara Belanda, jadi Sunda Kelapa lebih melekat daripada Victoria. Melihat masa depan, ketika eksploitasi luar angkasa menjadi-jadi, jangan heran jika nanti perusahaan-perusahaan megatonik yang menemukan planet baru dan memetakannya.

– Lingkar Stellar IBM

– Galaksi Phillip Morris

– Planet Michael Owen

Untuk itulah London adalah sasaran pertamaku. Aku turunkan bendera Three Lions lalu mencovertnya dengan 2 warna: atas berani bawah suci. Kuubah nama-nama paten mereka:

– Liverpool, Lumajang

– Tim Three Lions, Singo Edan

– Planet Poncowirejo

Britania adalah penjajah sejati, bahkan Amerika yang kini mengaku penguasa dunia, adalah temuan Colombus yang mungkin jika ia semasa dengan Gajah Mada akan mengklaim bahwa Nusantara tetaplah Indian.

2. Jika aku menjadi kaya, aku akan membangun stadiun olahraga megah. Membuat klub sepakbola. Menyaring bibit muda berbakat dan bertalenta. Membentuk timnas usia dini yang hebat yang akan menjadi kebanggan Negara kita di pentas piala dunia. Tak perlu membayar ketika masuk, selama di SSB aku gratiskan semua demi masa depan sepakbola Indonesia.

“Kami ingin kalian, kemampuan kalian, nasionalisme kalian. Bukan uang kalian”.

Aku akan membangun toko mainan lengkap dari yang tradisional sampai yang paling canggih. Kelereng, play station, robot-robotan Transformer, action figure, karet gelang, kapal berlilin, monopoli, ular tangga, boneka Barbie.

3. Jika aku menjadi produser film dengan hak penuh. Maka aku akan menunjuk Riri Riza menjadi sutradara untuk mengadaptasi novel karya Fira Basuki berjudul ‘Biru’. Dengan cast:

– Vino G Bastian as Mario

– Marsha Timothy as Anna

– Sisy Prescillia as Candy

– Nirina Zubir as Kira

– Nico saputra as Pura

– Julia Perez as Lindih

Untuk cast terakhir mungkin syutingnya agak lama. Tapi aku tetap menginginkan Jupe agar dia punya 1 saja film berkualitas, walau 1 scene membutuhkan take puluhan kali aku tak peduli. Aku biayai salon untuk rebonding rambut Riri Riza agar beliau tidak terlihat stress karena mengurus 1 aktriss ini. Jika Jupe gagal dan menyerah maka (anggap aku punya opsi no 4) aku kan mendeportasi dia ke Ururguay, melarang penayangan dirinya di seluruh media masa dan tentu saja menutup iklan kondom yang menggunakan ikon dirinya.

Soundtrack jelas aku berikan keleluasaan pada Sherina Munaf, Screenplay biar Lazione Budy yang membereskan. Percayalah!

Di adegan ending yang menampilkan reunian aku akan muncul sebagai cameo. Mengajak serta sebagian teman-teman Elektronika C 2003 untuk tampil walau sesaat. Lalu dalam kerumunan di depan papan Ballroom Hotel grand aku berbincang dengan kepala suku EC: “Eh, kamu siapa sih? Kita ngobrol dari tadi, aku lupa-lupa ingat, sory…”

4. Jika aku menjadi presiden RI maka langkah pertama yang kutempuh adalah membubarkan yayasan outsourcing kerja. Yayasan kerja adalah penjajahan di era modern. Bagaimana Indonesia dibilang membela rakyat kecil jika nyatanya yang kaya makin kaya yang miskin makin terbenam. Kontrak buruh dihapus. Menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya. Sekolah wajib belajar 9 tahun gratis (dalam tindakan nyata bukan slogan doang). Gaji guru aku naikan. Membuat perpustakaan terbesar di dunia. Lahan sudah ada, dana tinggal ngeruk, koleksi buku di seluruh negeri tak terhitung, sejarah? Indonesia adalah gudangnya history.

Selanjutnya menangkap para koruptor, membuat penjara khusus untuk mereka di sebuah pulau (habis lihat trailer nya Shutter Island sih) yang jauh dari hingar bingar dunia, biar tahu rasa. Lalu meng’hidup’kan kembali TVRI sebagai televisi nasional. Secepatnya mengesahkan RUU tentang pidana nikah siri, kawin kontrak, poligami dan sejenisnya. Membatalkan ACFTA (Asean China Free Trade Agreement). Memutus hubungan diplomasi dengan Israel, ini adalah pemikiran Alm. Gus Dur yang paling tak bisa aku terima.

Dengan hak prerogative mengadakan Kongres Luar Biasa (KLB) dengan agenda memakzulkan Nurdin Halim. Terbukti ditangannya PSSI hancur, lalu mangajak Henry Mulyadi masuk jajaran pengurus. Dia adalah pahlawan supporter Indonesia. Menurunkan tarif parkir yang makin hari makin mencekik, kalau perlu free parking. Anak terlantar, pengamen, pengemis, dan tuna wisma (pasal 34, omdong) diurus Negara dengan serius. Membentuk departemen khusus untuk mengelola mereka.

Membangun proyek jalan tol Jakarta-Surabaya, Lampung-Aceh, Pontianak – Samarinda, Manado – Makasar, Sorong – Merauke dst (tulis sendiri, menggabungkan 2 ujung pulau lah intinya). Menandai garis batas wilayah NKRI dengan jelas pake “spidol permanent”. Dan akhirnya aku angkat SBY jadi penasehatku.

5. Jika aku menjadi pengangguran, aku akan mencari kerja dengan cara apapun asal halal. Menulis seluruh harapanku, berusaha mewujudkannya dengan terus menjaga api asa itu tetap menyala.

Ruanglain 31, Cikarang

17 Februari 2010 (Dirgahayu kota Solo)

Karawang, 090114 – Take “D” for Dream!

Halo, Aku Dalam Novel

Gambar

Saya hanya ingin jadi penulis. Tidak lebih dari itu. Saya tidak orang peduli mau bilang apa. Tidak peduli kepada orang lain adalah peraturan pertama dalam hidup saya, termasuk apa yang mereka katakan.

Ada yang tahu novel karya Nuril Basri dengan judul di atas? Saya membeli ini buku termasuk yang awal-awal muncul di toko buku. Tercetak di tahun 2009, saya membelinya di tahun yang sama. Saat itu seperti yang terjadi di catatan “Ke Toko buku”. Saya hanya main ke mal dengan uang yang minim. Saat itu di awal bulan ulang tahun saya. Jadi saya tak memberi budget untuk membeli buku, karena dalam posisi menganggur. Tetapi ternyata meleset, kisahnya sama juga dengan awal bulan ini. Selain harga yang miring, dibandrol Rp 33 ribu plus diskon lagi, saya membelinya karena membaca sekelumit paragraph di back cover berbunyi: “Batas antara khayalan dan kenyataan perlahan-lahan menghilang. Apakah kau termasuk yang tidak percaya bahwa fiksi bisa menciptakan realitasnya sendiri?”

Ya, sekali lagi penuturan yang surealis yang ditawarkan membuatku tertarik. Penawaran ending yang ambigu yang biasanya saya suka dengan percampuran dunia nyata dan fiksi menjadikannya koleksi di rak buku saya. Ceritanya tentang seorang mahasiswa Idonesia bernama Pram yang kuliah di Amerika. Dia senang dengan kesendiriannya, hobinya menulis dan menciptakan tokoh-tokoh fiksi. Lalu tokoh tersebut mulai keluar dari imajinasninya dan menguasainya. Hal-hal aneh terjadi sementara orang di sekelilingnya tak satupun percaya pada Pram. Penawaran ceritanya mengingatkan saya pada kisah Tyler Durham dalam ‘Fight Club’ di mana dia terjebak di pikirannya sendiri. Kebetulan waktu itu saya baru kelar membacanya. Buku yang sangat keren dengan harga miring yang saya temukan ditumpukan novel diskon.

 Bab satu dibuka dengan bagus dengan mencantumkan potongan lagu musisi asal Irlandia, The Corrs berjudul ‘Anybody There’ berbunyi “and what is life, there’s no one to share with?” Penggunaan diksi orang pertama berwujud ‘saya’ juga menurut saya bagus, karena tanpa saya sadari saya juga terlibat layaknya catatan-catatan sebelumnya. Setting tempat di Oregon, Amerika Serikat. Dilempar jauh dari kehidupan keseharian kita, dan saya yakin penulis pun juga. Mengingatkan saya pada buku ‘A Secret Identity’ yang indah karya Ardina.

Kisahnya mahasiswa dari Indonesia yang terasing di negeri Paman Sam ini dituturkan secara linier. Dicampur secara acak antara realita yang dialami Pram di kehidupan sehari-hari dengan kisah yang dituliskannya dalam novel yang dibuatnya. Pram mencipta Halo, seorang yang nantinya akan tertanam dalam imajinasi lalu keluar dari pikirannya. Halo sendiri merupakan karakter representative Pram, di mana mereka akhirnya berbincang dan menyusun banyak kisah. Di kisah Halo, Pram membuat alurnya tragis lalu Halo seraya protes dan menyalahkan Pram kenapa karakter penting dalam kisahnya dimatikan. Dilema karena ditekan oleh Halo, Pram berusahan untuk menghidupkan lagi melalui kisah panjang di hujan  asam. Sayangnya file novelnya secara tak sengaja dibaca oleh teman asramanya. Mereka kagum karena kisahnya bagus, tapi protes terhadap eksekusinya. Perdebatan tersebut salah satunya adalah bahwa film itu fakta, tapi fiksi. Dan Pram digiring menjadi rumit tanpa sadar layaknya Gollum dalam ‘The Lord of The Rings’ yang mempunyai kepribadian ganda.

Sebenarnya ceritanya berpotensi menakjubkan, sayangnya makin menipis halaman yang kubaca makin tak bisa diterima kisahnya. Saya kagum sama ‘Fight Club’ yang endingnya manghancurkan. Saya terpikat ‘a Secret Identity’ yang setiap kemunculan karakter baru selalu dilibatkan dan menemui kisah yang bercabang. Tapi dalam novel ‘Halo, saya dalam novel’ ini terasa kurang tajam dalam eksekusi. Kalau mau hancur, hancurkan sekalian toh mereka fiksi. Tyler and the gank berani meruntuhkan gedung layaknya terrorist. Mereka membuat banyak pihak berdarah-darah, sayangnya Halo tak sepemberani itu. Dia lugu layaknya Pram yang takut dalam keramaian.

Endingnya mengingatkanku pada film ‘A beautiful Mind’ saat Russel Crowe berbicara dengan orang asing, dia bertanya dulu dengan orang di sampingnya apakah dia juga melihat orang lain. Ah, terlambat tapi memang harus dimaklumi melihat cv sang penulis (bolehlah kamu bilang itu Pram, Nuril ataupun Halo) yang telah menghasilkan Bijikaka, Banci Kalap, Mas suka Masukin Saja dan dan Terowongan Rumah Sakit. Oh pantas saja, jangan harap ceritanya ‘wow’ lah mengingat adaptasi filmnya kita hujat di grup C bahkan sebelum kalian tonton. Tolong, saya terjebak dalam novel.