
“Hal terindah adalah tak ada batasan untuk berbagai jenis perasaan tentang musik itu… sehingga bahkan tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata…”
=== catatan ini mengandung spoiler ===
Entah berapa kali percobaan tonton, akhirnya H-1 Oscars berhasil menyelesaiakannya. Bagus sih, tapi tak semeriah yang diharapkan. Konser yang diharapkan bahkan tak muncul. Ledakan yang ditungu mejan, malah adu jotos dan marah-marah memutus permulaan konser, dan saat lagunya in, muncul kredit tulisan penutup. Hufh… Jauh lebih berkelas Women Talking, bom sudah diledakkan di menit kedua, lalu serpihannya coba dibereskan. Tar, malah sejam pertama ngrobrol penuh puja puji maestro, bicara terus-menerus dengan setting diganti. Dan karena saya tak mengenal dunia orchestra, jelas tak langsung in. Nama-nama yang disebut asing semua, Richards Rodgers, Andrew Llyod Webber, Mel Brooks, hingga Jennifer Higdon, Caroline Shwa, Jelia Wolfe, Hildur Gudnadottir (orang yang bikin skor di film ini). Hanya nama Audrey Hepburn yang tahu. Hufh… beda banget sama The Whale, yang baru juga mulai kita sudah tahu film ini membedah novel mahakarya Moby Dick. Tar benar-benar lambat, dan ngobrol liar tak nyaman. Durasi dua jam setengah yang kudu ekstra sabar.
Alurnya sungguh pelan, ngobrol dari satu tempat ke tempat lain. Lydia Tar (Cate Blanchett) menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan tenang, ia menuju wawancara dengan Adam Gopnik untuk Festival New Yorker. Wawancara di atas panggung yang langsung disaksikan banyak penggemar. Tar adalah kepala konduktor wanita dari Berlin Philharmonic. Berbagai penghargaan sudah ia sabet, bahkan disebut EGOT, yang artinya sudah menang di seluruh penghargaan terkemuka: Emmy, Oscars, Tony. Di dunia ini hanya ada 15, dan dia adalah salah satunya. Legenda hidup, orang hebat di zaman kita. Di sini, ia dipanggil maestro. Wawancara itu adalah perjalanan promo rekaman Mahler’s Fifth Symphony dan buku biografinya Tar on Tar.
Setelah wawancara kita diajak mendalami kehidupan pribadi Tar. Bagaimana asistennya Fransesca (Noemie Merlant) meng-handle kegiatan, pilihan hidup menikah dengan perempuan juga, Sharon (Nina Hoss). Lalu kasus penggantian asisten konduktor Sebastian hingga posisi cello yang kosong. Diskusi dari satu meja makan ke meja kuliah. Drama orang jenius yang bermasalah karena egois berlebih. Adegan makan malam sama Eliot Kaplan (Mark Strong) mungkin adalah adegan terbaik, lobi-lobi sama orang kaya raya yang menentukan komposisi orchestra, jadi kekuatan orang dalam itu penting. Mengapungnya karier seseorang tak hanya karena kamu orang berbakat, tak melulu karena kamu memang berprestasi. Kekuatan koneksi jelas lebih kuat ketimbang bakat.
Tar yang mengingin Olga Metkina (Sophie Kauer), pemain cello asal Rusia untuk masuk ke kandidat pengganti, musisi muda dan cantik yang begitu menarik hatinya. Bahkan dengan cara curang, mengubah skornya diam-diam. Membuat asisten dan istrinya curiga, yang lantas mencipta hubungan menegang. Ah, tak hanya hubungan normal, hubungan sesama jenis-pun mengingin darah muda.
Termasuk masalah Krista yang frustasi, kongkalikong ini mencipta sinisme yang lantas sang korban mengirim email ke Fransesca untuk mencari gegas pengacara, Krista sendiri akhirnya bunuh diri. Awalnya tak mengarah padanya, lalu Benar saja, kasus ini membesar. Keluarga lantas menuntutnya, alasan bunuh diri diindikasikan akibat ulah Tar.
Dan begitulah, tekanan publik meluas. Masalah keluaga mengapung, mengakibat stress. Efeknya Tar dicopot dari konduktor utama. Oleh istrinya, ia dilarang bertemu putrinya Petra, tekanan demi tekanan itu membuatnya bertingkah marah, dan malah makin merusak nama baiknya, melakukan tindakan bodoh di atas panggung. Ujungnya, bahkan saat akhirnya mudik, ia dicuekin saudaranya. Orang sukses, kacang lupa kulit. Jenius bermasalah. Dan untuk mengobati segala kekecewaan ia mengambil penawaran kecil, jauh ke Asia Tenggara. Di Filipina, untuk menggubah musik kelas video game. Degradasi prestasi dari konduktor mewah di Berlin ke Manila yang sederhana. Ah, hidup memang seperti roda berputar. Makanya tahan ego saat di puncak!
Tindakan-tindakan Tar bisa jadi adalah efek, tapi sebenarnya bisa dimaklumi. Siapa pun bisa bertindak demikian jika mereka mempunyai kekuatan. Kepribadian manusia memang tak bisa diprediksi. Bisa saja di luar tampak hebat, tapi dalamnya rapuh. Apa yang ia lakukan, saat marah di panggung jelas emosi demi kepentingan jangka pendek, pikiranya termanipulasi, dan ketergantungan pada kekuasaan mengakibat marah saat kehilangan kekuatan. Satu apel busuk bisa merusak apel-apel lainnya di dalam keranjang. Satu tekanan berat, bisa mencipta tekanan lain. Efek. Bintik paling kecil pun, apabila dianggap sebagai ancaman, harus segera dimusnahkan. Kesalahan Tar, saat masalah mula muncul, ia tak gegas memadamkannya. Ia malah berulah, dengan menganggapnya kecil, saat akhirnya meluas, viral, dan publik mengecam, sudah tak ada jalan kembali. Bahkan seorang maestro, tokoh hebat paling hebat sekalipun tidak kalis dari tekanan publik.
Rencana seusai nonton mau browsing riwayat hidup Tar, eh di grup WA Bung Tak bilang ini fiksi. Salah satu keberhasilan membuat biografi palsu mencipta penonton penasaran. Tar jelas orang hebat, jenius yang pantas diangkat film. Mungkin dia hanya seorang oportunis yang berusaha untuk tetap eksis mempertahankan kekuasaan, begitulah kebiasaan para pemimpin, ego-nya tinggi. Namun, saya tidak tahu yang ada dalam benaknya, dan saya tak akan berasumsi untuk menghakiminya. Saya tak punya kepentingan untuk itu. Makin tak mau berspekulasi, saat tahu ini karakter fiktif. Duh, saya terjerat dalam akting Cate.
Keputusan akhir memilih Yeoh memenangkan piala kurasa tepat. Akting Cate memang hebat, berhasil menipu penonton bahwa Tar itu film tentang tokoh terkemuka, tapi jelas tak ada yang benar-benar menonjol di bagian best actress, tak seperti bagian actor di mana akting Fraser yang dominan di Whale. Memang sudah takdir, tahun ini momennya Yeoh. Sungguh disayangkan Tar sebagai salah satu pemegang nominasi Oscars yang banyak tahun ini bertangan hampa, bergabung dengan The Banshees of Inisherin, Triangle of Sadness, dkk.
Terkahir, apakah palu baik atau buruk? Di tangan seseorang yang sedang membangun rumah, palu itu baik, di tangan penyiksa palu itu buruk. Internet sama. Viralnya kasus Tar secara instan membuatnya lengser. Kita hidup di era digital, kita berkembang di negeri maya, pendapat-pendapat orang banyak didengar, kekuatan nitizen sungguh bisa mengubah nasib seseorang. Pentingnya menjaga diri dari lingkar onar sosmed.
Tar | 2022 | USA | Directed by Todd Field | Screenplay Todd Field | Cast Cate Blanchett, Noemie Merlant, Mark Strong, Sophie Kauer, Nina Hoss | Skor: 3.5/5
Karawang, 170323 – Eagle – Hotel California