Love Will Tear Us Apart: Bersakit-sakit Dahulu, Malah Mati Kemudian


“Sejak kita berpisah dua jam yang lalu, aku sudah merindukanmu.”

===Catatan ini mengandung spoiler berat===

Judul film jelas spoiler, maka judul catatan ini juga spoiler. Ini kisah sedih, cinta remaja membuncah, diperjuang selepas lulus, rintangan membelit di banyak sudut, tapi tak peduli apapun jua, cinta ini harus dipertahankan. Merentang sepuluh tahun. Tak peduli badai, tak peduli terjangan ombak dahsyat, tak peduli bencana masif menatap di depan. Bucin tiada tanding, cinta tanpa syarat macama-macam, cinta ini layak dijunjung tinggi. Yang terjadi di antara mereka adalah cinta yang seluas dan seteguh langit.

Dan seperti judul filmnya, cinta ini justru memisahkan. Wah, kok bisa. Seperti judul catatan, mati. Segalanya ambyar, dihempaskan, hancur berkeping-keping. Fakta pahit yang tak remaja sadari, cinta butuh uang. Kehidupan sehingar bingar apapun, butuh materi untuk menyelingkupi. Kenyataan itu muncul sebelum penjelasannya. Cinta terhalang materi memang keparat, tak diragukan lagi.

Kisahnya tentang cinta yang bersemi dan janji akan dituai bunganya kelak di kemudian hari. Dibuka dengan catatan hari ke 3650, Lu Qin Yang (Qu Chu Xiao) jatuh hati pada Ling Yi Yao (diperankan cantiiiik sekali oleh Zhang Jing Yi). Ia sedang di tengah badai salju mengukur jarak mengukur waktu, sebuah perbatasan tanah nasional. Lantas terlempar ke adegan surealis di sebuah acara pernikahan segera digelar, dan pesta yang meriah di balik tembok mendadak sedih, sang pengantin pria panik ia terkunci, ia dicari, saat pintu coba dibuka tak bisa, kekhawatiran yang ditimbulkan menuai tanya. Saat akhirnya bisa dibuka, kita dibentangkan kembali ke tengah salju.

Kembali ke masa silam, pada hari Qin jatuh hati pertama kalinya. Hari 1, pola yang mengingatkanku pada (500) Days of Summer. Qin remaja sedang mencari barang bersama temannya di ruang sekolah, dan menemukan sebuah Walkman tergeletak di meja di atas catatan ujian, dengan musik riuh rendah masih berderak. Yiyao, nantinya panggilan sayangnya “Yaoyao”. bersembunyi di balik tirai, saling pandang dengan kain sebagai selubung, dan begitulah. Mereka saling jatuh hati pada pandangan pertama.

Selama sekolah, mereka pacaran. Teman-teman dan guru sudah paham dan maklum, walau ada adegan dihukum sebab mengirim surat cinta, walaupun ditegur sebab menjadikan tak fokus belajar. Yah, begitulah masa muda yang merdeka. Sebuah jalan pasti mereka akan menikah kelak. Qin yang badung, tampak sangat setia. Yiyao yang cantek sekale, tampak setia. Lalu apa masalahnya? Andai kamu gagal mendapatkan apartemen-pun kamu akan tetap dapat menikahinya, sebab kamu mendapatkan orang yang tepat.

Pertama dan utamanya, keluarga. Yiyao kuliah dan karena memiliki pendidikan tinggi, rasanya pantas mendapat pasangan sepadan. Ibunya sewot, dan tak setuju ia pacaran dengan jagoan kita. Adegan makan malam yang menyedihkan digelar. Qin bercerita bagaimana pertama kalinya mereka bertemu, “Kaset itu Mak, diganti dengan kaset bahasa Inggris! hahaha” tertawa terdeam, yang lalu disumpal makanan oleh Yaoyao. Sayang, fokus ibunya bukan itu. Ia mendamba menantu mapan. Cinta itu kuat, bodo amat. Yiyao melawan, dan tetap mengasihi sang kekasih yang hanya bekerja sebagai kontraktor apartemen. Ekonomi sulit, gmana mau menikahi gadis pujaan, buat memenuhi kebutuhan dasar: sandang, pangan, dan terutama papan yang layak saja belum bisa.

Yiyao benar-benar tak mengapa, ia tetap setia. Cinta ini justru akan semakin menguatkan, tak peduli miskin dan butuh kerja berat. Makanya, saat ibunya sakit, ditempatkan di antrian panjang cari kamar sebab pakai BPJS, Qin sedih tak dapat membantu. Pontang-panting cari solusi, bisa dari mengutang misalkan. Namun tiba-tiba pas Qin ke rumah sakit, calon mertua sudah dipindahkan ke kamar elit, kaget. Oh ternyata, ada pahlawan idaman ibu. Cowok ganteng lulusan Aussie dengan mobil jaguar. Menampar abis.

Sekali lagi, si cantik tak peduli. Cintanya tetap pada belahan hati, selama cinta ini diperjuang bersama, ia tak peduli suara apapun yang bergaung di luar. Malah, Qin yang apes. Di kerjaan kena gebuk aliansi pejabat jahat. Sebagai supervisor lapangan, ia mementukan pengecoran bangunan, harus sesuai standar kualitas, harus bagus sesuai audit. Nyatanya di lapangan ia kena perlakuakn buruk. Susah memang, jadi orang baik di kumpulan pekerja tamak. Bahkan, suatu malam ia mendapati sogokan, seamplop uang tunai di loker. Sempat bimbang, sempat penuh tanya. Ia lagi butuh yang jika diterima bisa membereskan banyak hal, ia ingin beli rumah yang layak untuk kekasihnya, dengan uang itu, ia bisa menuntaskan hasrat. Namun tidak, ia pekerja yang jujur dan berintegritas (malaikat baik bertepuk tangan). Ia kembalikan uang itu, dan kukuh sama pendirian. Ia berdiri dengan kebanggaan, dan menatap masa dengan angkuh. Dasar jiwa muda.

Dan dari situ pula segalanya mulai runtuh. Ada lobi-lobi jahat yang menjatuhkannya. Ada kesalahan temannya menggunakan uang simpanan, ada kesalahan investasi, dst. Intinya ia terpuruk dan terlilit utang. Sementara Yiyao tetap kasih dukungan, menolak perjodohan dengan lelaki lain yang kaya dan mapan. Kenyataan yang makin membuat Qin terpojok dalam kegalauan akut. Maka saat ada kesempatan untuk menuai hapus kesalahan, menuai kembali uang untuk masa depan, ia ambillah itu. Kesempatan itu ternyata menjauhkan sepasang kekasih ini, sebab pekerjaan itu ada di ujung dunia. Membentang ratusan kilometer, tak ada sinyal, tak komunikasi, terpenjara lautan salju. Di tempat yang begitu dingin, jauh, dan liar, hampir seperti negeri asing.

Dengan dramatis Qin pergi, meninggalkan tanah impian. Dalam adegan, bahkan dibuat dengan begitu mendayu, tanpa pamit bertemu langsung, hanya via surat, via HP. Lalu kereta api gegas berangkat, Yiyao menangis tersedu di jembatan atas menyaksi ular besi pergi. Dan dengan demikian terputus sudah jarak. Begitu juga, mereka otomatis menggantungkan tali kesempatan menikah di area rawan, hingga adegan kembali di pembuka. Hari ke 3650, bergerak sehari lagi janji temu di stasiun. Byar… ambyar semuanya.

Ada tiga bagian adegan yang laik dikenang. Pertama, saat pertama kali pindahan ke tempat baru. Mereka memimpikan benda-benda yang akan ditempatkan di tiap sudutnya. Yiyao membayangkan di sini lemari, di sini meja, di situ tv, di area situ nanti ada foto-foto pernikahan yang dipajang, dst. Sungguh manis. Lalu berbelanja barang-barang dengan misi tak boleh melebihi anggaran. Mengingatkanku pada masa awal ke rumah baru. Memang pada dasarnya perempuan lebih ceriwis, lebih imajinatif ke depannya bagaimana. Apalagi pesona Zhang Jing, seorang model yang cantek, suka sekali ia menunjuk-nunjuk tembok dan sekitar. Menghempaskan ke kasur, lelah tapi puas. Gemesin. Cewek bucin abis, yang akan memberi segala-galanya pada kekasih. Perempuan langka.

Kedua, semua adegan saat kamera yang menyorot leher Zhang Jing secara close up, dan itu banyak. Dengan rambut dikucir kuda. Ya ampun, meleleh. Kenapa? Sebab saya jatuh cinta pertama pada teman sekolah doeloe gaya rambutnya model itu! Entah kenapa, menyaksi cewek gaya kucir tampak tambah cantik. Menggairahkan. Sedap dipandang. Makanya, kameraman dengan cerdas mengexplore potongan adegan seperti itu. Kamera adalah mata jenis lain, yang mampu merlihat sejuta partikel perak mewakili penonton. Pesona utama film ini, jelas sang model. Yang berhasil memaksaku duduk anteng, sekali tonton tuntas. No jeda-jeda.

Ketiga, adegan pas di rumah sakit. Qinyang yang sedih, Qinyang yang malang. Saat kembali ke rumah sakit untuk menindaklanjuti calon mertua pindah kamar rawat inap, mendapati sudah pindah ke kelas eksekutif, dibayari calon mantu ideal. Ia dengan sedih pergi, duduk di tangga sesenggukan. Yao mencarinya, dengan kamera menyosot dari belakang (lagi-lagi close up leher jenjang dengan kucir kuda bergoyang). Memainkan rambutnya, mencari di mana kekasih bersembunyi. Saat menemuinya di ujung tangga, makan snack dengan lelehan air mata, Yao memainkan perannya dengan sempurna. Menyandarkan kepalanya, mengusel-uselkannya, memberi support. Perbuatan selalu lebih banyak pengaruhnya daripada kata-kata. Sedih, sekali. Tanpa kata-kata, menuai kepahitan hidup. Memicu banyak hal. Buat apa Yao menderita selama dengannya? Huhuhu… Suaranya terdengar majal, mirip lonceng yang dipukul tapi tidak berdentang. “Yaoyao, sabarlah. Tunggulah aku sebentar ya, aku akan kerja keras untuk memberimu kehidupan yang layak. Akan kubuat semua orang iri padamu!” Menangis adalah kemewahan manusia lemah.

Ketiganya ternyata malah terfokus pada Zhang Jing. Benar-benar elok dan jelita. Artis yang satu ini menyenangkan, istimewa. Layak ditandai.

Kutonton selama selepas nonton Timnas sama May di tengah cuaca Karawang yang dingin. Film sejenis ini sudah banyak diproduksi. Dan akan terus dibuat. Walaupun suka sama endingnya yang tragis, sayangnya klise. Entah karena timing, atau tersebab benar-benar gagal menautkan emosi. Ketika akhirnya catatan harian yang tergeletak itu disorot dekat, saya sudah terlanjur kuat. Tak ada air mata. Murakami banget gmana Bung Tak? Tak ada kucing hitam, tak ada gagak, tak ada sumur, tak ada perselingkuhannya.

Love Will Tear Us Apart | 2021 | China | Directed by Mo Sha | Screenplay Wang Zhi | Cast Qu Chu Xiao, Zhang Jing Yi | Skor: 3.5/5

Karawang, 030123 – Hoobastank – The Reason

Thx to Bung Takdir atas rekomendasinya

14 Best Books 2021 – Fiksi/Lokal


“Aduh, Nak kau masih muda, masih belum matang mengenyam hidup di dunia ini. Bagimu, atau bagi orang-orang muda seperti kau, apa yang tampak itu sajalah yang ada. Apa yang tersirat tak pernah kau baca…” – Menentang Sejuta Matahari, Abdullah Harahap.

Tidak ada Kusala Sastra (KSK) 2022 membuat daftar bacaan fiksi lokal-ku terjerebab. Menurun drastis, makanya Desember kemarin kukejar bagian itu. Dari yang hanya 20-an menjadi 34 totalnya. Minimal cukup untuk mencipta daftar ini, 50%+1. Let’s go.

Dari drama cinta muda-mudi yang ditentang keluarga sampai perjalanan antar kota icip-icip kuliner di tengah kerja. Dari pendekar menua dan terkulai sampai hikayat kota fiktif. Dari diskusi kontraversi kehidupan modern sampai sejarah bengkoang di sebuah desa Jawa Timur. Dari konspirasi di Jerman sampai ungkapan syair dalam celana. Dari tukar penghuni penjara sampai pertentangan adat di Minangkabau. Dari memoar penulis luka hingga cinta bergolak di tanah pesisir. Setelah diperas dengan ikatan keras, inilah dia.

Berikut daftar buku fiksi lokal terbaik yang kubaca tahun 2022 versi LBP – Lazione Budy Poncowirejo:

#14. Menentang Sejuta Matahari by Abdullah Harahap (Sinar Pelangi) – 1980-an

Mungkin tampak klise. Namun ternyata tak seklise itu. Pengelolaan cerita mengalir nyaman, cerita para remaja tentang kasih tak sampai, cinta segitiga mencipta bencana, karena status sosial, si miskin yang merindukan damba pasangan kaya. Orang tampan yang mengingin cinta gadis cantik. Hingga berantem marah akibat cemburu. Sebuah tusukan maut, mengacaukan tatanan kehidupan para muda-mudi ini. Liar, penuh amarah, jantan.

“Namaku, Siska? Bramandita. Panggil saja Bram…”

#13. Rumah Kawin by Zen Hae (Katakita) – 2004

Bagus. Kumpulan cerita yang menyenangkan. Memainkan kata-kata dengan indah, plotnya berjalan dengan sangat rapi nyaman sehingga tak terasa selesai. Ini buku pertama Zen H?ae yang kubaca, dikumpulkan dari cerpen-cerpen yang sudah terbit di Koran Nasional. Dan seperti biasa, kalau sudah muncul di Koran Nasional, seolah jaminan. Sudah melalui kurasi, sudah dipilah dan dipilih orang-orang kmpeten, maka Rumah Kawin benar-benar mengalir bebas, asyik, dan berkelok-kelok syahdu.

“Pertanyananya tentang perempuan itu terus bergulung. Memintal-mintal hasratnya menjadi benang yang tak putus-putus. Makin panjang makin kuat.”

#12. Logika Falus by Tomy F Awuy (Metafor) – 2001

Kumpulan cerpen dari penebit Metafor yang legendaris. Temanya lebih banyak menelusup di area psikologi. Dari hubungan lesbi, pemikiran liar para lelaki, hingga kehidupan malam para Jakartan. Sebagai cerpen yang diambil judul, Logika Falus justru malah yang paling biasa, di mana dua pria mendebat seorang penyanyi kafe yang elok. Lalu berjudi, dan bagaimana diakhiri dengan antiklimaks.

“Tidak ada alasan yang tepat bagi aku untuk menikah. Untuk punya anak? Aku tak mau. Untuk seks? Aku tak butuh. Untuk kasih sayang? Aku tak butuh. Pendek kata aku tak mau menikah. Titik.”

#11. Desis Kata Kata by Heni Hendrayani (Komunitas SLS) – 2013

Menyentil banyak profesi dari pelacur, pemain film, hingga pelayan klub malam. Ingatlah selalu perjuangan para pahlawan eahai kaum hawa. Dibawakan dengan banyak simbolis. Jelas, ini lebih baik dari Jari Tengah yang kemarin saya tuntaskan. Enak dibaca, tak vulgar sekalipun beberapa yang dikupas adalah nafsu.

Celanamu: “Maaf sayang, terpaksa aku rogoh / saku celanamu, biarkan tanganku menari / di dalamnya, sebab tak ada beras / untuk ditanak. Tak ada ongkos sekolah anak. / bah! Tak ada pula uang di sana. Bagaimana / kalau aku gadaikan saja isi celanamu?” – 2011

#10. Tuan Gendrik by Pamusuk Eneste (Puspa Swara) – 1993

Semua cerpen memakai judul karakter utama. Semuanya pendek, belum ‘in’ sama cerita sudah selesai. Namun hebatnya, semua ending menggantung. Keputusan akhir diserahkan ke pembaca. Dari kepala media yang diminta ceramah kepahlawanan, tak tahu ngomong apa. Karyawan yang diancam, diperas duit sebab istrinya diculik, dan kita tak tahu apakah ia melapor polisi atau memenuhi tuntutan dengan uang pinjaman. Lalu Tuan Gendrik, bos kantor yang baik hati dan tak sombong, yang suatu hari kehilangan semua karyawannya, misterius. Hingga warga baik-baik yang dituntut untuk menikahi perempuan yang tiba-tiba mampir ke apartemennya, lalu menyatakan hamil anaknya. Semua diramu dengan tanda tanya di akhir. Begitulah, sederhana nan memikat. Tak sampai meledak-ledak, tapi sungguh efektif meluluhkan hati pembaca.

“Jangan coba-coba menelepon siapapun juga dalam urusan ini.”

#9. Ketika Lampu Berwarna Merah by Hamsad Rangkuti (GPU) – 2003

Transmigrasi jadi tempelan cerita. Waduk Gajah Mungkur di Desa Karanglo, Wonogiri, bagaimana terbentuknya. Di tempat pertemuan kedua sungai itu akan dibangun waduk raksasa Gajah Mungkur. Air akan melenyapkan semua kenangan mereka. Jelas ini sejarah, diselipkan dalam kisah kepiluan warga Jakarta yang terpinggirkan di gubuk-gubuk kumuh sepanjang rel kereta api. Lalu dikemas drama keluarga. Jadilah Ketika Lampu Berwarna Merah. Saat mobil berhenti, mungkin membuat kesal karena perjalanan tertunda. Tetapi bagi anak-anak, ketika lampu berwarna merah satu harapan baru telah tiba. Dengan bekal kasihan, pengemis melakukan pekerjaannya. Meminta-minta di sepanjang jalan saat warna rambu lalu lintas berwarna merah. Dengan pusat kasihan anak lelaki berkaki buntung. Menggendongnya, mengetuk hati para sopir. minta-minta

“Itu sekolah yang dapat dari kebiasaan kita. Kita tidak akan bisa pergi dari situ. Dunia kita adalah dunia orang minta-minta.”

#8. Sepotong Hati di Sudut Kamar by Pipiet Senja (Sinar Harapan) – 1981

Buku harian yang jadi buku. Luar biasa. Kita tahu kehidupan pribadi Pipiet Senja yang menderita leukemia. Namun detail bagaimana kehidupannya dari kecil, remaja, hingga awal mula meraih impian membuat buku, jelas tak banyak yang tahu, kecuali lingkar pertemanan/saudaranya. Nah, dari buku inilah kalian akan menemukan banyak hal pribadi beliau. Kehidupan keluarga, percintaan awal, hingga perkenalan dalam dunia teater, sandiwara nulis novel, dst. Di era Orde Baru yang minimalis, konvesional, di mana karya ditulis tangan atau diketik di mesin ketik, perjuangan seorang penderita leukemia menjadi penulis sungguh sangat inspiratif.

“Hujan sudah reda. Kita jalan lagi? ya, hujan sudah reda. Betapapun hujan akan datang lagi, hujan yang baru…”

#7. Projo & Brojo by Arswendo Atmowiloto (GPU) – 1994

Novel unik. Tukar orang yang dipenjara, dan katanya buku ini merupakan terinspirasi dari pengalaman Arswendo selama dipenjara? Apakah beliau pernah melakukan tukar posisi seperti ini? Ataukah ini pure imajinasi, seandainya punya jabatan penting, bisa seenaknya saja kabur secara tersirat dari jeruji besi? Menarik, walau ditemukan beberapa kejanggalan. Seperti, bagaimana bisa istri tak mengenali suami yang menyamar? Atau perubahan sifat karakter secara tiba-tiba akibat kepergok, seolah materi tak penting? Seakan di otaknya dipasangi rem yang kelewat pakem. Atau bagian, kepolosan perempuan desa yang luar biasa sederhana, polos. apa adanya, dan begitu sabar. Mungkin ada orang-orang seperti itu, di sini diumbar dengan pesonanya sendiri.

“Aku bahkan curiga dengan bayanganku sendiri.”

#6. Aliansi Monyet Putih by Ramadya Akmal (GPU) – 2002

Bagus. Cerpen yang bagus itu, memberi efek kejut di akhir. dengan keterbatasan kata-kata, prosedur cerita kudu dicipta. Karena saya sudah membaca buku Franz Kafka hingga Jack Kerouac, standar cerpen naik. Dan sebagian cerpen di sini memenuhi, saya bilang sebagian sebab hanya beberapa saja yang laik disandingkan. Cerita Tuan yang Paling Mulia misalkan, kita baru tahu motif Pak Joachim dengan anjingnya pada halaman terakhir, setelah diajak berputar panjang kali lebar, ternyata itu to maksudnya. Cerita utama, Aliansi Monnyet Putih juga menyimpan kejutnya, bagaimana kekecewaan dan harapan disandingkan, lalu mengapa seorang WNI yang migrasi itu berada di sana, bagus.

“Tetapi Natalie pendiam itu tampak selalu mengamati, lho. Matanya seperti rubah yang menelisik ayam-ayam.”

#5. Aruna dan Lidahnya by Laksmi Pamuntjak (GPU) – 2014

Secara cerita mungkin agak kurang, kalangan atas sedang kerja dan makan-makan, motif dan pengembangannya yang kurang relate sama kebanyakan kita, atau kurang pas sama jelata. Pejabat pemerintah, dan lingkarannya melakukan kejahatan, Aruna terseret pusaran, dan begitulah ia mengikuti decak kenikmatan makanan dari kota ke kota. Keistimewaan buku ini jelas, cara penyampaiannya yang luar biasa. Lezat di tiap lembarnya. Memang ini hidangan istimewa, nikmatnya berlapis-lapis.

“Selalu ada tradisi makanan yang tak diketahui orang.”

#4. Persiden by Wisran Hadi (Bentang Pustaka) – 2010

Luar biasa. Menggetarkan. Butuh waktu lama untuk loading masuk ke cerita sebab awal mulanya agak boring. Mencerita keadaan Persiden dan sekitar. Pengantar yang nyaris membuat pesimis. Untuk kubaca cepat, tiga hari 3, 4, 5 Dec 2022 selesai. Jadi mood untuk terus berada di pusaran kisah terjaga. Konfliks keluarga, sebuah keluarga ternama menemui titik kehancuran sebab antar saudara terjadi gap. Empat lelaki dan satu perempuan, saat salah satunya punya anak, semuanya seharusnya memiliki rasa kuat saudara, saling mengingatkan, saling melindungi, sebab otomatis keempatnya jadi paman. Namun sayang, keponakan tersayang terlahir dari perbuatan zina. Malati, anak solehan yang jadi juara pertama mengaji itu hamil di luar nikah, kasih terlarang dengan guru ngajinya. Melahirkan tersembunyi, lalu keluarga ini ribut. Persoalan Malati telah melanggar dua hal penting, adat dan agama.
“Globalisasi hanya boleh berlaku dalam dunia ekonomi dan politik, tapi tidak dalam budaya dan agama.”

#3. Wasripin & Satinah by Kuntowijoyo (Kompas) – 2003

Tak menyangka arah buku ini akan ke sana. Ini adalah novel kedua Kuntowijoyo yang kubaca, setelah Pasar yang fenomenal itu. Yang ini tampak lebih kompleks dengan ending yang lebih berani. Kritik politik dari arus bawah hingga pusaran pusat yang njelimet. Pasangan yang saling mencinta, dengan segala kekurangan dan segala kehebatan masing-masing, di puncak ketenaran dan kegemilangan, segalanya berbalik. Wasripin yang bak nabi, dan Satinah yang secantik merak, akhir yang tak terduga. Benar-benar dibawakan dengan sangat bagus, mengalir dengan sangat nyaman dan begitu rapinya. Ah, rasa itu, kenapa terlambat disampaikan, dalam lamaran aneh dengan hasil pancing di pantai sepi ikan, dan jelmaan indah, lantas dihempaskan.perahu

“Ah, pasti kura-kura dalam perahu.”

#2. Cantik itu Luka by Eka Kurniawan (GPU) – 2002

Riwayat Halimunda. Kalau saya menulis ulasan novel-nya Jorge AmadoGabriela, Cengkih, dna Kayu Manis dengan kalimat: “The Chronicles of Ilheus,” maka saya membuka ulasan Cantik Itu Luka dengan kalimat itu. Di kota fiksi inilah, kita diajak bersafari dari sebelum, saat, dan setelah Indonesia merdeka. Memiliki tanggal cantik sendiri untuk dirayakan sendiri, 23 September sebab informasi proklamasi terlambat sampai, kebusukan moral polisi penjahat di setiap sudutnya, hingga tokoh fiksi yang sejajar Jenderal Sudirman. Fakta dikaburkan imaji, dibubuhi segala penyedap kegemparan masa itu, dan taa-daa… jadilah novel liar.

“Menanti Pangeranku datang, untuk membebaskanku dari kutukan wajah buruk rupa.”

#1. Ulid, Tak Mau Ke Malaysia by Mahfud Ikhwan (JBS) – 2009

Menyenangkan menikmati perjalanan seseorang yang realistis. Megedepankan sisi humanis. Terlahir di desa yang sederhana, dengan kepentingan sederhana, lantas keinginan sederhana: tak ingin ke Malaysia. Kerasnya hidup, di tengah kekurangan materi. Dan begitulah, semuanya akan kena arus. Siapa yang bisa bertahan dari gerusan air gelombang itu? Daya tariknya banyak. Sangat banyak. Dari teknologi masuk desa, dikupas perlahan-lahan seolah mengupas bengkoang. Mulai dari kepemilikan radio, teman nongkrong dengar sandiwara, tv-tv tetangga yang menyatukan tetangga, hingga akhirnya kedewasaan memaksa kita menginjak bumi. Realitas, seorang lelaki (apalagi sulung) harus kerja. Begitulah, sederhana dan sangaaat nyaman. Menjadikannya buku terbaik 2022 lokal fiksi yang kubaca. Amat layak.

“Kamu juga pingin sepeda, Lid?” / “Ah, nanti sajalah.” / “Kalau kambing bagaimana?” / “Kambing?”

Karawang, 030123 – Christina Bjordal – Blame the World