
Poison by Sara Poole
“Apakah keadian yang kaucari… atau pembalasan dendam?” – Rocco
“Apakah keadian yang kaucari… atau pembalasan dendam?” – Rocco
Santo Agustinus yang agung mengajarkan bahwa manusia memiliki kehendak bebas sebagai hadiah dari Tuhan. Tetapi juga mengajarkan bahwa Tuhan tahu tentang nasib kami sejak awal. Bagaimana bisa apa yang sudah diketahui ilahi menjadi subjek pilihan manusia? Tetapi jika tidak ada pilihan, bagaimana kita bertanggung jawab secara adil untuk dosa-dosa kita?
Novel renaisans di Italia. Tentang hari-hari menuju penunjukan Paus baru. Ini bisa jadi fiksi di sisian sejarah. Paus lama, yang sudah tua dan sakit-sakitan segera mengeluarkan dekrit yang sama dengan perintah dari Spanyol bahwa warga Yahudi akan dimusnahkan, atau diusir dari negerinya, tapi sebelum dektrit itu dirilis, drama terjadi di dalam istana. Racun menjadi alat bunuh yang umum, dan begitulah Francesca Giordano, ahli racun itu melaksanakan tugasnya. Di Roma yang panas, dan sejarah mencatat Rodrigo Borgia menapaki puncak kekuasaan. “Vengeance is mine, sayeth the Lord” – Pembalasan adalah milikku, sabda Tuhan.
Bukunya tebal, tapi sebenarnya kutat cerita tak banyak beranjak. Hanya melulu di katedral dan sekitarnya. Balas dendam, motif pembunuhan Paus yang tua dan sakit-sakitan tanpa diketahui khalayak sebagai pembunuhan (arsenik adalah favorit lama, tentu saja, dan gejala-gejalanya bisa disalahtafsirkan dengan gejala malaria). “Jika tujuannya hanya sekadar untuk membunuh, tak ada terhitung cara untuk melakukannya. Tetapi untuk membunuh tanpa menimbulkan kecurigaan adalah masalah yang sepenuhnya berbeda.”
Cinta yang tumbuh di antara pelaku misi, keinginan di tampuk puncak pimpiman, hingga tujuan mulia menyelamatkan umat manusia (baca kaum Yahudi) dari teror tragedi pengusiran. Sejatinya pergolakan yang ditawarkan melimpah dan benar-benar seseruan, yang disayangkan, kutat itu melingkar, terus-menerus sang protagonist dibelenggu impian dan harapan. Dan sayangnya, happy ending. Mungkin karena buku pertama sehingga kelanjutan kisah, nasib tokoh harus dipertahankan.
Fransesca adalah putri sang ahli racun yang baru saja dibunuh. Ahli racun dari Spanyol didatangkan guna menggantikan, tapi oleh Fransesca dibunuh dengan racun. Sejatinya ia diujung tanduk untuk dihukum mati, tapi dengan penjelaskan mengagumkan, bahwa bukti bahwa putri ahli racun bisa melakukan tugas dengan bagus, dan siap mengambil pada Borgia, malah menjadikannya sebagai anak buah. Fransesca, seorang ahli racun profesional yang menghargai kehidupan jauh lebih baik daripada orang lain, yang akan melemparkanmu ke dalam lubang Neraka tanpa berpikir panjang. “Aku akan mengatakan bahwa cara paling sederhana untuk memasukkan racun adalah dengan menyembunyikannya di dalam hidangan pedas – rebusan misalnya, atau hidangan lain yang diharapkan memiliki rasa yang kaya dan rumit.”
Memasukkannya dalam tim untuk mengantarkannya menjadi Paus. Sebuah sarana untuk melibatkannya dalam pembunuhan berencana seorang Paus. Saat resmi direkrut, “Aku menandatanganinya dan merasa senang karena tanganku tidak gemetar.”
Ia dibantu oleh pasukan kardinal, misinya besar. Membunuh Paus dan menempatkan bosnya sebagai pengganti, untuk itu prosesnya melingkar jauh dan rumit. “Apakah kauyakin ingin melakukan semua ini?”
Spanyol sudah mengeluarkan dekrit pengusiran kaum Yahudi. Dan Italia gegas mengikuti, nah sebelum dekrit itu ditandatangai Paus, Fransesca harus membunuhnya. Ada rencana yang sedang dipersiapkan untuk mengeluarkan dekrit kepausan untuk mengusir semua orang Yahudi dari dunia Kristen. Innosensius belum menandatanganinya tapi dia akan melakukannya.
Dan Borgia setuju, bila ia berhasil menjadi Paus untuk syarat menolak dekrit. “Kardinal melambaikan tangan dan, bagaikan sihir, mereka semua pun lenyap. Mereka mungkin juga sudah menguap seperti yang terjadi pada hujan di atas batu panas, begitu cepatnya mereka pergi.”
Fransesca harus mencari tahu masa lalu ayahnya, bahwa ternyata ayahnya adalah Conversi, orang Yahudi yang beralih agama Kristen untuk menghindari pengusiran. Mereka adalah orang-orang pertama yang akan dinyatakan sebagai bidat dan yang pertama akan dibakar. “Ayahmu converso, apakah kau tidak tahu itu?”
Dari perkampungan Yahudi, ia lantas tahu, cara mencipta racun dari darah. Darah yang sudah terkontaminasi bisa menjadi barang mematikan buat yang mengkonsumsinya. Nah, Paus yang kini menjabat Innosensius desusnya meminum darah orang-orang muda untuk bertahan hidup. Klop.
Maka, iapun memasukkan agenda, mengganti darah yang siap saji buat Paus untuk diganti dengan darah kontaminasi racun. Untuk bisa masuk ke lingkaran vatikan, ia harus menyamar sebagai lelaki, mengelabui penjaga, hingga – seolah film action – kejar-kejaran kabur dengan dramatis kudu masuk terowongan sapitenk!
Berhasilkah ia membunuh paus dan mengantar Borgia sebagai Paus berikutnya?
Banyak hal filosofis ditampilkan, santo Agustinus paling sering. “Lebah adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling mengagumkan, jauh mengangumkan dari Manusia itu sendiri. Mereka bekerja dengan rajin dan tak memikirkan diri sendiri untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan…”
Endingnya sendiri menggantung. Sebab misi balas dendam itu tak tuntas. “Lelaki yang kutahu menjadi arsitek sesungguhnya dalam membunuh ayahku masih bebas berkeliaran, kemungkinan besar masih berada di dalam lingkungan Vatikan.”
Poison adalah permulaan seri Fransesca Giordano dan keterlibanatannya dengan keluarga Borgia, buku kedua, Serpent dan seri ketiga Malice.
Ini adalah kisah fiksi sejarah. Bagaimana Borgia naik ke puncak detail-detailnya fiksi, tapi fakta ia melakukan dengan korup dan licik. Kombinasi antara ambisi yang lalim, kecerdasan yang brilian, dan sensualitas tak terkekang yang mereka wujudkan sangat menawan dari sudut pandang seorang penulis. Fiksi sejarah dikategorikan sebagai ‘infotainment’ dan memang benar adanya. Maka fun saja, tak perlu ambil pusing, yang jelas memang kisahnya menegangkan. Menulis fiksi sejarah adalah jalinan kenyataan dan imajinasi ke dalam sbeuah kisah yang masuk akal dengan satu harapan, memikat.
Ide cerita sendiri sebenarnya ada di sekeliling kita. Sara mengaku, “Beberapa tahun lalu saya tertarik berbagai tumbuhan liar di dekat ambang pintu rumah saya,yang dalam hal tertentu beracun.” Lihat, dari pemikiran ada racun di sekitar kita, ditautkan sejarah Paus abad 15, jadilah buku setebal 500 halaman.
Mungkin bukan novel lima bintang penuh puja-puji, mungkin juga bukan cerita sastra dengan bahasa indah. Namun jelas ini buku seru, memikat cara menyampaikannya. Kegalauan Fransesca yang masih muda, dan mengemban misi besar, menyelamatkan umat (walau jelas ada misi dendam), sejatinya alur cerita usang, ditambah bumbu cinta berbahaya. Yah, jangan terlalu muluk berharap memang, anggap saja ini cerita fun dengan perjalanan berliku panjang. Kalau ada kesempatan melanjutkan lahap seri lain, atau buku lain Sara Poole, jelas saya sangat antusias.
Poison, Sebuah Novel Renaisans | by Sara Poole | diterjemahkan dari Poison, a Novel of the Renaissance | Copyright 2010 | Terjemahan Indonesia copyright Penerbit Tiga Serangkai | Penerjemah Dina Begum | Editor A. Mellyora | Desain sampul da nisi Rendra T.H. | Penata letak isi Prasetyo Santoso | Cetakan pertama, November 2011 | Edisi pertama Indonesia diterbitkan oleh Metamind, Creative Imprint of Tiga Serangkai | Cetakan I, Solo | November 2011 | vii, 568 hlm.; 20 cm | ISBN 978-602-9251-07-4 | Skor: 4/5
Karawang, 081122 – Sheila on 7 – Dan
Thx to Erii, Jakarta