Holy Spider: Keyakinan Moral dapat Menulikan Orang dari Kebenaran

“Setiap orang akan bertemu dengan apa yang ingin ia hindari.”

Luar biasa. Menyeramkan. Film ini banyak membahas iman dan prahara, dan efek salah langkah memilih jalan keimanan. Serial killer berdasarkan kisah nyata tahun 2000 s.d. 2001. Apapun alasannya, bagiku membunuh orang lain adalah salah. Apalagi ini di era millennium, di mana era keterbukaan, ada hukum yang mengatur, yang sejatinya manusia juga harus bisa berpikir terbuka, tidak berpandangan sempit. Keyakinan moral dapat menulikan orang dari kebenaran selain kebenarannya sendiri. Melakukan tindak kejahatan, sekalipun massa mendukung, sekalipun lingkungan meneriakan semangat, tetap saja salah, dan penjahat harus dihukum. Jihad bisa dilakukan dengan cara tak seperti itu. Kamu bukan Tuhan, kamu tidak bisa menentukan hasil suatu kejadian. Yang penting jalan itu bukan cara melenyapkan nyawa seseorang. Masih banyak ladang pahala yang bisa dilakukan. Ketika membunuh sebagai pembenaran untuk menghilangkan perilaku amoral masyarakat, jelas ada lubang dalam argumen ini.

Guncangan demi guncangan kisah ini memberi efek ngeri dan ngilu. Kenapa cerita pembunuhan selalu menarik dalam sinema? Karena kita dibuat penasaran kelanjutannya. Ada rasa tanya yang menggelitik. Tiada yang lebih nikmat ketimbang menyelam ke dalam tokoh ganda yang dipermukaan tampak seperti wujud tunggal. Ini bukan cerita detektif, di mana sang jagoan mencari penjahat (dengan identitas tersembunyi). Bukan, sang penjahat sudah ditampakkan di layar sedari mula, kita hanya penasaran apakah kejahatannya akan dibalas setimpal, ataukah sang protagonist akhirnya terjerebab pula? Dan bagaimana konspirasi hukuman maksimal coba diapungkan. Semua termakjub dalam rangkaian panjang dalam semarak debu malam di jalanan kota suci Mashhad.

Dibuka dengan adegan perempuan yang sudah berkeluarga, meninggalkan anaknya di rumah di malam hari untuk cari uang dengan mejeng di jalanan menjajakan diri. Datang pria hidung belang menyewanya beberapa jam, wik wik hingga usai, lalu kembali mejeng. Disewa lagi, melakukan asusila di mobil, dibayar separo, mejeng lagi. Lantas, muncul konsumen bermotor (tanpa helm) yang berniat menyewanya. Sempat terjadi komunikasi, ada uangnya tidak? Lalu dengan keraguan ikut, dan deeees… terjadilah pembunuhan pertama.

Dengan cerdas karakter mula (seolah karakter utama), ditampilkan dengan penuh simpati, ibu-ibu ekonomi bawah, bertahan hidup dengan menjajakan diri, lalu gegas dimatikan. Rasa sedih sudah berhasil dibangun bahkan sebelum sepuluh menit film berjalan. Selanjutnya kita berfokus pada sang pembunuh. Pria pekerja bangunan Saeed (Mehdi Bajestani), tukang batu yang pernah menjalankan wajib militer di masa perang Iran. Pria tampak soleh dengan ibadah agama kuat yang sudah punya istri Fatima (Forouzan Jamshidnejad) dan tiga orang anak, pria sulungnya akan menjadi sorotan, terutama di akhir. Betapa pengaruh ayah begitu besar. Saeed berdalih bahwa ia memiliki kewajiban membersihkan jalanan kota suci. Demi junjungan kenegaraan Iran Mohammad Reza Pahlavi Arymehr, demi menegakkan kalimat Allah.

Korban terus berjatuhan, polanya sama. Menjemput wanita penjaja seks, mengajaknya ke rumah yang sedang kosong di lantai atas, mengunci pintunya, lalu saat sang korban lengah bersiap melayani, Saeed membunuhnya. Bisa dengan jerat, cekik langsung, tusukan pisau, hingga martil. Mengerikan, sungguh mengerikan. Membunuh itu mudah, durasi semuanya tak lebih dari dua jam sampai mayat korban dibuang.

Sementara itu, seorang jurnalis senior, wanita pemberani Rahimi (Zar Amir Ebrahimi) tiba di kota. Ia mendapat beberapa perilaku diskiminasi, seperti menginap sendiri di hotel hampir ditolak sebab wanita sendiri tak etis. Tak memakai jilbab, apalagi ia merokok, dan berani melawan, persamaan gender diperjuang. Ia sedang melakukan riset untuk tulisan, menemui polisi, dan dengan entengnya polisi bilang, pembunuh akan melakukan kesalahan suatu hari, santai saja. Tak di Iran, tak di Zimbabwe, tak di Wakanda, polisi tampak menyebalkan. Ia sempat ditelepon keluarga untuk tak bertindak melebihi batas, keselamatannya yang utama.

Titik terang penyelidikan, akhirnya terlihat saat ia menemui kepala redaksi Sharifi (Arash Ashtiani), yang bilang bahwa sang pembunuh selalu meneleponnya setelah melakukan aksi. Menjabarkan detail lokasi mayat, dan menyatakan perang melawan budaya amoral. Membersihkan jalanan dari penyakit masyarakat. Apakah sudah lapor polisi? Untuk apa? Polisi justru berterima kasih, penyakit masyarakat diberantas. Korannya laris, dan upaya pencegahan belum maksimal, sementara berita pembunuhan itu ternyata setiap hari dinikmati sang pembunuh.

Seolah tanpa banyak tindakan dari penegak hukum, korban terus bergelimpangan. Tidak, meninggalkan kota itu tanpa solusi tindakan solutif adalah bodoh, tetapi tinggal di situpun tanpa ketegasan juga tidak bijak. Untuk kematian-kematian lain yang dia anggap seharusnya bisa dia dicegah. Rahimi harus melakukan tindakan. Tindakan ekstrem dengan berpura menjajakan diri di pinggir jalan, memancing pelaku, demi mengetahui identitas diri, melacaknya. Pertaruhan yang luar biasa berani, menantang maut, tensi film menuju puncak, menegangkan sekali, melalui deru samudera darah yang berdebur, dan akhirnya ombak itu meledak di akhir.

Kebetulan kemarin film ini masuk 15 besar Oscars film asing, bersanding dengan Decision to Leave dan Joyland. Amat pantas. Cuma yang agak mengherankan, film ini mewakili Denmark. Bukan Iran sebagai setting utama cerita, atau area Timur Tengah dengan bahasa ibu Persia. Kemungkinan menang mungkin jauh, tapi seandainya masuk lima besar sudah sangat amat keren. Yah, setidaknya saya dapat satu cicilan tonton ulas.

Selama di penjara, rasanya jengah melihat sang pembunuh ditampilkan bak pahlawan. Pongah seperti ayam jago seraya melintasi pekarangan menuju rumah. Narapidana lain mendukungnya, demo massal meneriakan yel-yel dukungan, sampai Pak Haji yang melakukan kunjungan khusus, mencoba melakukan lobi. Oalah, Pak Haji tampaknya tidak membayangkan sama sekali kecamuk yang diciptakan kata-katanya. Seolah-olah penting. Apalagi saat sidang muncul ide gila, ada keheningan sesudah si pengacara berhenti bicara alibi kegilaan.

Hati-hati. Dukungan meluas dengan berjalannya waktu. Tindakan berlebih warga terhadap keluarga, anak dan istri sah-sah saja, memberi makan, memberi buah-buahan, mendukung secara moril keluarga ini, ingat mereka tak tahu menahu ayah/suami mereka pembunuh. Namun saya tak yakin semua itu demi kemanusiaan, jelas di layar tergambar, semua demi mendukung tindakan ‘kepahlawanan’ Saeed. Sedih, tapi itulah kenyataannya.

Dan yang paling mengerikan, ini kisah nyata. Bagaimana bisa pembunuh serial bisa didukung oleh massa? Total 16 orang korban, sungguh mencengangkan, perburuan itu berlarut. Sebagai veteran perang, yang bisa jadi, merindu kekerasan, iri sama pasukan yang pulang dengan cacat fisik atau masuk dalam kotak peti, mengambil jalan membunuh orang bermoral buruk tetaplah salah, ini negeri hukum. Bagaimana ia ingin berjihad, bagaimana ia ingin menegakkan kalimat Tuhan. Tidak, bukan dengan jalan seperti ini. Masih banyak sekali jalan jihad yang lurus terbentang, bukan dengan sekalian melakukan kejahatan kemanusiaan. Kamu berbakti pada orang tua, ibadah rutin dan rajin pada Allah, menuntut ilmu, sedikit contoh di antara jihad zaman modern. Saat kebimbangan muncul, seharusnya tepekur dan belajar pada orang bijak, guru yang benar. Pilihlah jalan tengah di antara jalan-jalan yang ada, dan jauhi simpangan-simpangan meragukan.

Hidup merupakan sesuatu yang serius, padu, dan berat. Saeed cuma monster, dia bisa dikalahkan, bisa dimatikan, tapi pikiran pembenaran jalan sesat itu, membunuh orang dengan sadisnya, sangat menakutkan.

Harapan berjaya, lantas seketika lunglai. Maka adegan jelang ending itu melegakan. Damba dan ngeri bertabrakan begitu dahsyat. Hang on!

Holy Spider | 2022 | Denmark | Directed by Ali Abbasi | Screenplay Ali Abbasi | Cast Zar amir Ebrahimi, Mehdi Bajestani, Forouzan Jamshidnejad, Sara Fazliat | Skor: 4.5/5

Karawang, 271222 – Rossana Casale – Just Friends

Thx recomendasi Lee

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s