
Jejak Sufi Modern by Abu Jafar Alqalami
“Jika orang sudah mempercayakan nasibnya kepada Allah, yakin kalau Allah mengurusi hidupnya dan yakin Allah akan menerima amal perbuatannya, maka itulah yang disebut tawakaltu alallah.” – Kiai Badrun
Lucu. Mungkin tak seberat buku-buku sufi kebanyakan, mungkin pula dan sak-klek sama aturan Islam yang kaku. Ini malah jadi sejenis diskusi, seorang awam agama, bertanya kepada pendiri pondok pesantren. Rasanya tepat, sebab biar ahlinya yang menjawab. Maka kiai Badrun memberi petuah-petuah hidup, yang mungkin bagi kita sudah umum (atau malah usang). Dasar agama, tuntunannya, hingga rasa syukur. Yang menarik, diskusi itu mengalir nyaman, dan apa adanya. “Hujan sudah reda, kita jalan lagi.”
Lasirun merasakan kehampaan hidup, dan melalui Kiai salaf, kiai Badrun mereka berdiskusi masalah kehidupan. Panjang kali lebar. Menemukan kedamaian, menemukan banyak jawaban. Dan Lasirun lantas memutuskan ingin jadi sufi.
Sayangnya, salah kaprah sebab menolak duniawi. Istrinya sampai frustasi, sebab Lasirun tak mau bekerja. Tak mau menghidupi keluarga. Isinya hanya ibadah saja. Bahkan, setelah menelantarkan keluarga, dapat pengembalian utang dari teman, dibelikan kambing lantas ia sumbangkan demi umat. Bayangkan, keluarga berhari-hari tak dikasih makan, saat ada rejeki mendadak, disumbangkan semuanya. Istrinya yang gedek, lalu melaporkan pada sang kiai.
Terjadilah diskusi lagi, Lasirun yang memang madep manteb ikut kata kiai akhirnya bisa dicerahkan. Namun beberapa hari kemudian, salah gaul lagi. Temannya yang juga suka ngaji, mengajak Sandrimo dan nantinya beberapa teman lain untuk diskusi dengan Kiai. Polanya berulang, galau, bimbang, lantas mencari jawab sama ahlinya.
Dan begitulah, buku ini akan terus berkutat dalam dialog-dialog sederhana tapi begitu jitu mengena. Dibawakan dengan santai, sehingga nyaman untuk kalangan umum. Catatan di bawah ini adalah kutipan langsung, sebagian besar dari buku. Karena bagus dan laik dibagikan, saya ketik ulang. Semoga bermanfaat.
Banyak aliran sufi, tapi tetap harus mengacu pada dua hal. Apapun itu. Contoh tarikat Syaziliyah, Samaniyah, dan tarikat Haji Paloppo dari Bugis. Sebenarnya tasawuf itu tidak mempunyai aturan tertentu selain ibadah berdasarkan al Quran dan Hadis. Sekali lagi saya katakan bahwa tasawuf itu semacam filsafat Islam. “…tarikat itu merupakan jalan untuk mengalamkan ilmu syariat…”
Ilmu hakikat berarti ilmu yang digunakan untuk mencari suatu kebenaran. Hakikat adalah suasana kejiwaan seorang saalik (sufi) ketika mencapai suatu tujuan hatinya. Salat secara tak langsung adalah dialog dengan Tuhan, tapi jangan disalah-artikan. Yang dimaksud adalah dialog batin, seolah-oalh hati kita berdialog denganNya.
Ia bagaikan orang haus yang minum air laut, semakin banyak kitab salaf dibaca, ia merasa semakin kerdil dan semakin dungu. Ia baru menyadari, betapa ilmu itu tiada habisnya jika dipelajari. Apalagi ilmu agama, terus digali, sekain dalam, semakin tak ada habis-habisnya. Zuhud adalah sikap menjauhi kemewahan duniawi. “Kalau semua orang membenci dunia, apa jadinya Islam. Nabi dulu tidak begitu. Tidak benci harta, tetapi juga tidak tergila. Sekadar secukupnya saja. Nabi tidak meninggalkan perkawinan, tidak membenci wanita, tidak mengabaikan kewajiban sebagai suami.”
Menjadi sufi yang modern artinya menyeimbangkan antara kepentingan dunia dan akhirat. Jika saat rejeki sempit tidak mengeluh, jika dalam keadaan kaya tidak lupa diri. Uang bagaikan madu lebah, segala macam semut dan kumbang datang menghirup manisnya. “Semua anak Adam memang mendambakan bahagia, Cak.”
Dalam sebuah kisah, seseorang bertanya kepada Yahya bin Khalid al Barmaksy tentang bahagia. Bahwa bahagia itu adalah sentosa perangainya, kuat ingatan, bijaksana akal, tenang dan sabar dalam menempuh cita-cita, maksud dan tujuan. Kalau menurut Ibnu Khaldun, bahagia itu tunduk dan patuh mengikuti garis ketentuan Allah dan perikemanusiaan. Menurut imam Ghazali bahagia dan kenikmati sejati adalah jika bisa mengingat Allah.
Allah membagi akal dalam tiga bagian, pertama ialah ma’rifatnya dengan Allah, kedua taatnya bagi Allah dan ketiga baik pula kesabarannya dalam menghadapi dan menerima takdir Allah. Sebab mengingat Allah itu mencakup keseluruhan kepentingan. Sebab mengingat Allah itu mencakup keseluruhan kepentingan.
Hawa nafsu cenderung memerintahkan kita untuk melamun dan panjang angan-angan. Sedangkan akal memerintahkan kita untuk berpikir dan mempertimbangkan. “Nafsu itu jangan kau bunuh, sebab jika dibunuh, ya kita tidak punya iradah. Tidak punya kemauan beribadah. Hanya saja, nafsu itu harus dijinakkan. Jangan dibiarkan.
Cara yang dapat dipaksa untuk menjinakkan hawa nafsu ada tiga. Pertama, mengekang keinginan. Kuda Binal akan menjadi lemah jika dikurangi makanannya. Kedua dibebani dengan beribadah. Sebab kuda pun jika ditambah bebannya dan dikurangi makannya akan tunduk dan menurut. Lalu ketiga, berdoa dan memohon pertolongan Allah.
Karena wasiat Allah hanya diberikan kepada orang-orang takwa. Takwa out merupakan tujuan akhir.
Takwa mengandung tiga pengertian:
#1. Dan hanya kepada Allah kamu harus bertakwa. (QS. Al Baqarah 41).
#2. Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari saat itu kamu sekalian dikembalikan kepada Allah (QS Al Baqarah 281).
#3. Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa kepadaNya… (QS Ali Imron 103).
Takwa juga mengandung makna taat dan takut. Menurut al Ghazali, takwa adalah menjauhi segala yang halal secara berlebihan. Bertakwa kepada Allah hendaknya mampu menjaga lima anggota tubuh, mata, telinga, hati, lidah, dan perut. Agar anggota tubuh tidak melakukan perbuatan mudharat. Agar tidak selalu ingin berbuat maksiat.
Yang dikhawatirkan mendatangkan mudharat agama itu dua macam. Pertama, perbuatan maksiat dan seuatu yang nyata haram. Kedua sesuatu yang dihalalkan tetapi melampaui batas. Berlebih-lebihan. Perbuatan yang seperti ini akan menyeret seseorang kepada sesuatu yang haram dan maksiat. Sebab ada dorongan nafsu yang kuat. “… Jika kalian mendengar orang misuh, lalu kok asyik didengarkan, maka kalian juga dianggap berbuat misuh.” Pilihlah jalan tengah di antara jalan-jalan yang ada, dan jauhi simpangan-simpangan meragukan.
Dari sekian anggota tubuh yang paling usil dan paling banyak menimbulkan kerusakan adalah mulut. Tapi, bagiku sangat sulit meninggalkan sepatah kata yang tidak perlu. “Wahai lisan, jika engkau berbuat baik, maka kami pun menjadi baik. Jika engkau berbuat jahat, kamipun terpaksa berbuat jahat pula…”
Syair Ibnu Mubarak Ra. Berbunti demikian, “Ingatlah! Jaga mulutmu, sesungguhnya mulut itu mempercepat kematian. Dan lisan merupakan cermin hati seseorang yang bisa menunjukkan kadar akalnya.”
Seseorang tidak dapat terlepas dari dua hal dalam berbicara, ucapan yang diharamkan dan yang mubah, keduanya mengandung keburukan. Hati dan kalbu itu pusat segala-galanya. Sabda Nabi, Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan kulitmu, melainkan melihat batinmu.” Bukan pusat perhatian, tapi pusat penilaian.
Sabda Nabi SAW, “Sesungguhnya dalam jasad manusia terdapat segumpal darah yang jika keadaannya baik, maka baik pula seluruh anggotanya. Jika keadaannya rusak, maka rusak pula seluruh anggota badannya.”
Hati merupakan objek bisikan dan desas-desus yang sukar ditahan. Sukar pula dijaga. Setiap detik hati berjalan dengan segala rencananya. Sedangkan hawa nafsu cepat sekali menyambut dan menurutinya.
Malaikat mendorong untuk berbuat baik, sedang setan selalu menghalang-halanginya dan mengajak keburukan. Mereka saling membisikkan kepentingan masing-masing.
Perut itu ibarat mata air dan merupakan sumber tenaga bagi seluruh tubuh. Allah tidak akan menerima ibadah salat seseorang yang di dalam perutnya penuh makanan haram.
Dampak buruk dari makanan dan minuman secara berlebihan ialah dapat menimbulkan kebimbangan. Daruquthni berkata, “Jika engkau menginginkan di antara kebutuhan dunia dan akhirat, jangan makan dulu sebelum tercapai maksud itu. Sebab, makan menjadi pikiran lesu.”
Ada empat keburukan yang berpangkal dari hati: khayalan, seakan-akan panjang usia. Kedua, serba terburu-buru tanpa pertimbangan. Ketiga iri dan dengki pada orang lain, keempat, tekabur atau sombong.
Serendah-rendahnya penyakit hati, seremeh-remehnya penyakit hati ialah hati yang keras, yaitu yang tidak mau menerima nasihat. Sedangkan penyakit hati yang besar dan buruk adalah kufur. Ingat, iblis dilaknat Allah karena takabut, enggan menghormati Adam AS.
Pokok dari ibadah itu wara’ yang artinya teliti dan hati-hati dalam segala sesuatu, setiap kepentingan dilakukan dengan secukupnya: tidak berkurang dan tak berlebih-lebihan. Hadis Qudsi tentang kebesaran dan keagungan adalah kain Allah. Artinya kebesaran dan keagungan merupakan sifat tertentu yang hanya dimiliki Allah. Tidak brhak manusia memilikinya. Artinya, manusia tidak berhak untuk sombong.
Rejeki ada empat macam: rejeki yang dijamin, rejeki yang dibagi, rejeki yang dimiliki, dan rejeki yang dijanjikan Allah. Memang manusia tidak ada jalan (asal) yang tetap dalam mencari rejeki. Karena manusia tidak tahu jalan atau asal rejekinya, manusia hanya mampu melaksanakan ikhtiar (usaha), manusia tak tahu bentuk rejeki yang didapatkan.
Tawakal berarti percaya kepada Allah, dan hanya kepadaNya kita mengharap sesuatu. Tawakal memelihara hati nyang hanya ditujukan kepada Allah. Karena itu menentukan sesuatu yang buruk dan yang baik hendaknya bergantung padaNya. Bahagia yang langgeng itu ada, tetapi ibarat mutiara. Cara mendapatkan mutiara yang baik harus menyelam ke dasar laut. Kalau sudah mendapatkan kerang, lalu dibuka dan didalamnya mutiara, begitulah mendapat bahagia yang langgeng, dan itu susah.
Iman, Islam, ihsan adalah satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Jadi mengimani saja tanpa berbuat atau mengerjakan amalan-amalan, ya tidak boleh. Kalau begitu untuk apa agama. Lagipula, tak mungkin orang menemukan tuhannya tanpa agama. “Hidup bahagia dan tidak terlalu banyak menanggung bahaya adalah hidup yang mempunyai prasangka baik, artinya mempunyai pengharapan baik, cita-cita baik, angan-angan teguh, jangan memikirkan sesuatu sebelum terjadi…”
Puisi ciptaan Al Kathal, penyair Nasrani di zama Khilafah Bani Umaiyah: “Manusia itu semuanya cinta umur panjang / Padahal tidaklah kulihat umur panjang hanya menambah tolol belaka / Kalau engkau hendak membanggakan harta benda / tidaklah ada harta benda yang melebihi amal shalih.”
Yang dimaksud membaca adalah berpikir, mengkaji, menyelidiki terus-menerus ayat-ayat . adapun ayat Allah bukan hanya Al Quran, tapi juga tanda-tanda di sekitar ini. termasuk diri kita sendiri.
Pada akhirnya, ujung cerita adalah membahas mati. Kematian iradat adalah kematian kemauan dari dunia yang tak berguna. Yaitu mengambil yang perlu saja. Siapa yang takut menghadapi kematian berarti takut menempuh kesempurnaan. Maka banyak kiai salaf bilang, mati adalah kesempurnaan hidup. Dengan mati, orang akan sampai puncak ketinggiannya.
Mengingat kematian menurut ulama salaf justru melapangkan pikiran. Di saat sempit, di saat sedih, jika ingat mati maka hati jadi lapamh. Kehidupan ini hanyalah palsu saja, hakekat hidup yang sebenarnya adalah kematian. Kematian selamanya tetap menjadi suatu misteri.
Ada tiga jenis manusia ketika mati. Pertama, memikirkan bahwa kematian seperti suatu zaman bahagia, hidup ini pelepasan perbudakan, menganggap hidup hanya sejekap. Kedua, mereka yang sempit pandangannya. Perjalanan hidup penuh kedengkian, kotor, yang telah tenggelam duniai. Ketiga, golongan yang di antara keduanya. Orang yang tahu tipu daya duniawi, tapi masih suka duniawi. Tak mampu menahan hawa nafsu.
Kata ‘shufi’ di seluruh buku sudah saya sesuai jadi ‘sufi’ dan ‘tasauf’ menjadi ‘tasawuf’ di catatan ini. Sayangnya, banyak typo. Mungkin karena dicetak indie, tapi tetap saja editor dan prof-reader harus ada. Saking banyaknya, bisa jadi tiap lembar ketemu. Termasuk salah cetak, ada dua halaman penuh isinya dua layer saling timpa sehingga dobel tulisan.
Buku sufi yang santuy, sederhana, tapi dikemas meriah. Saya suka.
Jejak Sufi Modern | by Abu Jafar Alqalami | Editor Drs. Bambang Marhiyanto | Setting dan Lay out Fajar Jaya Mitra Pressindo | Desain sampul Wawan Kurniawan | Pencetak dan Penerbit Jawara Surabaya | Cetakan 1, 2000 | Skor: 4/5
Karawang, 121222 – 231222 – Barry Manilow – Can’t Smile Without You
Thx to Ade Buku, Bandung