Desis Kata Kata

Seekor ular berdesis desis di kepala / Membisikkan sebaris kata kata / PAda sepasang telinga yang terkulai / Dan mata berat terkantuk kantuk / Was wis wus, was wis wus.” – 5 Desember 2012

Salah satu hal yg kusuka adalah membaca karya acak tak kukenal. Dan Paling senang menemukan hal keren tak terduga, ini salah satu buku puisi yg menyenangkan itu.
Nyaman di tiap belitannya.

Buku puisi lagi, beruntun saya ulas buku puisi. Sebuah kebetulan saja. Buku puisi cepat selesai dibaca, sebab tak ada kesinambungan narasi dari awal tengah akhir. Sepenggalan saja sehingga cepat dicerna, cepat pula dilupa. Tema utama sejatinya adalah perjuangan perempuan, bagaimana dahulu kala Kartini, Dewi Sartika, dan pahlawan perempuan lain mengabdikan diri dalam perjuangan persamaan hak. Menyinggung pula cara berpakaian. Zaman berubah tapi kelakuan purba sama. Lantas di zaman millennium ini, banyak perempuan yang menggadaikan kemerdekaannya demi materi.

Menyentil banyak profesi dari pelacur, pemain film, hingga pelayan klub malam. Ingatlah selalu perjuangan para pahlawan eahai kaum hawa. Dibawakan dengan banyak simbolis. Jelas, ini lebih baik dari Jari Tengah yang kemarin saya tuntaskan. Enak dibaca, tak vulgar sekalipun beberapa yang dikupas adalah nafsu.

PSK: “Di taman kota / Dua tubuh berpagut / Berbagi pesing” – 2011

Ditulis rentang waktu dua tahun 2011 – 2012 dan terbit tahun berikutnya. Tahun di mana saya menapaki perjalanan langkah baru kehidupan. Langkah menembuh jenjang perkawinan. Dari penilaian saya yang awam syair, beberapa memang tampak biasa, atau terlampau biasa.

Hujan Pagi Hari: “ SapaMu lembut / lewat hujan yang tercurah / sepagi ini. sejuk menyelusup / dis etiap ruang rumahku / di ruang batinku // Tuhan / terkantuk-kantuk aku / mengeja pesanMu – Februari 2012

Ini yang lumayan Ok.

Bulan di Permukaan Kolam: “BErkaca bersama bayang bulan / Yang jatuh di permukaan kolam / Sebentar goyang / Dimainkan riak air / Lalu diam” – 5 Desember 2012

Susah memang mencipta puisi berkualitas konsisten. Yang hebat, buku 70 halaman ini dibuka dua pengantar, bukan sembarangan orang, dan satu kata penutup. Entah apakah mentor komunitas atau teman, atau mungkin lingkar pertautan sastra, yang jelas tak sembarangan, kumpulan puisi bisa mendatangkan esai pakar.

Kata pengantar oleh dua orang, pertama dari Tandi Skober. Mengupas isi puisi dari sisi feminism dan ingatan yang tertanam abadi. “Saya sependapat dengan diri saya bahwa sajak kudu memberi sesuatu, memetaforaisme dab bersifat heriditas fungsional.” Hani meyakini bahwa kumpulan ingatan adalah harta waktu tak berbentuk.

Kedua dari Maman S Mahayani, tentang suara hati. Mengutip Arminj Pane dan bagaimana Puisi adalah kata hati yang terdalam, suara jiwa dari sukma nun jauh di sana. Semecam ejawantah zaman Romantisme Eropa, “Puisi adalah limpahan perasaan yang meluap yang timbul dari renungan dalam ketenangan…”

Kata penutup oleh Dr. Asep Salahudin, MA tampak menggebu. Sebuah esai yang bernas, saya kutip salah satu paragrafnya, “Bukankah “keasadaran”, sejatinya merupakan tema yang mendominasi risalah kenabian, ilham para penyair, menjadi perhatian utama dalam refelski kaum filsuf dan sesuatu dicari peziarah ruhani (suluk) yang tanpa tepi. Kesadaran yang dijangkarkan dalam haluan ketuhanan (Nabi), akal budi (Descartes), moralitas (Kant), “ada” (Heideger), cinta kasih (Levinas), kuasa (Nietzsche), kebersamaan (Martin Buber), keterlemparan (Sartre), perbuatan nyata (Marx), absurditas (Camus), kemenyatuan Ilahiah (Ibnu Arabi), hulul (al-Hallaj), mabuk asmara (Adawiyah), marifat (Dzun Nur al-Mishri), atau manunggaling Kaulo Gusti (Syekh Siti Jenar).”

Yang jelas, dari pandangan ketiga pakar puisi tersebut, sepakat bahwa puisi pembuka Celanamu adalah yang terbaik. Saya kutip penuh:

Celanamu: “Maaf sayang, terpaksa aku rogoh / saku celanamu, biarkan tanganku menari / di dalamnya, sebab tak ada beras / untuk ditanak. Tak ada ongkos sekolah anak. / bah! Tak ada pula uang di sana. Bagaimana / kalau aku gadaikan saja isi celanamu?” – 2011

Tampak nakal, tampak simbolis. Mencari uang, menemukan ketiadaan, dan karena tak menemukan yang dicari, maka berniat menggadaikan isinya. Ironi, lucu, memikat. Buku kesekian fiksi lokal yang berhasil saya tamatkan di bulan ini demi 14 besar terbaik.

Buku kumpulan puisi memang layak dipajang di rak perpus keluarga, sebab suatu saat bila ingin mengenang bacaan, dengan mudah dibuka dan dinikmati kembali, termasuk Desis Kata Kata. Well, sungguh jarang saya menikmati penyair perempuan. Heni, bisa jadi pembuka kran itu. Moga diberi umur panjang, agar bisa mencipta karya-karya lainnya. Dan moga diberi umur panjang untuk bisa menikmati buku-buku puisi penyair perempuan.

Mendesiskan kata-kata.

Desis Kata Kata, Sepilihan Sajak 2011-2012 | by Heni Hendrayani | Komunitas SLS | Komunitas Sastra Lingkar Selatan, Bandung | Gambar kulit muka Foto Iqlima Diwanti Attarian | Desain sampul dan tata letak Irman Nugraha | Nomor: 02/KSLS-P/2013 | Cetakan pertama: 17 Februari 2013 | Skor: 4/5

Karawang, 16122 – Benny Goodman & His Orchestra – King Porter Stomp

Thx to Ade Buku, Bandung

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s