Temani Aku, Sebab Sebenarnya Aku Takut Sendiri


Tabula Rasa by Ratih Kumala

“Karena kau perempuan, Nduk. Cah ayu yo kudune menikah, punya suami lantas mengabdi. Kuwi kodrate wong wedhok.”

Politik Negara adalah urusan pemimpin Negara, urusan perut adalah hak asasi manusia.

Kisah sedih di Rusia, kisah sedih di Yogyakarta, kisah sedih di Kanada. Asmara yang yang melilit para karakter. Temanya berat, sebab melibat homo dan lesbi serta kematian-kematian orang terkasih. Mainnya jauh, sampai Benua Amerika dan Eropa. Bagi jelata macam saya, jelas tak relate. Banyak kejanggalan, atau mungkin tak nyaman dinikmati orang kebanyakan. Mahasiswa pintar yang mengikuti kemanapun ayahnya ditempatkan bekerja, tak main-main antar kota, tapi sudah melintang ke Rusia. Dan sesuai catatan sejarah di awal 1990-an terjadi perebutan kekuasaan yang mengambil banyak nyawa warga, termasuk sang kekasih. Lalu masa merentang sedasawarsa di Yogya, kini ia sudah dewasa dan menjadi dosen. Menemui rasa cinta lagi kepada salah satu mahasiswinya. Gayung seolah disambut, tapi enggak juga sebab, sang kekasih memiliki penyimpangan seksual. Dan begitulah, aliran kisahnya berkutat di masalah hati, dan tindakan. Mengikuti kata hati ataukah menjadi warga kebanyakan yang legowo?

Mengambil dua sudut pandangan judul yang mengindikasikn bocoran. “In memoriam…” Pertama Galih, seorang makasiswa Indonesia yang kuliah di Rusia, jatuh hati sama perempuan lokal Krasnaya, seniman yang sedang menggambar di ruang public. Berkenalan, makan bersama, kencan. Alurnya khas hubungan pada umumnya. “Aku tak mau menghitung ini yang keberapa kali, tapi muncul angka di kepalaku yang menunjukkan jumlahnya. Aku tak peduli, tak akan kusebutkan berapa. Sebab, kuning telah membuatku jatuh cinta lagi.”

Di tahun 1990-an di mana Rusia sedang bergolak, perubahan kekuasaan yang mengakibat banyak jatuh korban warga sipil. Termasuk Krasnaya dan ayahnya. Dari telaah lebih lanjut, ada indikasi mereka berhubungan dengan Galih, dan dicurigai punya kepetingan politik. Sang nenek menuduh efek perkenalan tersebut, dan dalam duka cita mendalam, Galih dan kelurag mengungsi pulang ke Indonesia.

Sekitar sepuluh tahun kemudian, Galih kini menjadi dosen di Yogyakarta. Jatuh hati sama mahasiswi seni Raras. Kali ini mengambil sudut dari perempuan. Dan ternyata Raras memiliki ketertarikan sesama. Violet yang merdeka, yang merupakan kekasih idaman. Sayang, akibat pergaulan bebas, mengonsumsi narkoba hingga overdosis dan meninggal dunia. Nah, Raras mencoba move on. Ia ada di persimpang jalan.

Sementara, Raras memiliki sahabat pena dari Kanada, pasangan homo yang siap menampungnya, Zack dan Argus. Menjadi tempat bercerita, dan kabur dari realita. Mereka lantas memutuskan menikah sah di Belanda, di mana pasangan homo berhasil diresmikan. Masalah yang ditimbulkan malah beragam sebab Raras hamil, keputusan ada di tangannya, mengugurkan atau melahirkannya, pasangan homo tersebut bahkan siap menampung sang anak. “Kesemuanya dapat aku gandakan dalam gerak lalu selalu terpantul pada cermin.”

Keduanya lalu bertemu di titik puncak, setelah lama berpisah akibat amarah. Keputusan penting harus diambil, lanjutkan hubungan, atau pisah jalan? Manusia khawatir akan banyak hal, ada beban yang di masa depan dan ada sisa dari masa lalu. Tidak ada hubungan cinta atau asmara mana pun yang bisa memberi jaminan apa pun. Well, sebenarnya memang segala pilihan tindakan kita ke depan tuh tak ada jaminan. Mau memilih homo ataupun normal, memilih si A atau si B, atau bahkan 99% yakin besok bisa bernapas pun, tak ada jaminan. Bisa saja kalian bilang, main aman. Tapi tetap, ia bukan jaminan.

Karena ini bersetting era Orde Baru, maka komunis dienyahkan. Sempat disinggung pula masa keemasannya, dan jelang keruntuhannya. Di mana, pada ulang tahun PKI 23 Mei 1965, D.N. Aidit mengomando massa PKI dan meningkatkan sikap revolusioner. Pemer kekuatan, dan menicipta slogan-slogan: “Ganyang Kebudayaan Nagk-Ngik-Ngok”, “Bentuk Angkatan V” (butuh dan tani). Setelah slogan-slogan ini dipropagandakan, digaraplah desa-desa untuk membasmi ‘Tujuh Setan Desa’; tuan tanah, lintah dasat, sistem ijon, kapitalis birokrat, bandit desa, dan pengirim zakat.

Pilihan diksinya mungkin bagus-bagus, dan layak didedah serta dibaca ulang untuk ditelaah lebih lanjut. Misal, “Sebab, di mata manusia makhluk seperti malaikat tak kasat mata, hanya hewan yang bisa merasakannya, seperti juga gonggong anjing di malam hari pertanda setan keluar di tengah bumi.”

Banyak pula menyinggung dunia Jawa. Bagaimana masa mula agama masuk ke Indonesia. “Kejawen adalah perpaduan antara Hindu dan Islam, yang mitosnya saat orang Gujarat datang ke tanah Jawa bukan hanya untuk berdagang, tapi juga mengembangkan alam pemikiran Islam, sementara pendeta-pendeta Hindu sudah lebih dulu masuk dan menyebarkan Hindu secara filsafatnya. Inilah agama asli Orang Jawa, ‘Kejawen’ yang dinamakan “Ilmu Kesempurnaan Jiwa”. Filsafat Islam menyebutnya sebagai ‘Suluk”.”

Bagiku, segala kutipan yang berbahasa asing, termasuk Inggris rasanya kudu diterjemahkan ke Indonesia. Atau kalaupun tetap ingin menyertakannya, harus ada Indonesianya. Kenapa? Ya, ini buku bahasa Indonesia. Bisa juga sih, bagi pembaca seperti saya buka kamus untuk beberapa kata yang tak paham, atau menafsir sederhana, tapi rasanya kurang worth it. Ditemui lumayan banyak di sini.
Baru tahu bahwa segitiga emas – Thailand, Myanmar, dan Laos – jenis opioid atau opiate atau opium, dari bunga opium tanaman Papaver somniverum, heroin aliasn putau dibuat. Kekuatan dua kali lebih kuat dari morfin.

Jelas banyak hal tak relate sama saya sebagai pembaca. Dengan entengnya kuliah ke Rusia. Dengan gampangnya ke Kanada. Dengan santuy-nya kemapanan. Di mata umum-pun problematik ini terasa janggal. Entah bagi kalian yang memilih jadi kaum pelangi, apakah konfliks batinnya sekeras itu? Sejatinya, pilihan hidup adalah rangkaian takdir yang sudah diambil, jadi kalau sudah memilih jalan tersebut harusnya tak mengeluhkannya. Apalagi, menyalahkan keadaan. Tidak, ini bukan dunia sandiwara umum. Ini adalah cerita yang khusus bagi mereka yang bermasalah.

Untuk buku pertama Ratih yang kubaca, rasanya ada yang kurang. Saya seringkali mengedepankan cerita ketimbang unsur aneh-aneh. Dan secara cerita Tabula so so. Apakah Gadis Kretek bisa lebih baik? Mari kita coba…

Terjadi typo di beberapa halaman, salah satunya halaman 38 yang krusial menurutku adalah keluarnya SK no. 1/3/1996, Taps MPRS No. XXV/MPRS/1996 tentang pembubaran PKI sebagai organisasi terlarang. Hehe, tahunnya itu lho.

Hidup Fiksi Lokal!

Tabula Rasa | by Ratih Kumala | GM 20101140040 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Cetakan pertama edisi cover baru September 2014 | Editor Mirna Yulistianti | Copy editor Rabiatul Adawiyah | Ilustrasi dari Shutterstock | Desain sampul Suprianto | Setter Nur Wulan Dari | ISBN 978-602-03-0946-0 | Skor: 3.5/5

Karawang, 021222 – Duke Ellington & His Cotton Club Orchestra – The Moochers

Thx to Boekoe Kita, Semarang

Iklan

Satu komentar di “Temani Aku, Sebab Sebenarnya Aku Takut Sendiri

  1. Ping balik: November2022 Baca | Lazione Budy

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s