
“Dengan menggunakan ponsel, yang sudah menjadi alat komunikasi dominan dalam kehidupan sehari-hari, kau secara simultan bisa mengubah seluruh populasi menjadi pasukan boneka, pasukan yang tak takut apa pun, karena mereka gila…”
Gelombang telepon mencipta penggunanya jadi zombie. Mereka kehilangan kesadaran, makan apa saja yang ada, membunuh sesama. Hanya orang berpikiran jadul tanpa seluler yang selamat. Lantas mereka melakukan perjalanan ke area yang dijanjikan. Dengan motivasi berbeda, ada yang mencari selamat, ada yang mencari anaknya, ada yang mencoba memecahkan misteri gelombang. Tebal sekali bukunya, butuh kesabaran ekstra untuk cerita perjalanan yang sejatinya bisa lebih diringkas.
Dibuka dengan tiga kutipan:
Ego tak akan pernah merasakan kepuasan. Ia selalu merasakan ketegangan akibat keinginan yang tak terpenuhi. – Sigmund Freud
Agresi pada manusia bersifat naluriah. Amnesia tidak mengalami evolusi dalam hal mekanisme ritual penekanan agresi untuk menjamin kelangsungan spesies mereka. Karena alasan inilah manusia dianggap sebagai binatang yang sangat berbahaya. – Konrad Lorenz
Bisakah kau mendengarku sekarang? – Verizon
Cerita mangambil sudut Clayton Riddell, seniman yang sejatinya sedang bahagia. Ia baru saja mendapat deal novel barunya akan rilis. Di tanggal 1 Oktober sore itulah sebuah serangan antah terjadi, di sini disebut serangan Gelombang. Ia sedang di Boston Common, dekat truk es krim, dan serangan mendadak itu mencipta kegemparan. Semua pengguna ponsel mendadak jadi zombie, semua tanpa kecuali yang menggunakan telepon kehilangan kesadaran, kehilangan kewarasan. Dan karena Clay tak punya seluler ia selamat.
Bertemu dengan Tom McCourt yang berpikiran jadul, tak punya HP juga, dan Alice Maxwell remaja cantik. Ketiganya yang karena tak tahu harus bagaimana, memutuskan berlindung sementara ke rumah Tom. “Apa menurumu besok akan lebih baik, di saat terang? Maksudku rasa takut itu?” Tak ada yang tahu. Clay membuka mulut untuk mengatakan hal semacam itu pada Tom, dalam pikirannya celetukan itu akan lucu dan cerdik, namun yang keluar dari mulutnya hanyalah suara serak terisak.
Kita ini tiga pendekar Tom, Semua untuk satu dan satu untuk semua. “Alice. Nama yang cantik. Artinya ‘diberkahi Tuhan’”.
Besoknya, para zombie ini mulai mencari mangsa. Saling terkam, apapun yang ada di depannya. Mereka ternyata juga berserikat, bersatu saling bantu. Tampak aneh sebab kewarasan dan kesadaran sudah tercerabut. Dalam kebimbangan, bertiga memutuskan ke Maine, ke utara mencari anak Clay: Johnny yang masih kecil. Tom dan Alice ikut saja, sebab tak tahu harus ngapain? Bukankah bersatu akan lebih kuat?
Di sana sini terlihat ponsel tergeletak ditinggalkan di jalan, setiap beberapa meter mereka melewati ponsel yang tergeletak dan tak satu pun utuh. Ponsel-ponsel itu kalau tidak terlindas pasti terinjak sehingga hanya tinggal serpihan kabel dan plastik, seperti ular berbahaya yang sudah dibunuh sebelum mereka bisa menggigit lagi.
Begitulah, novel ini sebagian besar berisi perjalanan. Melewati berbagai rintangan, seperti di sekolah Akademi Gaiten dengan kepala sekolah Charles Ardai dan satu murid langka Jordan. Menambah pasukan, jadi setiap bertemu dengan orang asing yang selamat, opsinya bersekutu kalau sepemikiran. Kota ini akan terbakar habis dan tak ada yang akan bertahan kecuali orang gila. “Bisakah kota modern terbakar habis? Yang terbuat dari beton, logam, dan kaca? Bisakah kota semacam ini terbakar seperti Chicago yang terbakar setelah sapi Mrs. O’Leary menendang lentera?”
Karena mereka juga menemukan fakta-fakta baru, bahwa para zombie telah menemukan koloni pikiran, mereka tak bicara tapi bisa telepati, sehingga koloni zombie ini bisa melihat potensi melawan manusia normal.
Begitu pula fakta bahwa, zombie bergerak bebas siang hari, mereka cari makan, berkumpul, berbagi makanan, hingga akhirnya bisa mencipta sidang. Mereka berevolusi dengan cepat. Sehingga kelompk Clay hanya bisa bergerak bebas malam, melakukan perjalanan, mencari makan, hingga mencari tempat bernaung. “Malam-malam mungkin masih jadi milik kira untuk sementara, tapi siang hari jadi milik mereka, dan kaulihat sendiri apa yang bisa mereka lakukan.”
Apes, mereka bertemu manusia normal yang selamat, tapi kaum yang hura-hura, sebab sudah frustasi, memperebutkan makanan dan segala yang dibawa. Perjalanan itu banyak sekali hambatannya, dan setelah menemukan fakta keadaan anaknya, Tidak begitu mudah melupakan istri walaupun ada amarah di sana, yang hidup terpisah tapi masih kaucintai, yang mungkin saja sudah mati, dan terutama anak. Johnny dan Sharon tinggal di Livery Lane saat gelombang menyerbu. Clay tak bisa berbuat apapun selain, melanjutkan misi menyelamatkan umat. Generasi manusia, mereka menuju ke KASHWAK NO-FO, sebuah janji sekaligus ancaman. Kashwak sama dengan No-Fo bisa dibilang sebagai area tak berotak. Zona mati/ taka da menara ponsel. Tak ada tower menara mikro.
Pemicu yang bermutasi. Semua itu tak mungkin terjadi tanpa ini, yang bisa dibilang penghapusan total besar-besaran. Akhirnya semuanya seperti efek domino. “Primata berevolusi jadi manusia, manusia ke orang ponsel, orang ponsel berevolusi menjadi kaum telepatis yang bisa mengambang dengan sindrom Tourette. Dan evolusi pun lengkap.”
Ada satu lagu yang sering disebut berjudul, Baby Elephant Walk. Sebuah Musik instrumental band besar dari zaman dulu. Les Brown dan His Band of Renown. Namun ada versi baru, Don Costa atau Henry Mancini. Dua versi yang populer. Atau versi Lawrence Welk. Musik ini mengalun di koloni zombie seolah jadi panduan hidup. Musik raya para manusia ponsel?
Orang bukanlah komputer, tapi komputer bisa dibilang seperti orang, kan? Karena kita membangun apa yang kita tahu, kau tahu tentang reboot dan worm itu. Masa depan yang misterius, apa yang akan terjadi dengan teknologi. Komputer yang kita cipta bisa berpikir? Ledakan gelombang ini bisa saja kisah fiksi, tapi kekhawatiran akan makhluk udara antah yang menyerang balik para penciptanya tentu membuat kita gidik. Ini demia anak cucu kita, ini demi masa depan manusia. Siapa yang bisa jamin manusia masih ada dua abad mendatang?
Justitia Est Commodatum, keadilan telah ditegakkan.
Seluler | by Stephen King | Diterjemahkan dari Cell | Copyright 2006 | c/o Ralph M. Vicinanza, Ltd. | Alih bahasa Esti Ayu Budihabsari | GM 402 08.041 | Desain cover Eduard Iwan Mangopang | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | 568 hlm; 20 cm | ISBN-10: 978-22-3910-3 | ISBN-13: 978-797-22-3910-2 | Skor: 4/5
Untuk Richard Matheson dan George Romero
Karawang, 140922 – Benny Goodman & His Orchestra – King Porter Stomp
Thx to Derson, Jkt