
Lelaki-lelaki Tanpa Perempuan by Haruki Murakami
“Tapi, melalui rute mana pun, kesimpulan cerita tetap sama ‘kan?” – Kino
Akhirnya saya berhasil menikmati buku asal film terbaik 2021. Ternyata banyak sekali modifikasi. Tim kreatifnya terlampau kreatif. Drive My Car versi cerpen sungguh berbeda dengan versi filmnya. Hanya poin-poin utama yang dipinjam, seperti nama karakter, fakta aktor teater, sopir wanita, hingga perselingkuhan sang istri. Mayoritas benar-benar dikembangkan sendiri. Pembunuhan terutama, itu tak ada. Hanya untuk menambah dramatisasi. Atau bagian film ‘dipaksa’ disediakan sopir, itu bukan keinginan tuan Yusuke Kafuku, padahal di buku, jelas-jelas dia sedang cari sopir sebab SIM-nya dicabut. Atau bagian makan malam dengan keluarga di mana sang istri Lee Yoon-a seorang tuna rungu, atau bagaimana isi teater dijejali Bahasa Indonesia. Sebuah adaptasi yang sangat kreatif.
Murakami adalah penulis besar, maka wajar banyak tulisannya diambil orang lain. Beberapa cerpen di sini sudah kubaca di kumpulan cerpen lain, oleh penerbit kecil (tentu tanpa izin). Setidaknya ada tiga. Jadi kemarin pas kubaca, wah kok familiar, lalu wah sama. Ternyata memang sumbernya sama. Atau bahkan sebah adegan di novelnya dinukil jadi cerpen, seperti Kota Kucing di 1Q84 jilid 1 yang kutemukan di kumpulan cerpen Kota Kucing. Wajar, semakin besar semakin banyak orang tertarik, dan karyanya menyebar di berbagai sudut literasi. Apakah ini sudah saatnya bilang, Murakami mainstream? Bisa jadi, sudah banyak diskusi (baik langsung atau daring) dilakukan.
#1. Drive my Car
Aktor senior yang sudah menduda, mencari sopir pribadi untuk keseharian dari dan ke tempat kerja. Kafuku mendapat rekomendasi dari kepala bengkel langganannya, Oba. Sopir ini perempuan yang pendiam, tak cantik, dan begitu mengenal Tokyo sebab pernah jadi sopir pengantar barang, penjaga minimarket, kerja serabutan. Sang sopir Misaki malah jadi teman curhat, bahwa mendiang istrinya pernah selingkuh, tak hanya satu tapi banyak. Salah satunya adalah aktor kelas teri yang akan ditemuinya, sang sopir yang pasif heran, bagaimana bisa?
“Tidak perlu. Saya pernah bekerja sebagai sopir jasa antar paket. Peta Kota Tokyo sudah tercetak di kepala saya.” – Misaki
#2. Yesterday
Musik punya kekuatan untuk membangkitkan ingatan dengan amat jelas sampai terkadang membuat sesak dada. Dengan pijakan lagu Yesterday-nya The Beatles yang terkenal itu, seorang mahasiswa memiliki teman sekerja paruh waktu dai kafe. Orang Denenchofu, Kitaru yang malah belajar dan mempraktekkan dialeg Kansai. Orang lucu yang suka memplesetkan nyanyi Yesterday. Suatu hari mereka sepekat untuk memperkenalkan pacarnya Erika Kuritani ke Aku untuk kencan. Pacar masa remaja hingga kini, ia selalu gagal masuk universitas. Ada beban mental di sana. Dan sebuah film Woody Allen menjadi kenangan. Fakta-fakta pahir diedarkan. Jodoh memang tak ada yang tahu.
“Mimpi dapat saling dipinjamkan sesuai kebutuhan, mungkin.” – Tanimura
#3. Organ Mandiri
Dr. Tokai yang berpendirian aneh. Memilih memiliki perempuan tanpa ikatan. Hubungan yang terjalin adalah hubungan kilat, atau sekadar fun. Sang Aku, Murakami mendapati cerita langsung darinya sebagai teman di gedung olahraga tenis, dan juga skuas. Sebagai pendengar, Aku bersikap pasif. Dan sah-sah saja yang namanya manusia memilih cara pandang kehidupan. Hingga suatu hari sang dokter bedah mendapati masalah berat, ia jatuh hati sejatuh-jatuhnya, sehati-hatinya. Pada perempuan bersuami. Hiks,…
“Seorang gentlemen tidak banyak bicara tentang jumlah pajak yang dibayarkan serta tentang wanita yang pernah ditidurinya.” – Dr. Tokai
#4. Syahrazad
Hubungan seks tanpa ikatan kembali diapungkan. Kali ini Habara yang secara rutin mendapat kunjungan istri orang, yang ia juluki sebagai Syahrazad, puteri dalam dongen 1001 Malam. Mereka bercinta secara rutin, mencari waktu luang. Syahrazad akan datang, bercinta, berdiskusi di ranjang, lalu pulang ke suaminya. Diskusinya juga sangat amat aneh, bagaiamana Syahrazad sewaktu masih sekolah suka masuk ke rumah orang. Mencuri hal-hal kecil dari teman sekelasnya yang tampan, dari pensil, hingga barang pribadi. Emang freak, makanya ia suka menyelinap ke rumah Habara. Selingkuh dengan gaya? Sampai suatu ketika, ada nada kekhawatiran besar di hati Habara…
“Di kehidupan lampau aku adalah seekor lampei. Kutub Utara berada jauh di Utara.” – Syahrazad
#5. Kino
Kafe Bar yang menjadi titik utama kisah malah menjadi semacam tempat sakral bagi sang kucing. Lelaki yang ditinggal selingkuh istrinya, bercerai damai, lantas resign dari kerjaan, dan menepi. Di sebuah rumah milik bibinya, disulap jadi kafe bar yang tenang. Dengan jazz menemani. Seorang pengunjung tetap, dengan buku dan pesanan yang sama, duduk di pojokan. Mencipta rutinitas, mengakrabkan, walau jarang bersapa langsung. Masalah timbul, saat Kino dekat sama seorang perempuan, dan tidur di lantai atas dengan dalih memperlihatkan sudutan rokok di tubuh.
“Aku ingin bertemu langsung dan meminta maaf padamu atas hal ini.” – mantan Istri Kino
#6. Samsa Jatuh cinta
Di Wina di masa perang, Samsa terbangun dengan bingung. Kelaparan, tak ada orang di rumah. Mencari makanan di lantai bawah, dan banyak tanya itu terjawab sebagian saat mendapati kunjungan perempuan yang datang membawa peralatan tukang kunci. Ia akan tukang kunci yang dikirim untuk mengecek keadaan kunci kamar Samsa. dan benar saja, kunci itu rusak parah. Interaksi mereka menghasilkan buing-buing asmara. Dan janji temu berikutnya. Aneh rasanya, di masa perang orang masih peduli sama keadaan kunci kamar yang rusak?
“Sepertinya aku membangunkanmu dari istirahat.” – Perempuan muda
#7. Lelaki-lelaki Tanpa Perempuan
Meliuk-liuk. Kisah panjang yang disajikan dengan cara tak lazim. Melalalngbuana tak terkendali. Kabar kematian seorang asing, maksudnya istri orang yang sekarang asing mencipta kesedihan mendalam. Mereka pernah dekat, M adalah pacar sama SMA. Mati bunuh diri, dan suatu malam suaminya menelpon memberinya kabar. Lantas membawanya ke masa lalu, dan bagaimana perasaannya andai dia-lah yang kehilangan istri. Empati, rasa menempatkan diri pada orang lain.
“Alasan aku suka musik begini adalah, pokoknya soal ruang.” – M
Ketujuh cerpen khas Murakami, panjang berbelit, detail, dan kesemuannya memiliki setidaknya, hati lelaki yang terluka akibat perempuan. Pertama, Kafuku ditinggal mati istrinya yang sebenarnya sudah tahu selingkuh, tapi tak berani menanyakan langsung. Kedua, Kitaru yang gagal ujian universitas ditinggal kekasihnya yang sudah kuliah duluan, dan akhirnya menjalin kasih di belakangnya. Ketiga, Dr. Tokai yang patah hati, ia kena karma-nya. Kali ini, malah lelakinya yang mati. Keempat, Habara yang ketakutan ditinggalkan selingkuhan, istri orang yang datang rutin ke rumahnya. Kelima, Kino yang ditinggal selingkuh istrinya, dan menyepi. Keenam, tokoh rekaan Kafka dibali, di mana seekor kecoa menjadi manusia, dan belajar memahami kehidupan barunya. Jatuh hati sama pengujung, perempuan yang dapat sebentar untuk mengecek kunci. Terakhir, Lelaki yang patah hati, perempuan masa lalunya yang meninggal dunia, meninggalkan kenangan dan ilusi. Kesemuanya memang cocok sama judulnya. Khas Murakami yang kalem, dan merespons kehidupan dengan lapang seolah air mengalir. Tak ada ledakan, tak ada letupan dahsyat. Tenang, menghanyutkan.
Ini adalah buku Murakami ke tujuh (di luar buku tentangnya atau pretelan cerpen dan esai beliau) yang kubaca setelah, Hear the Wind Song, Norwegian Wood, The Wind-Up Bird Chronicle, Kafka on the Shore, 1Q81 (jilid 1), Colorless Tsukuru Tazaki. Untuk cerpen-cepren, atau wawancara, atau esai juga beberapa sudah kubaca. Kesemuanya kuberi lima bintang. Dan setiap tahun kujagokan menang Nobel Sastra. Penulis terbaik yang masih hidup, legenda di masa kita. Favorit selamanya.
Next, 1Q84 jilid 2. So far so good…
Lelaki-lelaki Tanpa Perempuan | by Haruki Murakami | Judul asli Onna No Inai Otoko-Tachi | Copyright 2014 | Koi Suru Zamuza | Copyright 2013 | KPG 59 22 02014 | Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia | Cetakan pertama, April 2022 | Penerjemah Ribeka Ota | Penyunting Ining Isaiyas | Perancang sampul Naela Ali | Penataletak Setyo Bekti Nugroho | v + 262 hlm.; 13.5 cm x 20 cm | ISBN 978-602-481-766-4 | Skor: 5/5
Karawang, 120722 – 220722 – 040822 – Letto – Sandaran Hati
Thx to Dojo Buku, Tangerang