
“Aku bahkan curiga dengan bayanganku sendiri.”
Novel unik. Tukar orang yang dipenjara, dan katanya buku ini merupakan terinspirasi dari pengalaman Arswendo selama dipenjara? Apakah beliau pernah melakukan tukar posisi seperti ini? Ataukah ini pure imajinasi, seandainya punya jabatan penting, bisa seenaknya saja kabur secara tersirat dari jeruji besi? Menarik, walau ditemukan beberapa kejanggalan. Seperti, bagaimana bisa istri tak mengenali suami yang menyamar? Atau perubahan sifat karakter secara tiba-tiba akibat kepergok, seolah materi tak penting? Seakan di otaknya dipasangi rem yang kelewat pakem. Atau bagian, kepolosan perempuan desa yang luar biasa sederhana, polos. apa adanya, dan begitu sabar. Mungkin ada orang-orang seperti itu, di sini diumbar dengan pesonanya sendiri.
Kisahnya tentang Don Projo yang divonis sepuluh tahun penjara, ia ketangkap Badan pengawas Korupsi melakukan tindak korupsi. Karena ia memiliki wewenang dan uang, ia bisa seenaknya kabur. Tukar peran dengan pengangguran Brojo yang baru menikah, bengkel pinggir jalan tempatnya bernaung tutup, dan ia pusing tujuh keliling. Istrinya, Wisuni dikirim ke kampung, ia siap kerja serabutan, asal ada yang bisa dimakan dan bisa bayar kontrakan.
Gayung bersambut, Zul, anak buah Projo menemukan celah dan kesempatan. Mengatur strategi tukar peran, Brojo secara perawakan mirip, didandani sebagai Projo lalu saat jam besuk, diselundupkan masuk penjara, dengan Projo keluar menghirup udara merdeka. Dengan gaji wow, dan kepastian aman keluarga. Tukar peran itu berhasil dilakukan. Penjara yang korup, selalu mengiyakan para bos, dan dengan mudahnya disusupi barang atau uang berpindah tangan.
Kehidupan baru Brojo di penjara, ya nyaman saja sebab Projo memang orang kuasa. Dilayani, dihormati, hingga dijenguk orang-orang penting. Kehidupan baru yang tak terlalu bikin pusing, sebab ia nganggur, sama saja di luar atau di dalam penjara, malah sekarang makan dan tinggal terjamin. Bahkan ia bisa mengirim uang banyak ke istrinya. Itulah, kalau orang miskin pastinya cepat adaptasi. Apalagi adaptasi ke atas. Brojo mabuk kepuasan, dan tenggelam dalam kantuk.
Kehidupan baru Projo di luar penjara. Karena biasa jadi orang sibuk, tentu saja tak berpangkutangan menikmati liburan. Ia melakukan penyelidikan. Dikulik lebih dalam, siapa orang-orang yang mengirimkan ke penjara. Juga menyelidiki istrinya, Iik apakah selingkuh atau lurus saja.
Menyamar sebagai Dewi, perempuan yang mengoleksi lukisan. Bersinggungan dengan Iik bahkan secara instan menjadi sahabat. Menjadi teman curhat, dan hal-hal pribadi-pun ditukar kata. Membingungkan. Rancu. Dan agak kacau balau. Sepintas teringat cerita film Mrs. Doubtfire di mana Robin Williams menyamar sebagai wanita, masuk ke ruang keluarga. Namun ternyata tak seperti itu. Dewi lebih gaul, dan tak terlalu memusingkan renungan.
Kecurigaan sama Syam, sahabat politiknya, apakah gosip kemungkinan selingkuh, dan telusur orang dibalik skenario jahat. Dirinya ditusuk dari luar dan dirobek dari dalam. Sejak itu ia menjadi tawar. Dan melampiaskan dengan segala kemurkaan yang selama ini bagai mau meletus.
Begitu pula dengan Zus Evi, perempuan pengagum Projo ini tampak jahat. Materialistis, menggoda sang Don dengan tubuhnya. Mengejar tandatangan untuk pengalihan tanah dan rumah ke Evi, ia mendesak terus dengan berbagai modus. Patut dicurigai juga. Bagian ini malah fun, seolah sekadar untuk memerangi sepi.
Dan terakhir, kita harus singguh perempuan hebat Wisuni. Polos, sederhana, dan begitu menyenangkan tiap tampil di lembaran buku. Sebagai istri ia khawatir, ke mana suaminya menghilang. Lalu sandiwara, Projo jadi suaminya kelihatan kaku, langsung tahu. Ia menuntut kebenaran, yang akhirnya terseret arus. Tangan tukang las pasti berbeda dengan tangan orang yang kerjanya hanya membuat tandatangan. Wisuni segera mengenalinya bukan Projo, ia akan berusaha berterus terang dan tetap tenang, kalau ternyata tak dikenali, ia akan terus memainkan perannya.
Bagaimana benturan-benturan kepentingan itu disajikan, sejatinya sangat potensial meledak, bila yang pegang kisah Mo Brother bisa jadi cerita thriller penuh darah, sayang sekali endingnya terlampau sederhana. Kelemahan utama Projo & Brojo malah di akhir yang sangat standar, kisah perjalanan hidup manusia yang seolah bilang: positif thinking-lah, optimism-lah, masa depan akan lebih baik. Semacam itulah, padahal hidup ini sejatinya pertaruhan-kan? Pahit di sana-sini, tak bisa sekadar, ok segalanya baik-baik saja.
Ada bagian lucu, menjurus penasaran berat saat Wisuni tinggal di apartemen Projo. Mereka potensial saling singgung asmara, saling mengisi. Gagasan paling gila. Paling astaga. Kepolosan yang diteriaki, “Kenapa sih kamu ini, apa hidup ini urusannya hanya saruuuung melulu. Ini dunia hampir kiamat.” Atau saat ngopi, orang desa kalau bikin kopi emang manis. Projo tahu rasa kopi, yang dibuat Wisuni sungguh tidak keruan “arahnya”. Entah pelajaran dari mana yang membuat Wisuni membuat opi begitu maniiis, begitu pekat.
Dan begitulah, ini bukan genre gore, bukan pula seperti film-film festival yang seringkali vulgar. Segala kekalutan Projo seolah berhasil diredam Wisuni dalam semalam. Ternyata kegelisahannya jungkir balik sebelumnya bisa ditepis begitu saja. Oleh sikap sederhana, sikap biasa-biasa seorang perempuan sederhana.
Ini adalah buku pertama Arswendo Atmowiloto yang kubaca. Setelah berulang kali berpeluang menikmatinya, di rak ada dua lagi, salah satunya hampir selesai baca: Mengarang Novel itu Gampang. Dan dengan dua buku bagus ini, jelas beliau adalah salah satu penulis hebat kita. Apalagi pas baca Mengarang Itu, wah makin kagum bagaimana tata cara mengelola waktu jadi terasa wajar, mengelola kata terasa bisa, dan rasanya menulis novel jadi terasa realistis.
Terakhir, sekalipun ini bisa jadi percobaan adil menjaga status keluarga harmonis. Bisa pula menyinggung tema feminis dimana Iil melawan riak hingga mendiri. Saya tutup catatan ini dengan nasehat Don Projo yang katanya mau tobat itu. “Il, kita boleh mengatakan persamaan apa saja antara laki-laki dan perempuan, tapi pada kenyataannya tetap berbeda. Lelaki memiliki ego yang begitu kuat, keakuan yang tinggi.”
Projo & Brojo | by Arswendo Atmowiloto | 40101090028 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Desain dan ilustrasi cover Dito Sugito | September 2009 | 368 hlm; 20 cm | ISBN 9789792249507 | Cetakan kedua, Agustus 2017 | Novel ini pernah diterbitkan oleh Penerbit Subertra Citra Pustaka, 1994 | Skor: 4/5
Untuk Modrick dan Mopit dan keluarganya dengan salam.
Karawang, 210622 – Sade – The Sweetest Taboo
Thx to Gramedia Karawang di Bazar Mal Technomart, Karawang
#30HariMenulis #ReviewBuku #21 #Juni2022
Ping balik: #Mei2022 dan #Juni2022 Baca | Lazione Budy