
“Wahai, Caelius, Lesbiaku, Lesbia itu, / Itu Lesbia, yang Catullus cintai lebih / Dari dirinya dan semua miliknya, / Sekarang, di perempatan-perempatan dan lorong-lorong, / Menguliti keturunan berjiwa besar dari Remus.” – Catullus 58
Berpuisi, seringkali sulit dimaknai. Ada yang menyarankan, dinikmati saja. Tak perlu berfilosofi sebab kata-kata puisi itu bait, di mana maksudnya sering kali bercabang. Maka, membaca nyaring disertai kenikmatan suara akan lebih. Ada pula yang menyarankan, selama kamu nyaman dan enak menjelajah bait, kamu sudah sukses membaca puisi. Tak perlu tafsir? Tak perlu merumitkan diri? Dunia puisi, memang harus diakui tak selempeng prosa yang berkelanjutan. Narasinya lebih acak, dan bebas. Begitulah, Catullus dibuat buat pembaca sekarang untuk lebih hati-hati, mungkin ada rasa kurang nyaman, judulnya hanya bernomor, pilihan katanya jadul dengan banyak menyeret dewa Romawi, bukan Yunani yang lebih akrab di telinga, ya, ini buku dibuat sebelum masa Masehi, banyak catatan kaki, hingga ternyata ia adalah Penyair yang galau.
Dari catatan tambahan, kita tahu Catullus atau Gaius Valerius Catullus meninggal muda, 30 tahun. Diperkirakan ia hidup tahun 84 SM – 54 SM. Total ada 30 puisi yang diterjemahkan dari 113 puisi. Untuk memberi gambaran, puisi asli berbahasa Latin jua ditampilkan, jadi kini Latin kanan Bahasa Indonesia. Walaupun, jelas saya juga tak paham Latin, dengan mencantumnya orang yang jago di Latin bia memperkira seberapa akurat alih bahasanya. Nama Lesbia, berulangkali disebut sebagai curahan bait. Baik kemarahan, terutama cinta. Siapa dia? Diperkirakan adalah Clodia, saudari Publius Clodius Pulcher. Atau psudonim Lesbia adalah ‘Lesbos’, tempat Sappho berasal. Berbagai tema disampaikan, beberapa ada yang kasar, seperti puisi 36 bari pertamanya bilang ‘Catatan-catatan tahunan Volusius, kertas tahi’. Atau atau curhat karena sedang malesi, puisi 51 kunukil, ‘Kemalasan, Catullus, adalah masalah bagimu; engkau terlalu berlarut bersenang-senang dalam kemalasan’.
Ketimbang makin tak jelas juntrung pemaknaannya, saya kutip sebagian kecil saja puisi-puisinya.
Catullus 85: Kubenci dan kucintai. Mengapa kulakukan, mungkin kautanya /Tak kupahami, tetapi aku merasakannya dan tersiksa.
Catullus 7: Kautanya berapa banyak ciuman milikmu / Yang cukup, bahkan lebih, bagiku, Lesbia? Sebanyak jumlah butir-butir pasir Libia.
Catullus 92: Lesbia selalu berkata buruk padaku, tak pernah bisa diam. / Terhadap hal tentangku: Jika Lesbia tak mencintaiku, aku binasa.
Catullus 106: Ketika seseorang melihat juru lelang bersama anak lelaki tampan, / Apa yang orang itu percaya selain hasrat untuk menjual si anak lelaki?
Kunikmati bisa saja sekali duduk, tapi saya mengingin tiap malam membacainya satu per satu agar meresap, tapi tetap gagal. Kubaca ulang Minggu sore (12/6) secara acak dan cepat, tetap blank. Memang, nyamanan prosa. Tahun lalu berhasil menamatkan 12 buku puisi, sejatinya tetap sama saja, sulit menikmati. Tahun ini lebih selow, dan ini buku puisi pertama yang saya tuntaskan, ini sudah Juni bung. Jauh secara kuantitas.
Padahal buku ini kubeli saat pre-order tahun 2019 bersama enam buku lainnya. Esai, cerpen, novel semua sudah selesai baca. Menyisa ini saja, hufh… butuh waktu tiga tahun untuk membuka dan menuntaskannya. Benar-benar kudu niat, dan dipaksa.
Kututup catatan kecil ini dengan puisi pembuka, Catullus 1 dalam dua baris terakhir: ‘Bagaimanapun; o perawan teladan, buku kecil yang / Semoga bertahan terus-menerus, lebih dari satu abad.’ Dan lihatnya, doanya terkabul. Bukan seabad, sekarang sudah dua millennium, dan orang-orang berhasil menyelamatkan karyanya. Mungkin seribu abad lagi, akan masih dinikmati generasi berikutnya.
Puisi-Puisi Pilihan Catullus | by Catullus | Penerjemah Mario F. Lawi | Penerbit Gambang Buku Budaya | Desain sampul Kaverboi | Ilustrasi sampul “Catullus at Lesbia’s” karya Sir Lawrence Alma Tadema (commons.wikipedia.org) | Desai nisi Kun Andyan Anindito | Cetakan pertama, Agustus 2019 | xii + 67 hlm. 13 x 19 cm | ISBN 978-602-677-85-3 | Skor: 4/5
Karawang, 140622 – Avril Lavigne – My Happy Ending
Thx to Paperbook Plane, Yogyakarta
#30HariMenulis #ReviewBuku #14 #Juni2022