
“Siapa Moe?” kata Eadric. “Bukan temanmu yang lain, kan? Kau mengoleksi teman seperti pakaian hitam mengoleksi ketombe.”
Cerita pangeran yang dikutuk jadi katak, lalu mendapat ciuman putri sehingga bisa kembali normal mungkin sudah melegenda, sehingga sudah dikenal banyak orang. Cerita asli karya Grimm Brother itu sudah sangat umum. Jadi dasar buku ini adalah legenda itu. Ya, namun jelas modifikasi dicipta, sebab judulnya saja Sang Putri Katak, bukan Pangeran Katak. Yang jadi katak ceweknya dong? Yup, yang nyium Pangerannya? Ah tidak juga, ini adalah kisah pelintiran, jadi sang penulis bebas mengotak-atik pijakan. Dan karena ini terbitan Atria, di mana jaminan mutu sudah melekat, harapan itu tetap terwujud! Luar biasa. Hebat, buku kelima tahun ini dari Atria yang selesai kubaca ini tetap memuaskan. Saya suka cerita sederhana Putri Emma yang menggemaskan.
Kisahnya dimula saat Putri Esmeralda, anak tunggal Raja Limelyn dan Ratu Chartreuse dari kerajaan Greensward Besar yang kabur dari ibunya karena menjodohkannya dengan Jorge. Ia masih muda, ia tak mau diatur, ia ingin bebas dan menikmati kemerdekaan. Ia ingin seperti bibi Grasina, yang selalu berpakaian sesukanya, tak pernah memikirkan apa kata orang. Ia merasa tidak seberuntung itu, ibu selalu mengingatkan bahwa seorang putri harus siap ditampilkan. Sang Putri yang biasa disapa Emma mencoba berontak, lalu bersembunyi di daerah belakang kerajaan, dekat rawa-rawa. Tak dinyana, ia bertemu dengan katak berbicara. Sang katak mendaku sebagai pangeran Eadric, anak tertua dari Raja Montevista Hilir yang hilang. Ia dikutuk penyihir musuh, dan akan kembali menjadi sosok pangeran bila ada putri yang menciumnya.
Awalnya Emma menolak, sang katak berdalih, “Tentu saja. Mengubah manusia-jadi-katak adalah mantra yang sangat sderhana dan mduah diingat. Aku sendiri sudah pernah mempraktikkannya beberapa kali. Kenapa kau bertanya?” Maka ia kembali ke kerajaan setelah dicari-cari ibunya. Di kemudian hari, kunjungan yang sama Jorge, Emma kembali kabur. Dulu mencium katak merupakan satu-satunya cara bagi beberapa gadis untuk memperoleh teman kencan. Dan dengan dalih itu, kali ini Emma bersedia memberi ciuman pertamanya pada katak. Sim salambin! Bukanyya Eadric balik jadi pangeran, malah Emma yang kini ikut jadi katak. Wkwkwk…
Dalam kebingungan dan kebimbangan, mereka berdua lantas berpetualang mencari jalan keluar. Ide pertama jelas bertemu bibinya yang penyihir. Sayang dalam perjalanan, mereka malah ditangkap penyihir Vannabe, orang yang ingin menjadi penyihir. Mereka dimasukkan ke keranjang dan dibawa ke rumah penyihir. Well, karena sejatinya Vannabe bukan penyihir. Ia manusia biasa yang ingin jadi penyihir, maka rumahnya penuh barang sihir hanya kamuflase.
Ditempatkan dengan segala peralatan sihir, dan bahan-bahannya. Emma dan Eadric mencoba kabur. Adalah Li’l Stinker kelawar baik yang memberitahunya, bahwa ada buku sihir yang ada di ruangan itu, yang bisa membuka semua kunci. Ada ular Fang yang muak tinggal di situ, akhirnya ikut kabur. Namun bukan hanya dia, ular yang ditangkap Vannabe, Fang, ular laki-laki itu ikut kabur. Bayangkan, ular ikut berpetualang dengan dua ekor katak! Ngeri… “Tidak, aku bersumpah atas kehormatanku sebagai seekor ular bahwa aku tidak akan memakanmu.”
Dengan hati-hati mereka berjalan beriringan. Namun karena khawatir, mereka meminta Fang jalan di depan. “… Aku juga tidak mau dia di belakang kita. Siapa tahu dia bosan menjaga potongan-potongan yang berlompatan di depan hidungnya? Sebuah janji sulit ditepati jika perutmu lapar.”
Lalu Fang memberi bukti. “Aku terkejut karena aku memercayainya. Jika Fang ingin memakanku, dia tidak akan meunggu hingga selama ini. untuk pertama kalinya dalam beberapa hari, aku mulai merasa aman.”
Dalih Fang sendiri aneh, “Aku paham bahwa manusia yang sudah diselamatkan mungkin akan memiliki suatu perasaan tertentu… yaitu rasa sayang terhadap penyelamatnya, jika kau merasakan ketertarikan seperti itu padaku, kau harus tahu bahwa hatiku sudah terikat pada yang lain.” Namun setelah berjalan bersama beberapa hari, barulah kita tahu, Fang memiliki kisah cinta yang kandas kepada ular betina Clarisse, karena ditangkap Vannabe.
Mereka berjuang ke kerajaan meminta bantuan bibinya agar bisa kembali normal. Saat di kerajaan, tak mungkin dong Emma sombong meminta penjaga membuka pintu. Ingat, ia adalah katak. Browser si anjing penjaga kerajaan, yang biasanya girang malah bikin takut, sebab katak bisa jadi santapan pula. Hehe…
Pertanyaannya jelas bukan, berhasilkan mereka kembali menjadi manusia? Sekalipun muncul nada pesimisme, “Tidak,” jawabnya. “Hanya saja, setiap kali kupikirkan akan menjadi pangeran lagi, pasti muncul suatu masalah. Mungkin aku memang ditakdirkan menghabiskan sisa hidupku sebagai katak.”
Bukan pula, akankah terjadi asmara di antaranya? Pertanyaannya, seberapa seru petualangan ini dicipta? Melibatkan Gelang berisi mantra, kutukan masa lalu yang harus dipecahkan, sisik naga yang membantu, hingga ancaman hewan pemangsa. Seru, cantik! Ingat, ini buku remaja, dan ternyata sangat bagus dan nyaman sekali. Kuncinya memang di cerita, dan tentu saja bagaimana menyampaikannya. Saya bahkan beberapa kali mengutip kalimat dan dialognya untuk dibagikan dalam status WA.
Di sini dengan cerdik sang penulis, mencipta berbagai sifat kontradiksi. Eadric, dari pangeran manja, saat jadi katak malah sering kali sesumbar. “Seekor naga!” kata Eadric seraya bernapas. “Aku tidak tahu ada naga di sekitar sini! kalau saja pedangku ada bersamaku…” Secara tak langsung terlihat, ia mencoba memikat hati Emma. Berkali-kali diajari menangkap makanan, bersembuyi dari predator, hingga debat nasehat langkah, yang jelas keselamatan Emma adalah prioritas.
Endingnya juga bagus, saat di rawa-rawa, tak semudah itu memecahkan konfliks. Berang-berang marah, dan ia layak melontarkannya. “Atas nama semua yang bisa dimakan, siapa kau?” kata berang-berang itu. “Aku adalah peri rawa!” Aku mengumumkan dengan suara yang kuharap penuh keyakinan dan meyakinkan. “Hah, oh ya? Kau terlihat seperti katak, dan bagiku itu berarti makan malam. Aku selalu percaya pada makanan yang besar. Selalu masih ada ruang untuk lebih banyak makanan.”
Begitu pula, sisipan ending nasib karakter lain bernama Haywood. Justru saya tak menyangka, alternative lain ini memberi gelitik, bahwa tak melulu nasib protagonist yang harus terus diperhatikan. Tokoh pembantu, yang bahkan hanya disebut dua kali sepanjang 200 halaman, perlu diselamatkan!
Catatan saya tutup dengan setting pembuka dan penutup, yaitu rawa. Pembukanya bilang, “Bahkan sebagai seorang gadis kecil, rawa-rawa adalah tempat yang ajaib. Tenpat kehidupan lama berakhirm tempat penjahat dan pahlawan tidak selalu seperti yang kita duga…” dan kalimat akhir yang mirip, hanya sedikit modifikasi. “Rawa-rawa sungguh sebuah tempat ajaib di mana kehidupan yang tua dapat berakhir dan kehidupan baru dapat mengalami berbagai kejadian yang tak terduga. Di mana teman dan pahlawan dapat muncul dalam berbagai wujud. Dan di mana hidup bisa begitu indah, bahkan bagi seorang putri yang kikuk.”
Hebat ya, seolah terbaca sederhana. Seolah gambaran umum, setting kejadian. Namun, sungguh bagus. Tautan opening dan ending seperti ini banyak yang berhasil memikat, klu penting menulis buku, “the only beginning is ending.”
Sang Putri Katak | by E. D. Baker | Diterjemahkan dari The Frog Princess | Terbitan Bloomsbury Publishing Inc., 2002 | Penerbit Atria | Penerjemah Khairi Rumantati | Penyunting Jia Effensie | Penyerasi Ida Wajdi | Pewajah isi Siti Qomariyah | Cetakan I: April 2010 | ISBN 978-979-1411-93-6 | Ilsutrasi Anneke Rondonuwu | Desain sampul Aniza | Skor: 4/5
Buku ini dipersembahkan untuk Ellie, Kimmy, dan Nate…
Karawang, 310522 – Jazz Covers of Pop Songs 2020
Thx to Ade Buku, Bandung
#1 #Juni2022 #30HariMenulis #ReviewBuku