Eternals: Segalanya Cemerlang Bermandikan Cahaya

Jika kau mencintai sesuatu, kau melindunginya. Itu hal yang paling alami di dunia.”

Dengan segala hormat, kali ini Marvel benar-benar menaikkan tensi ke area dimensi tak berbatas. Melintas semesta, jangkauannya sudah bukan New York lagi, dramanya bukan sekadar Bumi dengan segala isinya, kali ini menantang Sang Pencipta. Hitungannya bukan tahun, atau bulan, tapi sudah abad. Itupun ribuan abad lampau. Para penjaga bumi mendapati tugas berat setelah tahu bahwa misinya kini malah tak memihak penghuninya. Dilema kesetiaan pada sang pencipta, ataukah melawan tangguh untuk kelangsungan umat?

Ceritanya dahsyat. Merentang awal mula diciptakan semesta. Bumi sebutir debu di galaksi, Sang Arishem mengirim para Eternal untuk menjaganya dari serangan monster jahat Deviants. Misi mereka hanya menumpas monster, tak unjuk keberadaan untuk membantu atas nasib dan konfliks manusia, maka harus cuek saat Thanos menyusun rencana jahat demi menjentikkan jarinya, juga kebas saat sejarah mencatat berbagai perang dari masa ke masa, tak terkecuali, sekalipun mereka sejatinya bisa mencegah.

Lebih ringkasnya, kita kupas sahaja para Eternal abadi ini. Pertama sang pemimpin yang memiliki koneksi dengan Arishem adalah Ajak (Salma Hayek). Ia mengatur banyak hal, termasuk lalu lintas komunikasi. Memiliki rahasia penting, sejatinya ia tahu mengapa mereka diturunkan ke bumi. Kedua, Sersi (Gemma Chan) tokoh utama kisah ini. Sekarang tinggal di London memiliki hubungan asmara dengan manusia Dane Whiteman (Kit Harrington). Mereka tiba-tiba diserang Deviants, muncul Eternal ketiga, Ikaris (Richard Madden), yang lantas memulai petualangan lebih lanjut. Kekuatan Sersi bisa memanipulasi materi dalam skala besar, molekul dalam sebuah objek bisa dicipta ke bentuk yang ia mau. Ikaris adalah kekasih Sersi dari masa lampau. Ia bisa terbang bak Superman. Kekuatannya mirip sekali, kalau tak mau dibilang sama. Minus klebet di punggung saja. Ia terlihat berkarakter kaku dan keras. Ikuti arahan Ajak, apapun itu. Maka saat Ajak pamit, ia begitu marah tongkat pimpinan tak ke dia, padahal dia memiliki gelar Prime Eternal juga. Keempat, Thena (Angelina Jolie), tentu saja paling cantik. Generasi old tetap saja mengagumi beliau. Dia bisa mencipta senjata dari sejenis benang perak kosmik dari tubuhnya yang bisa dicipta menjadi senjata. Diceritakan, jiwanya labil dan saat amarahnya memuncak akan membahayakan makhluk sekitar. Ia memiliki hubungan terlarang dengan Deviants. Kelima, Kingo (Kumail Nanjiani) seorang aktor Bollywood yang mabuk ketenaran. Berasisten Karun (Harish Patel) yang selalu membawa kamera. Kekuatannya bisa menembakkan energi kosmik dari jarinya. Keenam Sprite (Lia McHugh), ia bocah abadi. Ia selalu berwujud anak kecil, kekuatannya menciptakan ilusi. Ia menjadi sobat kentalnya Sersi di London. Ketujuh Phastos (Brian Tyree Henry), ini yang agak kontraversi. Memilih memiliki hubungan dengan lelaki dan mengangkat anak. Kekuatannya di bidang teknologi, penemuan-penemuan manusia dari abad ke abad adalah andilnya. Kedelapan, Makkari (Lauren Ridloff), kekuatannya seperti Flash. Bisa lari secepat kilat, berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Kesembilan Druig (Barry Keoghan), punya sejenis sekte di Amazon, karena ia bisa memanipulasi pikiran manusia, para pengikutnya iya aja bila disuruh. Mengontrol manusia untuk melakukan apapun, ngeri. Kesepuluh Gilgamesh (Ma Dong-seok), ini dia yang menjaga Jolie. Sangat kuat, berdua mengasingkan diri ke Australia. Paling kuat, mungkin seperti Hulk, hobinya masak.

Dalam present day, Deviants bisa menyembuhkan luka kembali, mirip Wolverine. Transformasi mengerikan, kekuatan dari salah satu karakter yang tewas disedot energinya. Lalu Sersi, Ikaris, dan Sprite berinisiatif mengumpulkan para Eternal dari berbagai Negara sebab sekarang sudah pada mencar.

Lantas setelah bersatu, fakta penting diungkap. Bahwa Celestial sebentar lagi bangkit, pilihan kembali pada awal, setia pada Sang Pencipta dengan membiarkan makhluk itu bangkit dengan konsekuensi kiamat, ataukah menentangnya. Mencegah dewa ini bangkit. Para Eternal terpecah, dan malah menimbulkan masalah internal. Kiamat sudah dekat, bisakah dicegah?

Tema LGBT yang ramai diperbincangkan ternyata sekadar lewat. Muncul dua tiga detik, lantas biasa saja. Dihapus atau dimunculkan buat penonton rating R juga ga masalah. Filmnya aman, dalam artian tidak ada adegan dewasa sama sekali. Pertarungan juga aman, tak ada darah mencuat sekalipun para monster dibacok dan dipenggal berulang kali. Sayang sekali gara-gara ciuman itu, film drop dari bioskop remaja.

Karena ini Marvel maka otomatis tertaut ke mana-mana. Tokoh-tokohnya harus hidup di dalam alur cerita rangkaian Avengers. Bisa jadi akan membuka fase berikutnya, ini kumpulan pahlawan hebat. Marvel membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menautkan, kisah-kisah itu saling berjalin. Semua cerita bagus seperti itu. Levelnya sudah dewa, maka pahlawan lokal sudah saatnya diperbarui, diserahi tugas membantu sahaja. Makin ke sini makin menggeliat antusias, mainnya benar-benar tak terbatas, membentang tinggi, setinggi-tingginya. Semuanya itu membutuhkan pengorbanan, duka nan lengkara, heroisme yang membuncah pula. Begitu banyak kematian, lebih dari yang bisa dipahami indra manusia.

Ada banyak adegan hebat sepanjang film, tapi tiga ini patut dicatat. Pertama, saat Celestial akan muncul dan coba dicegah, perpaduan kekuatan, kecepatan, adu hebat itu memunculkan simpati dan terima kasih kita. Heran rasanya, kita harus berterima kasih sama karakter fiksi. “Kau bukan Tuhan, dan kau tidak bisa menentukan hasil suatu kejadian.” Kalau biasanya superhero menyelamatkan individu saat-saat genting bahaya, kali ini cakupannya umat manusia. Rasanya semesta pepat merangkul erat, ayoo bersatu. Pertarungan akhir epik dengan klimaks yang dramatis. Sesaat segalanya cemerlang bermandikan cahaya. Saya rasakan kelegaan besar yang biasa ditimbulkan akibat tindakan kebaikan seseorang.
Kedua, saat Sprite memutuskan untuk tumbuh. Sebuah pilihan berat diambil. Kita tak pernah bisa tahu rasanya abadi, bahkan abadi muda. Sebagai manusia, segalanya tumbuh lalu tergantikan. Keputusan itu sungguh dilematis, dan terasa wajar. Eternal tetaplah makhluk yang bisa merasakan.

Ketiga, saat ada karakter ‘mati’ disedot. Kukira Eternal takkan bisa dimusnahkan, ternyata di sini iapun bisa dihabisi. Shock! Walaupun seandainya nanti mau dihidupkan lagi, tetap saja ini mengejutkanku, dan kita tak tahu seri berikutnya bagaimana. Adegan itu menyadarkan kita lagi, bahkan Eternal-pun tak abadi. Setelah itu, saya selalu was-was tiap Thena bertarung, ia-lah satu-satunya karakter yang kuharapkan muncul lagi nanti.

Marilah kita berusaha memahami mengapa dan untuk apa mereka berbuat demikian. Mungkin satu simpulan sederhana film ini adalah, dari kacamata umum Thanos berniat dan ternyata bertindak nyaris baik, mencegah bencana dengan jarinya. Motivasinya bahkan perlu diapresiasi, kita harus akui populasi manusia saat ini sudah membengkak berlipat-lipat dari lima puluh tahun lalu. Kehidupan sejahtera meningkatkan harapan hidup, dan umur panjang dibarengi kelahiran tak terkendali tentu saja mengakibatkan jumlah manusia meledak. Ide, ternak manusia itu sungguh gila.

Alangkah besar perubahan yang ditimbulkan oleh dua setengah jam yang singkat. Syukur atas banyak hal. Tak sabar rasanya menyaksi peran para Eternal dalam Avenger. Imajinasi tingkat tinggi yang sungguh liar.

Eternals | USA | 2021 | Directed by Chloe Zhao | Screenplay Chloe Zhao, Patrick Burleigh, Ryan Firpo | Cast Gemma Chan, Richard Madden, Angelina Jolie, Salma Hayek, Kit Harington, Kumail Nanjiani, Lia McHugh, Brian Tyree Henry, Lauren Ridloff, Barry Keoghan, Harry Styles | Skor: 4.5/5

Karawang, 200122 – 170322 – Linkin Park – Pts Of Arthry