
“Seperti gadis di mana saja yang sedang dimabuk cinta, ia hanya mendengar yang ia ingin dengar.”
Buku dibuka dengan kutipan yang cukup mewakili segala kegelisahan kehidupan. Betapa remehnya hal-hal yang meresahkan kita. Tak ada ujung kuku. Buku ini juga membahas tindakan dan konsekuensi, jadi rasanya sungguh terwakili. “Apa artinya kehidupan-kehidupan yang singkat dan tak bernama… bagi Galactus?” – Fantastic Four, Stan Lee dan Jack Kirby (Vol. 1, No. 49, April 1966)
Cinta adalah benda langka, dengan mudah orang mencampuradukkan dengan hal lain. Seprti harapan yang tidak masuk akal. Banyak hal yang tercantum adalah fatamorgana. Dunia tak segemerlap itu untuk orang gendut. Kalau ada istilah, dunia berkonspirasi untuk menjatuhkanmu. Maka bisa jadi ini sungguh tepat. Gelap mata, gelap hati, terbuai kasih samar, dan bodohnya lugu walau sempat dihantam hingga sekarat.
Buku yang panjang nan melelahkan, cara penyampaiannya sungguh unik. Polanya acak, sudut yang diambil juga bergantian. Tokoh utama memang Oscar Wao, siswa gembrot penyuka fiksi ilmiah, tapi sejatinya ia juga roda penggerak yang sama seperti kakaknya, teman kampusnya, kakeknya, dst. Budaya lokal Rep. Dominika sungguh kental, perpaduan area mistis dan terjangan modernitas. Dan tentu, karena kisah bersisian dengan sejarah, dengan masa sang diktator maka secara fasih kita diajak mengenal masa lalu Negara ini. Ini buku untuk semua orang, semua genre. Menyenangkan nan menghibur.
Oscar Wao memang istimewa, ia adalah pembaca cerita-cerita fiksi. Komik adalah andalan, tapi segala fantasi novel atau kumpulan cerpen juga dilibas. Dua temannya yang sama-sama kutu buku, Al dan Miggs. Tak hanya pembaca, ia benar-benar terpengaruh akan kehidupan para tokoh fiksi. Ia bertubuh gemuk, sebab jarang keluar rumah dan sangat pemalu. Sayangnya dunia ini sering kali menghantam dengan keras orang-orang pasif, terdengar tak adil, tapi mau bagaimana lagi. Hidup memang keras.
Kakaknya Lola tahu adiknya sulit bergaul, maka saat ia melanjutkan sekolah, ingin memastikan seatap dengan teman yang pas. Maka ia seolah jadi penghubung. Lola sendiri juga mengalami pendulum kepahitan. Ini Rep. Dominika yang sekian lama dipimpin diktator Trujillo – El Jefe. Tak ada yang mudah. Orang selalu meremehkan pengaruh dari kengerian akan kelaparan sepanjang hidup, ketidakberdayaan, dan kehinaan dalam diri seorang anak muda. “Mengapa tak pernah kulupakan wajah itu, bahkan hingga sekarang, meski bertahun-tahun telah berlalu? Tubuh lelah bekerja, mata membengkak karena kurang tidur, campuran kemarahan dan kerapuhan yang sangat tidak masuk akal, itulah Lola, selalu dan selamanya.”
Setelahnya kita diajak melalangbuana ke masa lalu. Kehidupan kelurga Wao, dari ibunya, ke kakeknya. Masa-masa mencekam, negeri korup yang tentu saja mengingatkan era Orde Baru. Segala tindakan diawasi, segala hal-hal yang menyimpang disikat, bahkan baru mengarah ke isu politik berseberangan akan disikat. Apes, sang kakek Dokter Abelard kepleset lidah atau di sini disebut hanya karena khilaf lidah, kehidupannya secara dramatis mendadak hancur. Keberuntungannya berakhir lebih cepat daripada yang diperkirakan semua orang. Kejam sekali rasanya pemerintahan salah kaprah ini. Lalu kepahitan itu turun temurun. Belicia Cabral, putri seorang dokter bedah yang sangat terkenal di dunia juga mengalami kesialan nasib. Mungkin sekadar nasib buruk? Sepanjang hidup, mereka berusaha untuk mencari kebahagiaan, tetapi Santo Domingo celaka telah menghambat langkahnya setiap tikungan kehidupannya.
Nah, Oscar ketika mudik ke Peterson malah menemukan cintanya. Sepertinya karma jelek tunacinta yang menimpa Oscar juga menimpa keduanya. Cinta yang salah, cinta yang terlambat, cinta yang aneh nan langka. Ia jatuh hati sama tetangga rumah neneknya, seorang pelacur Ybon yang sudah melalangbuana. Sudah punya pacar tetap di luar kota, yang apesnya preman militer. Dan Oscar yang sudah dinasehati keluarga, tetap ngeyel. Tetap memegang teguh cintanya. Apa yang akan kau dapatkan darinya selain kegetiran dan patah hati. Ia sempat dihajar di kebun hingga sekarat, persis yang dialami keluarganya, tapi Oscar ternyata tak belajar dari kesalahan, ia justru terjerumus makin dalam. Dunia memang sulit untuk dilogika saat cinta buta diapungkan. Oscar sudah menunggu seumur hidup untuk merasakan cinta.
Novel yang luar biasa, menggebu meriah. Disampaikan dengan unik sekali. Banyak sekali catatan, banyak sekali istilah asing. Sungguh buku yang bervitamin. Buku komplit, tapi uang utama adalah, cara penyampaiaan kisah yang tak lazim. Plotnya acak, sudut pandangnya berubah-ubah, setting waktu juga malah mundur, seolah makin ke belakang makin kelam. Dan tentu saja referensi meriah, banyaaak sekali hal-hal baru didapat. Atau hal-hal lama yang kubaca lagi jadi fresh menambah wawasan. Salut.
Tanpa tanda petik untuk kalimat langsung, dengan huruf bold untuk kata-kata asing, catatan kaki melimpah. Kutipan-kutipan yang mendukung cerita, hingga pada memainkan kata penuh emosi. Tentang apa saja, saling merajut kata tentang keseharian mereka. Betapa kehidupan telah memerangkap mereka. Keajaiban juga punya batasanya.
Ini buku pertama Junot Diaz yang kubaca, ditulis bak diary, secara umum jelas kita tahu sebagian adalah pengalaman pribadinya. Latarnya cocok dengan kehidupan sang Penulis, lahir dan besar di Rep. Dominika, melanjutkan studi ke Amerika. Bukankah itu Oscar banget? Namun segala dramatisasi dan nasib para tokoh jelas fiksi. Keras menghantam sanubari.
Seperti kata Observer, “Jika kita beruntung, satu atau dua tulisan sebagus ini akan muncul di setiap generasi.”
The Brief Wondrous Life of Oscar Wao | by Junot Diaz | Copyright 2008 | Terbitan Faber and Faber Limited, London | Penerjemah A. Rahartati Bambang Haryo | Editor Andityas Prabantoro | Proofreader Eti Rohaeti dan Ine Ufiyatiputri | Desainer sampul M. Roniyadi | Penerbit Qanita | Cetakan I, Oktober 2011 | 380 h; 23.5 cm | ISBN 978-602-9225-19-8 | Skor: 5/5
Elizabeth de Leon
Karawang, 110222 – 100322 – Louis Armstrong – On The Sunny of the Street
Thx to Ade Buku, Bandung