Catatan dari Bawah Tanah

“Aku akan menuliskan segalanya seperti yang kuingat.”

Kita kadang-kadang memilih suatu omong kosong karena oleh kebodohan kita, kita mengira omong kosong itu jalan yang paling mudah untuk memperoleh sesuatu keuntungan. Catatan yang luar biasa. Melimpah penuh amarah, sekaligus ketakutan. Seolah benar-benar tulisan refleks curahan hati. Seorang penulis jenius curhat, hasilnya menakjubkan di satu sisi, mengerikan di sisi lain. Kata-kata kritik biasanya mengcuat di puncak, tapi kali ini justru memerlihatkan betapa muak ia, yang mengaku cerdik, terhimpit di tengah masyarakat yang bebal dan menyebalkan.

Sejatinya wajar kebencian itu tercipta, sesuatu yang beda memang opsinya tersingkir tersortir, atau bisa juga dijunjung setingginya. Fyodor jelas terjepit di antara itu. Fakta bahwa ia berutang menempatkan diri, menginjak kembali ke bumi. Tak mau tak, manusia butuh asupan makan. Butuh bergaul dengan sesama, butuh kasih sayang orang lain. Keputusan ikut pesta dengan sahabat-sahabat lama yang menyebalkan bisa dianggap sungguh berani, dan konyol. Ya, lelaki abad kesembilan belas harus menjadi dan terutama memiliki moral orang yang tidak punya watak sama sekali, manusia berwatak, manusia yang gesit, pada dasarnya adalah manusia yang terbatas.

Uang di zaman manapun punya kuasa. Butuh uang untuk membayar pelayannya Apollon, eh malah dihamburkan. Butuh teman cerita, malah menghardiknya, butuh pekerjaan, malah mencela rutinitasnya? Oh hampir, ia pejabat yang kesal, tapi tak mengungkap terbuka betapa kerja kantornya membosankan. Ia masih butuh gaji. ia masih bijak untuk menahan diri untuk tak menjelek-jelekkan tempat kerjanya secara terbuka, walaupun dengan dusta tentang kepegawaiannya. Penulis kere yang mumet masalah finansial. Tapi dalam keputusasaan terkandung kenikmatan-kenikmatan yang paling dalam, terutama kalau kita sadar sekali bahwa keadaan kita tidak bisa tertolong lagi.

Ini jelas adalah curhatan yang panjang, riuh, dan sungguh unik. Terbagi dalam dua bagian. Pertama, kita diajak menikmati rutinitas Fyodor, bagaimana menghadapi hari-hari sebagai orang jenius yang introvert. Menyendiri, memaki keadaan sekitar dalam diam. Dalam sebuah penjelasan panjang, ia membenci seorang sedadu, tapi pasif. Lantas, memutuskan menantang duel. Angannya panjang, tindakan yang sudah dilakukan hanya sekelumit. Baru setelah sampai rumah, ia menyesali tindakan sekelumit itu. Kenapa tidak gini? Kenapa tidak gitu? Ah nanti kalau ketemu lagi akan saya ginian, nanti kalau kesempatan muncul, saya akan begitu, dst.

Hal yang sama sering kali kualami. Saat kejadian, tindakan saya tak serta merta ideal, beberapa bahwa mungkin tampak memalukan, tapi kurasa tak tepat. Seperti saat ketemu rekan lama di jalan, paling saling sapa bentar dan lewatkan momen. Saat di rumah, sering kali saya nyesel kenapa tidak diajak foto? Kenapa tidak diminta ngopi? Mengapa saya biarkan masa sebentar krual itu lewat? Begitulah…

Kala dari kekhilafan penakulkan gelap / Kata-kata desakan garangku / Merenggutkan sukmamu yang layu hingga bebas, / Dan sambil menggeliat-geliat karena cederamu / Kaukenang kembali dengan kutukan / Kejahatan yang menyelingkupimu, / Dam kala kesadaranmu yang tertidur / Letakutan karena nyala menyiksa dari ingatan, / Kau mengungkapakan latar belakang ngeri / Jalan hidupmu sebelum aku tiba, / Aku melihat kau tida-tida jadi mual. / Dan menyembunyikan muka sambil menangis, berontak, gila, ngeri, Karena ingatan pada aib uang kejam. – puisi Nekrassov

Sebelum pindah bagian, ada deret puisi. Bagian kedua lebih panjang. Kali ini dasarnya adalah Fyodor kehabisan uang, ia berencana meminjam uang pada bosnya yang baik Anton Antonitc. Namun gagal sebab sedang tak ada di tempat, maka ia sekalian saja mampir ke tempat tinggal sahabatnya Simonov yang tinggal di gedung yang sama, tujuan sama. Teman lama yang memuakkan itu, rencana awal mau dimintai tolong pinjam uang, tapi malah efeknya panjang. Rumit sekali.

Manusia begitu senang pada sistem dan deduksi yang bersifat abstrak sehingga ia siap setiap saat untuk merusak kebenaran dengan sengaja, ia bersedia untuk mengingkari kesaksian inderanya hanya untuk membenarkan logikanya.

Ada teman sekolah lainnya, yang juga memuakkan, Ferfitckin, Gretckin, dan Trudolyubov. Mereka sedang merencana pesta anggur, mabuk untuk merayakan Zverkov di militer. Iuran masing-masing tujuh rubel, dan dengan konyolnya Fyodor mengajukan diri ikut. Tujuan utama pinjam duit, eh malah menghamburkan. Mana sama orang-orang yang ia benci, dan secara terbuka mereka juga benci. Maka lengkap sudah. Sempat ragu esok sorenya datang atau tidak, tapi ia bukan pecundang.

Setiap orang punya kenangan yang tidak akan ia ceritakan kepada smeua orang kecuali kawan-kawannya sendiri. Ada lagi hal-hal lain yang bahkan pada kawan-kawannya sendiri tidak akan ia ungkapkan, kecuali pada diri sendiri, dan itupun secara diam-diam.

Selain itu drama dengan wanita bernama Liza juga berputar-putar. “Oh, hus, Liza! Bagaimana kau bisa mengatakan seperti buku.” Menyentuh kaidah kebaikan, moral, hingga masa depan. Segalanya rumit, dalam kepala. Setelah kita menaruh simpati kepadanya, bagian ujung malah membuat kita muak padanya. Sebegitunya kah memperlakukan seseorang? Bisa dengan lantang kita bilang, pantas Fyodor tak punya teman. Pantas ia menyendiri. Dan rasanya, pantas pula ia berutang. Hidup tak seideal itu, hidup tak sebagus angan, hidup tak bisa di bawah tanah terus untuk berpesta literasi!

Suka bagian pengandaian angka, dan segala tentang alam. Bagaimana ia harus bertindak sesuai hukum akal dan kebenaran. Ia juga akan membicarakan dengan Anda dengan penuh gairah dan perasaan tentang kepentingan manusia yang sejati dan wajar. “Dua tambah dua sama dengan empat! Alam tidak minta persetujuanmu, dia tidak ada urusan dengan keinginnan-keinginanmu, dan apa kau suka tau tidak tidak suka pada hukum-hukumnya.”

Ada bagian yang kurang kusetujui, terutama umur manusia yang menginjak 40 tahun. “Umurku kini empat puluh dan Anda tahu empat puluh tahun sama artinya dengan seluruh kehidupan, Anda tahu itu umur yang tua sekali. Hidup lebih lama dari empat puluh itu tidak sopan, konyol, dan immoril… aku akan katakan, orang dungu dan orang tak berguna.”

Heine mengatakan bahwa sebuah otobiografi yang sejati adalah tidak mungkin dan bahwa manusia bagaimanapun juga akan berdusta dengan sengaja karena kekenesannya. Aku bisa mengerti bagaimana kadang-kadang seorang, semata karena kekenesan mendandani diri sendiri dengan kejahatan-kejahatan biasa, dan memang aku mungkin saja memiliki kekenesan seperti itu.

Buku ini pernah kubaca pada tahun 2016 saat pelatihan di sebuah hotel di Jakarta. Hanya sampai halaman 33, lantas buku ini teronggok tak jelas di rak. Baru kubaca ulang pada 25.02.22 di Depk saat menjadi sopir keluarga. Kubaca di tengah gempuran musik keras, sedang ada hajatan. Mencari tempat baca sulit bila kita sedang padat urusan. Makanya dapat teras rumah orang, entah milik siapa. Kupakai buat nongkrong. Esoknya kulanjutkan di tempat yang sama. Sampai bagian pertama selesai, pada 28.02.22 saya tuntaskan di rumah. Butuh perjuangan ekstra untuk menyelesaikan catatan ini, memang bukan buku biasa, butuh telaah, butuh kesabaran, butuh effort lebih. Salah satu buku esai terbaik yang pernah kubaca.

“Angan-angan biasanya bisa terasa manis dan hidup sekali setelah kita mengalami suatu masa sia-sia, mereka datang bersama penyesalan dan air mata, dan kutukan dan keharuan.”

Catatan dari Bawah Tanah | by Fyodor Mikhailovitsy Dostoyevski | Judul asli Zapiski iz podpol’ya | KPG 59 16 01176 | Cetakan pertama, Juli 2016 | Sebelumnya pernah diterbitkan oleh PT Dunia Pustaka Jaya, 1979 | Penerjemah Asrul Sani | Perancang sampu; Teguh Tri Erdyan, Deboreah Amandis Mawa | Penataletak Leopold Adi Surya | vii + 155 hlm.; 14 x 12 cm | ISBN 978-602-6208-6 | Skor: 5/5
Karawang, 040322 – Mikita Willy – Cinta Putihmu

Thx to Gramedia Karawang, kubeli 28.10.16 saat nonton film Doctor Strange sama Dedy T dan Rani Skom