The Green Knight: Jangan Lakukan apa pun untuk Mencari Keheningan, Keheningan itu akan Datang dengan Sendirinya

“Aku hanya pengelana tersesat. Mencari tempat istirahat malam ini.”

Ini tak seperti yang kita kira, pace-nya lambat dengan iringan musik sendu. Tentang pangerang yang melalangbuana memenuhi takdirnya. Dengan banyak simbolisasi, bait-bait puisi, fantasi dengan mantra di setiap benang rajutan kain pelindung, danau tak berbatas, hantu jelmaan, raksasa melintas, hingga metafora masa. Waktu bisa dilipat hingga ribuan tahun dalam sekejap. Pemenggalan kepala jadi sejenis ritual penting, keampuhan sihir dipertaruhkan. Drama fantasi sejati. Rapalan sihirnya sangat akurat, puitik, dan eksak, hanya mengizinkan pemegang kekuatan yang layak menerima, tidak lebih sedikitpun.

Kisahnya tentang Gawain (Dev Patel), sang pangeran penerus tahta. Ia terbangun di pagi Natal dengan kekasihnya Essel (Alicia Vikander), tampak mereka bahagia dan merdeka. Masa muda yang bebas, saat kembali ke istana, ibunya Morgan le Fay (Sarita Choushury), pamannya Raja Arthur (Sean Harris) dan para kesatria sedang berdiskusi di Meja Bundar. Muncullah Kesatria Hijau (Ralph Ineson), dengan jubah dan kepala berbentuk kayu menunggang kuda. Ia meramalkan serta menantang, siapa yang berani melawannya. Beberapa penasehat mengajukan diri, tapi akhirnya Gawain yang maju. Kesatria Hijau berhasil dipenggal kepalanya, ajaib ia tak mati. Justru dengan tawa dan kesenangan, ia melempar tantangan di Natal tahun depan, lalu berderap pergi ke Kapel Hijau.

Wah, pembuka yang absurd. Inikah yang disebut hantu tanpa kepala? Tahan tanyamu. Setahun berselang, sang Raja mengingatkan akan janji tugas ke Kapel Hijau, dan Gawain melaju memenuhi panggilan. Inilah plot utama film ini, petualangan Gawain di dunia antah surantah. Petualang ke Kapel Hijau. Ia ingin memutuskan nasibnya sendiri. Itu keinginan manusia yang paling sederhana, namun hal itulah sumber ketakutan dan keraguan sepanjang perjalanan. Ia sudah berani mengambil tantangan, dan dalam pemenuhan tantangan segala hal bisa terjadi. “Aku punya tugas,” katanya kepada udara dan rerumputan.

Apesnya dimula dengan kacau, segerombolan anak-anak membegalnya, ia diikat dan ditinggalkan di kesunyian hutan. Dalam lanskap surealis, kamera bergerak perlahan ke kanan memutar, tampak Gawain sudah menjadi mayat tulang belulang, lantas kamera memutar balik ke kiri, kita kembali ke masa kini, ia kembali meronta kebas mencari bebas. Waktu adalah fana, ia berjarak tapi tak serta merta linier. Semesta pepat merangkul erat, penuh dengan kerumunan dan kekosongan.

Dengan pedang yang ada di sampingnya, ia berhasil mengupas tali pengikat, melukai tangannya, tapi tetap saja ia selamat. Malam telah larut, ia bergerak mencari perlindungan, mendapati sebuah rumah kosong di pinggir danau, mendapati kasur nyaman, dengan cepat ia terlelap. Ia terbangun oleh hantu Winifred (Erin Kellyman) yang meminta tolong untuk mengambil kepalanya di dasar danau. Dengan penuh ketakutan dan kebingungan, ia menyelam mencari kepala. Mendapatinya, menenuhi permintaan Si Hantu, yang lantas kepala itu menjadi tengkorak. Esok harinya, kapak Kesatria Hijau ada di sana.

Selanjutnya ia bersahabat dengan rubah cemerlang, membantunya banyak hal. Bertemu para raksasa mengaum (adegan keren saat mereka bersapa Gawain dan rubah, mereka berhenti sejenak dan menatap arak-arakan raksasa), tersesat diruang-ruang istana, pertaruhan takhta, hingga saling adu mantra.

Karena waktu tak linier, segalanya mungkin ditampilkan. Sulit untuk membedakan antara hal yang benar terjadi dan hal yang sepertinya akan terjadi. Termasuk pengelihatan masa depan yang suram, lantas kalau kamu sudah tahu masa depan kamu suram dan nyata sepahit kopi hitam tanpa gula, apakah kamu tetap mau menjalaninya atau saat kamu punya opsi untuk menukar takdir, dengan konsekuensi yang sama rumitnya? Pemikiran keras dan ambisius, tapi tak sampai meledak. Memang pilihan disampaikan dengan tenang, lembut, mematikan.

Ini film Natal, bisa jadi salah satu film drama fantasi terbaik tahun ini. Sihir kelam, mantra dihaturkan di tiap helainya. Tak ada cerianya sama sekali, muram, suram, film benar-benar berjalan lambat, tapi merambati kelambanan dengan antuisiasme sihir sungguh aduhai. Kalimat-kalimatnya terpilih, seolah syair kehidupan.

Ternyata film ini berdasar puisi abad ke-14 tentang Sir Gawain dan Kesatria Hijau. Untuk bisa menikmati film ini, kita harus bersekapat bahwa dunia ini cocok untuk segala macam imajinasi. Satu kalimat yang mematik tanyaku, seberapa ampuh mantra yang diikatkan pada benang itu? Sentuhan mereka terasa hangat dan menggugah, walau kalimat yang diucap kontradiksi. Ternyata bukan sembarang kain, itu memberi efek luar biasa, menjadikan digdaya bahkan saat melawan manusia atau roh atau makhluk antah surantah atau segala jenis senjata apapun. Dan ini dibuktikan, tapi menjadi digdaya tak serta merta berhasil mengelabuhi takdir buruk ‘kan?

Memberi pilihan tentu saja sesuatu yang absah normal. Namun kamu harus menilik dan menimbang konsekuensinya. Ibaratnya kamu mengangkat setumpuk gelas kaca rapuh yang mudah pecah, memindahkannya ke suatu tempat dan kamu takut menjatuhkannya, kamu bukan takut pada gelasnya, tapi pada akibatnya. Maka rasa takutlah yang dominan, bukan pada tujuan. Ini tetaplah sebuah kesalahan dan kesia-siaan yang mengerikan.

Saat Gawain di persimbang jalan, ia merasai hawa dingin kegelapan. Setelah selamat melewati beberapa rintangan, ia menantikan suasana hening di pinggir danau. Jangan lakukan apa pun untuk mencari keheningan. Keheningan itu akan datang dengan sendirinya. Tujuan mulia, cara mulia, hasilnya mulia. Bahagia? Oh tidak, kisahnya tak berakhir di situ.

Apa yang terjadi pada kita setelah kita mati, bukan lagi sekadar pertanyaan filosofis. Lantas apa yang harus kita lakukan? Berpikir! Manfaatkan masa kini dengan baik, dan kamu akan ditempanya. Dengarkan saja kesunyian, itulah hikmahnya. Kehidupan ini bergantung pada banyak hal, termasuk unsur teologi, puisi, bahkan fantasi. Untuk itulah film Kesatria Hijau ini hadir, kalian harus menyaksikannya.

The Green Knight | Year 2021 | Directed by David Lowery | Screenplay David Lowery | Cast Dev Patel, Anais Rizzo, Joe Anderson, Alicia Vikander, Sean Harris | Skor: 4/5

Karawang, 281221 – Nat King Cole – Night Lights

2 komentar di “The Green Knight: Jangan Lakukan apa pun untuk Mencari Keheningan, Keheningan itu akan Datang dengan Sendirinya

  1. Ping balik: 101 Film yang Kutonton 2021 | Lazione Budy

  2. Ping balik: Best Films 2021 | Lazione Budy

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s