
Moby Dick by Herman Melville
“Berburu paus adalah pekerjaan yang sangat berbahaya. Malaikat maut selalu menyertai kita.”
Buku tipis yang selesai kubaca sekali duduk. Kutuntaskan jelang tidur pada hari Rabu, 3 Okt 21. Jumlah halaman tak lebih dari seratus. Beli buku ini sebab cari teman beli buku KSK aja, makanya jadi sisipan. Pas pertama rilis, sempat ragu mau beli atau nunggu edisi lengkapnya. Sebagai sastra klasik yang diringkas, rasanya kurang gereget, kurang mantab hanya baca sebagian dengan detail-detail dihilangkan. Nah, prasangka itu dibahas panjang lebar di pengantar oleh Cep Subhan KM. Itu sudah mewakili perasaanku.
Aku beli baca, dan ketimbang menanti yang tak pasti kapan diterjemahkan versi lengkap kurasa tak mengapa membaca versi padat ini, daripada tidak membacanya sama sekali. Kasus seperti ini mirip banyak. Aku baca Don Quixote versi padat-nya Immortal Publisher, terasa bagus dan janji akan baca versi lengkapnya yang tebal banget sampai dua jilid. Saat buku itu benar-benar muncul oleh penerbit Obor, eh sampai sekarang belum juga ngumpulin duit belanja. Tetap masuk daftar wishlist. Lalu Anna Karenina, aku sudah menamatkan versi ringkas Gradien Mediatama (udah aku giveaway-kan), padahal yang tebal 2 buku sudah tersedia lama oleh KPG, suatu hari nanti pasti kumiliki. Mungkin akan berulang, andai suatu saat versi lengkap Moby Dick muncul yang tentu saja harganya tak murah. Maka membaca buku kecil untuk isi utama buku kecil-pun tak megapa.
Kisahnya tentang Ismail yang ingin melaut. Bukan sekadar hiburan iseng, atau liburan sesaat, tapi ingin ikut dalam pemburuan hiu. Tekad bulatnya itu akhirnya diwujudkan. Ia menginap di motel murah nan sederhana di The Spouter Inn – Peter Coffin, penginapan penuh tapi ditawari berbagi kamar, ia ambil saja. Teman sekamarnya tampak sangar penuh tato, pas dia masuk kaget sang pemilik penginapan tak kasih info. Mereka berdua malah akrab.
Queequeg adalah penombak paus, sudah banyak pengalamannya. Mereka berdua lalu naik kapal ke sebuah pulau di Nantucket untuk mencari pengusaha penangkap paus. Bertemulah Peleq, yang setelah mengetahui kemampuan Queequeg langsung tanda tangan kontrak. Kapal segera berlayar, sebelumnya bertemu sama seorang awak gila yang kehilangan tangan Fedallah, menasehati betapa pekerjaan ini berisiko. Ia pandai meramal.
Kapten kapal Pequod adalah Kapten Ahab, Si Guntur Tua yang ambisius, ia hanya memiliki satu kaki. Mereka menangkap paus untuk diambil minyaknya. Menampung dalam tong-tong, melakukan perjalanan jauh ke samudra, dank arena in mengarungi laut jelas sangat besar risikonya.
Ternyata sang kapten memiliki dendam sendiri. Ia harus menangkap paus putih istimewa berjuluk Moby Dick, sudah dinasehati lelaki tampan yang berdedikasi terhadap tugas, Starbuck untuk tak menuruti ambisinya. “Ini tidak ada hubungannya dengan keberanian. Hanya orang gila yang marah pada binatang yang tidak tahu apa-apa. Paus putih tidak menyerangmu karena kebencian, tetapi karena takut. Aku berburu ikan paus demi minyak merka, Kapten, bukan untuk membalas dendam” Terlalu riskan, terlalu memaksakan diri. Setelah berhasil menangkap banyak paus, tong-tong minyak juga sudah terisi, seharusnya rutenya adalah balik. Namun tidak, sang kapten memaksa maju.
Saat berpapasan dengan kapal lain, Rahel yang dikapteni oleh Gardien kehilangan anaknya, bukan simpati yang didapat, tapi malah pertanyaan apakah melihat paus putih? Sungguh kejam, bukannya membantu mencari kapal karam tapi rute lanjut demi bertemu buruan utama. Hal-hal yang memang dirasa mengesalkan. Dan nanti malah mendapat karma.
Well, aku sudah nonton film In The Heart of The Sea dengan bintang Chris Hemsworth, Cillian Murphy, Tom Holland tahun 2015 sebagai film pertama yang kutonton di CVG Karawang. Dengan Sang Penulis sebagai pengantar film kurasa itu adaptasi buku lain yang terinspirasi dari Moby Dick. Laik kutonton ulang buat ulas.
Moby Dick adalah novel terkenal yang wara-wiri masuk daftar novel terbaik sepanjang masa versi manapun. Aku sendiri sudah punya versi Inggris yang juga dipadatkan, tapi belum kubaca juga. Dengan selesai membaca kilat, setidaknya rasa penasaran itu terjawab, jelas tetap targetku membaca versi lengkap. Entah kapan diterjemahkan Indonesia, tetap saja kunanti. Semoga masa itu tak terlalu lama.
“Fedallah bilang bahwa kapten akan melihat kereta jenazah yang bukan ciptaan manusia.”
Moby Dick | by Herman Melville | Diringkas oleh Janet Lorimer | Penerbit Odyssee | Cetakan pertama, Mei 2020 | alih bahasa Dewi Martina | Penyunting Agata DS | Tata letak The Naked! Lab | Perancang sampul The Naked! Lab | ISBN 978-0-5200-4548-4 | Skor: 4/5
Karawang, 061121 – Rosa – Tegar
Thx to Aiakawa Books, Bogor