
“Zoey, apa yang terjadi?”
Mencoba filosofis dengan bilang, ingatan adalah harta karun yang begitu berharga. Atau kata-kata lucu, bagi palu semua benda adalah paku payung sehingga nyaman dihantam. Film ini menyeruak tak terkendali, terutama saat pilihan naik pesawat diambil, lantas suara lantang antagonis utama muncul. Bagus sih, akhir menggantung seperti ini memicu tanya penonton.
Rabu malam (05/11/21) pulang kerja, pasca futsal pertama saat pandemi yang melelahkan. Untuk The Last Night in Soho aku berlari-lari ke bioskop untuk mengejarnya. Pulang kerja habis magrib, cepat-cepat mandi dan gosok gigi, jam 19:00 tepat berangkat, rumeh ke bioskop sekitar 300 meter dan aku berlari mengejar Anya sebab ini hari pertama tayang Soho di Karawang, lima menit kemudian di depan loket, antri lama ada tiga cewek beli tiket bingung milih kursi, lalu pada iuran uang, lalu saling klaim aku aja yang bayar… hadeeeh… aku gegas dan bilang, “cepat…” Pada bersamaan lihat aku, aku tatap balik salah satunya, dengan napas masih ngos-ngosan. Dalam hati, ini Soho dah telat. Dan saat giliranku, jadwal tayang ternyata dirubah dong. Hah? Kok bisa? Ya, Soho tayang paling akhir sore hari, jadwal di web tak direvisi. Duh! Ditawari ada dua film yang masih tayang di malam akhir ini, The Medium horror Thailand yang menyeramkan, saabda Lee untuk skip maksimal. Dan film ini, yo wes kuambil… ketimbang balik badan, tanpa tahu film apa, kugegas ke dalam bioskop. Dan jadilan ini film kedua yang kutonton setelah bioskop kembali dibuka setelah Nussa.
Kisahnya tentang Joey (Taylor Russel) yang mengalami trauma dari pengalaman mematikan dalam gim sebelumnya (aku belum nonton Escape Room). Berkonsultasi sama psikiater, menjelaskan betapa pikiran itu mengganggu. Bagi palu, semua barang adalah paku. Dan saran mengikuti kode koordinat ke New York. Bersama sobatnya yang juga trauma, mereka berdua adalah pemenang gim sebelumnya, Ben Miller (Logan Miller) melakukan perjalanan darat. Dalam hotel, kita menyaksi adegan mimpi yang luar biasa seram.
Saat sampai di titik koordinat, tak menemukan apapun yang mungkin bisa jadi klu. Ya, ketakutan terbesar adalah apa yang mungkin ia temukan. Disapa seorang junkies, menawarkan bantuan yang malah berakhir dengan penjambretan. Kalung antah itu dibawa kabur. Dikejar dengan segenap tenaga, seru lihat kejar-kejaran di kota ramai, membayangkan pembuatannya yang harus mengantur orang-orang, pelarian itu hingga masuk dalam kereta subway, sang penjambret berhasil lolos. Justru mereka terjebak dalam kereta yang melaju. Rencana turun di stasiun terdekat dan balik, tapi tak sesederhana itu. Hufh… dalam gerbong yang sunyi, hanya terdiri empat penumpang lain, kereta melaju dengan aneh sebab gerbong terpisah otomatis, lantas rute dibelokkan. Saat kereta berhenti mendadak, semua terkunci, lantas tersadar bahwa mereka berenam kini kembali masuk dalam permainan mematikan Minos.
Mereka adalah para pemenang dari gim sebelumnya. Empat pemain terdiri atas: Joey dan Ben, Rachel (Holland Roden), Brianna (Indya Moore), Nathan (Thomas Cocquerel), dan Theo (Carlito Olivero). Melawan trauma, dipaksa kembali melakoni gim mematikan secara mendadak lagi, jelas pada tidak siap. Namun tak ada pilihan lain, mereka harus gerak, atau mati. Bekerja keras mencari petunjuk, sebab besi kini dialiri listrik. Klu ada di papan iklan, dari kesalahan eja/salah ketik di antaranya, dari susunan 26 huruf, dst-nya.
Ketebak, mereka berhasil lolos ke lubang terbuka di lantai gerbong, yang masuk ke dalam perangkap berikutnya, tapi tak komplit.
Begitulah, genre umum yang sudah banyak dibuat. Selepas gerbong, lanjut ke bank bawah tanah memecahkan teka-teki membentuk jalan ke lubang berikutnya, lalu ke pantai buatan dengan pasir hisap dan segala klu yang disebar, mercusuar yang mencipta tangga, langit berlubang, masuk ke perangkap berikutnya, sebuah kota terbuka yang disangka bebas, ternyata kota itu dirancang jua, terkotak dalam detik-detik hujan asam, dering telpon, hingga taksi yang menarik ke dalam ruangan, ruang sempit yang lantas dibakar, dst. Tak ada hal baru, tapi tetap mencipta ketegangan. Keseruan itu dilengkapi soundtrack bertalu-talu yang sungguh mendukung, sinar-sinar warna memenuhi layar, sampai akhirnya pada penerbangan yang sekali lagi; “Gim hanya berakhir, jika aku bilang berakhir.”
Yang perlu digarisbawahi adalah tak ada karya yang 100% unik, kalau ada maka karya itu tak akan dipahami sama sekali. Escape Room hanya melakukan metode ATM, Amati Tiru Modifikasi dari genre sejenis. Film fun, ketebak, biasa, standar gim bertahan hidup. Squid Game yang lagi hype saat ini misalkan, itu hanya modifikasi. Mungkin karena menontonnya di layar lebar, feel serunya dapat. Gelombang kengerian ditebar bermenit-menit. Tak bisa dilogika pula, bagaimana dengan mudahnya klu didapat dan teka-teki dipecahkan. Pernah doeloe aku masuk gim sejenis ini di sebuah mal di Kepala Gading beramai-ramai sama tim sekantor. Kita masuk ke kotak, diminta memecahkan teka-teki untuk maju ke kotak ruangan berikutnya, sebelum ruang itu ditutup dari langit-langit. Dengan gigi gigi palsu diturunkan perlahan. Ternyata kode Sudoku dan terpecahkan, lalu tebak kotak-kotak yang diputar dengan kode kunci kayak kunci brangkas dengan kombinasi angka, dst. Di ruang akhir kita tak bisa memecahkan sebab klu-nya berlapis. Padahal kita bertujuh, dan sejam waktu yang disediakan gagal. Lihat, kita dengan kepala dingin dan fun aja gagal. Ini Escape Room, kode-kodenya sulit lho. Atau mungkin karena taruhannya nyawa sehingga mendadak jago semua?
Ada satu karakter pendeta yang menurutku bagus. Mabuk karena stress. Si pendeta jauh lebih emosional daripada yang lain, maka tindakannya ‘menyelam’ patut diapresiasi. Ia menyayangi teman-teman barunya untuk selamat ketimbang nyawanya dan menyatakan dirinya sebagai inilah makna aku kembali ke turnamen. Hebat dan tampak heroik, pelaksanaan sesungguhnya pengorbanan tanpa pamrih. Tidak mau hidup seperti mangsa yang terluka.
Film pertama sukses besar secara finansial, dari bujet 9 juta dollar meraup 150 juta dollar. Ending film ini menggantung, maka hampir bisa dipastikan akan seri berikutnya. Selama cuan kurasa wajar dihajar terus. Escape Room mungkin berikutnya harus lebih rapi dalam meramu jebakan, atau lebih tertutup sehingga penonton terkejut, atau mematikan Joey kalau perlu, karena banyak penonton suka karakter utama mati. Makanya udah bagus Ben terjatuh, malah dibuat selamat. Fufufu…

Kadang manusia mujur, kadang orang sial, dan kadang kita sudah cukup senang jika bisa menunda kesialan. Sampai berapa kali Joey berhasil menundanya? Semoga cukup dua film. Selanjutnya, serahkan tongkat estafet ke tangan yang lebih macho. Mari kita tunggu…
Escape Room: Tournament of Champions | Year 2021 | USA | Directed by Adam Robitel | Screenplay Will Honley, Maria Melnik, Daniel Tuch | Cast Taylor Russell, Logan Miller, Deborah Ann Woll | Skor: 3.5/5
Karawang, 051121 – Jaz – Matamu