
“Aku sudah lelah dengan perang ini.”
Di tahun 1884 di Virginia, tiga tahun setelah perang saudara digaungkan. Di sebuah sekolah khusus perempuan tersebutlah satu kepala sekolah, satu guru, lima murid yang tenang semuanya perempuan, suatu hari terusik. Amy (Oona Laurence) salah satu murid bertemu Kopral McBurney (Colin Farrel) yang terluka dan terduduk di balik pohon, kala mencari jamur. Dengan niat menolong, sang kopral dibawa ke sekolah.
Sang kepala sekolah Miss Martha (Nicole Kidman) langsung melakukan operasi jahit di kaki yang terluka parah. Sempat menjadi perdebatan, sebab McBurney adalah pasukan Union yang notabene adalah musuh. Apakah tak seharusnya lapor ke pihak berwajib saja? Tidak, ini masalah kemanusiaan. Orang yang terluka harus diobati, ia diperbolahkan tinggal hingga lukanya pulih. Sekolah itu sepi sebab banyak muridnya pergi dan para budak kabur.
Guru Edwina (Kirsten Dunst) yang pesimis mulanya, tapi malah berjalannya waktu hatinya tertaut. Mereka menjalani hari-hari yang tenang, jauh dari perang yang sedang berkecamuk. Hari-hari pemulihan ini, dirasa menumbuhkan keterikatan. Ia tak sendirian, seorang murid juga tergoda Alicia (Elle Fanning) bersemu merah saat bersapa sang kopral. Malahan murid lainnya turut labil, mencoba mendapat perhatiaan. Yah, gmana lagi Sang kopral adalah satu-satunya pria di situ. Dan Betapa McBurney merasa beruntung menemukan mereka, sungguh berterima kasih pada Amy yang kala itu mencari jamur.
Lantas terjadilah tragedi, suatu malam dalam jamuan makan yang tenang dan meriah sebagai malam perpisahan sebab ia sudah pulih. Lilin-lilin dinyalakan, musik syahdu dimainkan, dan pesta keakraban dilakukan. Setelahnya sungguh menyesakkan, Edwina melihat hal yang tak disangka, dan McBurney terluka parah hingga harus diamputasi kakinya. Runyam, sedih, sekaligus memuakkan. Lantas dengan keadaan ini, sebagai tentara yang marah, sampai kapan berlangsung? Baiklah, saatnya Amy mencari jamur lagi.
Kisahnya sunyi, bersetting hanya di satu tempat. Di sekolah yang tampak seperti penginapan jadul itu segalanya berkutat. Satu setengah jam bergolak, antara berbuat seperti kewajiban sebagai warga yang baik, atau mengedepankan nurani. Namun memang sulit ditentang, kondisi yang memaksa eksekusi akhir itu. Film ini lebih dari separuhnya gelap, gambar-gambar samar di malam hari tanpa lampu (karena Thomas Edison masih meracik formula bola pijar), siang-pun lebih banyak nuansa redup. Pohon-pohon besar menaungi, geleyar udara hutan yang sejuk, ruang-ruang tanpa lilin, hingga hati yang hampa ditampilkan.
Dari satu sisi tema keterasingan juga melanda, lantas apa yang terjadi saat seorang pria malang yang kesepian bertemu wanita-wanita yang juga terkucil? Cinta atau di sini, nafsu diapungkan, dan mungkin terdengar naïf, apa yang dilakukan McBurney terlihat normal dan wajar, tapi yo kebablasan Cuk. Ingat ini kondisi perang, segalanya setiap saat bisa terenggut. Mereka membawa rahasia umum kepengecutan yang nyaris tak pernah dikendalikan, naluri untuk lari, diam, dan bersembunyi, dan inilah beban terberat dari semuanya, sebab mereka di persimpang jalan. Ragu dan tergugu.
Film ini potensi jatuh dalam kebosanan, terlalu lambat plotnya. Pelan sekali, apalagi konfliks batin tak gegas muncul, baru dua puluh menit akhir film ini menata bomnya, meletakkan hati-hati di atas meja, lantas meledakkannya di pesta makan malam. Lega, walau terlambat, setidaknya The Beguiled memberi ending yang bagus sekali. Ada perasaan rileks saat menyaksikan makan malam itu, ada keteraturan dan juga kepastian. Harusnya sudah dieksekusi pas dimula, yah lebih baik telat ketimbang menyesal.
Ketenangan yang menakjubkan itu berlalu di depan mata kita – seolah seluruh dunia sedang ditata ulang – dan walaupun kita sedang bertahan dalam perang, kita merasakan kedamaian yang amat sangat di gedung itu. Maka kondisi ini harus diperjuangkan. Saat McBurney marah akan kondisinya, sampai muak dan memaki wanita jalang di rumah jagal, ia seolah sedang memberi penjelasan pada hakim yang tak tampak. Ia membenci keadaan terbaru, yang sejatinya ia sendiri yang mencipta. Kamu dimaafkan, tapi kamu tetap harus dihukum.
Kehidupan sekarang adalah gabungan dari berbagai macam kemungkinan. Rentang masa yang disaji mendorong berbagai kemungkinan, umpamanya bagaimana kalau Edwina tak dijanjikan kata-kata manis ‘pulang’ ke Barat, bagaimana kalau McBurney tak marah atau mengancam dengan pistol kala kunci dibuka, bagaimana kalau Amy gagal menemukan jamur (lagi)? Segala pengandaian itu terjalin berkelindan di ujung cerita. Dan kisi-kisi The Beguiled bermain di tepinya, seolah sebuah permainan petak umpet aneh yang dilangsungkan di medan mimpi buruk.
Saat gerbang dibuka, dan McBurney ditempatkan di depannya kelegaan yang dinanti itu timbul, lantas kita terbangun. Walau agak shock, tapi sejujurnya itu sungguh melegakan, akhirnya…
Lihat, semua terduduk tenang. Tak ada perkataan, mereka hanya berbagi kesunyian.
The Beguiled | Year 2017 | USA | Directed by Sofia Capolla | Screenplay Albert Maltz, Grimes Grice | Based on novel Thomas Cullinan | Cast Colin Farrell, Nicole Kidman, Kirsten Dunst, Elle Fanning, Ooma Laurence, Angourie Rice, Addison Riecke | Skor: 3/5
Karawang, 021121 – VoB – The Enemy of Earth is You