
Jakarta Breaking Poetry by Foentry.com
Duduk diam tak menentu / Memikirkan waktu yang terus berjalan tak tentu / Dimana loudspreaker bersuara maaf selalu / Jajanan pasar biasanya segera keluar sebagai hidangan penyumbat malu / Kadang roti isi yang beredar sebagai peredam emosi penumpang yang / menggebu-gebu / Kadang juga nasi bungkus yang dibagikan sebagai alternative / pencegah demo yang lebih seru – Poetry #22: Maskapai Penerbangan Terhebat Sepanjang Sejarah Perjuangan Bangsa
Kumpulan puisi mbeling yang payah. Tampil beda tak selalu keren. Buku ini mencerita segala aktivitas dan kritik sosial di ibu kota, dibawakan dengan aneh dan nyeleneh dan dalam konotasi negatif. Entah maunya apa, puisi yang sudah kita ketahui itu memang agak sulit dimaknai, walaupun memang tak ada yang salah. Mau dirubah dengan gaya gaul, oh tidak. Puisi tuh ga gini bro. Sungguh buruk.
Identitas penulis dirahasiakan, seolah memang sudah malu sama karyanya. Lihat saja identitas bukunya, semua oleh Foentry, kecuali Joshua Santoso, dan bisa saja jangan-jangan dia sendiri yang bikin juga? Semua kerjaan diborong, dan itulah mengapa perlunya editing, proof reader, dst sehingga jika tulisan melenceng ada yang meluruskan. Ini Joshua hanya ditaruh dibagian ilustrasi. Esensi isi tulisan tak disentuh orang kedua/ketiga. Ambyar! Eka Kurniawan contohnya, bukunya diedit oleh orang lain, buku Seno Gumira Ajidarma editornya pernah orang yang masih fresh graduate, ga masalah asal dicek sama orang lain yang kompeten. Kalau tulisan gede-kecil sih memang sengaja, tapi editing kata baku saja beberapa kelewat: yang basic saja kata ‘silahkan’. Buku ini representasi sebuah karya yang tak enak dinikmati, mentah, lemah, dan boring sekali. Malah kayak Vicky Prasetyo yang terkenal suka belibet kata, di sini beneran dicetak, diedarkan, dan dijual. Kacau dari berbagai sisi.
Mau kritik sosial dan budaya, tapi jatuhnya malah penyampaian antah surantah.
Banyak sekali tulisan alay kombinasi angka dan huruf capital, ya ampun, merusak mata. Menjemukan gan, baca tulisan alay di sosmed saja rasanya muak, ini dalam buku ber-ISBN! Bukunya juga berwarna, blink-blink ala abege. Halamannya tampil beda, ditaruh di samping. Bukan di atas/bawah. Untuk penjelasan catatan kaki, tak semua di bawah, sebagian di halaman khusus belakang. Dan jujur sahaja, catatan kaki tuh tak banyak harusnya. Semakin banyak semakin kelihatan bego, yang berarti sang penulis gagal menyampaikan isi hati ke pembaca. Dan catatan kakinya basic banget pula. Contoh Dan Brown, ngapain dijelaskan ia adalah pengarang Da Vinci Code? Tak perlu, tak usah. Buasiiiic gan. Atau pas nyindir kasus korupsi yang sedang hype saat puisi dibuat, tak usah. Tak perlu seterang-terangnya. Atau menjelaskan kalau HI itu Hotel Indonesia. Duuh! Maksud hati mau kritik pengambil kebijakan pemerintah, malah penyair antah ini yang patut dihujat/kritik abis!
Mending nulis prosa saja, cerpen/novel yang narasinya panjang dan nyaman ketimbang berwujud puisi tapi bentuk dan penuturan bertele-tele. Ini sejenis curhat berparagraf-paragraf, dimodifikasi dalam bentuk puisi yang ada baitnya, ndelujur tak jelas. Mencerita kehidupan Jakarta, sayangnya berisi hal-hal yang unfaedah. Rerata malah menjelaskan betapa penulisnya berpikiran sempit. Seperti menjelaskan caddy golf, itu menjurus ke selakangan. Tak semua caddy seperti itu gan. Atau bercerita tentang kawin kontrak, cara menyampaikannya saja amburadul. Maksud hati nyinidr area Cisarua yang banyak orang Arabnya, malah bablas, bahkan ada lagi di puisi lain tentang nikah siri atau arisan sosialita tentang brondong. Dahlah! Kalau pameo, apa yang ditulis adalah bentuk pribadi penulisnya. Maka yah, begitulah sekiranya isi buku ini.
Yang lumayan ok paling ‘Muatan Kebijaksanaan Para Filsuf Buronan’. Di mana disinggung kata-kata yang tertera di belakang truk begitu aneh dan nyeleneh, nyelekiti sekaligus ada benarnya. Permainan kata yang disajikan memang unik dan menyenangkan di mata. Namun malah keseluruhan malah bahas pribadi rerata sopir truk yang kelelahan. “Biar penghasilan pas-pasan tapi istriku sehat dan juga gemuk / Apa ini saatnya aku cari perempuan lain yang lebih seksi dan mudaan, nduk?”
Atau ilustrasinya Ok-lah. Menggambar bagus itu sulit, sama sulitnya mencipta kata-kata bijak. Penggambaran tiap puisi terwakili. Cover-nya Ok, lukisan abtsrak tiap judul juga dibuat samar dan justru yang samar adalah bagian dari keindahan. Yah, masak aku baca buku puisi tapi yang kupuji gambarnya. Mending aku beli komik sekalian dah.
Dan ternyata feeling-ku bahwa ini terinpirasi Vicky Prasetyo terbukti. Di nomor 24 berjudul ‘Musik Kontraversi Hati Penderita Skizofrenia’ ada sub judul “Puisi Vickinisasi”. Ya ampun, pantas saja sudah terbaca memualkan. Ternyata rujukannya selebriti itu to. Kiss My Age! You damn twenty nine!
Keputusan aku membeli buku ini sebenarnya iseng sahaja. Pas kutanya ke grup WA grup Buku, taka da yang merespon. Lantas ku googling, hasilnya tak banyak. Hanya sejenis endorsement singkat, buruknya hal itu memicu rasa penasaran. Apa maksud puisi baru, apa terobosannya, apa yang mau dibikin nyeleneh/anti mainstream. Eh kek gini, ya ampun. Rasanya buang waktu saja. Rugi waktu, biaya, tenaga. Lantas kenapa tetap kuulas, ya semua buku baik yang menyenangkan atau yang busuk tetap kuulas, biar pembaca blog tahu seberapa rekomendasi sebuah karya. Dan jelas, Jakarta Breaking Poetry adalah sampah belaka. Nonsense. Skip keras!
Jakarta Breaking Poetry Series #1 | by Foentry.com | Copyright 2015 | Penerbit buku Foentry, April 2015 | CV. Foentry TSI | Editor Foentry.com | Desain cover Joshua Santoso | Layout & Ilustrasi Joshua Santoso | ISBN design Foentry.com | Distributor Foentry.com | ISBN 978-602-71-6300-3 | Skor: 1.5/5
Karawang, 261021 – Billie Holiday – Me My Self and I
Thx to Latifah Book, Yogya
Ping balik: 130 Buku Rentang Setahun | Lazione Budy
Ping balik: September2021 Baca | Lazione Budy