Le Bal Des Folles: Alangkah Hebatnya Mereka yang Berani Bermimpi, dan yang Berani Berbuat

“Orang mendatangiku dengan kepercayaan dan melimpahiku cinta setiap hari. Kubayangkan kau duduk dan membaca, tetapi aku tak biarkan kau memutuskan. Kita berjalan sebentar. Anginnya segar dan asin. Cakrawala begitu jauh. Kau bisa merasakan? Jiwa kita menari di laut dan rasa sakit kita pergi, berputar dan menghilang dalam awan.kita terus-menerus menari…” – Surat Eugene kepada Genevieve

Bagaimana mengelola cerita orang gila yang bisa melihat arwah? Dipadukan dengan klenik perempuan penyihir dan impian kabur dari kekangan, kisah digulirkan dengan tenang. Yang menonjol dalam Le Bal Des Folles justru iringan musiknya, skoring yang menyayat dengan gesek biola memadukan dari adegan pahit satu ke berikutnya. Ini kisah getir, ini cerita kehilangan anggota keluarga yang terpaksa dikirim ke rumah sakit jiwa, ini tentang merespon keadaan buruk. Dan saat muncul impian disertai rencana matang dan perbuatan baik, semua berkolaborasi, para perempuan itu mewujudkan harap: pesta menari para wanita gila di ujung kisah.

Kisahnya tentang Eugenie Clery (Lou de Laage), gadis ningrat yang memiliki masa depan cerah. Seorang cantik dan keras kepala, dua ciri yang biasanya selalu bertautan. Diperkenalkan dengan para bangsawan, ia memiliki kecenderungan bebas. Aturan kaku kalangan atas sering didobrak, itulah yang membuat orangtuanya marah, gampangnya bapaknya bilang, ‘Jaga sopan santunmu, Nak.’. Pembicaraan di meja makan dalam jamuan sering kali merupakan lobi, perbincangan sambil lalu saat pesta kebun dengan lingkaran pejabat adalah kekuatan nyata untuk diskusi bisnis yang pas. 

Grand-Mere Clery (Martine Chevallier), sebagai kakak yang baik sering kali menasehati. Namun emang dasarnya gitu, dalam perjalanan kereta kuda ke kelas debat, Eugenie nebeng kabur dari rumah demi ke perpustakaan kota, untuk baca buku dan merokok. Duh, rasanya meleleh hati abang lihat cewek cantik khusyu’ wal khudu’ baca buku. Ah hampir saja film ini menjadi ajang romantisme saat pria di seberang meja menghampiri, menyapa dengan kutipan puisi, mencoba mendekati. Namun Eugenie malah menjawab, ia tak memperhatikannya. Ia melihat bukunya. Maka ia dipinjami, judulnya The Book of Spirits. Mengagumkan, komentar kakaknya. Sampai sini kukira bakal jadi film cemen, di mana ia jatuh hati sama warga biasa, kakaknya mendukung, dan orangtua memaksa. Bukankah kisah-kisah zaman itu tipikal sejenis? Oh bukan, ini film tentang tarian orang gila.

Bergulirnya waktu, Eugenie sering melihat penampakan. Arwah-arwah orang yang sudah meninggal, menghampirinya, menyapa dan mengajak berdialog. Keadaan ini makin mencemaskan keluarga. Dan akhirnya terpaksa mengirimnya ke rumah sakit jiwa Paris. Semuda itu, secantik itu, segila itu.

Di sana ia mencoba beradaptasi, berkenalan dengan para pasien, mengakrabkan diri dengan para perawat. Dan dengan gamblang kita menyaksi proses pengobatan yang mengerikan. Salah satunya sember penuh air es, pasien dipaksa masuk telanjang, ditutup rapat hanya kepalanya menyembul, manyaksi dinginnya keadaan. Pengobatan karya Prof Charcot yang sungguh termasyur di kala itu.

Salah seorang perawat Genevieve Glaizes (Melanie Laurent) akhirnya memiliki tautan dengannya. Secara tiba-tiba ia melihat almarhum ibunya Gene, meminta segera pulang sebab ayahnya sakit, ada kecelakaan di dapur. Gene yang diambang percaya tak percaya, gegas pulang, berlari ngos-ngosan. Dan benar saja, ayahnya terluka. Keadaan yang sulit untuk dicerna akal sehat, saat bapaknya terbaring diobati dan diceritakan ke bapaknya, eh ia malah marah. Di era modern, sihir dan segala gaib sudah terasa urang. Hal-hal yang tak bisa dijangkau mata. Ini zaman kemajuan dengan obat dan logika. Nah, faktanya masih ada yang bisa melihat arwah ‘kan?

Akibat kejadian itu, tercipta hubungan baik. Maka saat Eugenie makin parah dan berulah, dikucilkan dalam ruang terpisah di gedung belakang, ada rasa simpati. Ada rasa ingin membantu, dan ketertarikan berkomunikasi dengan arwah ibunya dilanjutkan telaah. Bagaimana ia pernah menghuni rumah sakit yang sama, kamar yang sama, dan Gene juga yang merawatnya. Bagaimana koneksi itu terjalin dan saling melengkapi. Keinginan Eugenie untuk bebas, kabur akhirnya dibantu dalam sebuah pesta dansa dengan topeng dan segala gaya bak opera Phantom, berhasilkah? Musiknya yang berhasil menghibur.

Terasa dipanjang-panjangkan. Dua kali tertidur akibat plotnya yang terasa lambat dan kurang menarik. Akting gilanya juga tak natural, terlihat mereka hanya bergaya, mengikuti naskah. Yang juara memang skoringnya, kisah para orang gila yang mendamba kebebasan juga bukan barang baru. Hanya di sini terlihat klasik dan feminism sebab di era Victor Hugo akhir abad ke-19 dan yang bermasalah mentalnya adalah sekumpulan perempuan, cantik.

Ide untuk berwisata ke pesta dansa bagi orang gila, untuk merekam dan menyajikan keceriaan asli sekaligus kelembutan di tengah kepeningan keadaan– ini terdengar liar. Maka diciptalah adegan panas yang mengelabui, untuk memancing para penjaga dan perawat. Demi kebebasan, apa saja akan dilakukan. Pernah baca di mana sebuah pepatah yang bilang, “Kita bisa memiliki apa yang kita inginkan, tapi kita harus memperjuangkannya agar bisa menikmati dengan layak.” Sangat cocok untuk hikmah film ini.

Di tengah perjalanan hidup, ia terbangun di sebuah hutan lebat, mendapati bahwa hidupnya berjalan di jalur yang salah, dan memang selayaknya diluruskan. Kita semua memasuki hutan lebat itu dua kali. Sekali dalam hidup kita, dan kemudian sekali lagi ketika kita menoleh ke belakang melihat masa lalu. Puisi di akhir kisah di pantai yang tenang dan nyaman itu, tak kurang daripada pencariannya akan makna kebebasan. Alangkah hebatnya mereka yang berani bermimpi, dan yang berani berbuat. Oh betapa dahsyatnya puisi ini.

Le Bal Des Folles | Year 2021 | The Mad Woman’s Bal | based on novel Le Bal Des Folles  by Victoria Mas | France | Directed by Melanie Laurent | Screenplay Melanie Laurent , Julien Decoin, Christopher Deslandes | Cast Lou de Laage, Melanie Laurent, Emmanuelle Bercot | Skor: 3/5

Karawang, 200921 – Michael Fanks – Now That the Summer’s Here

Le Bal Des Folles tayang di TIFF dan tersedia streaming di Amazon Studio

Iklan

Satu komentar di “Le Bal Des Folles: Alangkah Hebatnya Mereka yang Berani Bermimpi, dan yang Berani Berbuat

  1. Ping balik: 101 Film yang Kutonton 2021 | Lazione Budy

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s