
“Terlihat seperti rumah.”
Mencintai dan membenci merupakan inti dari kehidupan itu sendiri. Dan keberlangsungan kehidupan itu adalah sarana, berikut semua berkat dan kepedihan. Mereka yang memiliki kodrat hidup normal menjalani selaras dengan masyarakat, mereka yang menyimpang dengan darah sebagai konsumsi adalah benalu keluarga. Untuk hidup ia mengambil kehidupan. Kematian seolah menjadi sebuah hadiah. Cerita para pembunuh yang membunuh untuk mengambil darahnya, dikonsumsi oleh adik mereka yang sakit dan gila. Mengerikan dan benar-benar sadis. Mencari korban, mengajaknya jalan, dibunuh, lantas darahnya diambil. Keluarga aneh dan kejam sekali. Bagaimana kalau pada akhirnya dibunuh adalah teman dekatnya? Tentu saja konflik batin diapungkan. Lantas sampai kapan keadaan ini akan berlangsung? Ini situasi abnormal, ini jelas melenceng kaidah kemanusiaan. Ini cerita untuk orang gila, darah dimana-mana, kriminal terjadi di sekitar kita.
Kisahnya tentang kegalauan Dwight (Patrick Fugit). Ia tampak ragu dalam melakukan kejahatan. Pembukanya, ia menghampiri gelandangan yang mengorek sampah di tengah malam, dengan mobilnya menawarkan bantuan, sebuah rumah singgah yang nyaman. Saat sampai di depan rumah, sang gelandangan kaget, karena rumah singgahnya bagus, dan sebelum menyadari keadaan, ia langsung dibunuh. Di rumah sudah menunggu kakaknya Jessie (Ingrid Sophie Schram) yang dengan sigap mengambil darah korban, lalu diberikan ke adik mereka Thomas (Owen Campbell) yang sakit keras. Mayat dikubur di belakang rumah. Pembuka yang sungguh mengerikan. Thomas menderita kelainan jiwa, kurus kering, mata cekung, memelas, dan haus darah. Ia adalah sejenis vampire, hanya bisa hidup dengan darah. Dalam satu kata, ia adalah: monster.
Jessie adalah karyawati sebuah rumah makan. Dalam rutinitas normal ia adalah perempuan biasa yang tersenyum pada pelanggan, memberikan pelayan sewajarnya. Masyarakat kebanyakan. Dwight berada di tengah-tengah keadaan, mau terus membantu monster berbentuk adik mereka atau kabur saja meninggalkan segala kegilaan ini. Jessie selalu menyemangati, ia terus berjuang dan sekaligus terus membunuh orang lain. Prinsipnya memang mereka mencari mangsa orang-orang yang dianggap penyakit masyarakat: gelandangan, pelacur, imigran gelap, orang-orang hopeless.
Belakangan kita ketahui bahwa ada hubungan istimewa antara Dwight dan calon korban, yang penjaja seks. Yang sering mendapat waktunya, sebagai teman tidur dan teman curhat. Bahkan ia merencanakan kabur sahaja, bersama pergi jauh ke pesisir pantai memulai hidup baru. Poster pantai sampai disimpan dan sering ditatap untuk menyatukan impian guna mewujud. Namun naas.
Jessie yang sudah mengamati sang PSK, akhirnya melaksanakan hajatnya. Kekasih singkat Dwight tersebut sudah jadi mayat, lihat betapa hidup begitu keras dan kejam. Nyawa hanya mainan, setiap saat orang jahat di sekitar bisa saja mengancam dan memutus kehidupan.
Kengerian monster ini menjadi berulang dan bertele, sampai kapan mereka akan menyupai adiknya dengan darah segar? Sampai kapan nurani mereka dihempaskan? Sampai akhirnya suatu sore, Thomas menyapa tetangga dan mengajaknya mampir. Melihat keanehan rumah dan perabot, menyaksi kekejaman, dan akhirnya hal-hal yang seharusnya selesai sedari mula, sampai juga di garis finish. Siapa yang betahhan?
Temanya agak absurd. Manusia mengkonsumsi darah manusia? Gila. Mungkin tata cara memilih korban bisa jadi misi membersihkan penyakit masyarakat. Masyarakat yang heterogen tentu segaris lurus dengan permasalahan yang ditemukan. Begitu pula penyakit masyarakat, di kota manapun akan selalu ada. Gelandangan bisa jadi masalah serius, persoalan mencerminkan problema sosial yang besar yang dapat ditemui dalam pergaulan hidup kota. Gelandangan adalah orang-orang yang kehidupannya mengembara dan tidak mempunyai tempat tinggal tertentu. Maka di sini jadi target utama.
Lalu tentang prostitusi. Pelacuran menurut Barners & Teeters merupakan penyakit sosial tertua yang terus ada dari masa ke masa. Di sini ada hukum permintaan dan penawaran yang didorong oleh faktor-faktor lingkungan sehingga terbentuk ‘pasar’. Pelacuran sulit diberantas, tapi harus ada usaha penanggulangan dalam arti sekurang-kurangnya menekan atau mengurangi meningkatnya jumlah. Ada di posisi kedua untuk dikedepankan.
Imigran gelap, di Negara manapun laju pertambahan penduduk kota menukik naik dengan tajam. Untuk mengurai kepadatan tersebut, salah satunya jelas kedatangan warga asing. Apalagi WNA yang akan menambah budaya baru. Berbagai solusi dicoba untuk menyaring dan mengembalikan ke daerah asal. Namun lihatlah, urbanisasi terus menjamur. Ada di posisi ketiga. Dst… bisa jadi My Heart tentang psikopat monster yang haus darah, tapi di sisi lain ada tujuan ‘mulia’. Memberantas penyakit masyarakat dengan jitu. Haha, ngeri ‘bukan?
Judul filmnya sendiri adalah sebuah video musikal dengan judul lagu “I am Controlled by Your Love” yang dibawakan Helene Smith, di mana ada lirik berbunyi seperti itu. Untuk menghilangkan penat, mereka berkaraoke dan lagu ini adalah lagi favorit bersama. Lihatlah, siapapun kalian, musik bisa jadi obat tenang yang mujarab. Setidaknya sementara waktu melupakan kegetiran.
Apa yang hendak kau perbuat, perbuatlah dengan segera. Sebenarnya tindakan Dwight sangat bisa kita maklumi. Sang imigran yang ditangkap, memelas untuk tetap bertahan hidup. Ia tak lantas membunuhnya, mengurungnya, memberi waktu dalam kebimbangan. Begitu pula saat ia mengutarkan niat kabur ke pesisir, jelas ada kemuakan di sana, impiannya hidup normal serasa sudah di ubun-ubun. Maka endingnya sudah sangat pas, dunia jungkir balik ini harus diakhiri. Suara debur ombak iru jelas terdengar merdu setelah satu setengah jam disuguhi kekerasan dan darah. Desir angin yang membelai Dwight turut serta meluar layar, menyejukkan penonton. Saya merasakan kedamaian pula.
Sungguh melelahkan jalan ceroboh menuju kehancuran, sungguh sepi rawa-rawa yang kita jalani. Desahan yang penuh penderitaan dan kehilangan.
My Heart Can’t Beat Unless You Tell It To | Year 2021 | USA | Directed by Jonathan Cuartas | Screenplay Jonathan Cuartas | Cast Patrick Fugit, Owen Campbell, Ingrid Sophie Schram | Skor: 4/5
Karawang, 210921 – Vour – Girl On The Ledge