Antites Spasial antara Dua Dunia Alam Abadi dan Dunia Sejarah


Jalan Udara by Boris Pasternak


“… Dari titik ini imajinasiku bermula. Ia mengusik dalam diriku. Trem berkuda datang dari sana, mereka mengganti kuda rupanya. Aku harus pergi dan melihat-lihat kota. Ah nostalgia! Aku harus mengalahkannya, melemahkannya, nostalgia bergeloraku, dengan sajak-sajak.”


Kalau ngomongin Boris Pasternak, pasti yang teringat pertama adalah Dr. Zhivago sebab berkat novel itulah ia mendapat nobel sastra 1958 yang memicu perdebatan. Tak heran buku itu disebut di sampul belakang karena memang menjual.


Jalan Udara adalah memoar, kumpulan kecil karyanya yang diterbitkan jauh sebelum namanya terkemuka. Gaya dan strukturnya kompleks, rumit, sangat mendayu, sastra banget. Untuk menjelaskan perjalanan lintas benua dengan kereta saja kita diajak jalan memutar, momen melihat plang Asia terasa menakjubkan. Itulah hebatnya, narasi dari kejadian biasa bila dituturkan dengan bagus jadi memikat.


Gaya puitis modern disebut-sebut, contoh kalimat yang mendayu: Udara setelah makan siang dicegat oleh embun beku abu-abu, langit semakin berongga dan menghilang; awan-awan yang bernapas yang terdengar dengan suara bersiul, dan mengalir menuju kegelapan musim dingin utara, jam-jam berlalu cepat merobek daun-daun terakhir dari pepohonan, memangkas rumput, menerobos celah-celah, membelah dada.


Itu hanya menjelaskan cuaca yang sejatinya sembari lalu bila dibincangkan. Terdiri atas empat cerita, walau disebutkan kumpulan cerpen, sejatinya dua cerita akhir nyambung jadi semacam novelet.

#1. Jalan Udara

Tentang Polivanov yang sendu. Ini tentang kehilangan, rentang kisahnya panjang dan menyedihkan. Arti jalan udara sendiri hanya sebersit pemikiran, bahwa para pemimpi melalangbuana dalam obrolan. Dan jalan udara itu setiap hari ada, seperti kereta api, datang pikiran-pikiran lugas seorang Leibknecht, Lenin, dan beberapa pemikiran lain yang sama besarnya.


Mereka tak henti-hentinya dilemparkan dari masa lalu ke masa depan, dari masa depan ke masa lalu, bagai pasir di sebuah jam pasir yang berulang kali dibolak-balik. Karena isyarat-isyarat mereka sering disalahpahami, sebagian dari mereka mulai melambai lebih kuat, lebih jengkel dan lebih sering, membuat isyarat bahwa mereka tidak memahami isyarat, bahwa mereka harus membatalkan, bahwa mereka harus kembali tapi terus melihat ke mana mereka melihat sebelumnya.


Hari merekah dalam badai tiba-tiba, tanpa jeda.

#2. Surat-surat dari Tula

Perhatikan dialog ini; “Apakah Anda datang dari sana?” / “Tidak, kami mau pergi ke sana.” Tula, tanggal 10. Surat-surat dalam kebimbangan, tanggal 11 datang, dan masih ragu apakah akan diposkan.


Alangkah sialnya terlahir sebagai seorang penyair! Betapa imajinasi menyiksamu! Matahari – dalam bir. Ia tenggelam dalam botol. Di sisi seberang meja ada seorang agrikulturis atau seorang semacam itu..” Robek aku berkeping-keping, robek aku aku berkeping-keping, makam, bakarlah jadi abu, bakar dengan menyala-nyala, terang benderang, yang terlupakan, yang marah, kata berapi-api ‘nurani’.


Sama seperti cerpen pertama, terbentang kesedihan lima belas tahun. Kali ini lebih panjang. Setelah jeda dua puluh lima tahun, dia mendengar di balik pemisah di sana suara riang dan terkasih: “Di rumah!”*
Akhirnya kereta berangkat menuju Eletz. Kekosongan diam ini bernyanyi di telinga laki-laki tua itu.


Masa Kanak-kanak Luvers


Di cerpen ini ada dua kisah yang berkesinambungan.

#3. Hari-hari yang Panjang

Tentang Luvers yang lahir dan tumbuh di Perm. Ayahnya direktur pertambangan Luniev dan memiliki klien besar di kalangan Chussovaya. Ini kisah tentang Luvers, di sini dipanggil Zhenia. Ia memberi jalan bagi keputusasaan tak putus-putus dan membingungkan.


Riwayat hidupnya yang dijelaskan dengan detail rutinitas. Hidup jarang memberitahukan apa yang tidak akan dilakukan terhadap mereka. Hidup terlalu mencintai keperluannya sendiri… Jika engkau memberi kepercayaan pada sebatang pohon untuk mengurus pertumbuhannya sendiri, pohon itu akan menjadi cabang semuanya atau hilang sepenuhnya ke akarnya atau menyia-nyiakan dirinya menjadi selembar daun, dan setelah menghasilkan satu hal dalam seribu, ia akan mulai mereproduksi satu hal itu seribu kali.


Tumbuh di keluarga berada, tapi kurang kasih sayang. Terlupakan sama sekali bahwa Zhenia tidak merasakan tidak pula memperhatikan panjangnya hari lain itu… Anak perempuan itu bahagia, sangat bahagia, dan tampak baginya bahwa hidup akan selalu seperti itu.


Sedangkan di bawah mereka berkeretak dan berlari sebuah terowongan berjelaga hitam, penuh gravitasi dan teror. Terowongan itu berlari, secepat kilat, hingga akhirnya di kejauhan ia ketakutan, gemetar dan meluncur di antara manik-manik berkedip-kedip sinyal yang jauh.


Ia les privat, dan dari sana kita diajak menelusur perkembangan psikologinya. Kota dan kenangan, kehidupan Rusia abad 20. Kota membilas mereka dalam air hujan, berkerumun dalam kelompok-kelompok hitam, berminyak seperti belatung. Disampaikan dengan narasi panjang nan berbelit. Awan besar itu sebuah negeri, suatu tempat dengan nama nyaring lagi merdu, dan berpegunungan, bergulung-gulung laksana badai menghambur ke lembah dengan batuan dan pasir, dan pohon-pohon hazel tidak melakukan apa-apa selain membisikkan itu; di sini, di sana dan jauh di sana, tidak ada yang lain.


Pengetahuan mengesankan meredup dan menghilang ke kejauhan. Seriozha di Ekaterinburg, Zhenia di Asia, ketika sekali lagi hal itu terjadi padanya, aneh dan dengan tenang. Butiran batu pualam putih bercengkerama riang di langit-langit. Maka perjalanan kereta yang panjang itu menjadi semacam perjalanan tamasya, asyik melihat pohon-pohon berkejaran, dan melintasi benua. Melihat pegunungan Ural.


Hidup tidak lagi menjadi perubahan –perubahan impulsif puitis, hidup meragi di sekitar dirinya seperti fabel yang keras dan berwarna jahat – sejauh hidup itu menjadi prosa dan diubah menjadi fakta.


Unsur-unsur yang meresap jauh di dalam dirinya, nyata, padat, ringan, dingin: seperti sendok timah yang lelah. Di sini, jauh di dalam, timah itu mulai meleleh dan menggumpal dan menyetu menjadi ide-ide.

#4. Orang Asing

Kali ini ia sudah tumbuh dewasa. Dan orang asing di sini bisa jadi kiasan, atau betulan. Kalau harfiahnya, adalah penjual buku yang pincang bernama Tsvetkov. Atau orang Cina, atau bahkan tetangga yang tak dikenalnya sebagai orang asing. Namun memang, banyak sekali penjelasan yang menggantung. Dia berdiri di sana ternganga seperti seseorang tersihir.


Memang untuk menikmati cerita dengan narasi seperti ini, ada baiknya ngalir sahaja. Kemiripan itu terletak dalam sesuatu yang diingat orang ketika mereka berbicara: kita semua fana, atau kita semua dipulas dengan kuas yang sama, atau takdir tidak menghormati kelahiran.


Dia tidak memperhatikan perubahan-perubahan dalam dirinya, tetapi bahkan jika dia memperhatikan perubahan-perubahan itu. Gadis mulai mengasihi semua yang berada di masa lalu atau masih dalam hari-hari yang belum lama berselang, ketika keluarga Negarat berada di tempat-tempat sangat jauh.


Dia berbicara dengan suar jelas dan datar, seolah dia menyusun percakapannya dengan suara, tetapi membentuk kata-katanya dari alphabet, dan dia mengucapkan semuanya termasuk aksen. Waktu merayap seperti dalam musim dingin. Waktu melapuk. Di halaman waktu menjadi mati rasa, membusuk. Di bawah jendela waktu bergegas, tersandung berlipat dua dan berlipat tiga kali lipat dalam sesuatu yang susah dikejar. Orang bisa kehilangan rasa pada pemikiran itu, begitu membingungkan kegetiran memabukkan dan kurang ajarnya, dan kekekalannya.


Organismenya tidak meledak terbakar, hatinya tidak mulai berdetak lemas dan jiwanya tidak menghantam pikirannya, karena dia berani mengenali sesuatu yang terpisah darinya, bukan dari bibirnya sendiri, tanpa memintanya izin.


Menemukan beberapa kata asing, saya ambil dua saja. Pertama Edema, apakah sebuah tempat? Lalu viaduk, pernah dengar atau sepintas baca dulu, sejenis waduk? Area liar hutan? Belum mbuka kamus. Hehe…


Roland Barthes memandang teks dari segi plaisir (kenikmatan karena mengerti yang dibaca) maupun jouissance (kenikmatan ekstatik kare efek-efek takterduga dari yang dibacanya) – termasuk misalnya jika pembaca terbosankan. Jalan Udara bisa saja masuk ke jenis kedua, bahasanya yang meliuk-liuk mungkin tampak membosankan, tapi kalau ditelaah lebih lanjut sejatinya ada sisi nikmatnya.


“Hari ini Dikkikh mengatakan sesuatu tentang ketidakberhinggaan.”


Jalan Udara | by Boris Pasternak | Diterjemahkan dari Safe Conduct, an Autobiography and Other Writings | Terbitan Signet Book, 1959 | Penerjemah Noor Cholis | Penyunting Tia Setiadi | Pemeriksa aksara Aris Rahman P. Putra | Tata letak sampul Hoo.k Studio | Tata isi Tania | Pracetak Kiki | Cetakan pertama, November 2019 | Penerbit Basa Basi | 152 hlmn; 14 x 20 cm | ISBN 978-623-7290-37-7 | Skor: 4/5


Karawang, 250821 – 010921 – Michael Franks – Time Together


Thx to Basa Basi Store