Narsisme #23

“Keagresifan sering hanya terungkap setelah diubah menjadi ide-ide kecemasan.”


Buku paling lemah karya Freud yang pernah kubaca. Sempat kontra dengan beberapa pendapatnya, lalu benar-benar tak sepakat. Bisa jadi beliau adalah orang hebat saat ngomongin psikologi tapi jelas terasa janggal berpendapat bahwa kekurangan alat kelamin perempuan menjadikan perempuan mengalami kecemburuan terhadap penis lelaki dan menyebabkan rasa rendah diri. Well, terdengar aneh dan tak masuk akal bukan?


Terbagi dalam tiga tulisan esai dengan tema dan sumber yang berlainan.
Oklah pembukanya keren, tentang narsisme yang membuncah, pendapat terkait megalomania masuk masuk, bawah sebuah estimasi berlebih terhadap kekuatan dari harapan dan tindakan mental mereka, ‘kemahaluasan pikiran’, sebuah keyakinan pada kekuatan tumaturgi dari kata-kata, dan sebuah teknik untuk berurusan dengan ‘sihir’ – dunia luar yang tampaknya menjadi aplikasi logis dari premis-premis muluk.


Bagian kedua terbaca umum, masalah melankolia atau kedukaan. Melankolia merupakan reaksi terhadap kehilangan nyata dari objek cinta, tapi lebih dari itu melankolia ditandai oleh determinan yang tidak ditemui pada aktivitas berduka yang normal, atau mengubah normal menjadi berduka yang patologis.


Bagian ketiga yang lemah, tak perlu berlebihan. Pendapat aneh alat kelamin tadi, untuk pendapat bahwa ibu seorang anak laki-laki adalah objek pertama dari cintanya, dan dia akan tetap demikian selama masa pembentukan kompleks Oedipus-nya dan sepanjang hidupnya, masih sah-sah saja.


Pengen rasanya saya menelaah dan memuntahkan kata-kata lebih panjang, tapi saat ini waktu terbatas dan ini akhir pekan, maka saya ketik ulang kutipan-kutipan yang terasa bagus per bagian sahaja. Enjoy it!

1. Narsisme: Sebuah Pengantar

Narsisme adalah ketika seseorang memperlakukan tubuhnya sendiri sebagaimana ia memperlakukan objek seksualnya, dan ini merupakan bagian dari perkembangan normal pada manusia sehingga tidak dianggap sebagai sesuatu abnormal, melainkan sebagai ‘pelengkap libidinal’ dalam usaha pelestarian diri.


Energi seksual (libido) hanya produk diferensiasi energi yang umumnya bekerja di pikiran. Namun pernyataan seperti ini tidak memiliki relevansi.


Argumen lain dari Jung, bahwa kita tidak dapat memperkirakan apakah penarikan kembali libido dari dalam dirinya sendiri cukup untuk menimbulkan hilangnya fungsi normal dari realitas. Dan juga Pada suatu sat yang sama, hal ini perlu diperimbangkan lebih lanjut. Bahwa introversi dari libido seksualitas mengarah ke kateksis dari ‘ego’ dan hal tersebut mungkin menjadi sesuatu yag menimbulkan akibat dari kehilangan realitas.


Megalomania akan berhubungan dengan penggunaan psikis dari sejumlah libido yang akan datang, sehingga menjadi penyeimbang dari introversi terhadap fantasi-fantasi yang ditemukan pada neurosis transferensi.


Kami berpendapat bahwa manusia pada awalnya memiliki dua objek seksual – dirinya sendiri dan wanita yang merawatnya – dan dengan melakukan itu kami bepostulat bahwa narsisme primer ada pada setiap orang, yang mungkin pada beberapa kasus memanifestasikan dirinya sendiri melalui cara yang mendominasi pilihan-objeknya.


Pesona seorang anak laki-laki terdapat pada luas jangkauan narsismenya, kepuasan terhadap dirinya sendiri, dan tidak mudahnya ditaklukkan.


Jika kita melihat sikap orangtua yang penuh kasih sayang terhadap anak-anak mereka, kita harus menyadari bahwa itu adalah kebangkitan dan reporduksi narsisme mereka sendiri yang sudah lama mereka tinggalkan.


Pada titik paling sensitif dalam sistem narsistik, yaitu keabadian ego (yang sangat sulit ditekan oleh kenyataan), rasa aman dicapai dengan berlindung kepada anak. Cinta orangtua – yang begitu mengharukan tetapi pada dasarnya begitu kekanak-kanakan – tidak lain adalah narsisme orangtua yang dilahirkan kembali dan diubah menjadi cinta-objek; hal ini mengungkapkan sifatnya awal yang akurat.


Represi dihasilkan dari ego, kita bisa mengatakannya dengan lebih tepat bahwa represi dihasilkan dari harga diri ego. Kesan-kesan, pengalaman-pengalaman, impuls-impuls, dan hasrat-hasrat serupa yang diperturutkan oleh seseorang atau setidaknya bekerja secara sadar, akan ditolak dengan kejengkelan luar biasa dari orang lain, atau bahkan dipadamkan sebelum mereka memasuki kesadaran.


Secara alami, kita dituntun untuk menguji hubungan antara pembentukan suatu ideal dan sublimasi. Sublimasi merupakan suatu proses berkenaan dengan libido-objek dan terdiri dari arahan insting itu sendiri untuk menuju ke suatu sasaran selain – dan jauh dari – kepuasan seksual.


Identifikasi terhadap agen ini memungkinankan kita untuk memahami apa yang disebut dengan ‘delusi sedang diperhatikan’ atau lebih tepatnya, diamati, yang merupakan gejala-gejala yang mencolok pada penyakit paranoid dan yang memungkinkan sebagai penyakit terisolasi, yang diselingi dengan neurotis transferensi.


Herbert Silberer bilang ‘fenomena fungsional’, pada kondisi antara tidur dan bangun dapat kita amati langsung penerjemahan pikiran-pikiran menjadi gambar visual, tetapi dalam keadaan ini kita sering kali memiliki representasi, bukan dari isi pemikiran tetapi dari kondisi aktual (keinginan, kelelahan, dll).


Mayoritas dari perempuan yang mengalami hysteria tergolong sebagai perempuan menarik dan bahkan cantik.

2. Berduka dan Melankolia (1917[1915])

Ketika penyebab langsungnya berbeda, seseorang dapat mengenali bahwa ada jenis kehilangan yang lebih ideal.
Presentasi ini dicipta dari impresi tunggal yang tidak terhitung jumlahnya (atau jejak mereka yang tidak disadari), dan penarikan kembali libido ini bukanlah suatu proses yang dapat dicapai dalam sesaat, tetapi tentunya seperti dalam berduka, perbembangannya berlarut dan bertahap.


Sistem bawah sadar yaitu area di mana memori merekam segala sesuatu (berlawan dengan kateksi-kateksi).

3. Femininitas (bukan typo, memang aslinya tertulis femininity – dengan ‘ni’ dua)

Seperti yang Anda lihat, ketika seseorang mulai membuat alasan-alasan, pada akhirnya semua itu tak terhindarkan, semua dikarenakan takdir.


Dalam psikologis, terbiasa menggunakan kata ‘feminim’ atau ‘maskulin’ sebagai kualitas mental, dan dengan cara yang sama mentransfer gagasan biseksualitas ke dalam kehidupan mental.


Psikologi pun tidak dalam menyelesaikan teka-teki kewanitaan. Penjelasannya pasti dari tempat lain, dan tidak akan datang sebelum kita mempelajari bagaimana secara umum terjadinya diferensasi organisme hidup tersebut menjadi dua jenis kelamin.


Anak-anak perempuan lebih cerdas dan lebih lincah daripada anak-anak laki-laki di usia yang sama, mereka lebih banyak pergi untuk bertemu dengan dunia luar dan pada saat yang sama membentuk kateksis-objek yang lebih kuat. Namun, perbedaan ini dapat dikalahkan oleh variasi-variasi individu.


Kecenderungan yang kuat terhadap agresivitas selalu hadir di satu sisi cinta yang kuat, dan semakin besar cinta si anak terhadap objeknya, semakin sensitif si anak dengan kekecewaan dan frustasi terhadap objek tersebut.
Masturbasi merupakan agen eksekutif seksualitas infantil dari perkembangan yang salah di mana mereka benar-benar menderita.


Kepasifan sekarang berada di atas angin, dan keberpalingan anak perempuan itu terhadap ayahnya tercapai terutama dengan bantuan impuls instingual pasif.
Kehidupan seksual didominasi oleh polaritas maskulin-feminim.


Sikap malu yang dianggap sebagai karakteristik terbaik feminism, walau cenderung berkenaan dengan masalah kebiasaan, memiliki fungsi sebagai penyembunyi defisiensi genital.


Tuntutan akan keadilan merupakan modifikasi dari kecemburuan dan menegaskan suatu kondisi yang berkaitan dengan hal yang dapat mengesampingkan kecemburuan.


Buku kecil ini bukannya tidak bagus, hanya saja ekspektasiku yang terlalu tinggi. Apalagi saya sudah baca beberapa karyanya, terakhir tentang Peradaban malah dapat skor sempurna. Keren mambuncah. Makanya setelah di puncak ya turun, nyatanya ekspetasi berlebih ini tak terpenuhi. Masih ada dua buku Freud lagi di rak, termasuk biografinya yang tebak banget, semangat!


Narsisme | by Sigmund Freud | Copyright 2020 | Terjamahan dari berbagai sumber | Penerjemah Sasti Gotama | Penyunting Tia Setiadi | Perancang sampul Fitriana Hadi | Penata letak Agus Teriyana | xii + 118 hlm.; 13 x 19 cm | Cetakan pertama, Agustus 2020 | ISBN 978-623-7624-18-9 | Penerbit Circa | Skor: 3.5/5


Karawang, 230721 – Padi – Sesuatu yang Indah

30HariMenulis #ReviewBuku #23 #Juli2021

Aku & Film India Melawan Dunia (Buku 1) #22

Aku & Film India Melawan Dunia (Buku I) #22


Saya ingat dengan baik film Bollywood pertama yang saya tonton di televisi (baca TPI). Berjudul Teeja (1990) dan dibintangi oleh Sanjay Dutt…”


Beginilah rasanya membaca sesuatu yang asing, susah tune in. Dari semua nama aktor yang disampaikan tak lebih dari lima orang saja yang kukenal, dari seluruh film yang terbaca paling banyak delapan sembilan yang pernah dengar, yang sudah nonton tak lebih dari lima. Lantas kenapa saya memasuki dunia asing ini? Tentu saja nama besar Mahfud Ikhwan, ia mencintai film-film India, mencipta dua seri karenanya, sebagian besar dari blog pribadinya. Walau asing, bahasa penyajian terasa nyaman dan rona-rona klik akhirnya terasa karena sudah sebagian besar karyanya kunikmati.


Satu hal yang selalu ku-amin-kan, adalah pemilihan kata ‘saya’ ketimbang ‘aku’, sama seperti saya. Semua curhatan saya memakai ‘saya’. Dari sejarah bahasa Indonesia sejatinya sama saja, tapi bagiku lebih pas, lebih enak, dan kurasa terasa sopan. Walau seperti yang pernah saya tulis, kata ‘saya’ berasal dari kata ‘sahaya’ (budak). Anehnya, judulnya malah pakai kata ‘Aku’. Duh!


Seperti biasa, Cak Mahfud banyak menyampaikan banyak hiperbolis di mana bagian-bagian yang mungkin bagi kita sederhana menjadi wow. Seperti perburuan film, mencipta subtitle, menemukan teman sehobi, menemukan tempat untuk ‘berdakwah’ seluk beluk film favorit, sampai hal-hal nyeleneh detail aktor pujaan, yang bagi kita yang tak akrab sama dunia Bollywood tampang mereka tampak sama. Fans BTS ngamuk!

1. Dushman Duniya Ka

Pembukanya sederhana hanya satu lembar seolah menjadi peringatan sebab ada kalimat, “Seperti film porno, film India disukai sekaligus tidak diakui, dikonsumsi tapi dianggap terlalu kotor untuk dibincangkan, ditonton sendirian kemudian dihinakan di depan banyak orang.


Lebai? Ya. Kasar? Ya. Perumpamaan yang ngawur? Bisa jadi, sebab memang ada benarnya walaupun tak keseluruhan. Judulnya sendiri sangat tinggi mengandaikannya, ‘Sang musuh semesta’. Selalu ada pengecualian ‘kan, apalagi era sekarang. Film India banyak yang tak hingar-bingar, merenung dalam pencarian makna hidup. Dua film dua tahun lalu Section 357 dan The Photograph bahkan masuk ke dalam 14-best-film-of-the-year ku.

2. Thank You, India (Movies)!

Ini catatan yang dahsyat, menyatakan cinta dan efek film yang lebih besar sebab film India adalah karunia. Saya kutip sebagian paragraf pembukanya, “…Jika kepala saya adalah sebuah lemari penyimpan, film India adalah salah satu harta yang tak akan pernah saya buang, sesuatu apa pun. Dan tak ada satu pun hal yang bisa mengambil dari saya. Tidak rasa snob, tidak juga intelektualitas, lebih-lebih pseudo-intelektualitas.” Terdengar ngeri ga? Hehe

Sherina Munaf Dan Segala Kegilaan Yang Tercipta
Ada tiga alasan utama kenapa film-film ini terasa unik: sulit di dapat, memperkaya, menjadi istimewa. Well, Sherina Munaf pasca Petualangan Sherina juga gitu. Sampai akhirnya iklan Simpati, Panasonic, Advance, dll membuatnya sering tampil di TV.

3. Musik India dan Lingkar Dada Inong Melinda

Nah ini, Cak Mahfud merasa mendapat teman senasib, sependapat, seirama, pokoknya klop suka film India hingga seoalh sudah satu frekuensi. Mahasiswa filsafat yang kepergok dengar dan nikmati lagu India dari radio.

Bagaimana bisa kamu tidak menyukai musik yang lahir dari perabadan tertinggi dan tertua di dunia?” Mustofa


Waktu Briptu Norman ngetop, memang sempat mengangkat lagi film-film (dan lagu-lagu) India, tapi yah itu sesaat, seperti meteor yang cemerlang lalu menghilang.

4. Minggir! Inspektur Vijay Telah Kembali!

Satu dari tujuh hal yang selalu ada dalam India adalah tokoh bernama Inspektur Vijay dan Tuan Takur.” – On the spot, Trans 7.


Betul juga ya, orang awam menyebutnya ‘Polisi India’ bagi orang yang akan membantu tapi terlambat, kasus sudah ditutup, dan ia datang saat segalanya sudah beres. Hal agak mengejutkan adalah, Cak Mahfud membenci Kuch Kuch Hota Hai yang terkenal itu. Apakah terlalu mainstream? Apakah terlalu umum? See, ia bahkan juga membenci aktor paling terkenal era 90-an hingga kini, Shah Rukh Khan, Sang Raja Khan. Kenapa? Vijay adalah koentji.

5. Nana dan Saya

Saya sudah menyukainya bahkan sebelum tahu namanya.” Haha, jadi ingat lagu Savage Garden, ‘I Knew I Loved You’. Namun tak seperti itu, ini tentang cinta pada pandangan pertama di tahun 1997 di layar RCTI ia melihat sosok istimewa. Ini lebih seperti ulasan film-film yang dibintangi Nana, di mana pujaan itu menjadi kesan mendalam. Nama aktornya Nana Patekar.


Bukankah hal yang sama terjadi padaku akan Sherina yang muncul di tv kala hujan petir akhir tahun 90-an ia tersenyum manis di lagu ‘Kembali Ke Sekolah’? Cinta memang aneh, kawan.

6. Nonton India: Perjuangan Tak Berkesudahan

Lebih-lebih untuk seseorang yang mendaku dirinya memiliki kewajiban profetis untuk mendakwahkan film India. Tapi, saya bersyukur pernah melakukan kegilaan kecil yang menyenangkan ini.”


Ini sejarah bagaimana film India memasuki jiwanya. Curhat terselubung, proses berkesinambungan menjadikannya obsesi, lalu candu, dan terendam dalam tak bisa dilepas. Ah, seperti itulah masa-masa indah (sederhananya masa muda). Sejenis sejarah film India muncul di TV, zaman itu hiburan tak semelimpah sekarang, film India setahuku juga diulang-ulang, tapi pada puncaknya tahun 90-an, semua stasiun TV pada berlomba menayangkan. RCTI, TPI, TVRI, terdengar jadul bukan? Dan begitulah, perjuangan menikmatinya tapi tak sesederhana itu.
Apalagi anak santri, di hari Jumat sudah siap sedia di Masjid di jam 11, padahal film India lagi menuju eksekusi ending penting. Terpangkas saat lagi seru-serunya. Jangan lupa, nama Ida Laila disebut dengan lagu favorit, “Khayalan Masa Lalu.”

7. India dalam Film India: Amatan Sekilas Seorang Penonton Indonesia

Ini air kencing asli India […], kau tidak membutuhkan uang, kedudukan atau massa untuk mendapatkannya. Kau hanya butuh keberanian. Dan Cuma itulah yang kumiliki…”Sameer Khan dalam Halla Bol (2008)


Sejarah film India, dari awal mula hingga populer merakyat. Dari Dadasaheb Phalke, Aku memutuskan memantabkan industri film ini dengan fondasi yang kukuh untuk menyediakan lapangan kerja bagi seniman-karyawan sepertiku…”


Dari sini saya tahu, film India memang dimaksudkan menyampaikan budaya dan sosial India. Ah, lagu Peterpan yang itu…

8. Tentang Mumbai Noir

Ngomongin genre sejatinya gampang-gampang susah. Sama seperti kita semua, semuanya mudah bergeser. Saat ini suka fantasi, dulu suka horror, lain waktu mencinta drama, suatu ketika terkejang-kejang sama action lebai. Lalu film jenis apakah Mumbai Noir ini?

9. Shah Rukh Khan Si Bajingan

Seolah menjawab bab 4 yang ‘mempermasalahkan’ Kuch Kuch Hota Hai, kalimat pembukanya adalah, “Siapa bilang saya tak suka Shah Rukh Khan? Seperti penggemar film India, tentu saja saya menyukainya. Ya, saya tak bisa menolak untuk menyukainya. Terutama saat ia menjadi bajingan.”


Nah ‘kan, kontra dan ada tapinya. Mirip Tom Cruise yang teramat jarang jadi tokoh antagonis, sampai-sampai film aneh Collateral saat ia jadi penjahat tampak sangat istimewa. Dan bab ini didedikasikan khusus untuk sang Raja Khan, saat ia melakoni tokoh Cruise yang langka itu.

10. Aamir Khan dan Kisah-Kisah Tiruan

Kisah-kisah dalam film India yang banyak menjiplak gaya film luar, referensi utama jelas Hollywood. Kaya akan jenis dan macam sinema, tak otomatis merajai box office. Mengedepankan kuantitas ketimbang produk bermutu malah menjadi film-film ini masuk sungai yang luas, lalu tersekat dan terpilah sendiri ke selokan-selokan kepala kita.


Cak Mahfud mendaku bahwa kesukaan pada film India menjadikannya keuntungan, salah satunya ia tahu Akele Hum Akele Tum yang mengekor Kramer vs. Kramer, ia menepuk sekali, dua lalat terjerebab. Atau Ghulam yang menjiplak On The Waterfront, dan tentu saja Mann yang merupakan copyan An Affair to Remember. Yah, begitulah dunia, yang lebih buruk dari imitasi adalah cinta yang membabi buta.


Dunia penuh dengan hingar bingar berita, dijejalkan dari berbagai sudut dan sumber. Memilih hobi, memilih pujaan, memilih tempat berlabuh dengan segenap hati adalah kewajaran. Bahkan dalam psikologi, manusia itu harus punya hobi, kalau belum tahu harus cari sebab hobi bisa jadi adalah pelarian dari kepenatan hidup yang berfungsi sebagai filter masalah, terurai dan terendam dengan sendirinya oleh waktu. Sah-sah saja Cak Mahfud ‘berdakwah’ dengan menggempur para pembacanya dengan film-film India. Bukankah, saya pernah mabuk Sherina hingga tak bisa membedakan mana apel mana pir? Aku dan Obsesi Sherina Melawan Dunia (Buku I).


Aku & Film India Melawan Dunia (Buku I) | by Mahfud Ikhwan | Copyright 2017 | Penyunting Prima Sulistya | Desainer sampul Azka Maula & Eka PoCer | Penata letak Azka Maula | Foto sampul menggunakan poster film Billu (2009) | vii + 150 hlm., 13 x 19 cm | ISBN 978-602-1318-47-8 | Penerbit EA Books | ISBN 978-602-1318-47-8 | Skor: 4/5


Karawang, 220721 – Pulp Fiction (1994) Ost.

30HariMenulis #ReviewBuku #22 #Juli2021