
“Kau dalam membayangkan betapa hati menjadi ringan sesudah kita mengakui kesalahan, sesudah meminta maaf, bila hati sudah bersih, kita bisa memulai kehidupan dengan pasa segar.”
===Juni2018===
Ya Tuhan, kasihinilah, berbelaskasihanlah kepada laki-laki dan perempuan gila! Oh Sang Pencipta! Mungkinkah ada monster di mataNya, Dialah satu-satunya yang mengetahui mengapa ada makhluk yang menakutkan itu, bagaimana mereka diwujudkan, dan bagaimana mereka semenstinya tidak diwujudkan… – Charles Baudelaire
Buku yang update, dicetak Oktober, kutimang di Gremedia Karawang November – sempat kurencana masuk ke best 100 novel, tapi malah kebeli Desember 2017. Selesai baca akhir tahun, dan memang baru sempat kuulas serta rencana dimasukkan dalam review bulan Juni ini. (2017)
===Juli 2021===
Buku ini kubaca ulang saat isoman, kuselesaikan dalam tiga hari, akan kuulas lengkap sekalian sebagai buku yang menjadi tautan momentum #30HariMenulis #ReviewBuku. Here we go…
Ini kisah tentang arsurditas kehidupan. Nyanyian yang lebih dari sekadar nyanyian adalah keluhan panjang penuh kebahagiaan yang meluncur dari mulut seorang perempuan yang diinginkan. Pecobaan pembunuah yang dilakukan Therese kepada suaminya.
Kita hanya akan menderita akibat kesalahan yang kita lakukan. Kisah pilu seorang istri sakit yang bimbang dan merasakan tak bahagia dalam keluarga. Dibuka dengan proses pengadilan yang aneh, di mana semua pihak akhirnya sepakat menarik tuntutan, menyimpulkan kebebasan. Therese Desqueyroux sedang menuju Argelouse, ia dinyatakan bebas berkat ‘bantuan’ dari suaminya yang notabene adalah korban. Kesaksian palsunya telah menyelamatkan istrinya. Wajahnya memancarkan kepedihan mendalam, memantulkan luka kalbu. Therese didaku melakukan percobaan pembunuhan terhadap Bernard, suaminya dengan memberi racun pada makanan yang disajikan. Seorang tunangan dapat dengan mudah dikelabui, tetapi seorang suami? Chloroform 30 gram, Achonitin granula no.20, Digitalin sol 20 gram. Awalnya sungguh meyakinkan, dokter yang merawat Bernard juga yakin 100%, apotek tempat racun dibeli juga meyakinkan, resep yang diberi dan obat yang dibeli tak sesuai. Segalanya mengarah sang istri bersalah, lantas muncul kesaksian yang membereskan semuanya. Bernard tidak terbata-bata lagi, kalimatnya sudah dipersiapkan dengan sempurna. Demi menjaga mertabat keluarga, aku bersedia berbohong kepada pengadilan negaraku. Tuhan nanti yang akan menghakimiku.
Lalu masa lalu diungkap, bagaimana Therese sepakat menikah dengan Bernard karena ia ingin menjadi dekat dengan Anne de la Trave, sahabat karibnya yang menjadi adik ipar. Therese adalah wanita cerdas, hobi baca buku, teman diskusi yang asyik, tapi sungguh pasif dan pendiam sebab seolah memiliki dunianya sendiri. Orang yang paling polos tidak pernah tahu bahwa sebenarnya mereka terlibat dalam segala peristiwa yang terjadi setiap hari, setiap malam, apa yang tumbuh sebagai racun di dalam dirinya sejak kanak-kanak.
Selama ini apa yang dikira kedamaian, sebenarnya hanyalah rasa kantuk sesaat, kehampaan yang menggelitik seperti reptil di dadanya.
Anne de la Trave sering bercerita kepada kakak iparnya tentang asmara. Salah satu yang terdekat adalah Jean Azevedo, tapi ditentang keluarga. Kekhawatiran keturunan Yahudi, atau lebih pasnya kurang kaya sehingga kesejahteraan kurang terjamin. Therese sendiri seolah ikut saja, sampai suatu ketika secara tak sengaja mereka bertemu di ladang, di sebuah gubuk yang mengakibatkan ia berpikir ulang hidup ini. Panas yang menyengat bagaikan logam yang meleleh tiba-tiba menerpa, berkobar seperti api yang membakar kayu kering. Penderitaan sesungguhnya tak terobati oleh penyesalan; sakit hati dan rasa gembira lahir dari kegembiraan yang polos. Kebenaran sesungguhnya hanya pada masa muda yang masih murni dan topan badai ganas pun dapat dibendung.
Ternyata Jean sangat cerdas, berhasil mengimbanginya. Jelas ia menemukan lawan sepadan, jelas Therese terpesona. Diskusi sambil jalan, ngobrol ngalur ngidul itu mencipta kenang, dan bukan menjadi yang terakhir. Saat itu ia sedang hamil Anne. Ia membandingkan suaminya yang pasif. Tak bernyali dan tak satu frekuensi.
Ia memang sakit, dan niatnya mencampurkan racun di makanan suaminya sungguh terdengar gila. Untungnya tak sampai mati. Sampai akhirnya adegan sampai di bagian pembuka tersebut. Dia terpenjara dalam kenikmatannya sendiri seperti anak babi manis dan gemuk, alangkah lucunya melihat mereka di balik terali.
Namun kebebasan itu menuntut konsekuensi berat. Terpidana kesunyian abadi.
Kisah klasik dengan komunikasi terbatas. Naik kereta api dengan uap mengepul. Naik kereta kuda dengan geretak kaki kuda di jalan terjal. Membaca koran. Berkirim surat. Keterbatasan yang justru sungguh menyenangkan dikenang. Sebuah surat tidak mampu mengungkapkan sepenuhnya perasaan kita yang sebenarnya, dibanding dengan yang harus kita disampaikan, dengan harapan tulisan kita dapat akan dibaca dengan senang hati.
Therese mungkin bukan perempuan tercantik di kampung itu, tapi jelas ia menarik dan tampak hebat. Kisah pilu ini seolah sungguh kontradiksi. Perempuan yang tampak bingung malam hari itu adalah yang dahulu tampak begitu cemerlang selama musim panas di Argelouse.
Bahasanya sungguh sastra, mendayu-dayu memikat menyenangkan. Untuk menjelaskan perjalanan saja bisa sangat panjang dan detail. Padahal buku ini sejatinya sangat sederhana plotnya. Mudah diikuti dan sungguh gamblang tak ada kejutan. Semuanya clear. Itulah kehebatan mengolah kata, dari kisah yang biasa menjelma brilian.
Lihat salah satu pemaparan narasi ini, enak sekali. Sunyi menyerap seluruh rumah, kokoh seperti menjadi satu dengan massa hutan yang lebat sehingga tidak satupun tanda kehidupan tampak atau terdengar kecuali sekali-sekali suara burung hantu yang berbunyi uhu uhu… Hutan tak membuatku takut, begitu juga kegelapan. Hutan dan kegelapan sudah mengenalku, kami sudah saling mengenal.
Therese demam malam itu dan pikirannya, anehnya menjadi jernih secara tak terduga. Kita menjadi Therese sebab sudut pandang diambil darinya. Turut frustasi dan ragu. Seandainya dia percaya pada Tuhan, ketakutan adalah tahap awal menuju kebijaksanaan. Beberapa tetes air mata kepedihan meleleh, dia menangis, dia yang tak pernah menangis.
Keluarga memang segalanya. Hidup bersama orang-orang terkasih dalam damai. Harapan saling mencinta dan menjaga. “Kaulah milikku satu-satunya di dalam kehidupanku, dan pada kali berikutnya: ‘Cinta kita adalah satu-satunya peganganku pada saat ini’”
Garis besarnya. Therese dibebaskan, masa lalu menyeruak. Cintanya yang polos, menikah dengan pemuda kaya nan materialistis. Tidak ada yang lebih berharga dalam hidup ini selain memiliki tanah, kata suaminya. Kegilaan hutan pinus. Dengan bertambah dekatnya ajal, bertambah kuat pula secara menakjubkan cintanya pada tanah perkebunan, berburu, mobil, makan dan minum; singkatnya pada kehidupan. Tidakkah pernah terlintas pada pikiranmu bahwa kehidupan orang semacam kita sebenarnya sama dengan kematian itu sendiri? Lalu ia muak dan berniat membunuhnya dengan racun yang dicampur makanan/minuman. Tertangkap tangan, diadili. Bebas, nyambung adegan awal. Dihukum keluarga di kamar tak boleh keluar, keluar hanya saat kebaktian di Minggu pagi seolah keluarga harmonis. Lalu eksekusi ending memberi harapan besar. Selesai.
Aku berbahagia dan menderita karena dia, dan senang bahwa dia bersedih sebagai tanda cintanya padaku. “Kita harus melampaui batas itu, harus dapat membebaskan diri dari keangkuhan lahiriah untuk menemukan Tuhan.”
Penyakit yang paling ditakuti dalam keluarga kita, bukanlah yang paling dirahasiakan? Keluarga kita tidak pernah mau mengingatnya dan mereka yang mengingatnya akan selalu menutupinya, mengubur dalam-dalam cacat mereka, tanpa cerita dari pembantu, kita tidak akan pernah tahu hal itu… Kadang dengkurannya pun menjadi rintihan kecemasan.
Kebimbangan selalu menyelingkupi kehidupan manusia dan itu wajar sebab memang banyak sekali hal tak pasti di masa depan. Therese sendiri sempat holpess. “Betapa tak bergunanya hidupku, kosong, kesepian. Nasib yang tak kuketahui kapan berakhir.” Bukan hanya karena faktor internal, faktor Bernard juga makin menambah kekesalan. Sebuah kecupan, pikirnya, pasti menghentikan waktu yang sedang berjalan; dan dia membayangkan bahwa dalam bercinta ada detik-detik yang tak terbatas. “Ia melihat bintang-bintang di langit itu, mendengar lonceng berdentang…”
Di dunia sensasi yang asing ini. Di dunia sensasi yang asing ini. Apakah kematian itu? tak ada yang tahu apa itu kematian. “Di sini masih ada pikiran yang tidak beres.”
Therese Desqueyroux | by Francois Charles Mauriac | diterjemahkan dari Therese Desqueyroux | KPG 59 17 01409 | Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia | cetakan pertama, Oktober 2017 | Penerjamah Sumarwati Kramadibbrata Poli | Penyunting Rahayu Surtiati Hidayat, Ade Pristie Wahyo | Perancang sampul Leopold Adi Surya | Penataletak Landi A. Handiwiko | x + 142 hlm.; 14 x 21 cm | ISBN 978-602-424-682-2 | Skor: 5/5
Karawang, 100618 – Brian Adams – Right Here Waiting For You – 100721 – Bee Gess – If I Can’t Have You
Acara #30HariMenulis #ReviewBuku bulan Juni 2021 gagal memenuhi targetnya sebab saya sakit. Terhenti di hari ke-9. Tiba-tiba kemarin terbesit lanjut, beda bulan. Di tanggal 10 Juli ini ajalah biar klik, yo wes Therese menjadi buku penyambung itu. thx.
Ping balik: Juni2021 Baca | Lazione Budy
Ping balik: 130 Buku Rentang Setahun | Lazione Budy
Ping balik: Dawuk – Mahfud Ikhwan | Lazione Budy