
Jay: “Mereka orang-orang jahat. Mereka pasti menderita.”
Dunia pembunuh bayaran dan ruang lingkup keluarga yang tersaji. Pribadi-pribadi aneh yang menjadi tangan panjang Izroil ini menerima order membunuh, tak peduli siapa nama yang muncul, tugasnya adalah membunuh dengan rapi meninggalkan jejak seminimal mungkin, lalu menjalani lain hari dengan keluarga dengan senormal mungkin. Dunia kriminal tersanding keharmonisan bersosialisasi. Imut nan sadis.
Jika masa silam berakibat tak menentu pada masa kini, tak usahlah terlalu merenungi masa lalu. Dan, jika masa kini hanya berakibat kecil saja bagi masa depan, tak perlulah terlalu membebani tindakan saat ini. Setiap tindakan adalah salah satu pulau dalam waktu, yang harus dinilai terpisah. Dunia koma seketika, saat topeng itu dibuka.
Kisahnya tentang Jay (Neil Maskell), seorang kepala keluarga yang freak. Maklum ia mantan tentara yang menjelma seorang assassin. Memiliki istri pirang yang aduhai Shel (MyAnna Buring), yang support dia apapun itu. Dan seorang anak Sam (Harry Simpson) yang menggemaskan. Partner membunuhnya adalah Gal (Michael Smiley) adalah yang masih lajang. Ia masih menikmati kesendirian. Lebih kalem, dan berpikir realistis.
Nah siang itu keluarga Jay melakukan jamuan makan, Gal yang membawa pacar barunya yang montok Fiona (Emma Fryer) yang tampak mencurigakan. Acaranya sampai malam dan Gal mabuk berat. Fiona yang lebih banyak diam ternyata melakukan hal-hal aneh, salah satunya mengambil cermin, membaliknya dan memberi tanda segitiga dan garis melintang. Tanda yang ada di awal film. Ada adegan Jay marah besar sampai membuat meja makan berantakan. Ia memang pribadi labil, emosian. Namun malam itu tetap berakhir dengan senyuman untuk semuanya, sampai bercanda kupesankan taksi sebab kamu mabuk.
Sampai di sini belum ada tanda-tanda kriminal. Sempat kukira ‘kill’ di sini sekadar kiasan. Sampai akhirnya mereka janji temu di hotel sama sang pemesan, karakter tanpa nama The Client (Struan Rodger). Dalam pertemuan, di akhir setelah kesepakatan tercapai, Sang Klien menggores telapak tangan Jay, lalu ia pun melakukan hal sama kepada tangannya, sebagai sumpah profesi menaruh darahnya di kertas kontrak. Gila juga nih, ujarku. Ini adalah order terakhir, ini adalah aksi pamit.
Daftar itu lalu dijalankan. Pembunuhan pertama dilakukan, dengan bab tertulis ‘The Priest’. Mereka mengamati keadaan gereja, menanti kebaktian selesai, lantas masuk ke sana. Melakukan tugas dengan cepat dan terarah. Anehnya sang Pendeta malah bilang terima kasih dengan senyum sebelum dieksekusi. Mayatnya dimasukkan karung dan dibakar.
Korban kedua adalah ‘The Librarian’, ini lebih sadis sebab sang pustakawan memiliki rahasia gelap. Ia adalah pembuat video porno. Setelah ditangkap dan diinterogasi, sang Pustakawan melontarkan kalimat ‘Gal tak kan tahu siapa kamu’ kepada Jay yang membuatnya marah, disiksa dan dibunuh dengan keji juga nih kakek-kakek. Daya didih amarah Jay memang mengerikan, sudah tersulut dan meluap ledak seketika. Bukan hanya itu, ia bahkan lalu membunuh para crew pencipta film dalam adegan berdarah dan menyeramkan.
Sebelum melanjutkan aksi bunuh dalam daftar, Jay ke dokter untuk memeriksa tangannya agar tak infeksi dan makin parah. Dari sinilah muncul kalimat bijak, ‘masa lalu untuk dilupakan masa depan belum datang, tapi apa yang kita lakukan saat inilah momennya’. Terasa melelahkan menjalani kehidupan penuh kekerasan ini. Esoknya ia mendapat teror, kucingnya tewas dicincang dan digantung di depan pintu. Merasa sudah tak aman, Jay meminta istri dan anaknya untuk sementara pindah ke tempat lain.
Target ketiga dan terakhir adalah ‘MP‘. Sebelum menjalankan mereka bertemu Sang Klien yang seolah mengultimatum. Lantas kenapa? Formasi baru. Selama bermenit-menit kita memang disuguhi banyak sekali keabsuditas kata dan tindakan. Sang Klien ini jelas punya kuasa dan uang, tapi tetap saja setiap muncul di layar tampak horor.
Malam itu mereka meneropong rumah MP dari hutan, rencananya esok mereka beraksi. Ceritanya mereka berkemah, berburu kelinci, dan saat istirahat tidur mereka mendapati keganjilan. Mereka melihat rombongan manusia-manusia berjalan dengan membawa obor, sebagian telanjang, sebagian berpakai ala kadar, seorang wanita diikat seolah tahanan. Dan selama perjalanan yang aneh itu, mencipta rasa penasaran membuncah. Lalu benar saja, wanita itu dihukum gantung ditimpali tempik sorak kerumuhan.
Jay yang muak dan kesal langsung menembaki mereka, Gal sempat mencoba melarang tapi terlambat. Maka malam itu menjadi kisah sebaliknya, Jay dan Gal diburu. Dikejar pasukan antah yang tak segan membunuh, tak takut mati, membawa senjata tajam, dan banyak. Busyet, mengerikan sekali. Masuk ke lorong, sembunyi, tiap kali ketemu ditembaki, namun seolah musuh bertambah. Dan yang dikhawatirkan terjadi, satu terjatuh. Satu lagi selamat melewati malam, tapi pada akhirnya berakhir tragis. Sangat tragis sebab apa yang paling kita kasihi malah menjadi yang paling terlukai, hati ini luluh lantak.
Plotnya seolah memang surealis. Tampak sudah berantakan di mula, orang-orang ini bermasalah dan memiliki trauma perang. Jalan kekerasan yang diambil bisa jadi konsekuensi lanjut bahwa dengan membunuhlah saya bisa hidup. Jiwa mereka walaupun sudah menua masih labil, emosi amarah mudah tersulut terutama Jay, ia memiliki kehidupan yang tampak normal tapi jelas kehidupan gandanya tak normal.
Kejutan di ujung film bisa jadi memuat amarah penonton, tapi saya sudah curiga saat duel dan bertopeng dimulai. Ingat, twist sejenis ini pernah kita dapat di sebuah film yang memproduksi film porno lantas eksekusi akhir juga disajikan mirip. Topeng, dan orang terkasih. Namun tetap saja bikin kesal. Pengen maki-maki. Untuk sampai di adegan itu butuh perjuangan dan kesabaran, manusia memang suka sekali dikejutkan, bahkan kejutan yang mencipta kzl berlarut semacam ini. Paradoksial yang disengaja. Mereka mencintai satu sama lain, namun tanpa pengampunan. Hiks, waktu tak bisa ditarik beberapa detik saja sebelum pembunuhan. Masa terus berkelindan tanpa bisa dikoreksi.
Di tengah gempuran hiburan di era digital ini. Kisah-kisah istimewa akan mendapat tempat di hati penikmatnya. Kill List jelas akan dikenang berpuluh-puluh tahun lagi gara-gara endingnya. Ya, kita harus akui twist menjadi semacam barang kerajinan yang pantas dijunjung tinggi. Sudahlah, jangan mempertanya banyak hal janggal. Duduk dan nikmatilah. Tidak diberitahukan kepada kita dalam bahasa apa Tuhan berbicara pada Adam. Tidak juga diperdengarkan alasan Jay memakan bangkai dengan gaya di halaman rumah. Dengan bertepuk tangan, Sang Klien, Fiona, dan semua yang menjadi saksi maut itu, alangkah dunia ini adil. Kesalahan pun dapat menimbulkan efek samping yang menarik. Dan dengan begitu pemecahannya dirasa dilakukan secara brilian.
Mari kita mengagumi twist Kill List, tetapi tidak memercayainya.
Kill List | Year 2011 | Directed by Ben Wheatley | Screenplay Ben Wheatley, Amy Jump | Cast Neil Maskell, MyAnna Buring, Harry Simpson, Michael Smiley, Emma Fryer | Skor: 4/5
Karawang, 090721 – Netral – Putih
Thx recomended Bung Handa
Ping balik: 101 Film yang Kutonton 2021 | Lazione Budy