#30HariMenulis #ReviewBuku #9 #Juni2021
“Keindahan, kebersihan, dan keteraturan jelas menduduki posisi istimewa di antara syarat-syarat yang dibutuhkan peradaban.”
Keren. Keren adalah kata pertama yang kuucapkan ketika di tengah baca menikmati teori-teori ini. Di akhir merasa ada ganjalan, pemaknaan hidup yang luas dan fakta-fakta yang disodorkan memang mencipta bimbang. Freud memang hebat kala memainkan pikiran, dan Civilization and Its Discontents jelas sukses besar mencipta riak kegelisahan.
Karena speechless, saya ketik ulang saja banyak kutipan. Lebih bijak memang baca sendiri, menyimpannya di rak yang akan bisa diakses ulang di hari berikutnya, tapi setidaknya saya mengetik ulang kutipan yang laik dibagikan di blog ini. Terima kasih telah menerjemahkan dengan apik buku ini. salute!
Dalam Tafsir Mimpi yang terbit November 1899, bahwa semua mimpi pada dasarnya adalah pemenuhan harapan, menguraikan panjang lebar tentang tipu daya batin yang mewujudkan maksud-maksudnya ke dalam bentuk-bentuk drama aneh yang diingat si mimpi ketika terjaga
Jiwa terbagi dalam tiga bagian yang berbeda tetapi saling memengaruhi: Id (menguasai seluruh daerah bawah sadar dari jiwa, memuat rangsangan, dorongan, dan materi-materi masa lalu yang ditekan); Ego (sebagian adalah berupa kesadaran, berisi mekanisme-mekanisme pertahanan diri, serta kemampuan untuk menghitung, berpikir, dan merencanakan); Super-ego (juga hanya sebagian yang berupa kesadaran, memuat hati nurani, di luar itu, perasaan bawah sadar tentang rasa bersalah).
“Kita memperoleh kesan dari anak-anak peradaban bahwa konstruksi bendungan-bendungan ini adalah produk edukasi, dan tak diragukan lagi bahwa pendidikan sangat menentukan hal tersebut. Namun dalam realitasnya, pembangunan bendungan ini dideterminasi secara organis dan ditentukan oleh faktor hereditas, dan ia bisa muncul tanpa dorongan sedikit pun dari faktor edukasi.”
Mustahil manusia melarikan diri dari kesan bahwa manusia terbiasa memakai ukuran patokan-patokan palsu, manusia mengejar kekuasaan, kesuksesan, dan kesejahteraan, mengaguminya ketika hal-hal itu ada pada orang lain, dan meremehkan apa yang menjadi nilai sejati dari kehidupan.
Fenomena pelupaan yang kita kenal sekarang adalah pertanda bahwa dari adanya kerusakan dari jejak ingatan kita yaitu proses penghapusan memori kemudian cenderung mengambil sudut pandang kebalikannya. Sesuatu yang pernah terbentuk tidak akan pernah mati.
Betapa masih jauhnya kita untuk menguasai karakteristik alam mental dengan melukiskannya dalam term-term bergambar.
Hanya di alam pikiran dimungkinkan terjadinya pelestarian atau pengawetan segala bentuk dan taraf perkembangan di usia awal, berbanding dengan bentuk-bentuk akhirnya, dan bahwa kita tak akan mampu melukiskan fenomena ini dalam term bergambar.
Sebuah perasaan hanya bisa menjadi sumber energi jika ia sendiri adalah bentuk pengungakapan dari kebutuhan yang kuat.
Kehidupan sebagaimana kita tahu adalah terlalu berat bagi kita, ia terlalu banyak membawa penderitaan, kekecewaan, tugas-tugas yang sulit, yang hampir mustahil. Untuk memikulnya, kita tidak bisa membuangnya melalui ukuran-ukuran yang bersifat meringankan. “Kita tidak dapat melakukan tanpa membangun atau membuat alat-alat bantu.” Kata Theodore Fontane. Setidaknya ada tua jenis ukuran semacam itu: pembelokan sangat kuat, yang menyebabkan kita menganggap enteng penderitaan tersebut; dan substansi-substansi yang memabukkan, yang membuat kita tidak mengindahkan penderitaan.
Pertanyaan tentang tujuan hidup manusia telah teramat sering diangkat; namun belum pernah memperoleh jawaban yang memuaskan, dan mungkin bahkan tidak memiliki jawaban yang memuaskan. Jika memang kehidupan ini tak memiliki tujuan, maka ia telah kehilangan semua nilai di dalamnya. Tak seorang pun bicara tujuan hidup para binatang, kecuali mungkin jika hal itu dianggap bermanfaat bagi manusia. Hanya agama yang bisa menjawab pertanyaan ini, gagasan tentang kehidupan yang memiliki tujuan ini jauh dan bangkit dalam sistem keagamaan.
Apa yang ingin mereka inginkan dari kehidupan dan ingin mereka capai di dalamnya? Jawaban atas hal ini hampir tidak meragukan. mereka berjuang keras mencari kebahagiaan, mereka ingin bahagia dan tetap bahagia. Jadi apa yang menentukan tujuan hidup semata-mata adalah program atau rencana dari prinsip kesenangan.
Apa yang kita sebut bahagia, dalam pengertian paling tegasnya, datang dari pemuasan kebutuhan-kebutuhan (lebih dikuasai yang datang tiba-tiba) yang telah dibendung hingga mencapai kadar tertingginya, dan dari sifat dasarnya, hanya mungkin muncul sebagai fenomena episodik, temporer. Ketika jangka waktu kejadian suatu situasi yang dikehendaki prinsip kesenangan diperpanjang, ia hanya akan menghasilkan suatu perasaan kepuasan hati yang ringan. Dengan demikian, kemungkinan kebahagiaan kita sudah dibatasi oleh konstitusi kita sendiri. Ketidakbahagiaan jauh lebih mudah dialami. Kita terancam penderitaan dari tiga arah: dari tubuh kita sendiri, yang ditakdirkan rusak dan membusuk, dan bahkan tanda-tanda peringatan itu pun selalu berupa rasa sakit dan kegelisahan; dari dunia luar, yang mungkin melanda kita dengan kekuatan merusak yang berlimpah dan tanpa ampun; dan terakhir dari hubungan kita dengan manusia lain. Penderitaan dari sumber terakhir ini yang mungkin paling menyakitkan. Kita cenderung melihat sebagai poin tambahan yang tak teralasan, meskipun ia tak kalah hebatnya dibanding penderitaan yang muncul drai sumber lain.
Untuk melawan dunia luar yang menakutkan, kita hanya bisa mempertahankan diri melalui semacam keberpalingan darinya, jika kita bermaksud menuntaskan tugas ini sendirian. Semua penderitaan tak lain adalah sensasi, ia ada hanya sepanjang kita merasakannya, dan kita hanya merasakannya sebagai konsekuensi dari cara-cara tertentu dalam mengatur organ-organ kita.
Metode kimiawi, substansi yang memabukkan.
Kita dapat berharap terbebas dari sebagian penderitaan kita dengan memengaruhi impuls-impuls nalurinya. Jenis pertahanan ini tidak lagi membidik alat-alat indrawi, ia berusaha menguasai sumber-sumber internal dari kebutuhan kita. Bentuk ekstremnya, seperti orang-orang bijak dari Timur dan dipraktikkannya yoga. Hal ini berhasil dengan mematikan subjek juga menghentikan segala aktivitas. Ia telah mengorbankan kehidupannya, dan memalui jalur yang lain, sekali lagi dia hanya telah mencapai kebahagiaan dari rasa tenang, tenteram.
Daerah di mana ilusi-ilusi itu muncul adalah alam imajinasi, pada saat sensasi realitas sedang bekerja, daerah ini sengaja dibebaskan dari tuntutan-tuntutan pengujian realitas dan diasingkan demi pemenuhan harapan-harapan yang sulit dicapai. Di atas antar-manusia pemuasan-pemuasan memalui fantasi ini, berdiri di antaranya kenikmatan atas karya seni – suatu kenikmatan yang (memalui perantara seniman) dapat dicapai bahkan oleh mereka-mereka yang tidak memiliki daya cipta, tidak kreatif.8
Kita dapat mencoba mencipta ulang dunia, untuk membangun dunia lain di mana sifat-sifat dan ciri-ciri buruknya dihilangkan dan diganti dengan hal lain yang bersesuaian dengan harapan dan keinginan kita sendiri. Namun siapa pun (dalam keputusasaan) yang bermaksud mencapai kebahagiaan melalui jalur ini, biasanya tidak akan memeroleh apapun. Realitas terlalu kuat baginya.
Sumber kesenangan dalam penderitaan adalah sebuah kapatuhan mutlak.
Keteraturan adalah sejenis keharusan untuk terus diulang-ulang, ketika sebuah aturan telah ditetapkan sekali dan untuk selamanya, menentukan kapan, di mana, dan bagaimana sesuatu harus dilakukan, sehingga dalam setiap keadaan kita tidak ragu-ragu dan bimbang. Manfaat keteraturan adalah tidak pernah merasa diragukan lagi.
Kekuatan segala motif aktivitas umat manusia berjalan menuju pertemuan dua tujuan yaitu keperluan dan kesenangan. Pada kenyataannya, manusia-manusia primitif berada dalam keadaan lebih baik ketika mereka tidak mengetahui batasan-batasan naluri.
Schillr, pujangga-filsuf berkata bahwa rasa lapar dan cinta adalah hal-hal yang menggetarkan dunia.
Kata hati (atau lebih tepatnya, kegelisahan yang kemudian menjadi kata hati) adalah benar-benar penyebab penolakan naluri, sehingga kemudian hubungan itu dibalik.
Harga yang mesti dibayar demi kemajuan peradaban kita adalah hilangnya kebahagiaan melalui pemuncakan rasa bersalah. Perasaan bersalah pada dasarnya adalah variasi topografi dari kecemasan, pada fase sebelumnya ia bersesuaian sepenuhnya dari rasa takut dari super-ego.*
Setiap bentuk rasa frustasi, setiap akibat dari kepuasan naluriah yang dihalangi, atau yang mungkin diakibatkan, adalah berada dalam pemuncakan rasa bersalah.
Dari beberapa buku Sigmund Freud yang sudah kubaca ini jelas yang terbaik. Bisa jadi karena kualitas terjemahannya yang keren pemilihan diksi pas dengan tempo yang pas pula, bisa pula memang dasar bukunya bagus. Terlihat buku ini benar-benar penjelasan meluap-luap sempurna. Bahasan psikoanalis yang tertata nyaman dan patut dikaji ulang.
Dikerjakan di tahun 1929, dan memang bisa jadi karya terbaik beliau. Buku ikhtiar brilian dari pandangan-pandangan tentang budaya melalui sudut psikoanalis. Terbit tahun 1930, dekade terakhir Freud hidup di dunia, jelas pemikirannya sudah sangat matang. Buku-buku Freud berikutnya hanya masalah waktu untuk dibaca dan diulas. Semangat!
Dan akhirnya, apa bagusnya panjang umur bagi kita jika tetap saja sulit dan langka kegembiraan, jika begitu penuh penuh penderitaan sehingga kita hanya bisa menerima kematian sebagai pelepasan semua itu?
Peradaban dan Kekecewaan-Kekecewaan by Sigmund Freud | Diterjemahkan dari judul asli Civilization and Its Discontents, New York | Norton & Company, 2000 | Penerjemah April Danarto | Penyunting Subrur R. Soenardi | Penyelaras akhir Dipa Samaran | Rancang isi Werdiantoro | Rancang sampul Sukutangan | Cetakan I, 2020 | ISBN 978-602-5868-32-0 | xxxiv + 118 Hlm; 14 x 20 cm | Penerbit Immortal Publishing dan Octopus | Skor: 5/5
Karawang, 150521 – 090621 – Dinah Washington – Mad about the Boy
Thx to Handa Lesmana