Cocktail for Three #26

Cocktail for Three by Madelaie Wickham

Dan sekarang kukira sebaiknya memilih koktail lagi, hidup ini memang sulit.”

Tentang tiga sahabat yang bekerja di majalah Londoner rutin menghabiskan malam di Manhattan Bar, kafe yang menyajikan koktail terlezat di kota London dengan jazz dan keriuhan pengunjung. Ngumpul sebulan sekali apapun aktivitas dan kesibukan yang mendera, menyempatkan waktu bergosip dan blak-blakan dengan konco kental. Roxanne: glamor, percaya diri, memiliki kekasih gelap dan berharap pria itu akan meninggalkan sang istri dan menikah dengannya. Maggie: ambisius dan mumpuni dalam pekerjaan, hingga menemukan satu hal yang tak dapat diatasinya, menjadi ibu. Candice: polos, baik hati, jujur hingga suatu ketika hantu masa lalu muncul mengacaukan hidupnya.

Kisah dibuka di kafe koktail, ngumpul lalu memesan minuman, bergosip. Tak kusangka mereka bertiga akan ngumpul lagi di buku ini setelah lebih dari separo buku, dan berakhir kacau dan tak ada lagi sampai akhir, jadi setting kafe hanya dua kali awal dan tengah. Oh judulnya kenapa Klub Koktail! Adegan tengah di kafe itu rumit, karena seharusnya hanya bertiga, malah ngajak Heather yang tampak congak. Ia membuat Maggie lamban berpikir dan lanjut usia; wanita berpakaian lusuh di antara gadis-gadis glamor. Malam ini, seorang pelayan yang dikenali oleh Candice disapa, teman sekolah yang ternyata punya tautan masalah. Heather adalah putri dari orang yang dirugikan almarhum ayah Candice. Merasa turut bersalah, dan mencoba memperbaiki masalah lalu, ia memberi kontak dan peluang untuk bergabung ke tempat kerjanya. Memperbaiki status sosial. “Aku berusaha menebus kesalahan. Aku berusaha membantu…”

Pertama, Maggie Phillips seorang Pemimpin redaksi Londoner, menikah dengan pria kaya raya yang tinggal di pinggiran kota dengan tanah melimpah ruah, rumah bak istana bernama The Pine, kini menjadi Mrs Drakeford. Cewek asli Derbyshire yang seharusnya sangat bersyukur kini finansial bukanlah masalah. Ini adalah kehamilan pertama, ibu mertua Paddy yang seolah sering merecoki membuatnya kesal. Giles, sang suami seorang bisnisman yang sibuk luar biasa, sehingga perhatian ke keluarga terasa kurang. Maggie cuti lahiran, jadi selama ia off tugas di kantor dikerjakan oleh Justin. Dan ia adalah mantan kekasih Candice. Kekaguman semuanya mulai pudar saat ia menyaksikan Justin dari jarak dekat. Mungkin terasa ada dendam dengan sang mantan, tapi enggak. Ini lebih penegakan integritas yang salah sasaran tembak.

Proses persalinan berjalan lancar, Lucia lahir tanpa banyak kendala. Hanya penyakit kuning yang mengharuskannya bertahan lebih lama di rumah sakit. Seharunya bagian Maggie tak terlalu berat konflik yang disodorkan. Kaya, tampan, keluarga sempurna. Ya baik-baik saja, semua baik-baik saja.

Kedua, Miss Roxanne Miller yang aneh. Pekerja peliput laporan yang sering keluar kota, penulis lepas reguler. Punya banyak potensi bahagia. Bahkan saat sedang di Cyprus, di sebuah hotel mewah mendapat peluang karier dan ehemmm… kekasih orang kaya pula, Nico. Godaan itu separo iseng belaka – dan separo timbul dari kebutuahn murni untuk menyadarkan Ralph bahwa Roxanne memilih bersamanya, bahwa ia tidak tinggal bukan karena ia tidak ada pilihan. Sayangnya ia justru malah terjebak dengan status pelakor! Menjadi kekasih gelap, seorang bos. Teman-teman menyebut Mr X sebagai Pria Menikah yang misterius.

Di tengah bagian kita tahu siapa bos yang dimaksud, ternyata adalah Tuan Ralph yang memiliki keluarga yang tampak harmonis, dengan Cynthia istri yang cantik, ketiga anaknya, di mana yang ragil masih kecil. Keluarga yang tampak ideal, justru Roxanne masuk ke dalamnya. Perselingkuhan yang membawa konsekuensi panjang. Nantinya Tuan Ralph sakit kanker, meninggal dunia dalam beberapa minggu. “Anggaplah dalam waktu satu tahun kau dapat melakukan sesuatu. Apa saja, apa yang akan kau lakukan.” Kita akan ditinggal berduaan menikmati matahari terbenam yang sangat indah. Khayalan sambil lalu yang berbuntut warisan melimpah. Sementara Roxanne yang patah hati justru sedang di Lyon, menghabiskan hari-hari sedih dan tahu kematian kekasihnya di atas pesawat yang melaju ke Nairobi. Hari-hari berlalu bagaikan buritan manik-manik di seutas tali, ia merasa tak bersemangat.

Segala kejengkelan itu sirna, ketika sang almarhum mewariskan rumah mewahnya seharga sejuta Pound itu ke selingkuhannya. Neil Cooper dari firma Strawson and co. Tentu saja akan menggemparkan keluarga inti, tapi fakta ini membuka mata Roxanne bahwa ia bukan sekadar pengisi waktu bosan, ia ada di hati Ralph. Ralph telah tiada, dan hidupnya seperti kehilangan tujuan, awalnya tapi yang berlalu biarlah berlalu, masa depan lebih penting.

Ketiga, si polos Candice Brewin yang mencoba memperbaiki masa lalu dengan membantu Heather Trewaley masuk kerja ke Majalah Londoner. Ia seorang diri menanggung seluruh beban kenangan itu. Membantunya menulis artikel berkelas tentang jalanan macet London, membantu mengerjakan banyak hal, bahkan menjadikannya teman satu atap. Benaknya seperti ikan di buritan kapal, menggelepar-gelepar panik, berusaha mengerti.

Hal-hal yang ia lakukan dengan suka rela dan penuh kebaikan ini hancur lebur di akhir ketika, Candice dimanfaatkan. Tagihan palsu pribadi menjadi tanggungan Perusahaan, penggelapan uang, pemalsuan data, dan seterusnya mencipta ia dibebastugaskan oleh Justin, Pemimpin redaksi sementara. “Aku benci materialime, dan ketamakan, dan ketidakjujuran.”

Edward Armitage atau lebih sering dipanggil Ed, tetangga apartemenya menghibur, mengajaknya ke rumah bibinya di pedesaan selama beberapa hari untuk menenangkan diri. Dengan BMW melaju, dan dengan mudah kita tebak mereka saling cinta dan memutuskan menjalin hubungan. Di akhir cerita kita tahu, Candice kembali, Heather yang bilang liburan ternyata kabur ke Australia, ia bukan anak malang, ia anak kaya raya. Ia hanya ingin membalas dendam! Maka tentu, Candice disambut meriah di kantor. Segalanya lancar dan terkendali, upaya ini lebih kepada usaha meluruskan fakta-fakta membingungkan yang ruwet.

Endingnya sendiri teramat manis, sangat bahagia dengan baptis Lucia di gereja. Candice memaafkan masa lalunya dengan nyekar ke kuburan ayahnya, Gordon Brewin, dan mendapat Ed yang baik hati. Dengan kepala menunduk, suara lirih, dan perasaan mengawang Roxanne mengambil kesempatan kerja ke Cyprus dan rumah warisannya dibeli Maggie dan suaminya yang memutuskan tinggal di London. Bukankah segalanya tampak sempurna? “Apa salahnya memberikan dukungan kepada orang jika mereka pantas medapatkannya? Kau tahu, kita bertiga menjalani hidup dengan mudah jika dibandingkan dengan sisa penduduk dunia.”

Dari Penulis yang kukenal lewat Confession of A Shopaholic, termasuk penulis produktif. Dulu saya menikmatinya karena akan difilmkan, ternyata hanya tampak glamour pekerja kantor di Barat juga, lelah dan pening keseharian di kotak kubikel sama saja dengan kita yang di sini. Di sini memakai nama aslinya Madelaie Wickham yang anehnya juga menantum nama tenar. Di bagian pembuka melakukan pengakuan, bukunya banyak tapi sebelum ketenaran Shopaholic ia memang meragu.

Ada satu kalimat yang terlontar Maggie yang menyarankan gugat. “Manggugat mobilnya. Biasanya itulah yang akan menyakiti mereka.” Karena panik, seolah mobil adalah hal yang sakral. Yah, segalanya mungkin saja terjadi, sebagian tampak diambil dari pengalaman Sophie, tampak tak terlalu berbahaya konfliks yang disodorkan. Satu kaya dengan keluarga sempurna, satu lajang pelakor yang kelimapahan warisan besar, satu lagi polos dengan kekasih naik BMW. Jadi apa masalahnya?

Warga London yang makmur dengan kesibukan di kotak kubikel, sebaiknya menghabiskan akhir pekan ke Stanford Bridge sahaja nonton Chelsea FC, bukannya ke Klub Koktail bikin mabuk, pasca pesta semu. Teler.

Selamat Liverpool juara English Premier League 2019/2020, penantian panjang 30 tahun usai sudah.

Klub Koktail | by Madelaie Wickham (Sophie Kinsella) | Diterjemahkan dari Cocktail for Three | Copyright 2000 | GM 402 01 11 0055 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Alih bahasa Nurkinanti Laraskusuma | Desain kover Marcel A.W. | 440 hlm; 18 cm | ISBN 978-979-22-7102-7 | Skor: 3.5/5

Karawang, 260620 – Bill Withers – I Can’t Wrote Left-Handed (live)

#26 #Juni2020 #30HariMenulis #ReviewBuku #HBDSherinaMunaf

#YNWA #LiverpoolJuara