The Giraffe and The Pelly and Me #7

The Giraffe and The Pelly and Me by Roald Dahl

Kami akan sikat kaca hingga berkilat bagai tembaga. Dan bersinar bak permata baru! Kami akan bekerja ‘tuk Yang Mulia hingga wajah kami biru semua, si Jerapah, dan si Pelly dan Aku!” – nyanyian pembersih kaca

Kisahnya sangat sederhana, karena memang untuk anak-anak yang imajinatif dan sentuhan klasik para binatang yang bisa berpikir dan bertindak dengan kehendak dan suasana hati bak manusia. Menjalin kerja sama, mematik mencari uang demi kehidupan, lalu menyelamatkan dunia! Haha, yah minimal menyelamatkan kerajaan dari bandit lokal yang berniat jahat. Memang karya-karya Roald Dahl membidik genre anak-anak pra-remaja, dituturkan dengan narasi nyaman, lebih fokus, dan cocok untuk dongeng sebelum tidur. Oiya, sampai saat ini membacakan dongeng ke Hermione Budiyanto dari karya Roald Dahl belum kesampaian, Narnia terlampau panjang dan melelahkan. Mungkin seri ketiga ditahan dulu, ganti karya-karya yang lebih pendek dan cocok untuk anak TK.

Sebuah rumah tua yang dimakan usia nan lapuk bernama The Grubber (dulunya adalah toko permen yang mengasyikkan) dijual. Pada suatu hari, ada tanda bertuliskan ’Kejual’ di depannya, dan pada kesempatan itu, Billy melihat banyak barang-barang yang dilempar dari jendela, perabotan yang seolah dibuang dan berantakan, dalamnya porak poranda, dan keesokan harinya muncullah tulisan bahwa gedung itu kini menjadi PPJTT – Perusahaan Pembersih Jendela Tanpa Tangga: Membersihkan jendela Anda tanpa banyak tangga kotor menempel di rumah Anda.

Di jendela atas muncul kepala jerapah, lalu jendela lainnya muncul burung putih dengan paruh luar biasa mirip baskom, burung pelikan yang bernyanyi. Seakan belum cukup mengagetkan, muncul pula di jendala lain, seekor kera, ia menari, bertepuk tangan serta bergembira. Dengan lagu berjudul, “Kami Para Pembersih Jendela!”

Si pelikan bernama Pelly, diminta untuk menyambutku. “Tak ada yang perlu kau takutkan.” Katanya dengan paruh besar menganga. Tampak seram paruhnya bisa maju mundur, dan menampung banyak air atau makanan. “Paruh ini menekuk dan turun ke dalam bagian belakang leherku. Hebat bukan, ajaib bukan?”
Billy lalu turut dengan kelompok ini, menjelaskan detail apa yang harus mereka lakukan. Mereka berkenalan. Si Pelly butuh ikan – terutama ikan salem segar, si Kera butuh kacang-kacangan – yang diidamkan kacang walnut segar, dan Jerapah Geroneous butuh makanan bergizi bunga-bunga merah muda dan ungu dari pohon tinkle-tinkle. Bunga mahal dan langka, sulit untuk didapatkan. Billy diminta mencarikan orderan, menjadi manager firma ini.

Lalu muncullah mobil Roll-Royce besar di depan The Grubber. Mobil milik istana, menyampaikan pesan, “Yang Mulia Duke of Haampshire menginstruksikan aku menyampaikan amplop ini kepada Perusahaan Pembersih Jendela Tanpa Tangga.” Amplop itu ketika dibuka berisi tugas untuk membersihkan gedung dengan 677 jendela istana. Luar biasa, orderan pertama mereka adalah big job, langsung dari orang penting di Inggris. Lalu mereka berangkat, dengan jerapah sebagai motornya. Jerapah berjalan, kera di leher, pelikan di kepala, dan Billy di dalam paruhnya. Tampak eksotis tentu saja, terlihat menawan dalam imaji.

Ketika sampai di gerbang, tamoak sang Duke sedang memetik ceri dengan tukang kebum di tangga yang menempel di pohon. Kebetulan, ketika si tukang mencoba meraih buah ceri yang hitam, malah jatuh. Maka si jerapah nyamperin, memetikkan buahnya dengan mudah dan sang Duke tentu saja terkesan. Heran, “Siapa makhluk-makhluk ini? Apakah dunia sudah menjadi gila?” setelah mempekenalkan diri, mereka mulai bekerja.

Sederhana sekali cara kerjanya. Jerapah adalah tangganya, Pelly adalah embernya, dan si Kera adalah sang pembersih. Pelly mengambil air, mengantarnya ke puncak kepala jerapah, lalu si Kera membersihkan jendela. Dari lantai teratas, sang jerapah bisa menjulurkan leher memajang, mirip adegan belalai gajah di komik strip Bobo. Bisa memanjang dan meninggi, menakjubkan bukan? Luar biasa, mencengangkan.

Dan saat mereka bekerja, ada yang janggal di lantai tiga. Jendela terbuka lebar, di sana adalah lemari tempaty menyimpan permayta. Sang Duke curiga, dan meminta telepon polisi, panggil tentara. Ada perampok! Namun saat panik menyerang, si burung malah terbang mendekat, lalu menangkap musuh, memasukkannya dalam paruh yang gelap. Apes, si penjahat memiliki pistol sehingga meletuskannya. Paruh Pelikan bolong, dengan guncangan keras di dalam, mencipta pusing sang pelaku.

Wanita berusia 55 tahun berteriak kehilangan perhiasan, Henrietta yang panik. Diminta tenang, karena sang perampok sudah ditangkap. Bersamaan dengan datangnya polisi, paruh dibuka. Dan terungkaplah si Great Scott, perampok licin yang paling cerdik dan berbahaya di dunia, setelah polisi pergi membawa si Cobra, segalanya menjelma wujud impian masing-masing. Pelikan mendapati sungai istana dengan ikan salmon yang melimpah. Jerapah mendapati kebun penuh pohon tinkle-tinkle, si kera mendapati kebun kacang walnut. Luar biasa, segala impian menjadi nyata.

Lalu Billy? Impian masa kecilnya memiliki toko permen yang mewah, maka sang Duke mewujudkannya, mengubah The Grubber menjadi toko permen lagi, kali ini miliknya. Toko permen paling menakjubkan di dunia. Jenis-jenis permen favorit berdatangan: Gumtwizzler, Fizzwinkle dari Cina, Frothblower dan Spitsizzler dari Afrika, Tummyrickler dan Gobwangler dari Kepulauan Fiji, dan Liplicker dan Plushnugget dari Negeri Matahari Malam. Dan tentu saja kesukaan Billy, Wangdoddle Raksasa dari Australia. Semua permen luar biasa yang didatangkan istimewa dari Willy Wonka Rainbow Drop yang terkenal itu. Ya, ini nge-link ke cerita The Chocolate Factory.

Buku ini sempat dipinjam tukar ke Tanti Melia Fajrianti di Bekasi sejak tahun 2010, dan baru kembali tahun 2019 kemarin saat ada acara di sana. Betapa waktu berlari dengan kencangnya, ia yang waktu itu masih sekolah, masih imut dengan kepolosan remaja kini sudah dewasa, lulus kuliah di Jawa dan menata masa depan. Begitulah hidup…

Kisah sederhana ini mengajarkan bahwa kerja keras akan menuai hasil, disertai keberuntungan, dan takdir yang mengarah pada perwujudan. Mungkin kisah seperti ini ga cocok untuk orang dewasa, tapi bagi anak-anak jelas akan menyenangkan. Sepertinya cocok untuk cerita kartun, mungkin hanya akan jadi episode pendek di sebuah channel Disney di mana para binatang melakukan aktivitas kerja dalam balutan nyanyian dan puisi. Well, tak ada yang lebih menyenangkan daripada dunia aanak-anak. polos, seru, penuh kegembiraan. Roald Dahl memang penulis favoritku, dua karya besarnya The BFG dan Matilda sudah mencipta pengaruh besar di dunia literasi, jelas ini bukan buku terbaiknya, yang jelas fabel pembersih kaca memberi suasana meriah di antara rak-rak sastra perpustaan keluarga.

Oh jiwaku yang diberkati, oh leherku yang jenjang! Aku tak mempercayai pengelihatanku…”

Si Jerapah dan Si Pelly dan Aku | by Roald Dahl | Ilustrasi Quentin Blake | Diterjemahkan dari The Giraffe and The Pelly and Me | Copyright 1985 | Alih bahasa Poppy Damayanti Chusfani | GM 106 06.014 | Penerjemah Gramedia Pustaka Utama | Cetakan pertama, Agustus 2006 | 80 hlm; 20 cm | ISBN 979-22-2313-4 | Skor: 3.5/5

Untuk Neisha, Charlotte, dan Lorina

Karawang, 070620 – Bill Withers – Soul Shadow

#7 #Juni2020 #30HariMenulis #ReviewBuku #HBDSherinaMunaf

Welcomen bek Futsal CIF v Lazio Karawang, #NewNormal

Mozart’s Journey #6

Mozart’s Journey by Eduard Morike

Tuhan melindungi kita dari yang demikian. Tapi benar: dalam enam puluh atau tujuh puluh tahun mendatang, lama setelah kematianku, akan banyak nabi palsu bermunculan.” – Mozart

Hidup sekarang dan hari ini, hidup untuk hanya saat ini saja, dan hanya untuk kegembiraan retrospektif yang sejati. Nasihat bijak yang coba disampaikan buku ini. “Kau telah menegurku, dan aku telah mendapatkan hukuman. Tapi tolong, kumohon padamu, maafkan aku. Dan tertawalah lagi ketika aku kembali…”

Perjalanan menjadi bagian penting dalam kehidupannya. Di sana ada kisah gembira, haru, sedih, menengangkan dan canda tawa. Dari perjalanan ini menjadi produktif mencipta komposisi. Diakui dunia karena karya-karya puncak seperti musik simfoni, musik kamar, musik piano, musik opera, dan musik panduan suara. Dua karya yang termasyur adalah Opera Don Giovanni dan Die Zauberflote. Dan buku ini hanya sekelumit proses, settingnya hanya satu titik perjalanan dari Wina ke Praha. Perjalanan pada musim gugur tahun 1787 bersama istrinya guna menggelar konser produksi pertama Don Giovanni.

Kisahnya sederhana, karena hanya dalam 24 jam. Hanya satu waktu dalam beberapa kepingan kejadian tersebar dalam waktu yang menemani keluarga kaya. Di hari ketiga dari Wina, setelah tiga puluh jam perjalanan, mereka mampir ke pinggir hutan menikmati alam, dengan bunga dan udara segar. Lalu menginap di penginapan umum, sembari kuda kereta beristirahat. Penginapan White Horse, jalan-jalan di taman kemudian malapetaka di rumah mungil itu. Nah saat istrinya istirahat, Mozart iseng jalan-jalan ke sebuah kebun, memetik jeruk yang dipergoki oleh penjaga. “Kesialan seperti ini tidak pernah keliru! Urusan itu memberi ganti yang berfaedah. Bagaimana bisa seorang manusia konyol seperi saya lupa diri. Sebagian karena kenangan masa kanak…” Dilaporkan ke majikannya, dan betapa terkejutnya sang tuan rumah ketika berhadapan langsung dengan maestro. “Mengapa orang sinting itu memetik sebutir dari sembilan jeruk di pohon itu yang dirawat khusus untuk Eugenie?”

Maka setelah bertukar kata, Mozart dan keluarga diminta menginap di rumahnya. Menjadi malam yang tak terlupa bagi sang tuan rumah. Kejadian langka, artis besar menginap, dijamu makan malam, dan ditimbal balik dengan konser kecil yang luar biasa indah. Pengaruh dari resital yang dimainkan di tengah lingkaran kecil semacam ini secara alamiah berbeda dengan yang umum pada sisi kepuasan yang tak berhingga dari kedekatan personal yang segera terjalin si artis dan kejeniusan dalam ranah domestik kekeluargaan. Menjadikan pesta sebelas orang. Beruntunglah keduanya. Paginya Mozart melanjutkan perjalanan. Hanya itu saja garis besar buku ini. Mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan lain, menjadi membanggakan bagi indera-penghematannya setelah refleksi yang singkat. ‘Seseorang sebaiknya membuka konser dengan penyampaian menariknya kisah singkat Mozart…’

Malam indah itu, sang istri cerita kehidupan Mozart dalam mencipta karya dan kehidupan pribadi kepada ibu-ibu yang penasaran. Dia sedang direngkuh suatu gagasan yang dengan segera dan bersemangat akan dikerjarnya. Bagaimana kesehatannya yang buruk, dan Mozart yang sering kelelahan dalam bekerja. Maka kemudian sang dokter menempatkan rasa takut kepada Tuhan ke dalam dirinya. Memberinya kuliah panjang mengenai sifat-sifat dam sirkulasi darah manusia dan sedikit yang ada di sekitarnya.. Mozart berkisah pada penggemar bagaimana perjalanan karya dituturkan. Saling-silang, seolah tak ingin berakhir hari itu. Lirik-lirik menjadi jauh lebih sederhana, lebih fokus, lebih bermakna. Kehadiran sosok jelmaan itu meremehkan makanan duniawi yang mereka suguhkan padanya, betapa aneh dan gaib suaranya.

Kehidupan keluarga Mozart yang sederhana, musisi yang tak kaya, tak miskin juga – saya lebih suka menyebutnya keluarga sederhana ini, dicerita dengan kesulitan ekonomi membumi, seperti kita-kita yang pusing dengan kesejahteraan ideal itu bagaimana? “Kami bekerja keras membanting tulang demi mata pencaharian yang jujur.” Karena garam, saya percaya adalah substansi yang sangat penting, melambangakn kebahagiaan dan kedekatan dalam rumah tangga, keduanya kami harapkan setulus hati akan kalian nikmati. Bahkan sang maestro mengandaikan materi. Apabila karya seniku membebaniku dengan karya tugas yang berbeda, maka demi satu dan lain hal aku tidak akan menukar untuk apapun yang ada di dunia ini: meskipun begitu, mengapa ini berarti aku harus hidup dalam kondisi berlawanan dengan kehidupan polos dan sederhana ini? Seandainya saja, aku memiliki sedikit properti, rumah mungil di pinggir desa, di luar kota yang cantik, betapa akan menjadi kesempatan hidup yang baru!

Proses mencipta karya dituturkan dari sudut istri. Kesenangan-kesenangan ini liar dan gaduh, kadang-kadang menyesuaikan diri dengan suasana hati yang lebih tenang. Sepanjang malam-malanya, sebagian dihabiskan untuk menggubah komposisi, yang akan disempurnakan dan diselesaikan pada dini hari berikutnya, seringnya saat masih di ranjang. Latihan profesional sudah membuatnya letih, maka ia akan membutuhkan udara segar untuk bernapas, ia akan merasa sistem syarafnya kelelahan hanya untuk dipulihkan mendekati kehidupan yang sesungguhnya dengan kegembiraan yang menyegarkan.

Mozart memiliki enam anak, hanya dua yang bertahan hidup, dua putra: Karl Thomas dan Franz Xavier. Segala rupa kesedihan mendalam, termasuk penyesalan, tetap diakrabinya bagaikan rasa pahit dalam semua kegembiraannya. Beberapa kejadian membuat Mozart begitu tak bahagia, ketika semua berjalan tidak mulus dan baik di antara dia dan istrinya.
Mozart terlihat pandai mengambil hati. Maka ketika Eugenie yang akan menikah memainkan piano, disaksikannya. Ia begitu pintar memuji permainannya. Bahkan lalu sebuah gagasan muncul sekarang: Per dio! Ini akan membantuku keluar dari rasa mabuk! Saya langsung duduk dan menulis lagu pendek itu sejauh mungkin. Tak lama dikatakan, maka jadilah! Mozart mencipta lagu khusus untuk sang calon pengantin. Gilax, benar-benar terasa spesial. Bayangkan Sherina Munaf dalam perjalanan dari Jakarta ke Bandung, mampir ke rumahku di Karawang. Malamnya kujamu spesial lalu Sherina nyanyi di tengah makan malam itu. Membayangkannya saja, sudah membuatku megap-megap.

Bagi yang sudah menyaksikan film Amadeus, kehidupan pribadi Mozart yang glamour dan seteru dengan Saleri memang dominan. Di sini hanya secuil disinggung. Mozart teriak kaget, ‘Tuhan lindungi kami, Tarare!’ (Tarare; sebuah ungkapan ketidakpercayaan, masak sih! – judul opera karya Saleri). Jadi hanya menyindir sepintas. Haha..

Ketika jiwa seseorang mendengar nyanyian tadi, rasanya seperti bayi yang dimandikan; dia teratwa, dia terpesona, dia belum punya harapan lain di dunia ini, dan percayalah padaku seseorang yang menyimak musiknya yang dibawakan dengan kejernihan, kesederhanaan, dan kehangatan semacam ini, benar-benar menggambarkan keutuhan – ini tak sering terjadi di Wina!” Kenangan yang begitu kuat akan malam yang indah di Teluk itu seperti malam ini, di kebun Anda. Setiap kali saya menutup mata, itu dia – sangat jelas, terang dan apa adanya, selubung terakhirnya telah diangkat dan terbang menjauh, panorama surgawi itu membentang di hadapanku. Laut dan tepiannya, gunung dan kota itu, bermacam-macam kelompok orang pada tanggulnya, kemudian permainan indah nan rumit pada bola-bolanya. Telingaku seakan-akan mendengar musik yang sama lagi. Keseluruhan melodi yang menyenangkan.

Dalam ranah kesenian, terkadang seseorang mempunyai pengalaman-pengalaman aneh, tapi saya tidak pernah tahu sebuah muslihat seperti ini sebelumnya. Pusat sebenarnya dari budaya intelek yang berbudi adalah karakter semacam itu yang selaras dengan persahabatan sejati yang mengikatnya kepada salah seoarng bangsawan perempuan paling terhormat dari keluarga Marquise de Sevigne. “Semua lalat ini lagi, dari bumi mana mereka berasal?” kita baca dalam sejarah-alam betapa ajaibnya makhluk-makhluk ini berkembang biak.

Wofgang Amadeus Mozart adalah sosok fenomenal, jenius besar peradaban Barat. Usia tiga tahun belajar musik, usia lima tahun sudah menciptakan karya dan kord-kord yang menyenangkan. Usia enam tahun sudah mulai mencipta karya cantik untuk harpsikord dan berupaya mencipta konserto. Sekitar 700 lagu, termasuk gubahan-gubahan selama hidupnya yang hanya 36 tahun (Salzburg, 27 Januari 1756 – Wina, 5 Desember 1791).

Kisah ini fiksi, walau perjalanan ke Praha benar-benar ada, Morike menciptakan sebuah gambaran pengandaian kejadian di tengahnya. Begitu rinci suasana batin dan pikiran Mozart. Kisah yang digubah sastrawan Jerman yang bahkan sepanjang hidupnya tak pernah dari Wurttemberg, kampung halamannya di Jerman. Morike (1804-75) adalah anak ketujuh dari keluarga besar. Mempelajari teologi di Tubingen, menjadi pendeta sejak 1834, profesi yang tak membuatnya bahagia. Setelah sembilan tahun bertugas ia pensiun, ia menulis novel Maler Noten yang terbit 1838, sepanjang 1851-1866 mempelajari sastra di semitari Sturrgart. Novel ini terbit tahun 1855. Ia menyepi dari hiruk pikuk dunia, bersama istri dan dua putrinya.

Jadi sekarang aku meninggalkan ruang belajarku, menengadah untuk bersyukur pada Tuhan dengan segenap hatiku, dan bersyukur pada kepandaianmu, istri mungilku tersayang. Manusia secara bersamaan merindukan sekaligus ketakutan untuk kehilangan sesuatu dari dalam dirinya yang selazimnya, dia meras adisentuh tak berbatas, yang akan merengkuh hatinya, merenggutnya seperti juga mengembangkannya, seakan-akan secara sengit memaksa untuk memeluk jiwanya.

Bermimpilah setinggi-tingiinya, semakin gila semakin baik.” A la bonne heure, dan amin untuk itu.

Mozart’s Journey: Kisah Perjalanan yang Menegangkan dan Canda Tawa di Balik Karyanya | by Eduard Morike | Diterjemahkan dari Mozart’s Journey to Prague | Copyright 1855 | Penerbit Ecosystem Publishing | Penerjemah Dian Vita | Editor Bahasa Sandiantoro | Desaign sampul Bambang Hidayatullah | Tata letak teks Bambang Hidayatullah | ISBN 978-602-7527-48-1 | Cetakan ke-I, 2017 | Skor: 4/5

Karawang, 060620 – Bill withers – I Can’t Write Left-Handed (live)

#6 #Juni2020 #30HariMenulis #ReviewBuku #HBDSherinaMunaf