Persepolis #3

Persepolis: Kisah Masa Kecil by Marjane Satrapi

Aku sadar aku tidak tahu apa-apa, aku pun membaca semua buku yang bisa aku bisa.” – Marji

Kita diajak ke Iran di masa peralihan akhir tahun 1970an sampai beberapa tahun kemudian. Dengan perspektif anak kecil, sang penulis sendiri: Marjane Satrapi. Terlahir di keluarga mapan, Marji mempertanya banyak hal. Di negeri yang dulu kita kenal sebagai Persia, negeri itu kini bergolak. Dengan keluguan anak-anak yang tumbuh nan berimaji liar, banyak kebijakan pemerintah yang tunggang-langgang dengan gap generasi berlebih. Mengingatkanku pada era Reformasi Indonesia 1998, di mana peralihan kekuasaan menjelma banyak, hhmm… maksuudnya banyaaaak sekali perubahan, penyesuaian. Atau dalam satu kata: adapasi.

Di Iran, segala kebijakan pemerintah di masa peralihan itu memicu pro-kontra, wajar sih segala yang baru memang mematik dua sisi. Sang shah yang lengser tahun 1979, lalu mengungsi. Inilah Persepolis, masa revolusi Islam dan segala pergeserannya. Berisi 19 judul cerita, semua bersudut pandang Marji yang polos, memahami hal-hal baru yang terjadi di negaranya, sampai ending yang menyentuh. Keputusan berat, tapi mau bagaimana lagi keselamatan yang utama.

#1. Jilbab
Di negeri Timur Tengah ini, kewajiban kerjilbab bagi perempuan benar-benar diperketat dan dipertegas setelah pergantian rezim. Marji berusia 10 tahun, dan di tahun 1980 ia mengenakan jilbab ketika keluar rumah, jelas termasuk saat belajar di sekolah. Pro dan kontra jilbab, demo terjadi, diskusi merebak, hak-hak kebebasan mengapung, waktu terus berjalan melindas segala yang ada di depannya. Dan Marji bercita: doker, eh nabi! “aku ingin menjadi keadilan, cinta kasih, sekaligus kemarahan Tuhan.

#2. Sepeda
Imanku tak tergoyahkan. Sejarah panjang Iran, tirani dan perbudakan selama 2500 tahun, lalu invasi bangsa Arab dari Barat, diikuti invasi bangsa Mongol dari Timur, lalu muncullah imperialism modern. Gegap gempita zaman, muncul pejuang revolusi dalam negeri. F. Rezai (1942-72), Dr. Fatemi (1928-58), sampai H. Ashraf (1938-72). Favorit Marji adalah Dialektik Materialisme nya Marx. Betapa miripnya Marx dengan Tuhan. Dengan bacaan berat-berat di usia semuda itu, maka ketika orangtuanya esok demo, ia ingin turut.

#3. Sel Air
Demo jelas bukan untuk anak-anak, ancaman peluru nyasar, gas air mata, dan terbangan batu ke segala arah. Malamnya Marji malah ngajak main monopli. Dan teori bahwa Raja dipilih Tuhan, menjadi diskusi ayah-putri menarik. Tokoh-tokoh besar dunia disebutkan, dari Gandhi di India hingga Attaturk di Turki. Dari bab inilah kita tahu, darah komikus Marji berasal. Sang kakek yang mengkritisi dengan karya, sehingga dipenjara.

#4. Persepolis
Sejarah kakeknya dipenjara mematik bertanya lebih lanjut ke nenek, tak dijawab langsung karena akan panjang dan Marji yang masih kecil, maka cerita dibelokkan tentang sang shah yang keras. Keluarga mereka yang kontra pemerintah, miskin nan idealis. Ayahnya seorang fotografer begitu dicemaskan keluarga, karena setiap saat bisa diciduk. Setiap demo yang mengakibat kematian bisa mematik martir. Berbedaan kelas sosial yang jomplang selalu jadi alibi kuat untuk selancar unjuk rasa.

#5. Surat
Ini kisah paling lucu. Penulis favorit Marji adalah Ali Ashraf Darvishian, semacam Charles Dickensnya Iran. Marji yang kritis, mengkhayal banyak hal. Mereka punya pelayan betnama Mehri, yang dipungut dari keluarga miskin yang memiliki anak 14 atau 15 sehingga, Mehri yang lebih tua kini turut tinggal di rumahnya. Seolah menjadi kakak, dan di awal revolusi tahun 1978, ia jatuh hati sama tetangga. Surat menyurat dilakukan oleh Marji karena ia buta huruf, sang lelaki seberang rumah tak tahu, dikiranya ia beneran kakak Marji. Maka ketika gossip itu sampai ke telinga ayahnya, ia gegas ke rumah seberang, dan disambut hambar, memakai baju ‘Bee Geesgaes. Patah hati dong. Haha… demo di ‘Jumat Hitam’ tak kalah absurd dengan tamparan keras. Dasar!

#6. Pesta
Yah, ini masa sang shah turun takhta. Pembantaian terjadi di banyak tempat, laiknya peralihan kekuasaan yang memakan korban tak pandang kasta dan logika, dan rakyat yang dulunya terbelenggu kini berpesta. Di mata anak-anak, segala cerita berkembang liar. Gonjang-ganjing politik, dan salah satu yang menakuti adalah Savak (polisi rahasia rezim shah) yang membunuh sejuta warga. Ramin, ayahnya adalah anggota Savak, maka ia dibully yang mengakibat amarah ibunya.

#7. Pahlawan
Para tahanan politik dibebaskan, jumlahnya sekitar 3.000 orang. Para tahanan politik ini kini menjadi ‘pahlawan’, kisah-kisah heroic setiap individu jadi sungguh aduhai. Kadang kebenaran sulit diterima. Dan revolusi ini mencipta banyak harapan, kalian bisa jadi apa saja. Salah satu yang terbebas itu adalah Siamak, seorang jurnalis yang menulis artikel subversive di The Keyhan. Seorang komunis yang ditahan sejak Juli 1973, dan bebas Maret 1979. Lalu Mohsen, pejuang revolusi dipenjara sejak April 1971. Lalu mereka berdua berkunjung ke rumah Marji bercerita betapa mengerikannya kehidupan di penjara.

#8. Moskow
Dogma anak-anak bahwa orang-orang yang dipenjara politik lalu bebas adalah pahlawan mengusik pikiran Marji. Dan ini kisah tentang Anoosh, pamannya yang luar biasa. Berjuang di antara dua kekuatan. Kabur ke Rusia, demi keselamatan nyawanya. Hikayat Fereydoon yang mengharu, sebelum eksekusi mati melewatkan malam dengan kekasihnya yang lalu kabur ke Swiss. Karena Marji yang sudah khatam Dialektik Materialime, ia menuntut tanya tentang kehidupan Rusia. Dan well, di sana tak seperti itu Nak.

#9. Domba
Revolusi adalah revolusi sayap kiri, tapi republic ini ingin disebut Islami. Marji jatuh hati sama pemuda bernama Kaveh, yang meyakini Iran dalam dilemma politik mau ke arah mana, maka keluarganya memutuskan ke Amerika, untuk masa depan yang lebih baik. Benar saja, para tahanan politik yang bebas kini menjadi buron lagi, pembunuhan rahasia terjadi di banyak tempat. Siamak dan keluarga, kabur di antara domba. Dan di era perubahan yang labil. ‘tamasya’ itu kembali terjadi.

#10. Tamasya
Gonjang ganjing politik, dan pro kontra bentuk pemerintahan baru. Bom kedutaan, penyanderaan orang-orang Amerika, taka da visa, universitas ditutup, kekacauan di mana-mana. Lalu muncul keputusan pemerintah, rambut wanita adalah sinar menarik pria maka wajib ditutup. Tak lama kemudian muncul dua tipe wanita di Iran: wanita fundamentalis dan wanita modern. Dan dua jenis pria: fundamentalis dan progresif. Di tengah keruwetan ini, mereka bertiga sekeluarga tamasya ke Madird tiga minggu. Sekembalinya, muncul pengumuman perang versus Irak. Invasi kedua setelah 1.400 tahun!

#11. F-14
Perang melawan Irak akhirnya pecah juga. Serangan udara mencipta banyak warga lalu mencipta ruang bawha tanah. Pemerintah Islam Baru lalu melancarkan serangan balik ke Baghdad. Dari mata Marji, perang apapun jenisnya adalah salah. Menulis esai empat halaman: ‘Penjajahan Perang dan Perang Kita’.

#12. Perhiasan
Kelangkaan barang pokok, saling rebut makanan di syalawan, saling curiga antar sesama, dst. Pesawat jenis F-14 populer di masa itu. Dan banyak warga mengungsi ke Utara agar jauh-jauh dari Irak. Isu rasial dengan sensitive muncul ke permukaan. Sembunyikan perhiasanmu, Nak.

#13. Kunci
Perubahan cara berpakaian menjadi topik yang sensitive. Cara pakai jilbab, syair, mode, atau gaul? Para guru yang melihat muridnya memakai jilbab tak sesuai aturan kena skors, dan Marji yang bocah itu menganggap lucu segala aturan yang mengekang kebebasan. Para pendokrin bom bunuh diri, perang dengan bom di dada yang dijanjikan kunci surga sebagai pengantin menimba para pemuda. Terdengar familiar ya…

#14. Anggur
Pemerintahan Islam Baru yang ketat tentu saja melarang minuman keras, razia ke bar dan kafe. Memperketat pengawasan, melakukan upaya pangkas alir di berbagai distribusi. Pesta-pesta dilakukan dengan sembunyi, dan ayah Marji menyembunyikan anggur di ruang bawah tanahnya. Suatu malam pulang dari pesta, ada razia yang mencurigai bau anggur. Maka para polisi-pengawas yang masih muda-muda itu lalu mengikuti mobil, ke rumah Marji. Sebelum masuk ayah menahan, nenek dan yang lain segera masuk membuang anggur ke toilet. Nenek ke ruang tamu, para pengawas kok sudah ga ada? Udah pulang dengan pelican uang, jadi anggurnya ga dibuang semua ya? Haha… telat Pak! “Ya ampun, padahal aku butuh sedikit penyemangat.”

#15. Rokok
Perang yang sudah dua tahun, entah sampai kapan. Marji dan kawan-kawan bolos sekolah, ke toko kaset yang tersembunyi, cuci mata melihat cowok-cowok gaul. Malamnya, ibunya ditelpon pihak sekolah karena ia ga ada di kelas sore. Di usia 12 tahun, Marji yang jelang puber melakukan protes pada orang tuanya. Pengekangan… haha. “Atas nama perang, mereka memusnahkan musuh di dalam.” Sambil udud.

#16. Paspor
Paman Taher yang mencoba bertahan hidup. Sakit jantung, harus segera ke luar negeri, paspor belum siap. Isu senjata kimia yang diperjualbelikan. Dan inilah ironi, pembuat paspor kilat, jasa tembak Tuan Khosro dan putrinya yang sembunyi di rumah. Usaha illegal ini berakhir tragis karena kelengahan pelaku. Anaknya dieksekusi, dia kabur ke Swedia. Sementara paspor baru jadi tiga minggu kemudian, bersamaan dengan kematian sang paman.

#17. Kim Wilde
Ini sungguh lucu. Setelah perbatasan kembali dibuka, ayah ibu Marji liburan ke Turki. Marji minta oleh-oleh poster Kim Wilde. Yang dalam penjagaan ketat, mereka menyimpan posternya dalam jaket yang dijahit dalam, di punggung. Berjalan tampak kaku, tapi lolos jua. Bros Michael Jackson, musik Iron Maiden, sampai sepatu jaket model baru. Ketika dipakai ke jalanan, tampak asing di tengah orang tua yang tertutup rapat. Jaket dan jin itu membawanya ke komite karena melanggar tata busana di tempat umum. Marji berhasil pulang, dengan permohonan tak akan mengulang dan akting… haha… di rumah, Marji melepas ketenangan dengan musik rock!

#18. Sabat
Teheran akhirnya dibombardir rudal Irak. Perang masih berkecamuk, ada seorang Yahudi teman Marji bernama Neda yang imajinatif dan berpikir masa depan laik diperjuang, suatu hari ada pengeran yang menjemputnya. Suatu Sabtu (hari suci Yahudi) ketika Marji sedang beli jins, dia mendengar berita boom meledak di dekat rumah Marji, yang didengar di radio. Cepat-cepat pulang, ia pulang. Keluarganya selamat semua, tapi tidak dengan rumah Baba-Levy, orang tua Neda, rumahnya luluh lantak. Dengan gelang Turkois di antara reruntuhan. Hiks,…

#19. Mas Kawin
Marji Satrapi kini sudah 14 tahun, pemberontakan demi protes di sekolah terjadi. Kebebasan berpendat dibungkam. Dia dikeluarkan dari sekolah karena memukul kepala sekolah yang meminta perhiasannya untuk disita, pindah ke sekolah lain yang punya koneksi keluarga, tetap saja tak cocok karena berdebat masalah sistem pemerintah yang ideal, jadi memang ia tak bisa tinggal di Iran, apalagi cerita mas kawin dan betapa mengerikan untuk remaja gadis seusianya. Jadi ia dikirim ke Austria karena mudah dapat paspornya. Eropa menunggumu. Ayah ibu akan menyusul, Nak. Malam terakhir sebelum berangkat di habiskan tidur dipelukan neneknya. Mengharu biru, dan panel gambar terakhir, adegan pamit dipisahkan kaca bandara sungguh menyentuh hati. Sedahsyat AADC? Dengan sentuhan hati seorang ibu.

Kiranya ini adalah sebuah novel, ternyata komik dengan panel lebih lebar. Saya tahunya justru Persepolis itu film, memutuskan beli ketika di sebuah twit gambar ini muncul dengan adegan seorang remaja putri mengenakan jilbab acak, berjaket bahan jins, dua orang tua marah membuka jaketnya: di kaos kutipan band cadas, haha…. Jelas ini diambil dari judul Kim Wilde. Cadas. Gambar-gambarnya bagus, sederhana dengan hitam-putih yang ternyata nyaman. Tak banyak komik yang kubaca, Persepolis jelas adalah komik unik, laiknya V for Vendetta (pinjam saudara) yang sudah ada filmnya jua. Dunia politik dalam gambar sungguh membantu imaji kelok-kelok kejadian. Layak koleksi.

Persepolis mengingatkan kita pada negeri kita, terutama masa-masa awal Reformasi dan setelahnya. Coba lihat foto siswa-siswi sekolah tahun 1995 dan 2001, mencolok sekali perbedaannya karena kewajiban memakai jilbab, dan gaya rambut yang lebih mencolok. Coba perhatikan bom-bom ekstrimis yang meledak di awal millennium, Iran tak jauh beda. Coba lihat Orde Baru yang penuh kekangan kekebasan, lalu ketika rezim lengser banyak bebas bablas. Seperti itulah dunia dan segala isinya, semua fana.

Kami sangat menyayangimu, sehingga ingin kau pergi…”

Persepolis: Kisah Masa Kecil | by Marjane Satrapi | Copyright 2003 Marjane Satrapi & L’ Association | Diterjemahkan dari Persepolis | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Alih bahasa Indah Santi Pratidina | GM 410 06.002 | Ilustrasi sampul Marjane Satrapi | Desain sampul Eduard Iwan Mangopang | Cetakan pertama, Maret 2006 | 155 hlm.; 22.5 cm | ISBN 979-22-2031-3 | Skor: 4.5/5

Karawang, 030620 – Bill Withers – Tender Things

#3 #Juni2020 #30HariMenulis #ReviewBuku #HBDSherinaMunaf