Tamasya Bola #30

Tamasya Bola by Damanto Simaepa

“… sepakbola (terutama di Eropa) bisa ditulis sama bagusnya dengan sastra dan sama emosionalnya dengan karya jurnalistik tentang perang atau kemiskinan…” (halaman 369)

Done. Tiga puluh review dari 30 hari di bulan Juni akhirnya selesai juga. 15 buku terjemahan, 15 buku lokal.

Apa menariknya cerita tentang Barcelona? Apa serunya ngomongin Manchester United? Mereka sudah besar dari sananya, ga perlu dikupas hal-hal umum yang tiap akhir pekan dibahas ratusan juta orang. Setelah keluhan cara pandang dan pilihan puja-puji klub, kita justru diajak menelusur dunia antah pengalaman hidup sang Penulis kala remaja, cintanya pada bola atau bahkan detail sepak bola amatir saat belajar di Belanda. Bah, ga ada yang tertarik menikmati hidup sang penulis, kecuali kamu adalah Rob Hughes atau Rayana Djakasurya. Sungguh buku yang membosankan, sempat melambung tinggi ketika membaca kata pengantar oleh Penulis pemenang Kusala Sastra Khatulistiwa 2018: Mahfud Ikhwan, buku ini langsung terjerebab di mula, terkatung-katung tanpa arah yang nikmat di tengah dan pada akhirnya membuat ingin segera meletakkannya di rak saking bosannya, hal-hal lumrah bagi pembaca menjelang ending. Bukan seperti ini buku tentang bola ditulis, padahal bung Damanto Semaepa mengkritik habis tabloid Bola yang kini sudah selesai, karena gaya bahasanya yang melimpahi pembacanya dengan data-data boring, lha malahan Tamasya Bola sama buruknya tatacara dituturkan. Secara aksara yang coba melambungkan tinggi gayanya, gagal; secara pilihan tema yang juga ga nyaman sampai akhirnya cerita pengalaman pribadinya, astaga tiga ratus halaman yang menyiksa. Tak heran buku ini butuh sebulan untuk kutuntaskan, lebih sering tertidur pulas ketika baru beberapa lembar kusingkap, lebih membosankan dari kisah-kisah dongeng Disney yang gitu-gitu saja. Padahal kuniatkan tuntas pertama bulan Agustus ini (2019), malah jadi paling akhir selesai lahap. Atau emang lagi apes, buku ini dinikmati di sela novel Sastra Maut di Venesia yang wow, Max and the Cats yang penuh tualang, The Story Girl yang brilian? Dihimpit novel-novel ternama, Tamasya Bola seolah pamflet sales motor yang dilambaikan di pinggir jalan, diambil pejalan bukan karena kita butuh, tapi lebih karena kasihan. Sayang sekali…

Pada mulanya adalah pertengkaran, menjadi judul bagus begitu juga isinya oleh Mahfud Ikhwan. Blog belakang gawang lahir, dan bagaimana segala hal yang umum di tabloid ternama Nasional itu begitu menjemukan, jadi mengapa ga nulis sendiri, dengan gaya maskulin? Mourinho menjadi dewa yang diagungkan, sekaligus seorang pendosa yang dicaci setiap minggu, apapaun hasil akhir pertandingannya. Sosok besar di dunia bola sepak yang komentarnya dijadikan bahan dasar para wartawan untuk dikutip. Terkutuklah mereka yang hanya menyukai tebak-tebakan skor! “Yang terbaik dari sepakbola, siklus perubahan selalu terjadi.”Mou

Buku dibagi dalam empat bagian: Pesta & Gelak Sedih, Pe(r)sona, Kuasa dan Politik, dan Tamasya. Kisah pembukanya sih sebenarnya lumayan tentang final Champions 2015 ketika lagi-lagi Juventus tersungkur. Sepuluh menit yang menghadirkan ambang batas antara kalah dan menang. Remontada, Semoga! Tentang Barcelona generasi emas. “Yang hilang dari generasi kami adalah sejarah remontada.”Xavi Hernandez.

Manusia berpikir, Tuhan tertawa menjadi pembuka kisah ketiga kegagalan Barcelona musim 2011-2012. ‘Saya sepakat dengan Franklin Foer yang menyatakan, untuk menjadi penggemar Barca, Anda harus siap-siap patah hati’ (h. 22). Saya pribadi enggak sepakat, harusnya lebih luas mengambil cakupan, kenapa? Karena nama klub diganti manapun pasti klik, ‘menjadi fan blablabla, siap patah hati.’ Mau diganti Fulham, Brescia, Herta Berlin, atau Granada bisa, atau justru lebih pas. Barca sudah terlalu sering angkat piala bos, patah hati dalam lima tahun bisa dihitung jari. Nah! ‘Pemujanya yang fanatik bisa saja frustasi, tapi tidak pernah mentranformasikannya menjadi anarki atau berperilaku layaknya begundal keji.’ (h. 22).

Ada satu paragraf yang akan membuat fan Chelsea tertawa ngakak. Saya kutip yes. “Jika melihat saksama apa yang terjadi dalam pertandingan melawan Chelsea, Anda takkan menemukan penjelasan dalam aspek permainan sepakbola. Pemain terbaik Anda mendapatkan pinalti yang sangat jarang digagalkan. Tim anda menguasai bola, mendikte lawan, unggul jumlah pemain, dan mendapat peluang melimpah. Tetapi Anda tetap kalah.” (h. 25) Well, dalam sepakbola penentu pemenang yang dihitung adalah bola masuk ke gawang, dan Chelsea memainkan tempo, bertahan dengan baik dan melakukan serangan efektif. Sesederhana itu sobat. “Jawa telah lama menemukan kebenaran ini: orang pintar akan dikalahkan oleh orang yang berusaha keras, dan orang yang berusaha keras akan dikalahkan oleh orang bernasib baik.” (h. 27). Dan seterusnya, ketegangan akan terus menukik turun sampai akhir, sebagian besar ada di blog belakang gawang.

Sejarah kemenangan sepakbola adalah akumulasi kesalahan demi kesalahan.” Eto’o.

Ada satu kutipan lagi di halaman-halaman akhir tentang sang pengulas yang tenar di Indonesia tahun 1990an sampai awal 2000an, “Rob Hughes semakin jarang diterjemahkan setipa pekan. Kolom-kolom yang diisi oleh wartawannya sendiri nyaris seragam, dari segi teknis menulis dan pengambilan posisi penulis terhadap apa yang ditulisnya. Semua ditulis dengan nada netral, dingin, dan berjarak dengan sepakbola. Analisis hasil pertandingan yang muncul pada edisi Selasa nyaris tak memberi nilai tambah apapun bagi saya setelah menonton pertandingan akhir pekan.” (h. 366). Ya kita sepakat, Bola memang tutup karena kreativitas dibungkam, dan isinya berita ‘umum’.

Kita yang besar di era 1990-2000an jelas terbiasa Bola, dan terjemahan 442 yang bagus. Bola Vaganza sempat juga hadir, tapi memang hanya beberapa artikel yang menarik. Saya malah suka bonusnya sahaja untuk dipajang. Puncak kejayaan sepakbola sebelum merambah modern seperti saat ini, bisa jadi adalah 2006 ketika Italia berpesta di Jerman. Itulah masa saya berhenti berlangganan. Lagian Lazio memasuki dark era pasca Cragnotti.

Terakhir, maaf ya saya enggak anti Barcelona atau MU, apalagi timnas. Sebagai Laziale apa yang disampaikan segi-ketiganya terlampau umum, nah ketika yang ditulis mendetail khusus ke dalam justru malah tentang pribadi, pengalaman sendiri yang bagi kita tak terlampau penting untuk tahu. Alamak kamu, cerita suatu sore kepleset di lapangan tepi pantai bersama anak-anak lokal, apa menariknya? Coba sesekali ulas lebih dalam, kejayaan Genoa yang pernah ‘merampok’ scudetto Lazio jelang Perang Dunia, atau bagaimana drama dibalik kepindahan Alan Shearer ke Newcastle dan masa kepelatihannya yang singkat nan pahit, atau nulis sejarah mendalam SPAL yang terlahir kembali, Parma yang terjatuh di kubang terdalam lalu melakukan come-back per musim, drama di baliknya jelas lebih memikat. Hal-hal semacam itu sejatinya akan sangat jauh lebih sedap ketimbang mengata kehebatan Barca yang hanya sesekali terjatuh, MU yang mengeluhkan pesta norak Liverpool juara, atau mencaci dengan fasih timnas berulang kali. Kita semua sudah tahu itu. Seperti novel, mayoritas novel keren bercerita tentang penderitaan, cinta yang kandas, atau dendam lama yang tak terbalas. Sepakbola ulasan juga harus begitu…

Maaf sekali lagi.

Tamasya Bola: Cinta, Gairah, dan Luka dalam Sepakbola | Oleh Damanto Simaepa | Copyright 2015 | Penyunting Fahri Salam, Ilustrasi sampul Saiful Bachri | Pemeriksa Aksara Eko Susanto | Penata letak dan visual Janurjene | I – xviii + 384 hlm.; 14×21 cm | ISBN 978-602-1318-31-7 | Penerbit Mojok | Skor: 2.5/5

Untuk Gerei dan Nadya

Menulis sepakbola adalah menulis manusia-manusia yang menonton, memainkan, mengeluh, menangis, bergembira, bersedih, frustasi, dan seluruh perasaan yang mendefinisikan kita sebagai manusia lewat permainan indah ini.

Karawang, 300819 – 300620 – Red Hot Chili Peppers – Right On Time

#30 #Juni2020 #30HariMenulis #ReviewBuku #HBDSherinaMunaf

Thx to Dema Buku

The ABC Murders #29

The ABC Murders by Agatha Christie

Anda tahu, Monsieur Poirot, ini merupakan urusan yang kotor – urusan yang kotor – aku tidak suka.

Salah satu kisah detektif terbaik yang pernah kubaca. Pertama lahap pas masih sekolah di Perpus Kota Solo, Jebres. Terpesona, ini dalam rentetan baca setelah And Then There Were None… dan They Came to Bagdad. Saya ingat sekali bacanya, jam malam setelah belajar, di ruang kecil Ruang_31, Palur dalam keremangan rumah karena zaman itu masih pakai lampu bohlam cahaya orange, bukan seperti sekarang yang putih jernih nan mewah. Dengan lampu baca corong dari ‘mangkuk’ bekas produk sabun colek, kursi reyot karena dari kayu rapuh, keseringan dipaku, dan meja belajar yang dibuat sendiri dari bamboo yang ditebang di halaman kebun belakang. Sebuah gambaran kesederhanaan keluarga di masa lampau yang justru sungguh merindu.

Kisahnya tentang pembunuhan berantai yang memakai abjad sebagai sasaran korban dan lokasi. A untuk Ascher di Andover, B untuk Barnard di Bexhill, C untuk Sir Carmichael Clarke di Churston, lalu D dan ternyata segala yang tampak di permukaan tak selalu nyata. Diambil dengan sudut pandang Kapten Arthur Hastings, OBE. Saya sendiri bisa menebaknya, tampak janggal di pembunuhan D sehingga seolah korban ngacak. Sepertinya rencana itu sempurna, tapi jelas kriminal tak ada yang sempurna. Apalagi Hercule Poirot ditantang, rasa optimis membuncah, pembaca pasti sudah turut serta semangatnya ketika nama ini disebut. “Kau lihat Hastings? Seperti yang kukatakan kepadamu, selalu ada sesuatu yang akan ditemukan.”

Settingnya tahun 1935, Poirot menerima surat dari Hastings yang mengatakan pada tanggal 21 Juni, lihatlah di Andover. Surat itu menantang sang detektif, dan tertanda identitas Si ABC. Di awal sudah tampak mencurigakan akan ada pembunuhan. Dan tentu saja benar-benar terjadi. Sebagai pembuka adalah pembunuhan di toko jam satu pagi, toko posisi terbuka dan agen polisi Dover menemukan mayat wanita tergeletak di sana. Korban pertama adalah Nyonya Ascher yang telah menjanda. Meninggalkan jejak petunjuk jadwal kereta api ABC di belakangnya.

Surat kedua muncul dengan kertas cetak bermutu baik, tulisan tangan itu memberitahu bahwa tanggal 25 di pantai daerah Bexhill. Menantang kepolisian dan daya penyelidikan. Tak diragukan lagi, surat kedua ini dikirim oleh orang yang sama bila mengacu pada bentuk tulisan tangannya. Kini atensi dinaikkan. Pembunuhan kedua terjadi dengan korban gadis remaja bernama Elizabeth Barnard, pelayan kafe, seorang nelayan menemukan mayatnya tergeletak di pantai. Poirot, Hastings dkk memeriksa latar belakang sang korban. Dan bagaimana sang kakak, Megan menyebut, “Betty adalah seorang dungu kecil yang tak dapat dikurangi.” Megan kerja di kantor London, cerdas dan berpendidikan layak. Adiknya kurang beruntung. “Ia seorang bidadari dari Eden, lewat Swedia.” Dan seteru dengan gadis lain bernama Highley. Dan Donald Fraser juga ditanya begaimana jam-jam terakhir sang korban.

Surat ketiga muncul dengan pembuka, ‘Tuan Poirot yang malang…’ kali ini sang calon korban ada di daerah Churston pada tanggal 30. Cobalah lakukan sesuatu, sedikit membosankan melakukan semua ini dalam cara si ABC. Surat ditulis tanggal 27, dan mereka baru membacanya tanggal 30! Seolah-olah surat yang dikirimkan ke Poirot salah alamat, ga nyampai, barulah terlambat diterima karena dikembalikan sang petugas. “Orang tidak boleh memberikan jalan kepada kebingungan.” Tidak ada yang lebih jelek mengambil nyawa atau jiwa seorang asing daripada mencabut nyawa seorang yang dekat dan terhormat padamu.

Yang ketiga hadir lebih dramatis adalah Sir Carmichael Clarke di Churston. Sang korban berjalan-jalan dan jam 11 di hari itu ditemukan tergeletak di jalan. Kematiannya disebabkan pukulan memecahkan kepala belakangnya. Sebuah ABC yang terbuka ditemukan di atas tubuhnya. Adiknya Franlin Clarke tetap tenang memberi penjelasan kepada polisi.

Dengan pembunuhan ketiga surat kabar penuh oleh tak satupun yang lain untuk dibahas.semua jenis ‘kunci’ diberitakan telah ditemukan. Ada potret-potret dari setiap orang atau tempat yang jauh berhubungan dengan kasus. Wawancara-wawancara dilakukan setipa orang dan muncul pertanyaan-pertanyaan dari parlemen. Dengan tagline mengerikan: Ia Mungkin di Kotamu!

D itu ada di Doncaster tanggal 11 September awalnya dikira korban adalah Roger Emmanuel Downes, ternyata salah ke George Earsfield, tukang cukur. Seolah korban salah sasaran. Namun jelas ini adalah rangkaian pembunuhan ABC. Ia memilih belakang yang keliru. Dari sinilh Poirot menemukan titik terang, tautan ini mengakibat ia lebih intens memeriksa, dan jelas selalu ada motif. Pembaca mungkin terkecoh, tapi jelas ini pembunuh serial yang punya motif bukan sekadar urutan abjad. Selalu, pembunuh meninggalkan jejak yang bisa ditelaah.

Sebuah refrain lagu: “… dan tangkap seekor srigala. Dan masukkan ia ke dalam sebuah peti. Dan jangan pernah lepaskan dia.” Kau cukup selamat selama tak seorangpun mencurigaimu. Sekali kau dicurigai bukti-bukti dengan mudah didapat. Rouge, impair, manqué…!

Beberapa kali kita mengambil sudut Alexandre Bonaparte Cust (bukan dari kisah pribadi kapten Hastings) seolah selalu ada di tempat kejadian perkara, menjadi lazim untuk menyebutnya. Namun ketika bertemu langsung jelas sangat janggal. Dengan pola tersebut mengarah pada alphabet, maka di Koran-koran masyarakat dengan nama berawalan ‘D’ wajib waspada. Korban keempat terjadi di bioskop. Kali ini bukan ‘D’ tapi ‘E’ seolah merusak pola. Dengan nama Alexandre Bonaparte Cust yang membentuk ABC, jelas dengan sangat mudah kita singkirkan dari kemungkinan pelaku, Christie tak akan dengan mudah memberi klu segamblang ini. Apalagi ketika ada kalimat jelas, membunuh lalat saja tak mampu. Dengan nama besar: Alexandre the Great, Bonaparte pahlawan Prancis, sungguh berlawanan. “Tuan Cust yang malang? Ia tidak akan melukai seekor lalat.” Lily tertawa.

Era tahun 1930an yang klasik dengan informasi yang minimalis ke khalayak menjadi sangat mendebarkan. Kabar pembunuh serial berkeliaran di sekitar kita tentunya membuat ketakutan warga. Apakah korabn-korabn itu dipilih secara alfabetis, kemudian mereka tidak dipindahkan karena merupakan sumber sakit-hati kepada si pembunuh secara pribadi. Akan merupakan sebuah kebetulan yang berlebihan jika digabungkan. Poirot telah menunjukkan kecerdasan otak yang sejati dalam cara ia menanggulangi satu masalah yang sama sekali tidak sama dengan sebelumnya dihadapinya. Apa yang harus dihentikan? Pembunuhan gila ini!

Aku beranggapan bahwa salah seorang atau seluruh kalian, mengetahui sesuatu yang kalian tidak ketahui bahwa kalian mengetahuinya.”

Kau seorang yang sangat besar Tuan Poirot. Buku ini sudah dierjemahkan pula ke Gramedia Pustaka Utama.

Mengenal si Pembunuh | By Agatha Christie | Diterjemahkan dari The ABC Murders | Was originally published by John Lane The Bodley Head Ltd. USA | PB No. 76.05 | Penerbit Pochet Books Indonesia | Yayasan Karya Bakti, PO BOX 170 Bandung | Cetakan pertama, Desember 1976 | STAR Offset | Skor: 5/5

Karawang, 290620 – Bill Withers – My Imagination

#29 #Juni2020 #30HariMenulis #ReviewBuku #HBDSherinaMunaf
#AuditISO17025 #Huffhhh…

Simple Stories for a Simple Investor #28

Simple Stories for a Simple Investor by Nicky Hogan

I have three things to teach: simplicity, patience, compassion.” – Lao Tzu

Investasi itu kebutuhan. Investasi, ya Anda sudah sering mendengar kata itu. Percayalah itu bukan pilihan, tapi kebutuhan. Alhamdulillah, saya sudah mulai nabung saham awal tahun lalu, berarti sudah setahun lebih saya menggelutinya. Buku ini sejatinya for beginner. Hanya untuk investor pemula yang akan dan baru mulai nabung saham. Saya sendiri aktif di grup saham, baca-baca buku saham (ini contohnya!), baca Koran Daily Investor, Kontan, dll. Ikuti akun-akun saham yang tersebar di sosmed, sampai searching di berbagai web. Jadi ketika kubaca buku ini, rasanya sudah tahu track jalanan. Rajinlah bertanya, banyaklah berpetualang.

Kukira karena ini ditulis oleh seorang yang sudah malang melintang di pasar modal bakalan detail seru nan berdebarkan. Ternyata enggak, buku ini hanya panduan umum. Terutama yang masih ragu akan memulai, seperti judulnya, isinya juga ga njelimet. Datar sahaja. Investasi bukan spekulasi dan bukan judi. Kuno banget kalau masih berpikir seperti itu. “high risk high gain?” Sebagian besar pengulangan, atau sudah beberapa kubaca dan kudengar di tempat lain, lalu kubaca di sini?

Kubaca cepat Oktober tahun lalu, dan setelah selesai justru menemukan bahwa tulisan Bung Nicky sudah tersedia di blognya: nickyhogan.com langsung kucek, isinya sama, eh lebih variatif di sana ding karena tentu bahasa internet lebih ‘merdeka’. Wah, tahu gini saya saya baca di sana saja. Hehe… tetap sih feel-nya beda. Enakan baca di kertas, lebih nyaman. Investasi memang tidak lagi melulu soal uang dan keuntungan. Ini adalah soal nilai moral kehidupan dan masa depan bangsa dengan rakyat yang penuh rasa positif serta optimis mencintai negaranya.

Tulisan yang disaji memang mayoritas pengalamannya di BEI. Cerita tentang sosialisasinya terlihat jelas berdasar kejadian yang pernah dialami. Desa nabung saham, desa Argo Mulyo, desa transmigran di Kecamatan Sepaku, Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Dan itulah yang pertama yang ada di bumi pertiwi. ‘Yuk Nabung Saham’ diluncurkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 12 November 2015. Jepang meluncurkan NISA (Nippon Individual Savings Account) pada tahun 2014, sebuah kampanye dibarengi pemberian insentif pajak. Pada 12 Mei 2018, genap seluruh 34 provinsi di Indonesia telah memiliki galeri investasi, akses langsung ke pasar modal dan BEI. Bila terbuka, memang ada pilihan lainnya selain BEI, yaitu tercatat di bursa efek Negara lain. Untuk perusahaan-perusahaan Indonesia yang listing di bursa efek luar negeri, kembalilah, catatlah juga saham di sini di halaman rumah sendiri. Sekarang jumlah investor pasar modal Indonesia sudah jutaan. Perusahaan yang ada di BEI, jumlahnya ratusan. 20% warga kaya, sisanya 80% tetap saja tertinggal.

The best time to invest is when you have money. Beberapa mengutip dari para penanam modal terkenal Warren Buffett ada di barisan terdepan. “My wealth has come from the combination of living in America, some lucky genes, and compound interest.” Rasanya saat ini kalau kita ngomongin investor terkemuka dunia, nama inilah yang pertama muncul. Invest your linear income so you can earn exponential income, kata Bo Sanchez. Dikutip, dibagikan, ditelaah, dan dijadikan ayat bagi para pemula. Inflation is forever. Investing is the only game in town. We have to invest, without a doubt. Sayangnya beberapa masih berbahasa Inggris asli, ini kan bacaan lokal Bung, kenapa ga sekalian diterjemahkan dengan tetap memasang sumber? Mark Twain bilang, “Twenty years from now, you will be more disappointed by the things you didn’t do than by the ones you did do.

Niatan Bung Nicky jelas mulia, berbagi cerita, ngajak nabung, dan sungguh komitmen berjuang bahwa ada ‘tambang emas’ di sebuah kantor di Jakarta yang sayang kalau kalian ga turut serta! Surga punya ruanganya sendiri dan melaikat selalu punya wujudnya sendiri. Tentu saja sebuah kampanye tanpa dukungan sumber daya manusia dan infrastruktur, tidak akan menghasilkan apa pun. Meminjam istilah LKH, sahamnya ‘salah harga’, masih kemurahan, kenapa tidak biarkan saja dia terus bergerak naik.

Beberapa juga berisi motivasi dan inspirasi, bak Mario Teguh. Kita butuh berpikir, bertutur kata, dan selalu positif. Bergabunglah dengan lingkunagn yang demikian. Berdiri di antaranya, itulah umumnya para loser, pecundang yang hanya menyerahkan uangnya untuk kalah dan rugi. Alam bawah sadar kita selalu mendokrin kenapa meski mengubah sesuatu yang sudah nyaman, karena kita cenderung takut pada kegagalan. Insting manusia cenderung bertahan pada keadaan yang dianggapnya familiar, situasi nyaman. Dan tak menyadari banyak pilihan lain yang lebih baik. Pikiran manusia hanya mampu mengingat antara tiga hingga tujuh hal dalam memori jangka pendeknya. Seperti kata bijak, kita terus menerus mengutuk kegelapan, dan bukannya mulai menyalakan lilin.

Mungkin karena bukan penulis novel, gaya bahasanya terasa standar. Kurang thrilling-nya, kurang mendebarkan, kurang memacu andrenalin. Joke sih beberapa ada, tapi tetap ala kadarnya. Investasi tidak ada yang instan, tidak seperti mi kesukaanmu. Yang jelas jangan cemplungkan habis dana kita di awal investasi, sisihkan sedikit demi sedikit, sambil belajar dapatkan ‘pace’ nyaman. (Bukan ‘uang belajar atau uang sekolah’ ya, yang mengatakan seolah-olah di awal investasi selalu merugi. Ndak ada itu.) Kemudian mulai investasi langsung ke saham, resiko selalu ada seperti pengusaha, that’s it. Btw, teman-temanku menganggap kerugian diawal sebagai uang belajar, ternyata dibantah di sini. Saya sendiri, sejauh ini belum pernah tombok, cut-loss atau jual rugi, see yang penting terus peduli dan tentu saja: sabar! Banyak baca, banyak belajar menjadi komoditi utama bagi para investor pemula. Saya sendiri melebarkan sayap dari pecinta fiksi, sastra dan filsafat kini merambah ke non fiksi, buku-buku motivasi dan tentang belajar investasi kini menjadi bacaan rutin.

Ilmu yang dibagikan juga sangat umum, sudah tersedia di internet rata-rata seperti bedanya investor dan trader, waktu sebagai acuan utama, dan tentu saja sabar. Saya tak suka menggunakan kata kaya karena terkesan kapitalis, lebih nyaman menggunakan kata sejahtera.

Teorinya masuk. Ada 4 hal utama yang selalu perlu kita perhatikan dalam finansial. How to earn, how to spend, how to save, dan how to invest. Teori relativitas begitu sederhana dengan rumus yang begitu singkat tetapi membawa pengaruh yang mahadahsyat. Selalu saja aka nada berita-berita negatif yang membuat pasar saham turun, bukannya itu malah peluang mendapat harga saham murah?

Adakah hal di dunia ini tanpa resiko? Tak ada. Sekecil apa pun itu, pasti ada. Resiko adalah bagian dari investasi, jadi peluklah. Kata cepat dan mudah dengan sendirinya sudah berarti spekulasi, bukan investasi. Spekulasi resiko sangat tinggi. Jadi sabarlah. Selalu cek 2L dari OJK: Legalitas dan Logis. Legalitas untuk memertanyakan produk tercatat dan mempunyai izin dari otoritas, logis untuk memertanyakan keuntungan yang ditawarkan masuk akal. Bunga bank paling tinggi saat ini adalah 6%-7% per tahun, kalau ada tawaran yang lebih dari itu dan cepat, langsung buang ke tempat sampah. Di Indonesia ini, manakah yang lebih banyak: orang serakah atau orang lugu? Konon lapar dan nekat berteman baik.

Semua lembaga rating dunia sudah kompak bilang Indonesia, layak investasi! Indonesia diprediksi menjadi Negara kelima dan keempat terbesar dunia secara ekonomi di tahun 2030 dan 2050. Kejaiban dunia kedelapan akan selalu sama, Bunga Majemuk! Terbukti hanya dengan saham yang mampu memberikan tingkat keuntungan yang kita inginkan. Teori bunga majemuk, begitu sederhana, namun siap ‘meledak’ kekayaan kita kalau kita pintar dan mau memanfaatkannya. Einstein bilang, “He who understands it, earns it… he who doesn’’t… pay it!

Keuntungan nabung saham adalah pasar selalu terbuka. Lima hari seminggu di jam kerja, jadi ga pernah takut apakah ketika butuh duit bisa dicairkan? Beli dan simpan. Jual? Kapanpun kita mau. Kita merupakan pemegang saham dan pemilik perusahaan.

Kebanyakan dari kita bukanlah konglomerat sukses, bukan pula musisi tenar kelas international, dan karangan cerita kita pun hanya sebatas percakapan di grup chatting. Boro-boro punya banyak properti. Yang ada saja cicilannya tidak kunjung tuntas. Pasar saham selalu ada yang namanya Mr. Panik. Mereka konsisten banget paniknya. Ingat juga tiga kutipan bijak: invest your linear income, so you can earn the exponential income. Never depand on single income, make investment to create a second resource, and if you don’t fine a way to make money while a sleep, you will work until you die. Dan sedikit saja ikut race!

Saat ini memang index IHSG sedang merah, beberapa saham minus bahkan yang kakap, santuy sahaja. Saya sendiri tetap tenang dan konsisten tabung. Waktu adalah sesuatu yang pasti, dan tampaknya dia tidak suka dispekulasikan, dipertaruhkan. Membeli saham hanya karena ‘katanya’. Tidak memantau terus-menerus (detik per detik), tidak ‘bersikap ketika salah posisi’. Waktu. Ya, itulah sahabat sejatimu, yang bisa kamu andalkan untuk banyak hal. Dan dalam dunia investasi, waktu adalah segalanya. Sesekali buka aplikasinya, simple. Serumit itu? Ya sesederhana itu!

Cukup fokus ke Perusahaan kita, menjadi lebih baik, dan menghasilkan keuntungan lebih besar untuk seluruh pemegang saham. Para pendiri, pemilik, manajemen perusahaan mencurahkan energinya untuk jalan terbaik Perusahaan. Faktor fundamental kinerja keuangan Perusahaan adalah harga mati dalam menilai dan menentukan pembelian saham. Abaikan rumor di pasar, pergerakan semu, nafsu ingin untung besar dan instan. Resiko yang tertinggal hanyalah pada kinerja perusahaan yang kita beli. Itu saja, yang mana harusnya sangat bisa diminimalis dan harusnya bisa ditolerir sebagai orang perusahaan.

Perusahaan yang rajin bagi-bagi deviden, ada di IDXHIDIV20, index yang isinya 20 saham di BEI yang paling rajin bagi-bagi deviden, dan gede-gede, tinggal beli saja satu, dua, tiga. Tabung di situ, tinggal tidur uang kita tambah. Yang suka saham syariah, cek index di JII70 ada 70 saham terbesar dan terlikuid. Perusahaan-perusahaan yang sudah berdiri sebelum kita lahir, dan akan terus bertahan setelah punya cucu, itulah yang wajib antisipasi. Hidup UNVR, INDF, MYOR, ICBP!!! ( Wah ternyata saya pilihnya mayoritas di costumer goods.

Niatan nabung saham memang kutujukan untuk biaya kuliah Hermione. Berinvestasi saham untuk anak dan cucu. Investor adalah orang yang selalu optimis, dan berpikiran positif ke masa depan. Masa depan keluarga, perusahaan, negeri ini. Juga untuk jaminan masa tua, saat ini di usia kepala tiga, rasanya agak terlambat memulai, tapi kalau enggak sekarang kapan lagi?

History repeating itself.

Seperti pernyataan akhir, “Bursa efek adalah berkah, dan diperuntukan untuk kita…” Yang dibutuhkan hanya keberanian luar biasa, bukan keberanian menghadapi naik turun investasi kita, melainkan keberanian memulai. Dan itu lebih dari cukup. Orientasi kita selalu sama, jangka panjang. Kita tak pernah tahu apa yang menanti di ujung sana.

Dan yang terpenting dari segalanya, modal. Ga perlu gede-gede, saya sendiri cuma buruh pabrik. Modal saya dapat dari sisipan gaji, setiap gajian saya transfer ke rekening sekuritas, lalu tabung di saham bluechip. Kalau di bulan itu sedang ada kebutuhan lebih, tetap tabung berapapun. Kalau belum memenuhi satu lot, simpan dulu saja. Nasabah-nasabah dengan untung terbanyak adalah nasabah-nasabahnya yang lupa bahwa mereka punya rekening di Perusahaan tersebut. Bulan berikutnya kalau sudah cukup belilah satu, dua lot. Begitu terus secara konsisten. Mereka merasakan bosan luar biasa (investasi memang membosankan, apa boleh buat). Kamu tahu aku adalah investor, jangka panjang. Penjang banget. Bahkan kalau memungkinkan, melampaui usiaku. Angka-angka di atas sama sekali tidak menggangguku, sama sekali. Jika saving adalah menyimpan dana untuk dibutuhkan jangka pendek, maka investing selalu ditujukan untuk jangka panjang. Itu pakem pasti dan tak bisa ditawar lagi.

Never depend on single income, make investment create a second source. Investasi seperti juga lari jarak jauh, ketika harga sedang merah, ingat saja satu jurus utama: sabar. Kata Mbah Warren Buffett. Ingatlah, pada akhirnya hidup ini adil. Mari Nabung Saham, sekarang!

Simple Stories for a Simple Investor | by Nicky Hogan | Copyright 2019 | Penerbit PT. Elex Media Komputindo | 719060331 | ISBN 978-602-04-9539-2 | ISBN (digital) 978-602-04-9540-8 | Skor: 3/5

Karawang, 280620 – Bill Witthers – Lovely Day

#28 #Juni2020 #30HariMenulis #ReviewBuku #HBDSherinaMunaf

#Lazio2-1Fiorentina #ForzaLazio

Aisyah Putri: Operasi Milenia #27

Aisyah Putri: Operasi Milenia by Asma Nadia

Burung dara nyangkut di kawat. Adinda cantik… nggak kuat.

Dua puluh sampai sebelas tahun lalu saya termasuk yang rutin menikmati buku-buku reliji, Asma Nadia dan Helvy Tiana Rosa tentu saja masuk daftar tertinggi untuk diikuti, oh jangan lupa Ayat-ayat Cinta, saya sudah membacanya jauh sebelum booming dan melayar lebar. Saya termasuk pembaca rutin majalah Annida, majalah cewek dengan cerpen bejibun. Meledak di era 90an, sayangnya bubar. Pas adaptasi ke annida-online sempat beberapa kali berkunjung dan menikmati, terasa sangat beda. Buku-buku Islami yang seandainya kujejer juga lumayan panjang. Sayangnya, beberapa dipinjam tanpa kembali, kebetulan tiga buku Aisyah Putri masih ada di rak, kemarin pas libur bingung review buku lokal siapa, nemu ini. Buku ini kubeli pada 4 April 2006 ketika sedang bermain ke Purwakarta ke tempat kakak, mampir dingdong dan toko buku di Mal Sadang. Inti cerita sudah lupa atau dulu ga sempat kubaca ya? Akhirnya Sabtu pagi (27/06/20) kukejar baca kilat.

Kisahnya tentang Asiyah Putri, anak bungsu dari single parent. Tinggal di Jalan Kemuning nomor satu. Ayahnya meninggal, dibesarkan dengan penuh cinta. Punya empat kakak: Vincent berkaca mata, tinggi tamvan. Kedua Harap, kuliah di IKJ dengan trendy aksesoris di banyak bagian, secara ga langsung calon seniman besar. Ketiga Hamka, gondrong dan kekar, olah raga adalah makanan sehari-hari. Keempat, Idwar kuliah di UI ambil Sastra. Semuanya memiliki kelebihan masing-masing, entah kekurangannya apa, tak tampak nyata. Put-Put eh Puput, panggilan sayangnya, kelas satu SMU 2000, nama beken SMU Mandiri. Diambil dari tarif ojek yang mengarah dan dari sekolah. Ada yang jago karate, berguna banget ketika Putri dkk diganggung preman mendem. Ada yang jago puisi, merayu, gombal ala kadar. Ada yang rajin bersih-bersih kamar, cool. Ada yang hobi manjat gunung, mencintai alam. Hobi-hobi positif, dan catat! Mereka ga merokok semua. Sungguh sangat luar biasa, mendekati sempurna!

Kehidupan sehari-hari remaja laiknya kita. Tapi tentu ada istimewanya Putri ini. Memakai jilbab di tahun 2000 tentu belum setrendy sekarang. Tampak sekali Asma melakukan dahwah dan ajakan menegakkan kehidupan Islami, cocok sama genre yang dipajang di pojok kiri atas, ‘Serial Islami’. Saya sekolah di tahun Silver ini, seingatku hanya tiga sampai empat siswa yang mengenakan jilbab. Masih minoritas. Pas reuni dan kini ada di grup WA sih, nyaris semua teman sekolah itu mengenakan jilbab.

Ceritanya Putri menjadi aktivis yang alim, teman-temannya variatif ga seperti sekarang satu kelas semua pakai kerudung. Ada yang kaya, sekolah saja naik mobil. Ada yang miskin, yang justru dimatikan di tengah. Bahkan dengan sadis, dibunuh dan diperkosa. Ada yang penuh jerawat, dekil dan kurang pede. Ada yang tomboy, walau sudah berjilbab tetap bisa merdeka. Ada yang sakit, pendiam, dan sangat penyendiri. Eh malah justru menjadi tokoh mencinta Putri, ‘Be my Valentine!’

Dibuka dengan ‘pesta’ ulang tahun Puput yang dirayakan sederhana, tapi istimewa bersama abang-abangnya. Lalu ada anak baru, pindahan. Namanya Elisa Damayanti, seorang artis idola remaja. Sudah sangat terkenal, maka hebohlah kelas, terutama cowok. Dan ketika hari H tiba, ternyata Elisa mengenakan jilbab. Tentu saja gabung sama Putri, welcomen to the gank! Bagian berikutnya Hamka yang bangun tidur pakai kolor saja tak sengaja keluar kamar ketika teman-teman Putri sedang ngumpul, dan kejadian ini tampak sungguh memalukan. Masalah kutu yang menghuni mahkota Putri sejatinya sederhana, apa susahnya cerita ke abangnya atau ibunya. Dengan obat bernama peditox, hal yang memusingkan itu selesai mudah. Nah, seolah mengajak hijrah itu mudah. Ada bagian ketika kak Iid mempunyai teman dekat yang menelponnya rutin, Putri yang sering angkat malah menjadi akrab dan dengan dilindas waktu, teman kak Iid yang modis dan gaya ini justru turut serta di pengajian rutin Putri, bahkan mengenakan jilbab. Hebat. Semudah itu mengajak mengajak berbusana muslim.

Operasi Milenia sendiri diambil sebagai kejadian pergantian tahun 2000, jadi ketika banyak orang merencana memeringati pergantian tahun, di sini menjadi pergantian millennium. Ada gerombolan cewek yang modis pengen ke Bali. Ada temannya yang pengen di depan tv, banyak hal. Putri merayakan dengan para abangnya. Tengah malam, berlima masuk kamar umi, mengucapkan sayang dengan serbu kecup. Luar biasa, betapa menyenangkan anak-anak tersayang berebut cium sayang kepada orang tua. Keluarga adalah segalanya.

Bagian ketika membahas narkoba, sejatinya sangat biasa. Sudah tak mungkin keluarga ini memakai. Maka kekhawatiran Putri sungguh mengada, saya sendiri bisa menjamin Asma Nadia ga akan telodor melakukan kesalahan dengan menjerumus salah satu karakter baik hati dan tidak sombongnya melakukan tindakan konyol. Ingat, keluarga ini sudah tampak istimewa sehingga upaya menyembunyikan alasan kekurangan uang lalu pinjam, happy terus, atau tampak cemas. Semua tentu saja hanya tempelan, rasanya mustahil keluarga Islami digambarkan nge-drug! Infotaiment di tv saat ini terasa mengada-ada.

Tampak sekali kehidupan Putri ideal, kalau ga mau dikatakan sempurna. Cerdas, gaul, cantik, relijius. Dikelilingi keluarga yang begitu juga. Bahkan ada adegan ketika ia tertimpa bencana, naik bus yang penuh, cuaca hujan, dan ia harus berdiri di ambang pintu kendaraan, bus tersebut kecelakaan, ia pingsan dan dirawat di rumah sakit. Tampak sekali, Teh Asma mengedepankan kesalahan orang lain, kesalahan orang luar, bukan internal.

Panggilan ahwat/ikhwan mungkin sekarang terdengar lumrah, dan sudah sering kita dengar ketika bersapa atau setidaknya kita baca di sosmed. Tahun 2000 jelas belum semeriah itu. Ada garis besar dengan tebal sekali menjadi pemisah, bahwa kaum reliji punya tempat gaul yang sulit ditembus masyarakat awam. Era sekarang sudah biasa kita lihat wanita berjilbab, lelaki dengan jenggot lebat. Ini bisa jadi akibat perjuangan, salah satunya lewat literasi.

Buku ini masih ada seri dua dan tiga, jadi tenang, Putri aman sekalipun sempat pingsan. Bolehlah bulan depan akan kulanjut seri dua lalu ulas, dan seri tiga akan kutuntaskan bulan Agustus. Sayang kalau ga dilahap habis, sudah lama mendekam, dan tipis jadi rasanya mudah bahkan dengan santuy pun bisa ini, kita selipkan di antara buku Jared Diamond. Haha…

Setelah belasan tahun berlalu, dan semakin bervariasi bacaan saya apakah masih mencintai buku-buku reliji? Oh jelas, tapi kini konfliks dan permasalahan tokoh harus lebih keras. Kini sudah ga klik kalau masalah remaja hanya sekadar kongkow atau pusing belajar kelompok atau bingung pakai sepatu jenis apa. Di Aisyah Putri, pemecahan masalah terlalu soft. Konfliksnya nyaris sepele semua. Kesalahan selalu dari eksternal, coba kalau berani Asma Nadia menulis lanjutan Putri yang kini sudah dewasa usia 40-an dan masih luar biasa konsisten akidahnya, dan idealis? Apakah bisa?! Kehidupan sekarang keras dan luar biasa canggih, seolah batas manusia baik/jahat sudah dihilangkan, dalam berkomunikasi sudah mudah sekali klik. Maka apa tanggapan Putri menghadapi zaman keterbukaan ini. Kini Putri tak sendirian ketika berjalan di mal mengenakan jilbab, justru kebalikan cewek tak mengenakan jilbab malah menjadi minoritas. Sulit membayangkan Putri yang sudah berkeluarga tetap baik hati menghadapi kerasnya dunia!

Sepintas lalu, Puput tampak ga beda jauh sama Annida yang berjilbab panjang, dengan ujung menjuntai. Sifat dan karakter juga mirip. Seolah ini adalah novel tribute buat majalah remaja Islami tersebut. Duuuh… jadi kangen. Sahabat remaja berbagi cerita.

Aisyah Putri: Operasi Milenia | By Asma Nadia | Penerbit PT. Syaamil Cipta Media | Desain sampul Tim Desain Grafis Syaamil | Ilustrasi Halfino Berry | Editor dan tata letak Halfino Berry | Copyright 2000 | Cetakan kesembilan, Januari 2004 | 162 hlm.; 18 cm | ISBN 979-95942-1-9 | Skor: 3.5/5

Karawang, 270620 – Bill Withers – Harlem

#27 #Juni2020 #30HariMenulis #ReviewBuku #HBDSherinaMunaf

Cocktail for Three #26

Cocktail for Three by Madelaie Wickham

Dan sekarang kukira sebaiknya memilih koktail lagi, hidup ini memang sulit.”

Tentang tiga sahabat yang bekerja di majalah Londoner rutin menghabiskan malam di Manhattan Bar, kafe yang menyajikan koktail terlezat di kota London dengan jazz dan keriuhan pengunjung. Ngumpul sebulan sekali apapun aktivitas dan kesibukan yang mendera, menyempatkan waktu bergosip dan blak-blakan dengan konco kental. Roxanne: glamor, percaya diri, memiliki kekasih gelap dan berharap pria itu akan meninggalkan sang istri dan menikah dengannya. Maggie: ambisius dan mumpuni dalam pekerjaan, hingga menemukan satu hal yang tak dapat diatasinya, menjadi ibu. Candice: polos, baik hati, jujur hingga suatu ketika hantu masa lalu muncul mengacaukan hidupnya.

Kisah dibuka di kafe koktail, ngumpul lalu memesan minuman, bergosip. Tak kusangka mereka bertiga akan ngumpul lagi di buku ini setelah lebih dari separo buku, dan berakhir kacau dan tak ada lagi sampai akhir, jadi setting kafe hanya dua kali awal dan tengah. Oh judulnya kenapa Klub Koktail! Adegan tengah di kafe itu rumit, karena seharusnya hanya bertiga, malah ngajak Heather yang tampak congak. Ia membuat Maggie lamban berpikir dan lanjut usia; wanita berpakaian lusuh di antara gadis-gadis glamor. Malam ini, seorang pelayan yang dikenali oleh Candice disapa, teman sekolah yang ternyata punya tautan masalah. Heather adalah putri dari orang yang dirugikan almarhum ayah Candice. Merasa turut bersalah, dan mencoba memperbaiki masalah lalu, ia memberi kontak dan peluang untuk bergabung ke tempat kerjanya. Memperbaiki status sosial. “Aku berusaha menebus kesalahan. Aku berusaha membantu…”

Pertama, Maggie Phillips seorang Pemimpin redaksi Londoner, menikah dengan pria kaya raya yang tinggal di pinggiran kota dengan tanah melimpah ruah, rumah bak istana bernama The Pine, kini menjadi Mrs Drakeford. Cewek asli Derbyshire yang seharusnya sangat bersyukur kini finansial bukanlah masalah. Ini adalah kehamilan pertama, ibu mertua Paddy yang seolah sering merecoki membuatnya kesal. Giles, sang suami seorang bisnisman yang sibuk luar biasa, sehingga perhatian ke keluarga terasa kurang. Maggie cuti lahiran, jadi selama ia off tugas di kantor dikerjakan oleh Justin. Dan ia adalah mantan kekasih Candice. Kekaguman semuanya mulai pudar saat ia menyaksikan Justin dari jarak dekat. Mungkin terasa ada dendam dengan sang mantan, tapi enggak. Ini lebih penegakan integritas yang salah sasaran tembak.

Proses persalinan berjalan lancar, Lucia lahir tanpa banyak kendala. Hanya penyakit kuning yang mengharuskannya bertahan lebih lama di rumah sakit. Seharunya bagian Maggie tak terlalu berat konflik yang disodorkan. Kaya, tampan, keluarga sempurna. Ya baik-baik saja, semua baik-baik saja.

Kedua, Miss Roxanne Miller yang aneh. Pekerja peliput laporan yang sering keluar kota, penulis lepas reguler. Punya banyak potensi bahagia. Bahkan saat sedang di Cyprus, di sebuah hotel mewah mendapat peluang karier dan ehemmm… kekasih orang kaya pula, Nico. Godaan itu separo iseng belaka – dan separo timbul dari kebutuahn murni untuk menyadarkan Ralph bahwa Roxanne memilih bersamanya, bahwa ia tidak tinggal bukan karena ia tidak ada pilihan. Sayangnya ia justru malah terjebak dengan status pelakor! Menjadi kekasih gelap, seorang bos. Teman-teman menyebut Mr X sebagai Pria Menikah yang misterius.

Di tengah bagian kita tahu siapa bos yang dimaksud, ternyata adalah Tuan Ralph yang memiliki keluarga yang tampak harmonis, dengan Cynthia istri yang cantik, ketiga anaknya, di mana yang ragil masih kecil. Keluarga yang tampak ideal, justru Roxanne masuk ke dalamnya. Perselingkuhan yang membawa konsekuensi panjang. Nantinya Tuan Ralph sakit kanker, meninggal dunia dalam beberapa minggu. “Anggaplah dalam waktu satu tahun kau dapat melakukan sesuatu. Apa saja, apa yang akan kau lakukan.” Kita akan ditinggal berduaan menikmati matahari terbenam yang sangat indah. Khayalan sambil lalu yang berbuntut warisan melimpah. Sementara Roxanne yang patah hati justru sedang di Lyon, menghabiskan hari-hari sedih dan tahu kematian kekasihnya di atas pesawat yang melaju ke Nairobi. Hari-hari berlalu bagaikan buritan manik-manik di seutas tali, ia merasa tak bersemangat.

Segala kejengkelan itu sirna, ketika sang almarhum mewariskan rumah mewahnya seharga sejuta Pound itu ke selingkuhannya. Neil Cooper dari firma Strawson and co. Tentu saja akan menggemparkan keluarga inti, tapi fakta ini membuka mata Roxanne bahwa ia bukan sekadar pengisi waktu bosan, ia ada di hati Ralph. Ralph telah tiada, dan hidupnya seperti kehilangan tujuan, awalnya tapi yang berlalu biarlah berlalu, masa depan lebih penting.

Ketiga, si polos Candice Brewin yang mencoba memperbaiki masa lalu dengan membantu Heather Trewaley masuk kerja ke Majalah Londoner. Ia seorang diri menanggung seluruh beban kenangan itu. Membantunya menulis artikel berkelas tentang jalanan macet London, membantu mengerjakan banyak hal, bahkan menjadikannya teman satu atap. Benaknya seperti ikan di buritan kapal, menggelepar-gelepar panik, berusaha mengerti.

Hal-hal yang ia lakukan dengan suka rela dan penuh kebaikan ini hancur lebur di akhir ketika, Candice dimanfaatkan. Tagihan palsu pribadi menjadi tanggungan Perusahaan, penggelapan uang, pemalsuan data, dan seterusnya mencipta ia dibebastugaskan oleh Justin, Pemimpin redaksi sementara. “Aku benci materialime, dan ketamakan, dan ketidakjujuran.”

Edward Armitage atau lebih sering dipanggil Ed, tetangga apartemenya menghibur, mengajaknya ke rumah bibinya di pedesaan selama beberapa hari untuk menenangkan diri. Dengan BMW melaju, dan dengan mudah kita tebak mereka saling cinta dan memutuskan menjalin hubungan. Di akhir cerita kita tahu, Candice kembali, Heather yang bilang liburan ternyata kabur ke Australia, ia bukan anak malang, ia anak kaya raya. Ia hanya ingin membalas dendam! Maka tentu, Candice disambut meriah di kantor. Segalanya lancar dan terkendali, upaya ini lebih kepada usaha meluruskan fakta-fakta membingungkan yang ruwet.

Endingnya sendiri teramat manis, sangat bahagia dengan baptis Lucia di gereja. Candice memaafkan masa lalunya dengan nyekar ke kuburan ayahnya, Gordon Brewin, dan mendapat Ed yang baik hati. Dengan kepala menunduk, suara lirih, dan perasaan mengawang Roxanne mengambil kesempatan kerja ke Cyprus dan rumah warisannya dibeli Maggie dan suaminya yang memutuskan tinggal di London. Bukankah segalanya tampak sempurna? “Apa salahnya memberikan dukungan kepada orang jika mereka pantas medapatkannya? Kau tahu, kita bertiga menjalani hidup dengan mudah jika dibandingkan dengan sisa penduduk dunia.”

Dari Penulis yang kukenal lewat Confession of A Shopaholic, termasuk penulis produktif. Dulu saya menikmatinya karena akan difilmkan, ternyata hanya tampak glamour pekerja kantor di Barat juga, lelah dan pening keseharian di kotak kubikel sama saja dengan kita yang di sini. Di sini memakai nama aslinya Madelaie Wickham yang anehnya juga menantum nama tenar. Di bagian pembuka melakukan pengakuan, bukunya banyak tapi sebelum ketenaran Shopaholic ia memang meragu.

Ada satu kalimat yang terlontar Maggie yang menyarankan gugat. “Manggugat mobilnya. Biasanya itulah yang akan menyakiti mereka.” Karena panik, seolah mobil adalah hal yang sakral. Yah, segalanya mungkin saja terjadi, sebagian tampak diambil dari pengalaman Sophie, tampak tak terlalu berbahaya konfliks yang disodorkan. Satu kaya dengan keluarga sempurna, satu lajang pelakor yang kelimapahan warisan besar, satu lagi polos dengan kekasih naik BMW. Jadi apa masalahnya?

Warga London yang makmur dengan kesibukan di kotak kubikel, sebaiknya menghabiskan akhir pekan ke Stanford Bridge sahaja nonton Chelsea FC, bukannya ke Klub Koktail bikin mabuk, pasca pesta semu. Teler.

Selamat Liverpool juara English Premier League 2019/2020, penantian panjang 30 tahun usai sudah.

Klub Koktail | by Madelaie Wickham (Sophie Kinsella) | Diterjemahkan dari Cocktail for Three | Copyright 2000 | GM 402 01 11 0055 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Alih bahasa Nurkinanti Laraskusuma | Desain kover Marcel A.W. | 440 hlm; 18 cm | ISBN 978-979-22-7102-7 | Skor: 3.5/5

Karawang, 260620 – Bill Withers – I Can’t Wrote Left-Handed (live)

#26 #Juni2020 #30HariMenulis #ReviewBuku #HBDSherinaMunaf

#YNWA #LiverpoolJuara

Death in Venice #25

Death in Venice by Thomas Mann

Untuk mengerti semuanya adalah dengan memaafkan semuanya.

Dilanda waktu, zaman, hening, dan muram. Inilah novel yang penuh renungan, tenang, mencium arima bosan, dan sungguh snob, eh ternyata asyik sekali. Untuk sesaat tenggelam dalam pikiran. Kecenderungan kecil untuk menyelinap dalam keanehan yang tak masuk akal, sebuah sensasi yang tak bisa dia jelajahi sepenuhnya. Kalau kalian suka kisah yang tak banyak gejolak, jelas akan menyukai. Novel yang sastra kata-nya kental. Adegan sunyi sungguh dominan. Penyendiri akut. Emosi yang tepat milik penyendiri; bahwa alam diguncang dengan kegembiraan ketika pikiran memberi penghormatan kepada keindahan.

Seorang manusia masih bisa memiliki resolusi moral setelah menyelami kedalaman ilmu pengetahuan. Saya sudah membaca terjemahan versi Circa, beli bersamaan karena keluar cetakannya juga hampir bareng. Tentu saja ke Dema Buku, gegas sana! Alih bahasanya sama-sama enak, tapi Basabasi terasa lebih gereget. Apakah karena ini bacaan kedua? Jadi (mungkin) pengalaman pertama yang memusingkan, lalu yang kedua (mungkin) ini lebih terasa rapi? Mengikuti alur yang sudah kita tahu. Entahnya, kesunyian yang menjadi balutan utama kisah terasa lebih syahdu, sedap. Rasa kesadaran yang menggigit dan pahit. Satu petualangan kriminal dan sunyi dalam malam yang kelam. Narasinya lebih enak diikuti. Sangat indah, sangat spiritual, sangat tepat, meskipun mengandung kesan pasif yang terlalu besar.

Judulnya jadi beda walau sumbernya sama, ‘Maut’ milik Circa menjadi ‘Kematian’-nya Basabasi. Kehebatan sang tokoh utama juga terasa sekali di sini, disanjung, dipuji, walau hanya dalam pikiran. Seorang seniman hanya dapat dianggap besar dan terhormat jika dia telah sukses dalam semua tahap kehidupan. Persamaan antara nasib personal dari penulis dan rekan-rekan sezamannya. Kebahagiaan penulis adalah pikiran yang sepenuhnya menjadi emosi dan emosi yang sepenuhnya dipikirkan.

Kisah tentang Gustav von Aschenbach, seorang seniman sukses dari Jerman yang melakukan liburan ke Venesia, Italia. Untuk memberikan penghormatan kepada hak aristrokat Dia sudah kaya sejak kecil, dan akan tetap kelebihan materi ketika tua. Lebih banyak keturunan cerdas masuk ke garis keturunan mereka sebelum para penyair masuk ke dalamnya melalui sisi ibu mereka, putri seorang konduktor musik Bohemian. Menanggung beban kegeniusan pada bahunya yang kurus dan keputusan untuk melangkah sejauh ini. Sedari mula keberangkatannya, sudah tampak ragu, sinis. Kebimbangan menjadi tema yang dominan. Maklumi sahaja, tua dan sendiri. Tujuan menjadi tampak remeh ketika proses yang dijalani terasa indah.

Sang seniman tampak memainkan peran santai. Rambutnya disisir ke belakang, menipis di bagian dahi, sangat lebat di atas pelipis dan sedikti bau-abu, alisnya menjulang tinggi, dahinya berkerut. Karena usia dan pengalaman mengata: waktu tak perlu dikejar setelah perjuangan di masa muda yang melimpah. Rasa sakit akibat ketidakmampuan kata-kata untuk menggambarkan keindahan, selain dengan memuji. Di bawah topeng kepasrahan, menyembunyikan ketakutannya seperti seorang bocah yang melarikan diri.

Menara lonceng di mimpinya di tempat ini. Menikmati masa tua, banyak ragamnya. Saya sendiri hanya bisa membayangkan, nantinya gini nantinya gitu, enjoy setiap momen Bung! Menikmati debur pantai, atau alam pegunungan jelas masuk opsi paling depan. “Perhiasan, mandi air panas, dan isitrahat kerap membuat perbedaan.” Tenang, menghanyutkan. Pada usia empat puluh tahun, dia masih hidup seolah dia memulai hidup pada masa di mana orang lain cenderung menyia-nyiakan waktu dan bersenang-senang, memimpikan impian tinggi dan menunda usaha. Kesuksesan itu dia himpun dari lapisan demi lapisan, dalam hari-hari kerja yang panjang, diramu dari ratusan inspirasi tunggal. Setelah beberapa tahun kegelisahan dan banyak mencoba berbagai tempat.

Mungkin lebih baik jika dunia hanya tahu hasilnya, bukan kondisi di mana hal itu dicapai, karena pengetahuan tentang sumber inspirasi seniman mungkin dapat membingungkan mereka dan dengan cara yang sama menghilangkan efek dari karya luar biasa. Liburan ke Venesia ini sejatinya beresiko, kita sudah tahu. Ada wabah sampar yang mengancam dan pihak hotel seolah menutupi, tapi sebuah momen cinta membuatnya mengabai. Benar-benar mengabaikannya ketika dia mendapati pengetahuan itu tidak mampu melumpuhkan, mengecewakan, dan merendahkan. Sebuah lagu multi-sajak yang saat ini sedang populer di Italia. Sungguh terasa, pengambilan keputusan tak dibuat matang.

Ketika tiba di sana sudah tampak rancu, pengantar perahunya bermasalah! Di hotel segalanya memang menjanjikan masa bahagia memeluk sunyi, tapi ada peluang kabur dari maut. Sudah pergi malah balik lagi. Ia merasa lelah, bahkan hancur, dan seolah kesadarannya menuduh dirinya telah berpesta pora. Di luar kasus koper dan serba kebetulan, sejatinya memang Aschenbach terlalu sayang untuk pergi tanpa pamit sama pemuda cantik itu. Sungguh, bukan laut atau pantai yang menantinya, ia akan tetap di Venesia selama si cantik juga ada. Kehidupan mengalahkan diri sendiri, kehidupan yang keras, mapan, dan rumit, yang telah diubahnya menjadi sebuah simbol kepahlawanan kontemporer – dia bisa menyebutnya maskulin dan berani dan baginya tampak seperti Eros.

Tampak janggal, jatuh hati sama pemuda asing yang bahkan tak disapa, tak ada upaya berkenalan, hanya menikmati berjarak. Dasar aki-aki absurb. Tidak ada hubungan yang lebih aneh dan canggung daripada hubungan dua orang yang saling mengenal lewat tatapan mata. Pemuda berambut panjang berumur sekitar empat belas tahun berwajah cantik. Karena manusia mencintai dan menghormati manusia lain selama tidak saling menghakimi, hasrat adalah produk dari kurangnya pengetahuan. Dia merasakan kegembiraan di dalam darahnya, kegembiraan dan rasa sakit dalam jiwa ketika menyadari bahwa perpisahan terasa begitu melelahkan karena Tadzio. Seolah memprediksi. Dia sedikit rapuh, sakit-sakitan, mungkin tidak akan hidup lama. Fanatisme anak-anak yang diarahkan pada bagian paling lunak dari lempengan kehidupan. Keganjilan ini tampak menjanjikan baginya. Hukum moral tidak lagi berlaku. Apakah ini dipengaruhi oleh daya tarik emosi superior pada objek yang lembut dan tak berdaya? Ketampanan membuat seseorang menjadi pemalu.

Nasib dibentuk dari keputusan-keputusan kita yang tampak remeh dan ala kadar, manusia tak tahu mana yang menuju titik nyata dalam senyum ataukah duka? Mungkinkah dia tak tahu atau tak sadar betapa dia terikat pada semua ini? Keindahan layaknya dewa dari anak manusia. Seperti saat ini, kita ada di masa pandemi corona. Siaga, bertahanlah hidup. Di masa lalu, virus ini mengakibat delapan puluh dari seratus orang yang terinfeksi meninggal dengan cara yang paling mengerikan. Perjalanan aneh melewati Venesia mulai membacakan mantranya, roh para tentara bayaran dari ratu yang tenggelam kontribusi menyihir indra dengan cara yang tidak menyenangkan.

Penggambaran fisik dan keadaan sang tokoh juga nampak melimpah. Rambut abu-abu, wajah lelah, dan garis wajah yang lugas. Kelelahan jasmani begitu tak dapat dia terima dan kebutuhan untuk mencegahnya dengan cara apa pun begitu penting. Usia panjang yang berkah adalah anugerah. Jalan hidup setiap manusia berbeda.

Diam adalah emas. Tapi tampak samar udara itu menyeru-nyerukan dengan kata-kata yang terdengar seperti kata sandi. Memeluk kebosan itu, menikmati kebosanan itu. Mengulangnya perlahan dengan puas. Kegembiraan dan rasa lelah di waktu yang sama. Keteraturan yang menyenangkan dari gaya hidup ini telah memantrai dirinya, kelembutan dan pancaran dari perilaku ini membuatnya sangat kagum. Dia melakukan hal itu dengan perlahan dan tekun, pembaca menikmati kebosan juga dengan tekun.

Ada beberapa adegan yang aneh. ‘Penampakan’ di makam, pemakaman yang menjemukan dan perjalanan final tanpa kata. Bicara dengannya dengan hasrat dari orang yang tak bertuhan dan jahat, yang tidak dapat melihat keindahan di balik kesan dan yang bisa dihormati, bicara tentang teror suci yang menyerang bangsawan atas penampakan tubuh sempurna di hadapannya.

Momen juga penting dalam penilaian akhir menikmati karya. Saya sudah lebih mengenal film-film ‘renungan’ sejak terpesona film The Photograph, In The Mood For Love, atau The Table yang full ngobrol. Jauh dari citra membosankan, dan di sisi lain eksentrik, kejeniusannya diperkirakan akan memenangkan perhatian loyalitas dan perhatian masyarakat umum, Nah, Kematian di Venesia terasa sekali eksekusi sastranya tempak kental dan nyata, lebih banyak lingkupan tenang. Warnapucat daging, kontras dengan semangat yang berapi-api di dalam. Bayangkan saat difilmkan, pasti adegan dengan gambar-gambar yang diambil kamera yang perlahan dalam bayang kosong di ruang kosong yang tak dapat diukur itu, indra tentang waktu ikut menderita dan linglung dalam kebingungan yang tak berbentuk.

Sebuah pengandaian yang menentang semua rintangan keraguan dan ironi. Melimpah ruah penggambaran latar sunyi. Langit kelabu, angin lembab. Hampir semua hal besar adalah luar biasa meskipun muncul dalam penolakan, penderitaan, kesakitan, kemiskinan, kelemahan, dan ribuan penghalang lainnya. Langkah yang tidak ia ambil mungkin mengarah kepada hal-hal baik, ringan, dan membahagiakan, mungkin menyembuhkannya. Namun ia sendiri sepertinya tidak ingin disembuhkan, bahwa racun ini dia sayangi.

Saya sendiri suka duduk tenang, menatap langit. Duduk tak melakukan apa-apa. Memecah kabut hampa yang monoton. Tak perlu pusing, nikmati hening. Membingungkan dan memesona, konon pikiran dan ingatan hingga jiwa lupa akan wataknya sendiri karena kegembiraan dan dengan kekaguman yang melekat pada benda-benda yang paling menarik yang menyala. Istirahat yang cukup, lalu sangat tegang namun segar di pagi hari.

Bukan seni secara utuh, tentu saja dia adalah perwujudan seni yang dibicarakan di sini. Dalam dunia Aschenbach, diperlihatkan banyak fase dari tema ini: aristokrat yang memerintahkan kritikan dan untuk selama yang dia bisa sembunyikan kemunduran biologisnya dari mata dunia…

Judulnya memang spoiler berat, kita tahu ia akan mati di sana. Bergurau dengan dirinya sendiri tentang ketakutannya yang menggelikan. Lihat, ragu, takut, geli. Takdir memang misteri Ilahi. Kalimat-kalimat maut ada di paling ujung novel. Dan bagaimanapun juga, apa lagi yang bisa lebih jujur pada roh waktu? Memang ini bukan tentang akhir kisah, tapi apa saja yang terjadi jelang kematian lelaki terhormat yang sudah mencipta karya-karya bagus. Takdir tampaknya melanggar mahkotanya yang kerap disisir ke samping, namun itu adalah seni yang membentuk fisiognomi.

Ya, kesempatan kedua kubaca memang jauh lebih menyenangkan. Merenungkan sebuah euforia. Sebagai contoh dan cermin keindahan intelektual. Senyum yang sedikit terdistorsi dari keputusasaan. Untuk menemukan kedamaian dalam kesempurnan adalah keinginan seseorang yang mencari keunggulan; dan bukankah ketiadaan merupakan bentuk kesempurnaan?

Kematian di Venesia | by Thomas Mann | Diterjemahkan dari Death in Venice | Terbitan Ecco, 2004 | Penerjemah D.S. Rahayu | Editor Eva Sri Rahayu | Pemeriksa aksara Daruz Armedian | Tata sampul Sukutangan | Tata letak Vitrya | Pracetak Kiki | Penerbit Basabasi | cetakan pertama, Juli 2019 | ISBN 978-623-7290-08-7 | Skor: 5/5

Karawang, 250620 – Bill Withers – Lovely Day

#25 #Juni2020 #30HariMenulis #ReviewBuku #HBDSherinaMunaf

#WelcomenbekSerieA #Atalanta3-2Lazio #GajianDay #Rapel

Sepotong Senja Untuk Pacarku #24

Sepotong Senja Untuk Pacarku by Seno Gumira Ajidarma

Waktu meninggalkankan jejak, begitu pula saat-saat yang dilaluinya bersama dia. Segenap makna perjumpaannya meresap ke dalam hatinya dan ia tidak bisa melupakan dia. – hal. 107

(Prolog) Seiring bersama alunan bunyi seruling di lembah sunyi di sana kududuk seorang diri menjelang malam hari teringat ku akan seorang kasihku yang telah pergi entah ke mana oh angin sampaikanlah salamku kunanti ia di lembah sunyi seindah alunan seruling senja begitu cintaku padanya begitu cintaku padanya. – syair dan lagu karya Vivekananda Leimena, Seruling di Lembah Sunyi (1965)

Saya sah menjadi fan Seno Gumira Ajidarma (SGA) setelah menuntaskan Trilogi Insiden, tiga genre yang dirajut: novel, kumpulan cerpen, dan kumpulan esai. Jelas, saya sudah menikmati cerpen ‘Sepotong Senja Untuk Pacarku’ berkali-kali baik dari sebaran grup WA, sosmed, atau di sebuah web yang menyaji cerpen Koran Minggu. Maka keputusan membeli buku ini adalah melengkapi jawab kelanjutan Alina. Saya bacakan ke Hermione (lima tahun) jelang tidur, kena komplain mulu. “Mana bisa langit dipotong…”, “Kalau aku jadi Alina, enggak mau nerima senja, enggak bisa dimakan, mending dibawain cokelat…”, “Memang di gorong-gorong ada pantai?”, dst. Oh baiklah, anak kecil tukang protes. Sampai di sana saja, selanjutnya saya tuntaskan sendiri, mungkin fantasi SGA ga cocok buat balita.

Menatap senja adalah suatu cara berdoa yang langsung menjelma, perubahannya dari saat ke saat meleburkan diri seseorang ke dalam peredaran semesta. Senja adalah janji sebuah perpisahan yang menyedihkan tapi layak dinanti karena pesona kesempurnaannya yang rapuh. Dunia senja yang sempurna bagi siapa pun yang memburu senja di pantai seperti memburu cinta yang selalu berubah setiap saat, meraih pesan-pesan dari kesementaraan terindah seantero semesta…

Buku kumpulan cerpen ini terdiri tiga bagian: Trilogi Alina (3), Peselancar Agung (10), dan Atas Nama Senja (3) jadi totalnya 16 cerita.

#1. Sepotong Senja Untuk Pacarku (1991)
Alina yang manis, paling manis, dan akan selalu manis…

Kalau ngomongin senja, yang pertama terlintas jelas cerita ini. Kalau ngomongin cerpen legendaris Indonesia, jelas cerpen ini harus masuk daftar. Ketenaran Alina yang dihadiahi Sukab sepotong senja memang tak terbantahkan. Ini adalah cerita Sukab mengirimi surat berisi potongan masa di pergantian siang ke malam, dengan latar pantai sejuk, burung-burung mengepakkan sayap, pohon kepala yang melambai. Gambaran idaman santuy itu diperoleh dengan gigih di dimensi lain, di bawah tanah. Dikirim dari tempat paling sunyi ke ujung dunia.

#2. Jawaban Alina (2001)
Sukab yang malang, goblok, dan menyebalkan…

Setelah bertahun-tahun akhirnya saya tahu apa yang terjadi dengan potongan senja itu. Jadi tak seindah yang kukira. Butuh waktu sepuluh tahun untuk sampai ke tangan Alina, mencipta bencana, membuat segalanya berantakan. Dan bahwa Alina tak mencintai Sukab, bersikap baik bukan berarti sayang. Ternyata benar tebakan Hermione, potongan senja itu ditolak, eh lebih tepatnya justru bikin marah. Senja sialan yang paling tidak mungkin diharapkan manusia. Surat balasan ditulis di puncak Himalaya dengan kepungan air bah laiknya kisah Nabi Nuh As. Saya sudah kena spoiler ketika di timeline twitter muncul video pembacaan puisi oleh Dian Sastro Wardoyo. Betapa Bahagianya Penulis, tulisan dibaca dan didokumentasikan seorang bintang secemerlang Disas!

#3. Tukang Pos dalam Amplop (2001)
Dari semesta air ini, aku tidak melihat sesuatu yang merupakan jalan keluar…

Ini dari sudut pandang sang pengantar. Luar biasa perjuangannya untuk menyampaikan potongan itu. Tempat tujuan ada di Ujung Dunia. Dengan kayuh sepeda dan derai tawa anak-anak, semacam terjebak ke dalamnya, beda dimensi beda durasi waktu, di sini sepuluh tahun di dunia Senja Sukab tak linier, menjelma manusia ikan yang mengarungi laut, sungguh aduhai. Perumanan hidup manusia yang ada di akuarium, terjebak di kotak dan mencoba keluar dengan melakukan banyak penelitian dunia antah sungguh sebuah gambaran manusia, makhluk fana mencoba jelajah luar angkasa.

#4. Jezebel (1999)
Kisah seseorang yang berjalan di pantai penuh mayat bergelimpangan. Hanya terdengar suara ombak dan angin. Ombak yang mendesah dan angin yang berbisik. Desah yang membawa keluh dari seberang bumi yang lain. Bisik yang terlalu pelan dan terlalu perlahan dalam angin sehingga tiada pernah menjadi jelas siapa kiranya di sana telah berbisik kepada angin menyampaikan pesan entah kepada siapa entah di pantai mana entah pula kapan sampainya. Sebuah bisikan betapa pun lemahnya tiada akan hilang bukan?

#5. Ikan Paus Merah (1996-1999)
Ini cerita paus merah yang legendaris, paus yang kena tombak dan terluka sepanjang waktu merah darahnya menyertai. Sang Aku bukan pelaut, hanya musafir, baru mengetahui kisahnya ketika di Afrika Selatan. Menikmati senja di pantai, siapa tahu Ikan Paus Merah muncul dari dalam laut, melompat seperti terbang dengan panah menancap di punggungnya…

#6. Kunang-kunang Mandarin (2000)
Cerita kunang-kunang yang tercipta dari kuku mayat disaji dalam peternakan Sukab. Di daerah ini ada yang mengembangbiakan binatang kerlap-kerlip itu, di kota yang pelanginya tak pernah pudar. Konon dari kuku mayat keturunan Mandarin yang dibantai. Seorang sarjana yang sudah keliling dunia, seorang Mandarin yang penasaran datang untuk memastikan, dan malam yang sunyi ketika Sukab bersenandung, golok-golok diacungkan, sementara si Mandarin terkepung.

#7. Rumah Panggung di Tepi Pantai (2000)
Rumah panggung Sukab yang menghadap laut, biasanya rumah tepi pantai selalu memunggungi pantai. Seorang anak Bolong menjaganya selama Sukab berlayar seorang diri, sementara Balu yang penasaran menanyakannya. Dunia yang aneh, sementara cakrawala tampak seperti garis putih yang tipis sekali. “Kamu juga memandang senja?”

#8. Peselancar Angung (2000)
Lautan adalah jingga yang rata dengan perahu layar meintas matahari di cakrawala. Senja semacam inilah yang membuat setiap orang merasa harus jatuh cinta, yang membuat orang-orang memburu cinta, dan akhirnya membuat orang-orang menjajakan cinta di pantai segalanya telah menjadi keemas-emasan. Peselancang keren, tukang kibul. Para Penungggu menganggap bahwa kemunculan Peselancar Agung itu akan memberikan suatu pencerahan. Senja yang sempurna cuma sekejap, hanya melintas sepintas seperti kebahagiaan, sehingga mereka perlu datang langsung segera dan secepatnya.

#9. Hujan, Senja, dan Cinta (2000)
Bagaimana bisa hujan menjadi penanda bahwa di situ ada cinta? Dengan sudut dia dan ia sebagai pelakon, terkadang memang kita harus merelakan kekasih dengan cinta lama yang bersemi kepada orang lain. Dingin hujan itu dirasakannya sebagai dekapan hangat kekasihnya. Cinta itu abstrak, pikirnya selalu, sepasang kekasih tidak usah selalu bertemu, selalu berciuman, dan selalu bergumul untuk mempersatukan diri mereka.

#10. Senja Hitam Putih (2000)
Dunia menjelma dua warna: hitam dan putih, yah terkadang kelabu. Warna-warni seolah dihapus dari ingatan dan dunia sehingga tampak kata dan ungkapan asing. Seluruh kata yang menjelaskan warna telah menguap dari dalam kamus, melayang seperti asap kemenyan, disambar cahaya mentari yang putih menyilaukan, lantas habis sama sekali diterbangkan angin. Dunia yang berubah ataukah aku telah menjadi gila?

#11. Mercusuar (2000)
Cerita paling aneh di sini. Mercusuar bayangan yang muncul di kala senja, menaikkan seseorang ke langit, lalu kembali kala gelap. Mercusuar ini tak nyata, sudah ada bersama dengan waktu, ada yang bilang enam ratus tahun yang lalu. Endingnya twist! Aku heran, bagaimana semua ini mungkin? Apakah kita semua boleh percaya kepada sesuatu yang tidak ada? Yang timbul tenggelam seperti mimpi tapi bukan mimpi, sesuatu yang terlihat tapi tak terpegang, terdengar tapi tak terekam, sesuatu yang tidak ada tetapi terabadikan?

#12. Anak-anak Senja (2001)
Cerita horor untuk anak-anak. Ratri yang gembira melihat anak-anak Senja. Bagi Ratri matahari hanyalah dongeng, dan senja adalah suatu impian. Anak-anak Senja telanjang dan tak berkelamin, bermain di pantai lalu turut anak, bisa tak kembali, orang-orang hanya bisa menonton. Mereka selalu berpesta, namun gagal menjadi bahagia. Dunia telah menjadi tempat yang membingungkan.

#13. Senja yang Terakhir (2001)
Kota di mana pelangi tidak pernah pudar, banyak toko menjual ‘Senja yang Terakhir’. Karena rekaman dari berbagai sudut itu sangat eksotis, memikat kaum turis. Apabila Tuan dan Puan memasuki Senja yang Terakhir itu, seolah memasuki dunia baru. Bisa saja betah, masuk dan tak akan keluar lagi. Karena di sana senja berlangsung selama-lamanya. “Brosur pariwisata yang membingungkan.”

#14. Senja di Pulau Tanpa Nama (2005)
Ini cerita rumit karena kosong adalah isi, dan isi adalah kosong. Nihilitas yang merumitkan diri. Apakah masih boleh disebut semacam cinta jika tidak terdapat kebahagiaan padanya meski setidaknya sesuatu seperti kebahagiaan dalam penderitaan? Seperti Kawabata, aku mencintai seorang perempuan yang tidak pernah ada. Haruskah ada yang lebih indah dari senja – meski tanpa kisah cinta di dalamnya? Tidak ada cinta dan tidak ada diriku. Tiada cerita.

#15. Perahu Nelayan Melintas Cakrawala (2006)
Upaya menangkap keabadian, memperangkap senja di dalam kartu pos. “Katakanlah kepadaku apa yang dipikirkan ikan?” Memang tidak semua orang bisa menjadi penyair, tetapi setiap orang memiliki puisinya sendiri. Waktu membeku dalam kartu pos.

#16. Senja di Kaca Spion (2007)
Ini semacam maut yang mengintai? Senja yang terilhat di tiga cermin mobil: spion kanan-kiri, dan cermin tengah. Melaju ke arah timur memunggungi pegunungan menelan matahari, melaju ke arah kabut dengan kecepatan takterukur. Orang-orang berduyun, seolah malaikat yang menggoda. Di dalam satu dunia yang sama, mengapa suatu hal bisa begitu berbeda? Dari manakah aku datang dan akan menuju ke mana? Juga penyair gaya lama tidak akan mempunyai pilihan lain selain menyebutnya sebagai cahaya kencana.

Dengan tema utama senja, buku ini memang banyak memberi pengaruh anak muda sepanjang 90an hingga kini. Lihat puisi-puisi zaman now, selain kata ‘hujan’ jelas ‘senja’ juga dominan, seolah memandang senja di kala sendiri dalam renung itu keren. Obsesi kecanggihan dalam perburuan keindahan berlebihan. Seperti kita, seperti pula penutup pengantar SGA, “Namun saya tahu, akan selalu terpesona melihat senja.”

(Epilog) Sungai pergi ke laut membawa kubur-kubur laut pergi ke laut membawa kubur-kubur awal pergi ke hujan membawa kubur-kubur hujan pergi ke akar ke pohon ke bunga-bunga membawa kuburmu alina. – Sutardji Calzoum Bachri, dari sajak Perjalanan Kubur (1977).

Sepotong Senja Untuk Pacarku | by Seno Gumira Ajidarma | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | GM 615202014 | Copyright 2016 | Penyelia naskah Mirna Yulistiani | Desain sampul Suprianto | Setter Nur Wulan Dari | Lukisan pada peraangko karya Mansyur Mas’ud | Gambar hal. 33 diambil dari komik Dian dan Boma karya Hans Djaladara yang dimuat di majalah Eres No. 9/1970, hal. 35 | Cetakan keenam cover baru, Mei 2019 | ISBN 978602-03-1903-2 | Skor: 5/5

Karawang, 240620 – Bill Withers – Heartbreak Road

#24 #Juni2020 #30HariMenulis #ReviewBuku #HBDSherinaMunaf

Thx to TQ Mutiara Hati, dua tahun yang luar biasa untuk Hermione Budiyanto. Hari ini jam 18:28 khatam Al Quran.

Martin Luther King #23

Martin Luther King by Anom Whani Wicaksana

Mimpi saya adalah dunia di mana orang-orang tidak diperlakukan berdasarkan warna kulit, tetapi berdasarkan nilai karakter.” –King

Buku yang kubeli Sabtu (20/06/20) lalu bersama Meyka di Gramedia Karawang ketika beli kado empat buku buat guru sekolah Hermione. Iseng saja menambahkan buku ini, tipis, dibaca singkat dan padat. Tulisan yang umum sekali, memang apa yang ingin didapat? Dari daftar pustaka jelas sekali buku sederhana ini terlampau banyak copy dari web, pemikiran dan uneg-uneg sang Penulis terbatas sekali, bahkan pustaka yang tercamtum jomplang. Sumber buku cuma tiga, majalah satu, dan dari internet melimpah ruah, mencapai empat halaman! Luar biasa, ada ya tulisan yang dinukili lebih dominan dari tempat lain menjadi karya sendiri?

Sebuah biografi bagus itu mendetail masa-masa sebelum terkenalnya sang tokoh. Masa kecil bersama keluarga, perjuangan di akademi pendidikan dan awal karier, teman-teman bermain dengan sepantaran umur dan tetangga, sampai ketemu klik yang membuatnya laik dibuatkan buku. Buku ini teramat umum yang dengan mudah tersedia di jagat maya, Google sang jagoan, bahkan terlampau sering diulang-ulang beberapa bagian, terutama tentu saja momen jalan kaki ramai-ramai ke Memorial Lincoln dengan pidato menghentaknya. Tiap ganti bab, seolah ditulis oleh tangan yang berbeda karena berulang. Saya sudah nonton film Selma yang mengantar lagu originalnya menang Oscar. Menghentak!

Martin Luther King Jr. lahir pada 15 Januari 1929 di Atlanta, Georgia. Bernama asli Michael King Jr., ayahnya mengganti nama untuk menghormati tokoh Kristen Protestan Martin Luther. Anak ketiga dari empat bersaudara, terlahir dari keluarga berada. Saat berusia 10 tahun, menjadi penyanyi Gereja untuk pemutaran perdana film Gone with the Wind. Pada bulan Mei 1941, neneknya meninggal dunia. Sempat membuat depresi hingga berniat bunuh diri. Semasa kecil hingga remaja dicekokin agama terus, justru membuatnya meragukan agama. “Keraguan saya mulai muncul tak henti-hentinya.” Namun bergeraknya waktu, ia menjadi relijius. Kekristenan adalah kekuatan potensial untuk perubahan sosial.

Bisa kuliah di Morehouse Collage saat berusia 15 tahun, tanpa lulus SMA karena dua kali loncat kelas 9 dan 15. Saat itulah Martin pertama membaca buku Henry David Thoreau berjudul Civil Disobedience tentang perlawanan tanpa kekerasan untuk menentang ketidakadilan. Martin berguru pada Mahatma Gandhi melawan kolonialisme, melakukan perlawanan tanpa kekerasan. Berulang kali dipenjara karena protesnya. Sebuah hak yang ditunda adalah hak yang ditolak. “Jika diserang jangan membalas, justru menyerahkan diri.” Selepas kuliah dan menikah, ia menjadi pastor. Latar belakang keluarga yang relijius dan penyayang mendorongnya untuk memperjuang persamaan hak dan ras. Keterlibatan Martin dalam insiden terkait hak sipil pertama kali bersama korban Claudette Colvin dan Rosa Parks yang menolak memberikan tempat duduk di bus kepada kaum putih. Martin dkk melakukan protes dan boikot bus Montgomery. Boikot selama 385 hari yang memicu ketegangan. Dan berakhir kemenangan, membangkitkan semangat kesetaraan rasial di AS. Jika kamu kehilangan harapan, kamu akan kehilangan bahan bakar. Jaga selalu harapan Anda.

Buku ini lebih banyak menebar kutipan, ajaran berorasi, inspirasi kepemimpian, belajar menggunakan kata-kata yang pas, sampai pentingnya momentum, mengulang kata-kata inti yang pendek, sampai menekankan beberapa diksi agar pendengar berhasil terpesona. Dan tentu, pidato di tangga Lincoln Memorial, Washington DC pada 28 Agustus 1963 itu diulik. Panjang nan berulang. Cara pidato yang efektif memang beragam metode, saya sendiri suka demam panggung, kuncinya setelah tahu teori ya jelas praktek. Tak ada kunci lain yang lebih efektif. Kebahagiaan lebih banyak menipu daripada kesusahan.

Martin mendapatkan Nobel Perdamaian tahun 1964, penerima termuda saat itu. Uang hadiahnya ia hibahkan semua untuk mendukung perjuangan melawan diskriminasi. Lebih dari 50 penghargaan Nasional. Tidak semua orang bisa menjadi terkenal, tapi semua orang bisa menjadi hebat karena kehebatan ditentukan dari pelayanan.

Kematian Martin pada tanggal 4 April 1968 kala senja di balkon kamar Lorraine Motel, Memphis karena ditembak James Earl Ray. Sang pembunuh adalah perampok yang dihukum seumur hidup, kabur setahun sebelumnya. Dari penyelidikan, ia melakukan pembunuhan karena rasa benci. Baru tertangkap beberapa bulan kemudian di London di bandara saat akan kabur ke Afrika. James yang awalnya menyangkal lalu mengaku guna menghindar hukuman mati, ia divonis 99 tahun penjara. Ia mengajukan banding berkali-kali, tapi ditolak, merasa bahwa ia hanya korban konspirasi politik dan militer. Tahun 1990 keluarga King menyetujui guna melakukan penyelidikan lebih lanjut, tapi tetap dalam proses peninjauan, tidak ada perbuahan. James Earl Ray meninggal dunia 23 April 1998 di penjara.

Tahun 2002 berdiri patung Martin bernama Liberty Bell setinggi 2.4 meter di tanah kelahirannya Georgia Capitol, Atalanta, putranya Bernice King meresmikan. Setelah melalui banyak perjuangan, akhirnya setiap tanggal 15 Januari atau hari Senin di minggu ketiga diperingati sebagai Hari Martin Luther King, ide itu muncul empat hari pasca kematiannya. Beberapa Negara bagian mengesahkan, beberapa menolak. Awalnya bernama Hari Hak Asasi Manusia, dan berangsur merata. Tahun 2000 semua Negara bagian menyetujuinya.

Sebelum baca ini saya hanya tahu kulitnya saja, sejarah mencatat ia sebagai pahlawan kulit hitam Amerika. Sempat sepintas berseteru dengan Malcolm X yang juga meninggal ditembak, walau tujuannya sama: perjuangan bagi warga kulit hitam menggapai persamaan hak. Setelah baca buku ini memang mendapat asupan pengetahuan lebih lebar, pandangan lebih terbuka, walau tak detail seperti biografi. Mungkin seuatu saat dapat menikmati biografi King yang lebih lengkap dan mumpuni. Yah, ga salah juga sih buku ini karena mencantum genre sosial science.

Lalu kenapa nilainya lebih dari separuh kalau bukunya biasa? Masalahnya isi dan kutipan yang dipilihkan bagus-bagus (mencapai 18 halaman!). Terutama tentu saja pidato panjang ‘I Have a Dream’ (8 halaman), diterjemahkan lengkap! Sehingga bisa dinikmati dan merasakan sensasi orasi menggebu itu. Dibaca nyaring, sendirian di ruang meeting sepulang kerja. Mantab betul!

Black Lives Matter saya lihat di kaos semua pemain, tempat yang seharusnya nama pungguh di Liga Inggris kemarin: Tottenham Hotspurs melawan Manchester United. Setelah lebih dari 50 tahun pasca pidato I Have a Dream, di Amerika masih terjadi huru-hara rasisme, bahkan di tengah pandemi yang mewajib semua orang keluar pakai masker dan jaga jarak, kasus pembunuhan Flyod yang menimpa warga kulit hitam, dilakukan oleh polisi yang terekam mencipta gelombang demo besar. Menyeberang ke Eropa dan Asia, contoh nyata ya di pertandingan sepak bola. Perjuangan melawan rasisme memang tak ada matinya. Petir tidak membuat suara hingga ia menyerang.

Sejarah harus mencatat bahwa tragedi terbesar era transisi sosial pada saat ini bukanlah keributan yang dibuat oleh orang-orang jahat, tapi diamnya orang-orang baik. Jadilah langka, karena Anda akan dicari orang dan bisa mempengaruhi orang tersebut.

Puisi yang paling saya gemari, penyair yang paling saya sukai, adalah Aeschylus. Sekali waktu ia menulis ‘Bahkan dalam tidur kita derita yang tidak terlupakan jatuh setetes demi setetes ke dalam hati kita, sehingga dalam keputusasaan yang sangat, bertentangan dengan kehendak kita, muncullah kebijakan melalui tangan Tuhan Yang MahaAgung.’” – pidato Robert F. Kennedy

Martin Luther King | by Anom Whani Wicaksana | Editor Odilia | Penata letak Rustam Setting | Cover Ndaru | Penerbit C-Klik Media | Cetakan pertama, 2018 | ISBN 978-602-5448-46-1 | Skor: 3/5

Karawang, 230620 – Billie Holiday – God Bless the Child

#23 #Juni2020 #30HariMenulis #ReviewBuku #HBDSherinaMunaf

The Stranger #22

The Stranger by Albert Camus

Buku yang sudah pernah kubaca tahun 2016, terjemahan lain dari Senja Publishing. Intinya sama. Ketika menyusun novel-novel terbaik sepanjang masa, saya menempatkan The Stranger di sepuluh besar. Waktu saya benar-benar terpesona memasuki dunia Camus yang absurd dan janggal.
Terbitan Immortal tampak lebih sopan, bagian ketika Marie bercinta dengan sang protagonist hanya ditulis sepintas lewat tidur bersama, dan paginya dibangunkan. Atau untuk bilang bernafsu, Marina menulis ‘indraku terangsang’, tampak sungguh aman untuk Remaja, seolah para petinggi Lulus Sensor memantau ketat. Atau bisa dibilang pemilihan diksinya lebih pas dan nyaman. Unggul di banyak segi, dari sampul saja sudah terlihat istimewa.
Kisahnya tentang Mersault, warga Prancis di Aljasair tahun 1942 yang dituntut hukuman mati setelah menembak seorang keturuan Arab di pantai pada hari Minggu di pantai tempat liburan. Mersaultxx seolah memang lagi apes saja. Berteman dengan penjahat kelamin Raymond yang suka menganiaya perempuan. Kebetulan di hari naas itu, Raymond mengajaknya ke bungalow , lalu dua orang keturan Arab itu menguntit membawa pisau, dan sejatinya Raymond yang diincar, hingga terluka mulut dan tangannya. Raymond bawa pistol, dibawa Merasault, cuaca cerah dengan limpahan matahari, dan gemeri
Terbagi dalam dua bagian, tak lebih dari 200 halaman jadi bisa dengan cepat dihalap (ulang) di sela pulang kerja dan istirahat. Saya hanya lempeng saja mengikuti arus, saya akan melihat dari belakang saja bagaimana kasus orang aneh menjadi begitu unik sekaligus rumit.
Bagian pertama tentang kehisupan sehari-hari si orang aneh, bagaimana menjalani hidup di kantor yang membosankan. Berpasangan dengan Marie yang menginginkan nikah, bercinta sehari setelah kematian ibunya di panti jompo. Keseharian di apartemennya yang sunyi. Tetangganya yang tak kalah unik, si tua dengan anjingnya yang komplain mulu namun saat si anjing hilang menangis tersedu-sedu.
Makan siang di Celeste yang sudah akrab. Bersama orang-orang yang mengganggapnya orang baik, defensif dan mungkin terlihat naif serta apatis. Sejatinya tak ada masalah di sana, tak ada gejolak berarti, bahkan bosnya menawari pindah tugas kerja di cabang Paris nantinya, yang tentu saja membuat Marie girang. Pergi ke ibukota yang menjanjikan. Semua itu kandas gara-gara salah milih teman.
Tetangga lainnya yang jahat, Raymond yang melukai cewek matre-nya. Lalu diancam sama saudara si cewek yang keturuan Arab. Raymond lalu mengajaknya berlibur ke pantai, yang menjelma tragedi. Dengan latar gemericik air sungai yang mengalir ke muara laut, dengan terik mentari yang menyilaukan, dengan pistol milik Raymond yang dipinjamkan, dengan sebuah kebetulan yang ‘entah apa namanya’, Mersault bertemu dengan si Arab dan melakukan tindak pembunuhan. Satu tembakan melukainya, empat entakan berikutnya memastikan kematian.
Bagian kedua adalah persidangan yang panjang. Saksi-saksi dipanggil, pengacara tembak ditunjuk, sang jaksa menginterogasi, lobi-lobi dilakukan. Sang terdakwa pasif dan nothing to lose. Menganggap semua masih berjalan sebagaimana mestinya. Marie mengjenguk sedih, bahkan masih memberi asa untuk menikah selepas bebas. Sikap Mersault yang tenang justru menjadi boomerang.
Peristiwa kematian ibunya diangkap dalam sidang, menunjukkan betapa ia seorang cuek bebek, tak ada tanda-tanda kesedihan sebagai seorang yang kehilangan orang tua. Bahkan menganggap keberadaan ibunya di sana adalah keputusan bersama, ketimbang tinggal bersama tak bahagia. Kesaksian Perez, kekasih ibunya semasa hidup di hari tua menambah kepahitan, bahwa ia tak peduli dengan orang yang ‘menyelamatkan’ masa tua ibunya. Kesaksian perawat, pelayat, serta orang-orang yang secara langsung menyaksikan responnya terhadap duka semakin memberat. Bagaimana seorang yang menawarkan rokok atau kopi bisa menjadi kunci keputusan. “Apakah klienku di sini diadili karena pemakaman ibunya atau karena membunuh seseorang?”
Kesaksian teman-teman di sekitar apartemen dan restoran Celeste, dan tempat kerja tentu saja baik, dan membantunya, tapi kesaksian Raymond justru merusak. Dianggap berteman dengan penjahat kelain, seorang kasar dan temperamental, inilah gambaran sahabat yang mencemari. Segala proses yang melelahkan itu berujung keputusan mengejutkan, sungguh hukuman mati untuk orang yang tak tepat itu mengerikan sekali.
Dia sendiri tak gentar, ditanya percaya tuhan ga? Enggak, ateis. Maka seorang pendeta yang datang guna mendampingi justru diusir, ga perlu ceramahmu gan, cepat pergilah. Sang bapa yang masuk paksa mengklaim kita cerita-cerita saja sebagai sahabat, enggan juga. Marah ia menghabiskan waktu istirahatnya, marah pula dengan doa-doanya, ga butuh. Yang dibutuhkannya waktu istirahat, makan enak, rokok, bukan bualan doa jelang kematian dan pengampunan! Benar-benar gilax! Itulah mengapa judulnya orang aneh. Cocok sekali-kan?!
Terjemahan Immortal sama bagusnya dengan Senja Publishing, hanya pemilihan katanya lebih halus. Di Senja tertulis ‘teriakan-teriakan kutukan dan cacian’ di Immortal menjadi ‘meneriakan kata-kata penuh kebencian’. Dengan sumber yang sama, alih bahasanya menjadi sedikit berbeda. Ini bukan pertama kalinya saya baca buku terjemahan dari dua penerbit berbeda, beberapa sudah pernah kulahap beruntun dan menurutku sama saja, asal ga parah-parah amat. Selama koridor EYD dan meninimalisis typo, serta dilakukan dnegan sepenuh hati rasanya sama nikmatnya.
Di era digital ini, sudha sangat banyak sekali terjemahan dari berbagai jenis dan bentuk. Ga dominasi penerbit major saja, kurasa karya luar yang sudah melewati masa 50 tahun sudah membanjiri toko buku. Sherlock Holmes contohnya, sudah ada puluhan terbitan dengan rupa yang melimpah. Dari edisi tipis ala-ala indi sampai disatukan dalam bundel setebal al kitab. Rasanya kita patur bersyukur hidup di zaman kemudahan menikmati karya tulis. Tak ada yang mustahil, novel-novel bagus serbagai genre dari manca menjela bahasa Indonesia. Immortal salah satu yang leading, dengan kover bagus penuh ilustrasi ciamik dan full colour yang memanjakan mata, laik dipajang di rak. The Stranger jelas cocok dikoleksi.
Seseorang tidak pernah mengubah cara hidupnya; satu cara hidup akan sama baiknya dengan yang lain, dan hidupnku sekarang ini sangat sesuai dengan diriku.
The Stranger | by Albert Camus | Penerjemah Marina Pakaya | Penyunting Zulkarnain Ishak | Penyelaras
akhir Imam Ardianto | Rancang isi Cahyo Satria | Rancan gsampul Katalika Project | ilustrasi sampul Sekar Bestari | Cetakan I, 2017 | Penerbit immortal Publishing ISBN 978-602-6657-84-8 | viii + 184 hlm.; 13 x 19 cm | Skor: 5/5
Karawang, 220620 – Katy Perry – Part of Me
#22 #Juni2020 #30HariMenulis #ReviewBuku #HBDSherinaMunaf
Thx to Mojok Store

The Book of Mirrors #21

The Book of Mirrors by E.O. Chirovici

Kebanyakan orang adalah orang lain. – Oscar Wilde

Inilah yang terjadi ketika sesuatu sudah dituliskan di bintang-bintang. Semuanya bertemu dan mengalir secara natural, seperti prosa yang indah. Selamat datang di dunia Penulis, Mr. Richard Flynn, Sir.

Luar biasa, saya terpukau. Salah satu buku detektif terbaik yang pernah kubaca. Pembaca ditipu, dibuat berkeliling dalam putaran masa, diajak ke masa lalu yang tersamar, dikelok-kelok pening, lalu dalam sebuah ending yang menakjubkan kita tahu, segala yang tampak tak selalu nyata. Manipulasi ingatan mencengkram kuat, sehingga kita tak tahu mana maya mana aslinya.
Dibagi dalam tiga bagian, di mana setiap bagian dibuka kutipan bagus yang mewakilinya. Saya ketik ulang ketiganya buat kenangan. (1). Kenangan bagaikan peluru. Sebagian melesat lewat dan membuatmu ketakutan. Yang lainnya melukaimu dan meninggalkanmu hancur berkeping-keping.Richard Kadrey, Kill the Dead. (2). Ketika masih muda, kita menciptakan masa depan yang berbeda untuk diri sendiri; setelah tua kita menciptakan masa lalu yang berbeda untuk orang lain.Julian Barnes, The Sense of an Ending. (3). Yang mengatakan dengan jelas apa yang dia lihat dan apa yang dia dengar dari orang lain. Karena buku ini adalah kebenaran.Marco Polo, The Travels, Buku 1, Prolog 1.

Setiap bagian mengambil sudut pandang berbeda, ditutup catatan epilog menjelas segalanya.

Bagian pertama mengambil sudut Peter Kantz seorang editor agen penyelia naskah buku yang menemukan draf cerita bagus. Tulisan itu lolos dari bak sampah setelah hari yang melelahkan pasca pesta Martin Luther King Jr., Peter mencetak draf surel lalu membaca kilat. Draf awal dari Richard Flynn, yang menderita sakit keras, menulis kisah pembunuhan berdasarkan pengalaman nyata 27 tahun lalu saat kuliah di Princeton. Tulisan padat, baik, dan menebarkan kehangatan sentuhan manusia. Lalu The Book of Mirrors mencantum tulisan tersebut sehingga pembaca merasakan sensasi juga, dalam drama enam babak, draf berakhir menggantung karena setelah Peter mencari, menelusur ke alamat, Danna Olsen, pasangannya memberitahu Richard telah meninggal dunia, dan ia menyesal tak bisa menemukan sisa naskahnya. Walaupun Richard berniat mengungkap pembunuhan, nyatanya dia membawa rahasia itu ke liang kuburnya.

Richard, kita semua punya hal-hal yang ingin kita lupakan dan tidak ada yang bisa kita lakukan tentang itu. Dan masa lalu seharusnya tidak muncul sehingga semua orang bisa melihatnya, karena terkadang maknanya terlalu rumit dan kadang-kadang terlalu menyakitkan. Sering kali, lebih baik tetap menyembunyikannya.

Sang profesor memiliki affair, jelas. Memiliki makalah menajubkan tentang ingatan yang dimodifikasi, tentu. Dia menduga proyek itu berkenaan dengan menghapus atau merapikan ingatan traumatis yang diderita para prajurit dan agen rahasia. Ingatan kita bukan kamera video yang merekam semua yang lewat di depan lensa, Richard, melainkan lebih mirip gabungan antara penulis skenario dan sutradara, yang membuat film dari petikan-petikan kenyataan. Lalu mencipta tautan ke karakter lain.

Bagian kedua mengambil sudut pandang John Keller, sahabat Peter yang kini bangkrut. Mereka melewatkan makan siang dan mengajak kerjasama, menelusur naskah buku. Setelah membaca draf-nya lalu share ke pacarnya Sam yang kuliah di Sastra, mereka heboh. Draf cerita ini luar biasa, dan akan meledak saat rilis nantinya. John, akankah menjadi ghostwriter kisah ini? Ia mencari jejak panjang kasus, baik di mbah Google ataupun langsung ke tempat-tempat yang ditulis almarhum. Aku memulai dengan mencari naskah yang hilang, belum menemukannya dan malah menemukan jejak buku yang hilang lainnya. Peran satu-satunya adalah membuat professor cemburu, wayang sederhana di pertunjukan Laura.

Walaupun dari Midwets, Laura berjiwa bebas, dan sangat terpelajar, dan punya daya tarik yang membuatnya memikat bukan hanay laki-laki, melainkan juga perempuan. Apa gunanya bekerja keras kalau kau tidak punya peluang untuk menunjukkan bahwa kau yang terbaik? Orang itu kelihatan sama dengan semua orang manja yang hidup dari uang orang tua mereka. Telusur masa itu membentuk pola, para mahasiswa dan dosennya, sesama mahasiswa yang cemburu, kasus pembunuhan yang diperiksa ulang, lalu kongkalikong dengan seorang mereka yang tersudut. Peristiwa itu menjadi seperti gambar tanpa makna, seperti ilustrasi pada buku anak-anak, dua dimensi dan tak sanggup membangkitkan antusiasme di dalam diriku. “Baiklah ini kisah yang menarik, tapi naskah itu hilang dan sepertinya kau tak siap menulis buku.”

Bagian ketiga mengambil peran sebagai pensiunan polisi, Roy Freeman. Ketika seseorang akhirnya mengetahui kebenaran tentang kasus yang menjadi obsesinya selama beberapa waktu, rasanya seperti kehilangan teman seperjalanan. Dia mendapat telpon yang mengatakan sang pembunuh yang misterius telah ditemukan, dan akan melakukan pengakuan sebelum tewas. “Sepertinya kita mendapat pengakuan.” Maka Roy pun terbang ke penjara suram itu untuk mendengar langsung fakta lama. Orang yang mati sebaiknya dibiarkan beristirahat dengan tenang, dan orang yang masih hidup melanjutkan hidupnya.

Setelah tahu siapa pelakunya, apakah Roy lega? Tidak, justru merasa ada kejanggalan lain sebab fakta satu dengan lainnya tumpang tindih. Frank Spoel memang merasa sebagai pelakunya, tapi ia tak sungguh-sungguh memiliki motif kuat, atau bisa dibilang kebetulan alurnya mirip. Maka ia pun menjelajah lagi berkas, serta mengunjungi orang-orang terkait.

Lalu kejutan itu, apa yang nampak meyakinkan bahwa kekerasan itu membuat sang korban meninggal, nyatanya tak langsung selesai. Butuh waktu dua-tiga jam kemudian, melalui penyelidikan lebih intens ada yang janggal karena pengakuan dan fakta malah ga klop, rahasia itu justru secara sepintas lalu diungkap Roy. Well, tak ada kata terlambat. Sekalipun sudah tak aktif di kepolisian, sang penjahat harus diseret ke penjara untuk hari pembalasan! Setiap kali melakukan perbuatan jahat, rasanya aku bangun dari mimpi dan tak percaya akulah pelakunya.

Inilah kisah pembunuhan Joseph Wieder, sang professor yang telaah kematiannya lebih menegangkan ketimbang segala karya ilmiahnya! “Dia amat sangat intens… tekadnya intens, itulah kata yang kucari, tapi sekaligus penuh perhitungan.” Pembunuhan West Windsor, tanggal 21 Desember 1987 yang berliku.

Di akhir buku ada catatan dari Penulis yang keren banget, tentang proses bagaimana buku ini bisa sampai ke pembaca. Sungguh berliku nan dramatis, seperti film atau kisah-kisah fiktif yang menakjubkan. Catatan itu terdiri empat halaman, seolah sebuah pengakuan, sebuah perjuangan yang patut diapresiasi. Menambah ketakjubkanku. Berapa banyak dari kita yang benar-benar bisa bahagia atas kesuksesan orang lain dan tidak memimpikan mereka membayar atas apa yang telah mereka peroleh cepat atau lambat? Tonton saja berita.

E.O. Chirovici lahir dari keturuan Rumania, Hungaria, dan Jerman serta dibesarkan di Faragas, kota kecil di Transylvania Selatan, Rumania. Sudah bertekad menjadi penulis sejak kecil, dan dalam kurun tiga tahun sebelum buku ini pertama kali terbit, ia membulatkan ambisi dengan menjadi penulis purnawaktu. Cerpen pertamanya terbit tahun 1989, novel pertamanya berjudul The Massacre dua tahun kemudian, mendapat sambutan positif dengan terjual 100.000 eksemplar dalam kurun kurang dari setahun. Lalu Commando for the General, kisah thriller politik di Italia menyusul sukses pula. Total menerbitkan buku di Rumania 15 lalu pindah tempat tinggal.

Draf buku berbahasa Inggris pertamanya dibuat Februari dan Maret 2014, setelah dipoles dan diedit sana-sini, Robert Peet, pendiri dan manager Holland House Books di Newbury mengajak bertemu setelah membacanya. Dia pede dan bilang kisah spektakuler bukan untuk penerbit kecil, maka disarankan dikirim ke penerbit major. Maka E.O. Chirovici mengirim ketiga agen penerbit di Inggris, salah satunya Marilia Savvides dari Peters, Fraser & Dunlop. Dan segalanya bergerak dengan cepat, mencapai 10 negara melakukan penawaran. Dan secara instan menjelajah 30 teritorial!

Sebagian orang lebih menyukai kisah sederhana dan manis daripada kebenaran rumit dan tak berguna. Bagaimana buku ini tercipta lebih unik lagi, berdasarkan pengalaman bersama ibu dan kakaknya mengunjungi Reading tentang pemain football yang mati muda karena kecelakaan lalu lintas. Menjadi agak menyeramkan sebab E.O. Chirovici masih balita ketika kejadian dan ia hanya mendengarkan, “Tapi kau tidak ikut dengan kami.”

Kemampuan besar otak manusia untuk memoles dan bahkan memalsukan ingatan. Bagaimana jika kita benar-benar melupakan apa yang terjadi pada suatu saat dan kita menciptakan memori palsu tentang sebuah peristiwa? Bagaimana imajinasi mengubah kenyataan objektif menjadi sesuatu yang lain ke dalam kenyataan kita yang terpisah? Bagaimana jika seseorang bukan hanya pendusta, melainkan otaknya mampu menulis kembali peristiwa tertentu, seperti penulis naskah dan sutradara digabung menjadi satu?

Begitulah The Book of Mirrors, kisahnya tentang pembunuhan di Princeton University di akhir 80an. Ketika orang laut membicarakan sesuatu, sebagian otaknya terus mencerna, bahkan ketika sedang memikirkan hal lain.

Ini bukan kisah detektif yang diminta menebak pelaku pembunuhan – whodunit, melainkan cerita detektif yang berfokus pada motifnya – whydunit. Setelah tiga ratus halaman, pembaca tak sekadar tahu siapa membunuh Tom, Dick, atau Harry. Inilah fantasi liar kisah kriminal yang dilukiskan dengan nuansa misteri kuat, sekaligus dalam kelokan sastra sesungguhnya.

Rasanya bintang-bintang cukup dekat untuk kami raih dan sentuh.“…ketika perempuan merasakan kau punya sesuatu terhadapnya, dia akan mulai menguji kekuatannya dan mencoba mendomiminasimu.”

Cermin Muslihat | by E.O. Chirovici | Diterjemahkan dari The Book of Mirrors | Copyright 2017 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | 61785017 | Alih bahasa Dina Begum | Editor Bayu Anangga & Siska Yunita | Desain & ilustrasi sampul Eduard Iwan Mangopang | Cetakan pertama, 2017 | ISBN 978-602-03-5127-8 | 328 hlm.; 20 cm | Skor: 5/5

Untuk istriku, Mihaela, yang tak pernah melupakan siapa kami sebenarnya dan dari mana kami berasal

Karawang, 210620 – Fort Minor (feat. John Legend) – High Road

#21 #Juni2020 #30HariMenulis #ReviewBuku #HBDSherinaMunaf

Hermione lulus TQ Mutiara Hati menuju SDIT Abata, Selamat #Ciprut