Romantisme Duka Luar Biasa

The Fault in Our Stars by John Green

Sadarlah, berusaha menjaga jarak dariku tidak dapat mengurangi rasa sayangku padamu.”

Novel yang luar biasa menyedihkan. Ini bukan buku tentang kanker, karena buku tentang kanker itu payah. Air pilu laksana air bah yang menghantam deretan kata sejak mula hingga perasan titik kalimat akhir. Bayangkan, The Fault in Our Stars garis besarnya bercerita tentang pasangan remaja yang keduanya sekarat, satu bermasalah dengan paru satu lagi memakai satu kaki palsu. Sederhananya keduanya sakit kanker yang menggerogoti organ vital, dan berdua harus bertahan demi kasih. Saling mencinta, saling menjaga, sampai maut benar-benar memisahkan. Berkumpul di kelas sharing is caring dalam lingkar orang-orang yang terluka, lalu membaginya seolah berbagi kepedihan ini adalah sejenis obat mujarab. Butuh kekuatan dan ketabahan berlebih untuk menyelesaikan buku kedua John Green yang kubaca setelah Paper Town yang unik itu, butuh ketegaran untuk mengetahui bahwa kepergian orang terkasih bergitu bermakna. Menangislah, walau hatimu sekeras batu. Tapi, sesungguhnya depresi bukan efek samping kanker. Depresi adalah efek samping sekarat.

Kisahnya tentang Hazel Grace, berusia enam belas tahun mulanya mengidap kanker tiroid, tapi dengan koloni pendompleng yang bermukim di paru-paru dan tindakan sabar berhasil bertahan tiga tahun terakhir. Bagaimanapun aku lebih suka menyendiri bersama Boneka beruang Bluie. Berkenalan dengan August Waters di sebuah sharing orang-orang yang juga sakit di besmen gereja. “Secara harfiah kita berada di dalam jantung Yesus. Kupikir kita berada di ruang bawah tanah gereja, tapi secara harfiah kita berada di dalam jantung Yesus.” Berteman dengan Isaac yang menderita sakit mata, akan dioperasi hingga mengalami kebutaan. Bersama teman-teman lainnya, mereka mencoba bertahan dan seolah berlomba menjadi paling akhir berdiri. Perkenalan dengan Gus mengubah banyak hal. Sharing yang awalnya membosankan menjadi picu semangat. Kenapa Gus melihatnya tanpa kedip penuh minat, nantinya kita ketahui. Aku hanya memilih di antara kebenaran-kebenaran yang ada.

Teman akrab Hazel, Katlyn sering mengajaknya jalan ke mal, ke toko buku, ke berbagai tempat. Pertemanan lama sebelum Hazel sakit itu bertahan lama karena Katlyn membuat cerita-cerita remeh menjadi serius. Cerita tentang cowok, kebosanan pelajaran, dan rutinitas remaja lainnya. Hazel selalu membawa kanula, berselang ke kedua lubang hidupnya untuk menghirup udara segar. Konsentrator oksigen berbentuk persegi empat besar yang disebut Phillip karena memang mirip dengan seseorang bernama Phillip. Awalnya berharap persahabatan ini lebih banyak diungkap dan ditampilkan, tapi enggak, cerita akan lebih banyak berkutat dengn Gus, jadi otomatis si Katlyn hanya tokoh pembantu. Bahkan nantinya ada penyataan, Gus adalah sahabat terbaik kedua. Siapa nomor satu? Katlyn? Nope. Sahabat terbaikku adalah Mom. Aku menyukai Mom, tapi kedekatan yang terus menerus terkadang membuatku gugup dengan ganjilnya.

Gus di hari pertama kenalan, langsung mengajak ke rumahnya, menonton film V For Vandetta yang cool di mata cowok karena tampilan aksi yang lumayan melimpah. “Karena kau cantik. Aku suka memandangi makhluk cantik, dan beberapa saat lalu kuputuskan untuk tidak mengingkari kenikmatan sementara keberadaanku.” Lalu muncul keheningan singkat yang canggung. Kamar Gus penuh dengan poster kalimat motivasi: Rumah adalah tempat hati berada. Sahabat baik sulit ditemukan dan mustahil dilupakan. Cinta sejati muncul dari masa-masa yang berat. Dst. Sementara Hazel memberi rekomendasi balik buku yang terkesan sekali, buku yang seolah ditulis untuknya. Berjudul Kemalangan Luar Biasa karya penulis Belanda yang pernah merantau ke Amerika, Peter Van Houten. Cerita bukunya mengggantung, karena akhir buku mempertanya akhirnya Anna akankah menikah dengan Lelaki Tulip? Sejatinya tragedi apa yang menyelingkupi? Sejujurnya aku menganggap realitas para pembaca tidaklah menyenangkan. Ketika Gus menyupir sering tersentak-sentak, karena kopling dan rem yang dikelola tak selancar umumnya. Maka beberapa kali, Hazel menggantikan. Begitu juga sebaliknya, Hazel yang butuh teman cerita, Gus akan kasih waktu: unlimited untukmu. Mereka benar-benar saling mengisi. Nah di sinilah duka romantismenya, menunggu maut menjadi begitu mendebarkan karena sudah dekat entah siapa yang duluan, siapa yang akan menulis obituari? Sebuah janji harus disampaikan karena sebuah statistik, setengah perkawinan berakhir setahun setelah kematian seorang anak.

Hubungan unik mereka menuntut kasih berlebih. Gus, mantan pemain basket, dan duka akan kematian Caroline Mathers, dan semua orang berduka karena kematiannya. Bank favorit The Hectic Glow mengiringi banyak aktivitas. Kau tahu bukan, ‘selalu’ merupakan sebuah janji. August menakjubkan, tetapi dia berlebihan dalam segala hal di piknik ini hingga bergaung ke roti lapis secara metaforis, rasanya mengerikan dna monolog hafalan yang mencegah terjadinya percakapan. Semuanya terasa Romantis, tetapi tidak romantis.

Obsesi akan kelanjutan cerita Kemalangan Luar Biasa mencipta petualangan menakjubkan. Hazel sudah menulis banyak surat penggemar, tak satupun dibalas. Maka Gus mencoba mengirim email, dan ternyata dibalas oleh asistennya, Lidewij. Betapa bergairahnya Hazel, setelah berulang jawab korespondensi, akhirnya sang Penulis mengundang mereka ke Amsterdam. Merentang jauh ke Eropa, sempat ragu karena perjalana delapan jam udara apakah Hazel akan berhasil mendapat izin dokternya? Apalagi setelah trace seminggu lebih di rumah sakit, yang perlu penanganan khusus. Tidur dapat memerangi kanker. Kanker tidak akan hilang, tapi kita dapat melihat orang-orang dengan tingkat penetrasi tumor seperti bisa bertahan hidup lama. Namun inikan hidupmu Grace, kesempatan tak datang dua kali, dan kita tak tahu kapan bisa melakukannya. Ke Eropa bertemu ekslusif mendapat jawab, langsung di rumahnya! Hanya bersyarat tak ada rekaman, tak ada pernyataan resmi akhir perjalanan hidup karakter favorit Anna. Wow, bayangkan. Kamu diundang ke London ketemu JK Rowling khusus untuk mengetahui nasib sebenarnya Profesor Lupin! Semacam itulah.
Perjalanan di ibukota Belanda itu berjalan menakjubkan sekaligus memuakkan. Takjub karena di restoran mewah dan sampanyenya yang lezat, waktu-waktu berharga di museum Anne Frank dan kejadian di depan surat-surat pameran, serta tindak lanjut di hotel dengan diagram vens. Yang memuakkan justru dari poin tujuan ke sana. Peter yang penulis hebat itu, kasar dan alkoholik. Peter yang mabuk cerocos kata, “Seperti semua orang berpenyakitan lainnya, kau mengatakan tidak menginginkan belas kasihan, tapi keberadaanmu sendiri bergantung pada belas kasihan itu.” Sedari mula ke tempatnya memencet bel sudah kacau, maka tak heran perpisahan juga kacau. Sedih juga, Peter yang bertenta luar biasa ini mengambil sikap kasar. Kau bisa menilai orang dari cara mereka memperlakukan para pramusaji dan asisten. Well, alasan utama nantinya menjadi kejut seru. Kehidupan pribadinya yang tak berjalan normal, dan pakaian Hazel yang berpose dan menyerupa Anna laiknya tokoh novel justru memicu amarah.

Segala upaya untuk berpura-pura melakukan interaksi sosial normal sangatlah membuat depresi, karena jelas sekali semua orang yang kuajak bicara di sepanjang hidupku akan merasa dan malu berada di dekatku, kecuali mungkin anak-anak seperti Jackie yang masih polos.
Sekembali ke Indiana, segalanya coba dibuat normal. Namun jelas tak ada yang normal di antara mereka. Ada yang pamit duluan, lalu warisan cinta coba dibuat. Hampir semua orang terobsesi untuk meninggalkan tanda di dunia. Meninggalkan warisan. “Aku takut dilupakan selamanya. Ketakutanku itu seperti orang buta yang takut kepada gelap.” Siapa pun yang duluan, kalian laik turut berduka. Inilah kehidupan, kematian adalah niscaya, hanya masalah waktu. Kematian adalah agen perubahan, ditelan zaman, dicium modernitas. Kedukaan tidak mengungkapmu, kedukaan mengungkapkan dirimu. Kepedihan menuntut untuk dirasakan.
August Waters adalah cinta tragis terbesar Hazel, tak diragukan. Kisah cinta epik ini menemui titik akhir yang menjadi mula tanya langkah hidup lainnya. Cerita remaja tapi mengetengahan kesedihan mendalam.romantisme duka luar biasa. Keadaan mencipta kepedihan. Keadaan membuat keduanya sulit bergerak, dan eksekusi endingnya sangat pas. Natural, senyata diksi. Zeno paling dikenal karena paradox kura-kura.

Kita semua hanya efek samping. Tertitip di kapal-kapal kesadaran. Omnis cellula e cellula, semua sel berasal dari sel. Semua sel dilahirkan dari sel terdahulu. Kehidupan berasal dari kehidupan. Kehidupan menciptakan kehidupan… Ketika air pasang datang menempa, Lelaki Tulip Belanda itu memandang lautan: “Pemersatu, pengajar, peracun, pemendam, penyingkap. Lihatlah, pasang dan surut, membawa segalanya bersamanya.” / “Apa itu?” tanya anna. / “Air,” jawab Lelaki Belanda itu. “Dan juga waktu.”Peter Van Houten, Kemalangan Luar Biasa.
Ah kehidupan. Ah dunia ini. Dunia ini pabrik perwujud-keinginan ataukah dunia bukan pabrik pewujud keinginan. Aku tahu ini keputusan yang sangat sastra dan sebagainya. Hidup dengan rasa sakit bukanlah mustahil. Rasanya menyenangkan hidup kembali dalam fiksi yang tak kunjung berakhir. Oke adalah kata yang menggoda, oke penuh dengan seksualitas.

Apa yang terjadi pada mereka? Mereka semua tidak ada lagi begitu novelnya berakhir.

The Fault in Our Stars | by John Green | Copyright 2012 | Diterjemahkan dari The Fault in Our Stars | Penerbit Qonita | Penerjemah Ingrid Dwijani Nimpoeno | Penyunting Prisca Primasari | Proffreader ynni Yuliana M. | Layout sampul Dodi Rosadi | Cetakan ke VI, Juli 2014 | 424 h.; 20.5 cm | ISBN 978-602-1637-39-5 | Skor: 4/5

Untuk Esther Earl

Karawang, 280520 – Bill Withers – I Want To Spend The Night

Thx to Raden Beben (Bekasi)

Almost A Miracle: Upaya Menjelaskan Definisi Cinta

Apa bedanya suka dan cinta?” / “Oh saya juga ga tahu…”

Ini film yang sangat disayangkan eksekusi endingnya merusak segalanya. Susunan kisah sudah sabnagt bagus dari awal sampai tengah, adegan balon yang meyanang dan keajaiban jatuh di kolam renang justru menghancurkan cerita. Entah kenapa bisa ‘terbang’.

Kisahnya tentang Hajime Machida (Kanata Hosoda) yang freak. Ia adalah gambaran siswa baik yang sempurna, saking polosnya akan kehidupan segala yang ada di depannya ia tolong. Secara akademi atau kegiatan ekstrakulikuler memang kurang Ok, tapi siapa peduli? Pendidikan budi pekerti jauh lebih penting. Naik bus, kasih temoat duduk ke orang lain. Ada siswa lain yang lebih pendek, coba pasang kertas informasi di dinding yang lebih tinggi, Machida mangangkatnya. Membersihkan kolam renang tanpa beban. Berbagi makanan. Mengambilkan bola-bola basket yang tercecer, sampai hal-hal kecil yang sejatinya tampak remeh di mata umum tapi bagi dia berprinsip, kebaikan taka da batas. Segalanya dilakukan dengan hati, tindakan terpuji harus disebar, tanpa pramih. Hebat.

Suatu hari yang panas di kelas, Machida terluka dalam pelajaran bikin karya. Sama temannya Rira Sakae (Atsuko Maeda) diminta ke UKS, sementara di sana ada siswi nakal Nana Inohara (cantik dan memesona, Nagisa Sekimizu) yang pura-pura sakit. Ia ke sana pengen bolos saja. Maka berdua dalam satu ruangan. Machida yang aneh, hanya memegang tangannya yang terluka sembari menunggu petugas medis, diam kek patung. Inohara heran ada siswa berdiri bengong dengan darah mengucur, maka dengan sapu tangannya, Inohara membalut luka agar pendarahan berhenti. Machida menatap Inohara terkesima, sejatinya di menit sangat awal ini, kita sudah tahu apa definisi cinta. Machida yang polos malah mengubernya hingga dua jam. Romantis sekali ketika sapu tangan itu dikembalikan, bukan sapu tangan yang sama karena yang terkena darah malah disimpan, Machida mengembalikan sapu tangan yang mirip. Ketika dibuka lipatannya, ada border boneka. Romantisme sapu tangan, klasik. Dan ini jauh lebih indah ketimbang segala kata-kata gombal di sinema remaja sinetron kita.

Machida dan Inohara sering merenung di pinggir sungai pasca sekolah, ngobrol tanpa dasar, cerita banya hal. Terlihat jelas, hati Inohara terpaut karena beberapa kali mengimaji, seperti ketika ada balon punya anak kecil yang coba diselamatkan Machida, sehingga terbang di atas danau. Juga di pojok sekolah, di dekat kolam renang menjadi saksi pertemanan dua orang aneh ini. Teman-temannya yang ‘normal’ mulai bergosip mereka pacaran, kemungkinan Inohara ke London melanjutkan sekolah ikut tantenya, dan berbagai hal absurd diperbincang. Inohara ini ternyata bintang sekolah, cantik, kaya, dan menawan beberapa siswa. Hanya hobi bolosnya yang jadi kendala. Bagiku, cewek pendiam memandang langit, menerungi aliran sungai lebih menarik ketimbang keglamoran.

Maka tak heran, ada siswa lain jatuh hati mengirim surat cinta padanya, salah dilamatkan ke Machida karena mereka terlihat dekat. Machida salah tangkap, dikiranya ia dicinta, dengan polos diterima. Oh tidak, salah persepsi. Lalu Machida justru membantu menyampaikan ke si cantik, dan mereka bertiga kencan. Kesel ga sih, ada mak comblang ke kamu bahwa si A mencintaimu, padahal kamu cintanya sama mak comblangnya? (oh saya baru baca ¼ novel Emma) Ke tempat bowling, bertukar kata sambil lembar bola menjatuhkan pin. Ada siswa nakal mencoba bully si A, Machida membantunya dengan polos, dia adalah orang terkasih. Waduhh.. Lalu ada siswi lain Sakura Takashima (Mitsuki Takahata) jatuh hati sama Yu Himuro (Takanori Iwata), cowok idola, bintang sekolah, ditolak sebelum bergerak. Dielus-eluslah kepala Sakura. Sabar.

Mengelus kepala ternyata bukan tindakan sembarangan, karena bisa dideskripsikan suka. Sakura tentu saja jadi jatuh hati, tersirat. Makin ke sini makin banyak yang mencintai Machida, termasuk seorang jurnalis tabloid gossip Yohei Yoshitaka (Sosuke Ikematsu) yang suka menyebar berita jelex, berita gam utu tentang skandal arti, berita receh ga guna buat otak kanan, ketika di bus bertemu Machida memberi kursi duduk untuk orang lain, ia terketuk, dunia masih ada orang baik. Maka ia berniat menerbitkan cerita baik di media, sebuah upaya yang patut kita hargai. Camkan itu para pembuat dan penyebar hoax.

Sementara Inohara yang juga mulai jatuh hati sama Machida, keadaan makin runyam karena si cowok justru masih dalam proses pencarian definisi cinta, dan apa bedanya dengan suka? Semakin hari semakin banyak yang memberi apresiasi terhadap kebaikan Machida. Dan tiba-tiba tanpa banyak informasi lebih lanjut, Inohara yang sedih dan galau memutuskan ke London, seolah ibu kota Inggris itu terletak di kota sebelah. Berhasilkah Machida mencegahnya? Wuzzz… balonku ada lima, dan dor meletus semua. Oleh bangau? Astaganaga

Banyak ironi coba disampaikan Yuya. Ada adegan dalam bus, semua orang duduk dengan memainkan hp, hanya Machida yang tidak, tampak beda, tampak aneh, tampak exclusive. Sebuah gambaran nyata dunia saat ini, karena banyak orang sudah begitu cuek sama keadaan sekitar. Sejatinya keanehan Machida ialah keabnormalan baru, karena tindakan itu merupakan tindakan biasa dua puluh atau tiga puluh tahun lalu, hanya dunia bergerak terlampau cepat sehingga yang dulu biasa jadi tampak aneh. Kebaikan hati yang patut kita tetap lestarikan.

Runutan bagus dari mula sampai tengah itu sayang sekali hancur di eksekusi ending. Mungkin karena berdasarkan manga karya Yuki Ando, yang memberi imaji ‘terbang’ adalah normal. Jadi panel-panel komik itu jadi terlihat aneh ketika jadi film nyata. Sayang sekali, libur akhir pekan lalu, begadang demi film ini menghasil film biasa, yah kalau ga mau dibilang bagus.

Almost a Miracle jelas sebuah produk sinema dengan niat sangat baik, tentang menyebarkan kebaikan dan itu akan menular, hanya patut disesalkan eksekusi akhirnya berantakan. Lagu Itemotattemo yang disenandungkan Ken Hirai sedikit menyelamatkan suasana.

Almost A Miracle | Year 2019 | Japan | Original Title Machida-kun no Sekai | Directed by Yuya Ishii | Screenplay Yuya Ishii, Sho Kataoka | Manga Yuki Ando | Cast Kanata Hosoda, Nagisa Sekimizu, Takanori Iwata, Mitsuki Takahata, Atsuko Maeda, Taiga Nakano, Sosuke Ikematsu, Erika Toda, Koichi Sato, Yukiya Kitamura, Nanako Matsushima | Skor: 2.5/5

Karawang, 270520 – Bill Withers – Friend of Mine

HBD Wildan Aziz P

Menafsir Ulang Ilmu Sosial a la Giddens: Dunia Modernitas adalah Dunia yang Tunggang-Langgang

Anthony Giddens: Suatu Pengantar by B. Herry – Priyono

Saya ingin melakukan tiga hal, yaitu menafsir ulang pemikiran sosial…, membangun kembali logika serta metode ilmu-ilmu sosial, dan mengajukan analisis tentang munculnya lembaga-lembaga modern.” (conversation with Anthony Giddens, 1998, hal. 44-45).

Kalian ga kenal Anthony Giddens? Sama saya juga, sebelum baca ini. Saya bisa menjabarkan panjang lebar cerita dibalik kehidupan dan karya Haruki Murakami, penulis favoritku, tapi jelas saya sangat awam kalau ngomongin pencipta teori ilmiah, termasuk Anthony Giddens. Karena keterasingan inilah yang mencipta rasa penasaran sehingga putusan beli menjadi pancing tanya. Kajian utama ilmu sosial adalah praktik sosial yang per definisi adalah titik temu dari dualitas struktur dan pelaku. Ilmu-ilmu sosial (politik, ekonomi, sosiologi, antropologi, sejarah, psikologi, hukum) mulai dari apa yang sudah, sedang, atau mungkin akan dilakukan orang. Giddens menyebut tindakan dan praktik sosial itu sebagai ‘dunia yang sudah ditafsirkan’. Istilah-istilah teknis yang dirumuskan ilmu sosial sudah menjadi kamus sehari-hari khalayak, dan karena sudah menjadi bagian dari insting dan praktik sehari-hari maka orang jarang mempertanyakan lagi asal-usulnya.

Apa yang tersaji dalam buku kecil ini adalah hasil keterperangkapan. Tak lebih, tak kurang. Tanpa melewati penyuntingan yang berarti, makalah dalam symposium diterbitkan menjadi buku kecil ini. Saya merasa beruntung, dapat menikmati bacaan sederhana namun sangat padat dan bermafaat. Banyak hal dapat digali, Giddens jauh lebih berhasil menjembatani kesenjangan, ketegangan, serta kaitan antara apa yang dalam ‘republik teori ilmu sosial’ disebut analisis pada dataran ‘pelaku’ (agency) dan tataran ‘struktur’ (structure). Di atas semuanya, kita bisa belajar mengenali kesesatan pada klise massal yang mengepung kita, yang biasa berbunyi: “yang penting aksi, bukan teori”. Terhadap klise massal itu rupanya mesti dikatakan: “tidak ada aksi tanpa teori”. Giddens mengajari kita bagaimana keduanya tidak mungkin dipisahkan.

Inilah buku tentang pokok-pokok pemikiran teoritis Giddens dalam ringkas dan seringan mungkin. B. Herry-Priyono mencipta ulang pemikiran itu dalam upaya asyik tanpa bikin kerut kening. “Meskipun sudah berusaha untuk tidak salah mengerti pemikiran dasar Anthony Giddens, saya tetap jauh dari keyakinan bahwa saya tidak keliru memahaminya yang begitu luas memang bagaikan mengejar kawanan gejala modernitas yang selalu berlarian tunggang-langgang.”

Giddens adalah dosen yang flexible dalam kelas. Memberi kuliah umum tentang cara-cara baru memahami berbagai masalah dunia yang tunggang langgang. “Hari ini kita akan menafsir ulang marxisme…” katanya. Tampak menggebu dan mematik tanya. Beliau sudah menulis buku ada 32 dan sudah diterjemahkan ke 26 bahasa.

Nah, Suatu Pengantar dibagi tiga bagian: pertama, contoh refleksi kritis Giddens terhadap teori lain. Kedua, beberapa terobosan teoritis Giddens. Ketiga, contoh ringkas bagaimana ia menerapkan gagasan teorinya. Peran tidak diciptakan oleh individu, karena ‘apa yang menjadi isi peran sosial adalah apa yang dituntut/diharapkan oleh peran tersebut’. Setiap masyarakat punya empat prasyarat fungsional yang mesti dipenuhi dan membentuk peran sosial: prasyarat tujuan (goal) yang disangga oleh lembaga politik, prasyarat adaptasi (adaptation) yang disangga oleh lembaga ekonomi, prasyarat intergrasi (integration) yang disangga oleh lembaga hukum, dan prasyarat perekat (latency) yang disangga oleh institusi keluarga dan agama.

Dalam marxisme klasik, kunci untuk memahami dinamika masyarakat adalah kaitan berbagai segi kehidupan masyarakat dengan kebutuhan sistem kapitalis akan akumulasi modal. Struktur adalah aturan (rules) dan sumberdaya (resources) yang terbentuk dari dan membentuk perulangan praktik sosial. Dualitas struktur dan [elaku terletak dalam proses di mana struktur sosial merupakan hasil (outcome) dan sekaligus sarana (medium) praktik sosial.

Giddens menyatakan bahwa ruang dan waktu bukanlah arena atau panggung tindakan, melainkan unsur konstitutif tindakan dan pengorganisasian masyarakat, artinya tanpa waktu dan ruang maka taka da tindakan. Karena waktu dan ruang harus menjadi integral dalam teori ilmu-ilmu sosial. Negara (state) merupakan ‘bejana pemuat kekuasaan’ (power container) yang didasarkan pada control atas pengaturan ruang dan waktu. Dualitas terletak dalam fakta bahwa suatu ‘struktur mirip pedoman’ yang menjadi prinsip praktik-praktik di berbagai tempat dan waktu tersebut merupakan hasil perulangan berbagai tindakan kita.

Giddens membagi tiga dimensi internal pelaku: motivasi tak sadar (unconscious motives), kesadaran praktis (practical consciousness), dan kesadaran diskursif (discursive consciousness). Dalam terori strukturasi, kekuasaan bukanlah gejala yang terkait dengan struktur ataupun sistem, malainkan kapasitas yang melekat pada pelaku. Maka kekuasaan selalu menyangkut kapasitas transformatif.

Dalam refleksi Giddens, tak ada sesuatu yang disebut ideologi; yang ada hanya aspek-aspek ideologi dan sistem simbol. Apa itu budaya? Ada dua kemungkinan, pertama budaya yang dipakai antropolog, budaya sebagai keseluruhan cara hidup, menyangkut keseluruhan gugus skemata yang menjadi prinsip semua praktik sosial. Kedua budaya yang dipakai sosiolog, ekonom, dan politikolog, budaya sebagai gugus nilai, budaya mengacu pada skemata signifikasi dan kegiatan yang menyangkut skemata signifikasi, seperti ritus, simbol, cara wacana, dan sebagainya.

Hubungan antara waktu-ruang dan tindakan berupa hubungan ontologis. ‘Kapan’ (when) dicabut dari ‘di-mana’ (where). Giddens menyebut gejala ini sebagai ‘perentangan eaktu-ruang’ (time-space distanciation). Pencabutan (disembedding) waktu dari ruang inilah lokus perbedaan antara masyarakat modern dan bukan modern. Tanpa ‘pencatutan’ waktu dari ruang inilah, tak aka nada globalisasi. Dan terjadi karena inovasi teknologi.

Apa yang dulu disebut bahaya alami (external risk) semakin berubah menjadi resiko buatan (manufactured risk). Masa lalu semakin kehilangan giginya dan masa depan yang terbuka dengan berbagai skenario menjadi titik perhatian yang menyeret kita. Hutan gundul, sekarang kalau banjir kita otomatis menyalahkan para pengambil kebijakan, sistem yang salah, atau tingkah laku buruk masyarakat. Jarang sekali orang menyalahkan alam, sangat jarang kita menunjuk dunia gaib sebagai dasar bencana.

Secara konseptual, iklan-iklan membawa sebuah histeria tentang kondisi tunggang-langgang, yaitu masa lalu dan hari ini tidak lagi relevan; yang penting adalah masa depan. Bahkan isi suka-duka kita berubah-ubah dengan cepat. Berita kematian legenda The Father of Broken Heart: Didi Kempot, secara instan memuncaki topik sosmed, tapi tak berapa lama berita gembira Dian Sastro dan Nikita Willy khatam al Quran di bulan Ramadan menambah kesempurnaan informasi: cantik-sholehah. Rasa suka-duka kita jungkir-balik secara cepat. Inilah dunia kita saat ini.

Gagasan dan penemuan baru di bidang ilmu dan teknologi merupakan poros reflektivitas-institusional. Praktik sosial dikaji dan diperbarui terus-menerus secara konstitutif. Melalui kinerja ‘asal ikut arus’ (herd principle) apa yang lalu terjadi adalah siasat pribadi dan keluarga menumpuk beras dan minyak.

Gejala mencengangkan dari kondisi modernitas adalah meledaknya jumplah profesi dari lima dalam masyarakat kuno: hakim, tabib, imam, guru, serdadu menjadi tak terbatas. Sistem ahli bersifat impersonal, bisa diakses oleh siapapun. Di dunia digital ini kita semua bisa dengan mudah mendapat informasi, melimpah ruah, membanjiri tiap individu. Jangan bohong, kalian pasti sering menunduk di depan HP, bisa ratusan kali dalam seminggu, yang artinya bisa berjam-jam kuat menempa mata ke layar. Inilah yang dimaksud perubahan tingkah laku. Gagasan tentang prioritas teknologi atas kekuatan-kekuatan laindisebut mazhab ‘industrialisme’. Ada empat gugus refleksivitas-institusional yang membentuk dan menyangga kondisi modernitas yaitu kapitalisme, Negara-bangsa, organisasi militer, dan industrialisme.

Strukturasi gejala sosial, ekonomi, kultural, dan politik yang kemudian membentuk kondisi modernitas. Marx mengenakan logika cara berproduksi (mode of production), Durkheim memakai logika diferensiasi/pembagian kerja (divion of labour), sedang Webber mengajukan logika rasionalitas (rationality). Fundamentalisme adalah anak kandung globalisasi yang sedang bertanya ‘dapatkah kita hidup suatu dunia di mana tak ada apa pun juga yang kita anggap keramat?

Hanya ada tiga orang yang mengajukan sintesa hubungan antara pelaku dan struktur yang meski masih punya kelemahan, dipandang jauh lebih memadai dibanding berbagai pemikiran orang lain, yaitu Anthony Giddens, lalu Pierre Bourdieu melalui konsepsi habitat, dan Norbert Elias, melalui gagasan figuration. Setiap pemikir memang makhluk yang sering disalah-mengerti. Michel Foucault adalah seorang pemikir besar post-strukturalisme.

Buku yang dimula sangat lambat, biasa sekali. Lalu pas di tengah langsung wuzzz ke puncak, karena seolah tiba-tiba menyodorkan vitamin ilmu bertubi-tubi. Lalu di akhiri dengan tenang. Sempat bikin males, dan ingin segera ganti buku, yang mendadak wow dan sampai kuujar kereeeen. Teori ilmu sosial ternyata semegah ini. Untuk sebuah buku tipis yang dibaca kilat, lumayan berisi juga. Karena saya tak ikuti perkembangan para ahli struktur, makanya Suatu Pengantar menjadi sebuah selisik pengetahuan baru. Jos!

Gejala post-modernitas adalah ketidak-mungkinan menangkap inti gejala, karena tidak ada inti pada apa yang berlarian tunggang-langgang. Mari para manusia klasik, dunia butuh kita perlambat. Nikmati musik dengan tape dek, menikmati buku dengan aroma kertas khas, sampai naik sepeda lebih nyaman ketimbang stater motor. Mari ngopi Lur… pakai video call Whats App. #eh.

Anthony Giddens: Suatu Pengantar | by B. Herry – Priyono | KPG 59 16 1117 | Penerbit KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2002 | Cetakan kedua, 2002 | Penyunting Christina M. Udiani | Desain sampul dan tata letak isi Wendie Artwenda | xii + 100 hlm.; 13 cm x 19 cm | ISBN 978-979-91-1105-0 | Skor: 4/5

Karawang, 260520 – Bill Withers – Just the Two of Us

HBD Wildan Aziz P

Gerbang Neraka Akan Segera Dibuka

The Gates (buku satu dari tiga) by John Connolly

Ilmuwan tidak mengejar kebenaran; kebenaranlah yang mengejar ilmuwan.”Dr. Karl Schlecta (1904-1985)

Secara teknis aku adalah entitas ektoplasma yang berkeliaran bebas… artinya setan yang dapat mengambil hampir segala bentuk dan wujud berdasarkan getaran spiritual yang dipancarkan korbannya.”

Ini kisah malam Helloween yang janggal. “Aku benar-benar minta maaf, ini malam yang sangat aneh. Mungkin kau mau minum teh, semua terasa lebih enak setelah secangkir teh.” Kita mungkin telah membuktikan keberadaan multi-semesta. Spiggit’s Old Peculia, Si Tua Aneh adalah bir yang dinamai dengan tepat. Cerita remaja dengan imaji monster-monster, bukan sembarang monster karena diundang langsung dari neraka.

Kita tahu perjalanan antara dunia ini dan dunia kita dapat dilakukan. Novel yang aneh, teori lubang hitam dan terbentuknya semesta, menghadirkan pasukan setan ke bumi untuk dihancurkan, tapi ternyata dituturkan dengan nge-pop, santai di tengah serbuan. Argumen induktif adalah kemungkinan, bukan kepastian. Titik amat kecil, para ilmuwan menyebutnya ‘singularitas’. Orang relijius mungkin menyebutnya partikel debu di mata Tuhan yang mencipta semesta setelah ledakan besar. Ilmuwan membutuhkan bukti, yang lain tidak. Keanehan dan segala teori praktis semesta itu langsung terasa ga ada ngeri-ngerinya. Malah lelucon garing bagaimana bertahan hidup dan upaya mengirim balik para perusuh ini, selama gerbang neraka terbuka, atau kalau terlambat bisa runyam sepenuhnya. 300 halaman yang sederhana, melacur kata dalam tak teraturan garis cerita. Mereka semua terlihat seperti fosil yang hidup kembali, bagian dalam tubuh mereka dilindungi oleh kerangka luar, diseret dengan kaki-kaki pendek terbungkus logam.

Tokoh utamanya remaja freak Samuel Johnson bersama anjingnya yang cekat Boswell, duet ini dibantu dewa rusuh Nurd menjelma kekuatan bak super-man. Di ruang bawah tanah 666 Crowley Avenue, rumah tuan Abernathy diketuk oleh Samuel, ini malam yang lebih mula hari Helloween, jadi ditolak kasih permen. Tuan Abernathy dan istrinya, dan kedua tamunya pasangan Doris dan Reginald Renfield ternyata menemukan sebuah buku panduan berbahasa asing untuk mendatangkan makhluk jahat ke dunia. Acara iseng bersenang-senang itu menjadi petaka karena mantranya bekerja.

Sementara di sebuah laboratorium CERN Proferor Hilbert dan para ahli molekul Ed dan Victor sedang melakukan penelitian tentang kemungkinan adanya semesta lain permainan ‘Kapal Perang’, tabrakan, loncatan frekuensi, ke-abnormal-an itulah fakta adanya kemungkinan sebuah portal terbuka. Menyelidiki kebocoran energi. Penabrak Hadron Akbar.

Dia menduga alam semesta adalah tempat yang jauh lebih aneh dibandingkan perkiraan siapa pun, yang membuatnya bersemangat untuk membuktikan bahwa betapa luar biasa alam semesta ini. Minat profesor Hilbert adalah dimensi, secara spesifik dia tertarik pada kemungkinan ada begitu banyak alam semesta di luar sana, dan alam semesta kita hanya salah satunya.

Sebenarnya ada bunyi di sekeliling kita, bahkan jika kita tidak bisa mendengarkan dengan baik. Namun bunyi tidak sama dengan suara: bunyi bersifat acak dan teratur, sementara suara dibuat. Rasanya seperti mendengar gumaman orang gila dalam bahasa asing. Ini bahasa yang dikenal. Kami sudah menelitinya. Ini bahasa Aramaic awal, mungkin priode sekitar seribu SM. “Menurut kami dia mengatakan, ‘Takutilah kami’…”

Kau tidak bisa membuat prinsip yang meruntuhkan semua prinsip. Ilmu pengetahuan tidak bekerja seperti itu. Maka kepala departemen fisika partikel CERN, Profesor Stefan mencoba menyeimbang, tapi nyatanya benar-benar ada lonjakan titik, munculnya makhluk selain manusia ke bumi. “Buruk! Ini buruk! Larilah sekarang!”

Samuel hidup bersama ibunya, ayahnya menikah lagi dan pergi, hanya mobil antik yang tertinggal di garasi rumah. Di sekolah ia dikenal sebagai anak aneh yang berpikiran out of the box, jarum dengan ujung jutaan malaikat, teori ketakteraturan alam. Di gereja Timidus ia juga dikenal sebagai anak nakal dengan pertanyaan tak lazim seperti asal mula dosa, serangkaian malaikat dan setan yang mengawasi, sampai hal klenik yang membuat pusing para pendeta dan asistennya. Pendeta Ussher, sang vikaris dan Tuan Berkeley, sang pengurus.

Nurd, pembawa petaka lima dewa. Lima entitas: Schwell, Setan sepatu tak nyaman; Ick, setan hal-hal yang tak menyenangkan yang ditemukan di lubang pembuangan saat dibersihkan; Graham, setan biskuit dan kue cracker basi; Marvis, setan nama-nama tak pantas untuk laki-laki; dan terakhir, sekaligus mungkin yang paling rendah Erics, setan tanda baca keliru. Perumpamaan jitu tentang para dewa adalah, “Bagaikan lalat di tangan anak-anak ceroboh, begitulah kita di mata para dewa, mereka membunuh kita untuk hiburan.” King Lear, William Shakepeare. Menggembirakan, ya. mengkhawatrirkan, kadang-kadang.

Karakter bagus di sini justru setan Nurd ini. Dalam suatu tindakan berbahaya serius, salah satu percikan energi telah menciptakan celah kecil antara dunia kita dengan ruang yang ditempati singgasana Nurd, atau lebih tepatnya lagi, Nurd sendiri. “Yah, seperti yang kubilang tadi, aku tinggal di padang tandus. Tidak ada yang bisa dilihat, tidak ada yang bisa dilakukan, dan aku sudah kehabisan bahan pembicaraan dengan Wormwood. Hanya karena aku setan, bukan berarti aku jahat.”

Aku tidak ingin menjadi menakutkan, atau mengerikan. Aku hanya ingin mondar-mandir dengan santai, mengurus urusanku sendiri. Nurd, tidak pernah punya ibu bapak, yang tidak pernah mencintai atau dicintai, takjub mendapati betapa rasa yang begitu indah ternyata juga bisa membuat seseorang sangat menderita. Bagaimanapun, tidak melakukan perbuatan buruk tidak sama dengan melakukan perbuatan baik. Bagaimana ia jenuh di asalnya dan pamit sama asistennya yang annoy. “Selamat tinggal Wormwood, aku ingin mengatakan bahwa aku akan merindukanmu, tapi itu tidak benar.”

Nah, kejadian terbukanya gerbang neraka membuat kota Biddlecombe yang lalu terisolasi berantakan. Kekacauan tercipta, setan-setan keluar memporakporandakan segalanya. Nurd, setan yang tak jahat-jahat amat mencoba membantu Samuel dan kedua temannya yang juga ga kalah aneh Tom Hobbes dan Maria Mayer. Para profesor dari CERN turut serta, jauh-jauh datang setelah menerima email janggal. Malam itu malam Helloween, malam cekam yang biasanya sekadar trick or treat, berubah menjadi malam kelam. “Akhir dunia, neraka telah dibuka. Malapetaka besar akan datang… Sang Mahadengki…” Sebelum sang musuh utama dipanggil kedua asistennya Shan dan Gath, Nurd, Samuel dan kawan-kawan harus gegas menutup portal, berhasilkah?

Referensi utama karya perunggu besar bertajuk La Porte de l’Enfer yang diterjemahkan menjadi ‘Gerbang Neraka’, karya Auguste Rodin, ia diminta membuat karya tahun 1880, dan berjanji menyelesaikannya tahun 1885, ternyata Rodin masih mengerjakannya saat wafat tahun 1917. Bangsa Romawi dan Yunani memercayai bahwa gerbang neraka dijaga oleh anjing berkepala tiga bernama Cerberus yang memastikan bahwa siapa pun yang sudah masuk, tak kan bisa keluar lagi. “Yah, ini neraka di bumi bukan? Gerbang Neraka telah dibuka, setan menyerbu keluar. Akhir dunia dan semua itu.”

Buku guyon remaja yang tak lucu untuk teori besar seperti ini sebenarnya juga sudah banyak dibuat, hanya masalah cara tutur dan pemilihan gaya bahasa, The Gates ada di tengah-tengah antara mau bekerja serius adanya serangan setan atau penuh humor slap-stick konyol. Satu hal yang menarik tentang lubang hitam: semakin keras kau berjuang untuk meloloskan diri dari kekuatannya, semakin cepat kau mendekati seluruh proses tentang proses kepadatan tak terhingga, tentang meremukkan dan sebagainya, disebabkna dimensi waktu dan ruang yang kacau balau.

Seperti pemanggilan sang Mahadengki yang merupakn villain utama, digambarkan seram dan besar. Dia menjulang di atas pasukannya, sehingga mereka bagaiman kumpulan serangga di hadapannya. Dia membuka mulut, dan meraung, dan mereka gemetar di hadapannya, karena keagungannya begitu mengerikan untuk disaksikan. Mengingatkanku pada tokoh Dormamu di Doctor Strange yang dipanggil melalui gerbang, tapi hanya sepintas keluar lalu frustasi balik lagi.

Ini buku pertama John Connolly yang kubaca, kurang sreg sih. Tapi saya sudah lacur beli Trilogi komplit, jadi mau tak mau harus diselesaikan perjalanan Samuel Johnson ini.

Penyelesaian kisah juga terlalu gampang. Mobil ayah Samuel yang antik menjadi sumbat? Oh my! “Secara ilmiah solusi ini memiliki banyak ketidakpastian, mungkin tidak akan berhasil sama sekali. Rencana ini terdengar sangat gila, berbahaya, dan benar-benar mustahil sehingga mungkin saja berhasil, sekarang yang kita butuhkan adalah mobil.”

Gerbang Neraka | by John Connolly | Diterjemahkan dari The Gates | Copyright 2009 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | 617185026 | Alih bahasa Barokah Ruziati | Editor Ariyantri E. Tarman | Desain & ilustrasi cover eMTe | Pertama terbit, Desember 2011 | Cetakan kedua, Juli 2017 | ISBN 9789792278217 | 320 hlm; 20 cm | Skor: 3.5/5

Untuk Cameron dan Alistair

Karawang, 230520 – Bill Wither – Harlem

Historia Bintang Jatuh: Sebuah Fantasi Liar

Stardust by Neil Gaiman

Aku bersedia dibayar dengan warna rambutmu, atau semua ingatanmu sebelum kau berusia tiga tahun. Aku bersedia dibayar dengan pendengaran dari telinga kirimu – tidak semuanya, cukup supaya kau tak bisa menikmati musik atau menghargai desau arus sungai atau desir angin.”

Tentang petualangan anak setengah manusia setengah peri yang menakjubkan. Untuk memulai perjalanan kita perlu mengenal desa asal, Desa Tembok di padang rumput Inggris yang tenang. Tak sembarangan yang bisa melintas, setiap Sembilan tahun sekali di seberang tembok yang bercelah ada bazar festival yang digelar dan desa itu menjadi penginapan mendadak. Syahdan, seorang pemuda rupawan Dunstan Thorn berusia delapan belas tahun mengalami malam sensasional. Terasa gigil dan gemetar di pusat alam. “Ini kuucapkan: kau telah mencuri pengetahuan yang tak layak kauperoleh, tetapi pengetahuan ini tak akan menguntungkanmu…”

Dengan setting waktu masa Ratu Victoria yang bertakhta sebelum menjadi janda Windsor, Charles Dickens tengah menerbitkan novel Oliver Twist. Mr. Draper baru saja memotret bulan untuk pertama kalinya, membekukan wajah pucatnya pada kertas dingin; Mr. Morse baru-baru saja mengumumkan cara mengirim pesan melalui kawat logam. Dunstan memasuki bazar berkenalan gadis cantik terikat di karavan, dengan satu ciuman yang menderet asmara mistis. Ciuman gadis dengan bibir yang bercita rasa lumatan arbei hutan. Tak disangka satu malam berkelindan peluk itu mencipta keturunan. Sembilan bulan pasca bazar, di celah Desa Tembok ada keranjang bayi dengan secarik kertas berpeniti bertuliskan ‘Tristran Thorn.’

Ini kisah tentang Tristran Thorn. Jadi kejadian melompat delapan belas tahun kemudian. Ia jatuh hati sama gadis desa Victoria Forester, dan dalam canda gombal remaja, si Victoria bilang bawakan saya bintang jatuh. “Kau masih muda dan sedang kasmaran, setiap pemuda dalam situasimu adalah pemuda paling merana yang pernah hidup.” Tristran menanggapinya serius, maka ia pamit sama ibu, bapak, dan adiknya melakukan petualang ke hutan seberang. Dibawakan bunga tetes salju dari ayahnya, yang didapat dari ibu aslinya. Perjalanan inilah yang menjadi komoditi utama Stardust. Walau banyak hal terasa kebetulan tapi jelas tutur kata di negeri peri ini sungguh dahsyat. Seni bertahan hidup, termasuk dalam memasak, bagaimana di hutan tak ada garam, tapi dibumbui sedikit semangi, sedikit serpili gunung, ini pasti sama lezatnya.

Berkenalan dengan katai, manusia kecil yang baik hati, ia merasa lelaki ini sungguh polos dan jujur sekali dalam bercerita tujuan utamanya mencari bintang jatuh. Dan, terlalu lugu untuk merasa takjub, terlalu muda untuk merasa gentar, Tristran menyeberangi padang yang kita kenal… dan memasuki Negeri Peri. Terasa sulit tapi ga mustahil, maka ia membantu Tristran dengan memberi lilin cahaya yang bisa melakukan perjalanan antar dimensi. Aturan mainnya, lilin nyala itu akan mengantarnya menembus ruang dan waktu, lalu sekejap saat dimatikan ia sudah sampai tujuannya. Lilinnya dikit maka gunakan dengan bijak. Pesannya agar berhati-hati, ketika ditanya orang asing jangan berkata apa adanya, bilang saja; ia dari belakang dan akan maju ke depan. Maka dengan pamit ala kadar yang memusing, Tristran melesat. Bintang yang diajarkan Mrs Cherry adalah bola gas yang berkobar dan menyala, selebar ratusan mil, mirip matahari, hanya lebih jauh.

Betapa terkejutnya, bahwa bintang jatuh mirip berlian atau batu, jelas ia tak menyangka adalah seorang gadis. “Ini kulakukan demi cinta, dan kau benar-benar harapanku satu-satunya…” Bintang itu cedera, satu kakinya patah, maka ia ikat dan papah dalam perjalanan, dan dibawanya pulang. Dengan kuda bertanduk yang diselamatkan ketika akan diterkam singa, bertiga melakukan perjalanan balik. Nah, di sinilah keseruan benar-benar diramu. Perjalanan itu tak mudah, penuh onak duri dan orang-orang berniat jahat.

Halangan pertama dari Ratu Penyihir hitam, panggil dia dengan sebutan Morwanneg. Tiga saudari di dimensi lain, yang tertua keluar dari dunia cermin, mendapatkan kembali usia mudanya, ia ke negeri Peri untuk mendapatkan bintang jatuh. Karena jantung-bintang-hidup adalah obat manjur untuk melawan jerat usia dan waktu, adik-adiknya menanti pulang. Sang Ratu penyihir memiliki kekuatan besar, paling mungkin memenangkan pertarungan perebutan bintang, tapi nikmati saja perjalanan ini kejutan demi kejutan bersaji. “Kami hanya makan kegelapan, dan kami hanya minum cahaya. Jadi aku tidak lapar, aku kesepian dan takut dan dingin dan merana dan disandera tapi aku tidak lapar.”

Halangan kedua dari perebutan takhta Stormhold di gunung Houn. “Takdirku. Hak memerintah.” Jadi sang raja mangkat, mutiara manikamnya ia lempar ke langit yang mengakibat bintang jatuh, jadi ketujuh putera mahkota yang memilikinyalah yang akan resmi memerintah kerajaan. Empat saudaranya sudah tewas, saling tikam dan bunuh: Secundus, Quintus, Quartus, dan Sextus. Sisa tiga: Primus, Tertius, dan Septimus. Di sini alurnya unik sekali, bintang jatuh bukan karena tersandung tapi sejatinya tertabrak sebuah kuningan utas perak yang dilempar raja. Dalam perjalanan menuju takhta, di penginapan satu orang diracun saudaranya sendiri, sehingga menyisa dua. Karena panik, Primus kabur terlebih dulu. Menjaga diri tak akan makan dari produk asing. Septimus mengejar, sembari juang mencari jatuhnya bintang. Oiya, mereka yang tewas bisa melihat kehidupan. Jadi saudara-saudara ini membayang menyaksi perjuangan menuju takhta siapa yang tersisa. Ternyata ada orang-orang baik di negeri yang gelap ini, si bintang memutuskan dengan rasa hangat dan tenteram.

Pertempuran puncak sejatinya di penginapan. Kereta ratu penyihir yang tiba duluan, menikam pemilik lalu menjelma mengubah diri pemilik baru, dan kusir serta kudanya (yang disihir dari manusia menjadi hewan) menjadi pelayan. Menanti bintang dan kuda bertanduknya tiba. Karena Tristran dan Bintang slek, melarikan diri. Bintang dan kuda bertanduk tiba disambut, alat bedah sudah disiapkan namun tiba-tiba pintu diketuk, muncullah Tristran dan Primus yang bersatu di jalan. Kalimat: “Ini bisa menunggu.” Menjadi penyelamat. Dia tahu, di suatu tempat aneh dalam dirinya yang mengetahui arah dan jarak benda-benda yang belum pernah dilihatnya dan tempat-tempat yang belum dikunjunginya, dan si bintang sudah mendekat… ini bisa menunggu. Kebetulan atau entah apa namanya, Primus yang terbunuh dulu, Tristran dan bintang yang terdesak, sekelibat pikir cepat, menyala lilin intas dimensi, dan wuuuzzzz…. Mereka selamat. Lilin redup lalu mati di negeri awan. Mereka diselamatkan Kapal Merdeka Pardita. Menurunkannya di suatu bukit, lalu melanjut perjalan pulang.

Ratu Penyihir geram, lalu strategi diubah. Ia akan menanti di Parit Diggory, tempat terbuka celah lembah menuju Desa Tembok. Sementara Septimus yang kini menjadi satu-satunya yang masih hidup, sejengkal lagi jadi raja, syarat terakhir harus dipenuhi, membalas dendamkan saudaranya. Di Parit itulah titik akhir para penghalang berakhir. Adegan bakar serta seni menipu, well dia Ratu Penyihir yang punya kekuatan dahsyat ya, sehingga takhta itu lenyap kini.

Sementara Tristran dan bintang kini menjadi akrab. “Aku membencimu. Aku sudah membencimu utuk segalanya, tetapi sekarang ini aku paling membencimu.” Setelah ¾ kisah, barulah kita tahu siapa namanya. Saudari-saudariku memanggilku Yvaine, karena aku bintang senja. Ia membuka diri, menjadi turut serta pulang sekalipun ketika melintas dinding perbatas akan menjadi serbuk bintang, butir biasa di dunia manusia. Kau tahu gadis itu sebuah bintang dan seorang manusia fana. Di sini kebetulan kembali dicipta, Tristran bertemu penyihir yang di mula diperkenal sebagai Mistress Semele (nama kenalan), aslinya Ditchwater Sal. Penyihir ini mau menukar bunga tetes salju yang dibawa sang pengelana, syarat mengantarnya sampai Desa Tembok dengan selamat tanpa kurang apa pun. “Dan aku tak bisa menyesali petualanganku sedetikpun, meskipun ada kalanya merindukan tempat tidur yang empuk, dan aku tak akan pernah lagi melihat tikus dengan cara yang sama…”

Siapa sangka Tristran disulap jadi tikus, sang bintang disimpan juga. Dengan begitu mereka selamat lemintas Parit Diggory dan sampai di perbatasan dengan selamat. Selesai? Penutup yang njelimet karena fakta-fakta baru diungkap membuat bungah, Yvaine memiliki mahkota, burung yang dibawa sang penyihir ternyata memiliki kekuatan super juga setelah sihir tahanannya lenyap ehem Daisy Thorn, ketika Senin ketemu Senin di hari Jumat. Dan segalanya menyenangkan. Ending sempurna untuk kisah yang sungguh sempurna. Identitas Lady Una, penguasa Stormhold muncul ketika kerajaan mencapai titik hopeless. Bahagia itu apa? Tristran mewujudkannya, bukan harta, bukan takhta, bukan pula gelimang fantasi imaji: tapi bersama orang terkasih yang tepat, saling mencinta, saling mengisi. So sweet, too sweet untuk sebuah epic Neil Gaiman.

Dimula buku ada puisi karya John Donne, 1572-1631 berjudul Dendang.

Kisahnya sangat Gaiman, fantasi murni di Negeri Peri yang penuh keajaiban dan segala imaji yang tak terbatas. Saya menyukai fantasi khas Inggis seperti ini ketimbang kisah-kisah yang dicipta di daratan Amerika. Belum bisa menandingi The Ocean Lane at the End of the Lane yang fenomenal itu, tapi ini jelas lebih liar ketimbang kehidupan malaikat dan makhluk-makhluk ajaib di subway kereta api London. Bagaimana bisa mencerita petualangan dengan aturan lentur menyeret keadaan mendesak untuk gegas menyelamatkan situasi, yang paling kutakjubkan ada tiga. Cahaya lilin yang menghantar lintas dan waktu sebagai semacam portkey, kedua bintang jatuh itu adalah putri. Gadis yang memukau kecantikan dan tutur lembutnya. Dan terakhir, runutan kisah yang rapi dan menempa pikiran terliar sekalipun. Genre fantasi imaji banyak sekali yang indah-indah, dan Stardust jelas masuk salah satunya.

Permintaan sederhana, budi terkecil yang kuminta darimu, “Kadangkala, malam-malam aku dan saudari-saudariku bernyanyi bersama, bersenandung lagu tentang ibu kami, dan sifat masa, dan nikmatnya bersinar dan kesepian.” Tampak manis bukan?!

Serbuk Bintang | by Neil Gaiman | Diterjemahkan dari Stardust | Copyright 1999 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | 617188003 | Alih bahasa Femmy Syahrani Ardiyanto dan Herman Ardiyanto | Desain dan ilustrasi cover Martin Dima | Cetakan kelima, Mei 2017 | ISBN 9789792226881 | 256 hlm; 20 cm | Skor: 5/5

Untuk Gene dan Rosemary Wolfe

Karawang, 220520 – Bill Withers – Hello Like Before

“Adakah Kau Juga Menjual Doa?”

Pena Sudah Diangkat, Kertas Sudah Mengering by Hasan Aspahani

Aku tanya, “Adakah kau juga menjual doa?”Penjual Bunga di Jalanan Kota Bangkok

Dibuka oleh ulasan maestro penyair Tanah Air Sapardi Djoko Damono, dan ditutup oleh Goenawan Moehammad yang lebih sederhana. Hebat, kalau empunya puisi sudah mau turun gunung memberi sambutan atau kata pengantar, berarti ada sesuatu yang istimewa sehingga perlu ditelaah lebih lanjut. Beliau berujar: “… Suatu hal yang wajar yang tidak bisa dihalang-halangi oleh penyair yang konon memiliki lisensi puitik maupun lembaga yang diberi tugas ‘menjaga’ bahasa. Dan karena bahasa tidak lain adalah wadah dari ‘dongeng’, bahkan juga ‘dongeng’ itu sendiri, maka ia terus bergerak tanpa arah yang bisa ditebak. Dalam khazanah sastra modern kita, restoran adalah tempat yang sering muncul, baik sebagai sekadar latar maupun sebagai penanda. Yang menyatukan bait-bait sajak itu bukan prinsip kausalitas, tetapi suasana. Benda dan konsep yang disebut dalam sajak itu saling mendukung terciptanya suatu suasana yang, kalau boleh meminjam larik Amir Hamzah, ‘bertukar tangkap dengan lepas’. Dalam sajak ini, kematian adalah suasana dan bukan makna…”SDD

Rangkaian puisi yang berselibat narasi rasanya lebih kusukai ketimbang syair-syair pendek penuh rima. Ada jalinan utas kisah yang nyambung dari tiap sisinya, maka Bagian III. Penjahit Telanjang dan Sosok-Sosok Lainnya terasa biasa, yang lainnya dengan total empat bagian besar, tak jadi soal. Atau bisa kubilang Ok lah.

Kumpulan puisi yang lebih banyak bertutur dari sudut pandang orang pertama lebih nyaman dan asyik disenandungkan, karena melibat pembaca langsung, kata-kata boleh runut atau ditebar dalam petak lurus kanan per bait. Maka wajar, saya menyukai buku ini. Sempat berujar ‘huuufhhh… so typical…’ pas bagian tiga, tapi langsung membuncah lagi, bagian keempat mungkin yang terbaik selain awal-awal yang bersinggungan dengan kematian, terasa janggal dan absurd. Metafora yang membalikkan posisi kata dalam larik itu merupakan sumber keterampilan berbahasa sekaligus ambiguitas.

Karena saya ga romantis, dan ga terlalu bisa menikmati atau mencipta puisi, sajak-sajak pujian sakral bagiku, saya kutip sahaja sebagian yang menurutku bagus atau setidaknya menarik hati. Monggo dieja dengan kenyamanan tersendiri:

Sajak Ini Kuberi Judul: Buku: Diam-diam aku sedang mempersiapkan /

sebuah kematian yang paling sempurna: / dikuburkan di dalam buku. Engkau tahu? /Buku akan hidup abadi. Tak mati-mati! – (h. 40)

GMT, The Home of Time: Akhirnya aku memilih sebuah jam yang / bisa menangis setiap pergantian hari tiba. (h. 44)

Skenario Untuk Klip Video Lagu Rock: “Beri aku lirik yang lebih keras!” / “Tuan, beri aku hingar yang lebih meraung!” / “Beri aku gelap yang tak tembus suara…” (h. 49)

Tawa Untuk Karikatur Lainnya: “Hasil jepretanmu itu kartun atau gambar biasa?” tanyaku / Kau tertawa. Aku juga tertawa. Tawa untuk karikatur lainnya: / Negeri tak kelar berkelakar, yang tak akan habis kita gambar. (h. 67)

Sungai Yang Mengalir di Negeri Kami: /1/ Inilah sungai yang mengalir di negeri kami. Arusnya berlapis tiga: di permukaan ada pedih kenyataan, di tengahnya harapan yang kadang-kadang beku, lebih kerap buntu, dan di dasarnya darah yang masih deras dari hulu: luka lama itu. /2/ Inilah sungai yang mengalir ke petak-petak sawah tua, mengentalkan lumpur, yang berabad-abad lekat di kaki kami. (h.71)

Rapsodi Pembunuh Lembu: Ya, aku harus pergi, Pak, bukan karena takut itu, tapi hanya dengan jalan ini aku bisa membunuh kepengecutanku. (h. 77)

Melangkah Aku Seperti Langkah Seorang Lelaki: Kalau nanti kusaksikan letak paksi ke arah paksina / aku harus pulang ke sana, melipat peta, lalu / melangkah seperti langkah kaki seorang lelaki – / seperti lagu yang aku dengar dari Springteen – dan / menuliskan puisi yang aku takut pada bait-baitnya. (h. 79)

Mimpi, Sajak Apakah Ini: Kalau aku menangis, ikan di dalam mataku pasti / ada yang terperangkap ke luar. Di kulkas ada / garam. Dengan sedikit luka di pangkal sisiknya, / kukira cukup nikmat rasa pedih itu untuk kusantap, / sekadar penahan laparku. Lagi pula perutku / sendiri, mungkin aku bisa lain melihat diriku. (h. 82)

Kamus Yang Sangat Tidak Lengkap: II. ada sebuag panggung, dan kau berada di panggung / itu melakonkan dirimu sendiri, kau juga duduk di kursi / penonton, menyaksikan dirimu sendiri. Ketika terbangun / kau tak tahu pasti, “Aku ini adalah aku yang tadi berlakon, ataukah aku yang duduk sebagai penonton.” (h. 87)

Relikui: Apa yang tak mengenangkan aku padamu? Segala seperti relikui / Layangan putus, menyerahkan ujung benang, menyentakkan relikui (h. 92)

Pemetik, 2: Kalau sudah teramat rimbun waktu / aku duga itu dari serbuk air matamu / menempias sejuk ke hutan usiranku (h. 103)

Pendayung, 1: Lautku mendayungkan perahumu, berlabuhlah / Anginku menunjukkan ke pelabuhanmu, berlayarlah / Malamku memperada kerlip bintangmu, berianglah! (h. 107)

Pelupa: Tidur lama, dan lupa, membebaskan kita dari maut dan tua. / Tapi, kita terkurung sawang, menebal di pintu guha. Tak / terbaca tanda waktu, di tulang anjing dan kerangka kuda (h. 130)

Ia Menulis di Linimasa: Pada usia ke-40 dan beberapa dentang kemudian, / Ia menulis di linimasanya, hidup yang baik telahg / memberi satu hal: aku telah mampu untuk lupa… // Pada usia ke-40 dan beberapa dentang kemudian, / ia menulis di linimasanya, hidup yang baik tetap / memberi satu hal: aku masih mampu untuk ingat. (h. 134)

Lelaki Ke-15 dan Seorang Perempuan yang Tak Sempat Ia Ajak Menulis Sajak Bersama: 6. Saya di rak buku itu? nama kita, nama yang melupakan kita. / Tiap napas: sepasang hirup dan hembus, adalah kalimat tidak / sederhana, dengan gumpal tanda tanya di ujungnya, Kita tak bisa / berhenti bertanya, kita terus mempertanyakan pertanyaan kita.

7. Kita yang lama mengawani sunyi, tak pernah baik mengenal / sunyi. Berpapasan denganya, kita ragu dan kecut, tapi talk / bisa menghindar, “Kesunyian dan kesendirian adalah cabang / filsafat yang tak pernah selesai dirumuskan.” Kata profesor yang / tertinggal ajarannya, padahal sudah beberapa jam lalu dia pulang / entah ke rumah yang mana. (h. 151)

Beberapa Sajak yang Aku Pikir Seharusnya Aku yang Menulisnya: Aku pernah mencoba melacak apa sebenarnya / rahasia, dibalik bait-baitnya. Diam-diam aku pun / menjadi diam. Menyelinap masuk ke bait-bait / sajak pendek itu, dan oh, baru aku tahu kemudian, / ternyata rumit sekali kata di balik kalimat yang / ketika sekilas kubaca, tampak sangat sederhana. (h. 159)

Tak banyak buku kumpulan puisi yang kubaca, selain memang agak sulit tune in dengan aliran kata dan diksi dan segala yang spontan, saya tak bisa runut nikmat dari awal hingga kalimat terakhir. Saya langganan Koran Kompas Minggu doeloe, bagian puisi nyaris skip semua. Tak seperti novel yang ada klik dalam sebuku, atau kumpulan cerpen yang walau mungkin terpenggal-penggal tiap ganti cerita namun masih ada aliran benangnya. Buku Kumpulan puisi masihlah oase gurun dan menjadi sekadar selingan baca, dulu sempat merencana sebulan sekali baca kumpulan puisi, tapi pas ada tragedi awal tahun, mencipta kesedihan akut yang merusak tatanan, yang akhirnya kembali ke habitat. Pena Sudah Diangkat, setidaknya memberi banyak narasi, jalinannya masih nyaman, seperti kumpulan puisi terakhir yang kunikmati: Kitab Para Pencibir yang juga nyaman karena naratif, sama-sama terbuka segala tafsirnya.

Mungkin karena memainkan waktu, usia, dan beberapa kejanggalan linier masa, menurutku yang terbaik di kumpulan puisi ini ada di judul: Aku Belum Tua:

Segala rupa puitik selama alirannya mendegub jantung dan berhasil menelisik telinga, sah-sah saja untuk dilahap. Nyaring atau lirih? Ah itu sekadar pilihan lahap. Demi waktu baca dan segelas kopi, mari gegas bersajak! Penasaran kumpulan puisi apa lagi berikutnya yang tersedia untuk kudedah?

Pena Sudah Diangkat, Kertas Sudah Mengering | by Hasan Aspahani | GM 616202048 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Cetakan pertama, September 2016 | Penyelia naskah Mirna Yulistiani | Proof read Sasa | Desain cover Kuro-neko | Setter Fitri Yuniar | ISBN 978-602-03-3402-8 | Skor: 4/5

Judul buku ini diambil dari kalimat terakhir hadist ke-19 dari kumpulan 40 hadist yang dikumpulkam oleh Imam An-Nawawi, yang sangat termahsyur sebagai Hadist Arba’in.

Karawang, 150520-210520 – Bill Withers – Railroad Man / Katy Perry – Last Friday Night

Rabbit Hole: Apa Obat Trauma yang Paling Mujarab?

Somewhere out there I’m having a good time.” – Becca

Rencana mau ambil film Jennifer Lawrence yang mengantarnya menang Oscar, malah keklik ini. Salah unduh film. Namun ga masalah, ternyata bintang Kidman masih sangat cemerlang di sini. Ternyata dia masuk nominasi best actress, kalah sama Black Swan di tahun yang sama. Tahun 2010, hhmm… berarti ini pasca serangan alien yang rumit itu. Masa masih merdeka, sepuluh tahun lalu. Kisahnya tentang trauma menghadapi kematian anak, rasa kehilangan itu menghantui keluarga kecil ini dari awal menit sampai benar-benar akhir. No debate, jelas sedih sekali, cara menata kembali keadaan itu sulit, sangat sulit, berdamai dengan kenyataan pahit, dan benda-benda lama yang selalu mengingat. Rasanya memang berat sekali, dan akting pasangan Eckhart – Kidman luar biasa. Duka kedua orang tua dan kandungan kepedihan di tiap tetesnya.

Becca Corbett (Nicole Kidman) dan Howie Corbett (Aaron Eckhart) menjalani hari dengan suram, film dibuka dengan Becca menata kebun, menampakan kandang anjing yang kosong, diundang makan malam tetangganya, menolak, mungkin suatu saat nanti. Howie pulang kerja, makan pancake bersama, dan malamnya mereka istirahat dalam keheningan. Waktu sudah berjalan sekitar delapan bulan, dan duka itu masih benar-benar menggelayuti. Putra tunggal mereka, Danny meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas di depan rumah saat mengejar anjing, Tex. Becca ingin membuang segala kenang Danny, Howie ingin memiliki anak lagi, istrinya belum siap. Keluarga ini sepertinya sudah akrab dengan duka, ibu Becca, Nat (Diane Weist) juga kehilangan anaknya karena overdosis. Namun Becca menolak disamakan. Kata Virginia Woolf Aku merasa kita tak mampu melewati satu lagi periode mengerikan itu.”

Lalu mereka bergabung dengan grup sharing is caring, yang berkumpul membentuk lingkaran, duduk kemudian bercerita. Berkenalan dengan keluarga Gabby (Sandra Oh), berpasangan. Para orang terluka ini berbagi kisah pilu, kehilangan anak, dan bagaimana mengatasinya. Becca ternyata ga klop, karena ada yang cerita kematian anaknya untuk menjadi malaikat Tuhan, ia menyanggah. ‘kenapa tuhan tak menciptakan saja malaikat lain?’ maka mereka keluar.

Suatu kali Becca bertemu dengan sosok yang mencipta kesedihan. Di jalan, ia tak sengaja melihat Jason (Miles Teller) di bus sepulang sekolah. Mengikutinya, memantaunya. Untuk apa? Entahlah. Ke perpustakaan mengembalikan buku, terlambat kena denda. Dan buku itu tentang dunia Pararel, Becca berniat meminjamnya. Kegiatan memantau Jason berlangsung terus, dan akhirnya kepergok. Mereka lalu duduk di bangku taman, bertukar kata. Maaf selalu jadi kata yang sulit ketika pilu menerpa. Maaf untuk saat itu karena berkendara terlalu kencang, maaf untuk segala hal yang telah lewat. Ia kini sedang membuat komik berjudul Rabbit Hole, saat ini belum usai. Baik, Becca berniat membacanya. Janji temu dan bertukar kata dengan pelaku kecelakaan ini berjalan tanpa sepengetahuan suami. Banyak cara untuk menyembuhkan hati.

Sementara Howie tetap mengikuti terapi sharing, berlarut. Dan suatu malam, Gabby bercerita telah ditinggalkan suaminya. Tanpa sebab yang jelas, tanpa info yang jelas, kabur saja. Begitulah, duka membuat manusia bertingkah serba aneh. Maka ia menghisap ganja di parkiran, Howie lalu bergabung. Pakai narkotika, bermain fun world lempar bola, tertawa bersama, bercengkerama. Kedekatan mereka menjadi rekat dalam. Sekali lagi, banyak cara untuk menyembuhkan hati.Becca yang masih trauma belum bisa bercinta, belum siap dan belum bisa program anak. Howie yang mendamba perubahan bersikap pening juga, entah bagaimana keluar dari aliran sedih ini. Lalu ide pindah rumah muncul, harus ada sesuatu yang diubah, maka rumah dijual, meninggalkan kenangan, mendesak masa lalu ke belakang, pakaian Danny, mainan, segala barangnya disingkirkan. Trauma ini harus dilewati bersama. Apa obat trauma yang paling mujarab? Banyak hal bisa dilakukan, setiap individu pasti berbeda penanganannya, film ini menggambarkan salah satu opsi. Sepertiga akhir yang luar biasa.

Jason tiba-tiba datang ke rumah memberi buku Rabbit Hole yang sudah jadi. Howie marah karena selama ini istrinya ternyata bertemu dengannya. Sementara Becca juga marah pada suaminya karena kegiatan menghisap ganja dilakukannya. Serasa impas, serasa menyedihkan. Pencarian makna hidup yang merekat, siapa salah? Pertengkaran membutuhkan dua orang yang saling peduli. Dalam eksekusi ending yang bagus banget di mana malam itu Howie keluar rumah untuk mengikuti sharing, malah ke rumah Gabby, perselingkuhan di ambang jadi. Tampak menggoda. Sementara Becca diam-diam berkendara ke rumah Jason, sudah rapid an dandan juga, walau tak betemu langsung, Becca yang menangis sejadi-jadinya, terlelap di mobil hingga pagi menjelang. Keduanya sama, butuh pelampisan duka. Inilah kisah sedih dengan kemuraman akut menyelingkupi, sepanjang menit, sepanjang kisah, selama satu setengah jam yang muram.

Segala-galanya ambyar. Karena suram adalah koetji maka Rabbit Hole jelas sukses besar menampil. Melimpah ruah kesedihan itu, sampai luber menjurus depresi dalam. Manusia sebenarnya adalah makhluk yang diboncengi perasaan bersalah yang parah. Jason dengan tatapan duka, jelas berhasil diperankan bagus oleh Miller. Seolah memang serba salah, ilustrasi ciptanya memang memberi peranan penting akan keinginan dan khayal di dunia lain. Nicole Kidman jelas melakukan peran istri yang luar biasa, tangisnya di mobil sejatinya adaah luapan amarah dalam lelehan air mata yang menganak sungai seolah berteriak, ‘Tuhaaaan… kenapa kau ambil anakku?’ Tak kalah sangar akting Aaron Eckhart, mengimbangi kedukaan, menyelimuti kehampaan. Tak kecewa rasanya salah unduh film ini. Lubang Kelinci dengan ide kehidupan pararel, adakah jiwa kita juga ‘hidup’ dalam lingkup waktu di sisi sana? Duka juga ataukah, bahagia menggelayuti? Ending di taman usai pesta kebun itu sangat menyentuh, menatap langit biru dan bukan hanya mereka berdua yang laik bertanya, penonton juga turut mengajukan hal yang sama: ‘selanjutnya bagaimana?

Layar Rabbit Hole adalah ejawantah desahan yang penuh penderitaan dan kehilangan. Penderitaan itu semacam permainan ‘gebuki tikus tanah’ yang muncul sesekali lalu kita gebuki berturut dan semakin lama semakin cepat. Seperti itulah derita, setiap kita bisa mengatasi satu derita akan muncul derita lain, dan terkadang muncul raksasa tikus dalam artian kehilangan anggota keluarga terkasih. Hidup akan selalu bersisian dengan derita. Biarlah waktu menyembuhkan luka itu. Harapan dan kesabaran berdamai dengan keadaan. Mau gegas melakukan laiknya Howie atau tetap alon-alon, semua sama saja. Ini kisah pencarian obat duka, dan pemberian maaf atas segalanya. Mendorongmu terjatuh dalam lubang kelinci. Sabar, tawakal, iqtiar.

Hidup yang baik bukan berarti menolak penderitaan, yang sesungguhnya adalah menderita untuk alasan-alasan yang benar.

Rabbit Hole | Year 2010 | Directed by John Cameron Mitchell | Screenplay David Lindsay-Abaire | Cast Nicole Kidman, Aaron Eckhart, Dianne Weist, Miller Teller, Tammy Blanchard, Sandra Oh | Skor: 4/5

Karawang, 200520 – Bill Withers – Family Table

Reportase-Reportase Terbaik Ernest Hemingway

Aku tidak tahu Paris itu seperti ini. Aku kira meriah, banyak cahaya, dan indah.”

Berisi 31 tulisan yang bertema variatif, berpusat di Paris tempat ia bertugas menjadi wartawan. Tulisannya rata-rata bersinggung kehidupan sosial dan poilitik, kritik budaya, agama, sampai laporan perkembangan kehidupan jelata bertahan hidup. Memikat di satu sisi, menyenangkan bak gelombang oase yang menyejukan, memuakkan atas perilaku politik di sisi lain. Beragam budaya yang ditangkap dalam tulisan klasik tahun 1920an pasca Perang Dunia Pertama. Seru, mendebar, hingar bingar.

Lebih merakyat dari yang kita kira, karena Ernest menyatu dengan kehidupan setempat. Jika Anda mendapatkan cukup orang Prancis di kafe-kafe di berbagai pernjuru Prancis, Anda akan mendapat opini nasional sejati, bukan bayang-bayang opini nasional yang direfleksikan dalam pemilu atau koran-koran. Bagaimana ia bisa mendapat harga murah penginapan, makan yang murah di berbagai sudut kota. Masakannya di atas semua harga. Bagaikan permata dari buritan pertama dalam masakannya. Pakaian hanya masalah kecil.

Karena suasana pasca perang dan teknologi terbatas, pengiriman warta juga mengalami ketersendatan, penyensoran. Saat wartawan Inggris dan Amerika siap menggunakan Corona, selalu ada antrean mengerikan di belakang mereka. Sistem sensor kepausan telah ditetapkan dan semua surat kawat berisi nama-nama kardinal tertentu akan secara otomatis ditahan di kantor pengiriman. Pada akhirnya, penyensoran ini melindungi koresponden yang telah belajar dari ‘sumber-sumber yang dapat diandalakan’ dari pemilihan ini tentang kardinal tertentu yang tidak bisa menjadi paus baru, dan mengirim surta kawat mengumukan keterpilihannya. Klasik sekali, sensor menjadi begitu benar-benar memainkan perannya.

Nasib sebuah negara tergantung pada isi perut perdana menterinyaVoltaire. Nah, Ernest di Prancis di era Perdana Menteri Poincare, kenalah ia kritik, sasaran warta. Salah satunya tentang pose foto di pemakaman yang tampak tersenyum, itu bisa melukai banyak orang, atau bisa juga tak sengaja? “Apa jadinya jika Poincare benar-benar tertawa di pemakaman?” Semua orang bisa saja tertawa secara tak sengaja, lagi pula soal apa semua kegemparan ini berlangsung. Bisa dikatakan, tidak ada satu pun orang bernyawa di Prancis yang mendapat respek lebih besar daripada yang didapatkan orang-orang yang tak bernyawa. Marsekal Foch, Anatole France, Henri Barbuse, M. Poincare, atau Paus, tidak akan pernah – salah satu pun dari mereka – menerima penghormatan penuh seutuhnya dari semua orang yang akan mereka temui jika berkendara dua blok saja dari Champ-Elysees. Adalah spirit penghormatan besar terhadap orang-orang mati, dipadu dengan pentingnya Verdun sebagai kota martir, yang menimbulkan pertanyaan besar tentang apakah M. Poincare tertawa atau tidak sehingga menjadi keterkenalan nasional. Ia tiba-tiba diisyaratkan untuk melakukan semua hal yang ia sarankan sebagai pengamat.

Situasinya menghadirkan kesulitan.

Reportase tentang penjualan topi lucu melibat burung gereja. Para pembuat topi di Paris akhirnya menemukan kegunaan dari English Sparrow (burung gereja). Tapi bulu monyetnya yang sulit karena harus diimpor dari Afrika atau Amerika Selatan dan sekarang menjadi langka. Begitu pula laporan tentang penjual karpet yang bajakan, dari kulit harimau tapi palsu, kulit kambing! Harganya gila, dari 400 franc di mula, bisa deal di angka 40 franc! Ditulis dengan lucu karena para penjual imigran begitu gigih dan luar biasa menggugah, roda ekonomi jelata yang terus berputar.

Buku yang menciptakan badai adalah novel Batouala karya Rene Maran, warga kulit hitam pemenang Goncount Academy Prize sebesar 5,000 Franc untuk penulis muda tahun ini. Tentang imperalisme Prancis atas koloni-koloninya sebuah karya seni, kecuali prakatanya penuh propaganda. Yang kontroversi adalah betapa komunitas damai 10.000 orang kulit hitam di Afrika bisa berkurang menjadi 1.000 di bawah pemerintahan Prancis. Dibuka dengan kepala desa bernama Batouala terbangun pagi hari di gubugnya yang dingin dan ditempa tungu penghangat, lalu ditutup dengan usia senja dengan sendi-sendi yang kaku dicapik leopard yang lolos dari tombaknya, terbaring diam di lantai tanah gubugnya, warga desa sudah melupakannya karena ada kepala desa baru. Demam, sekarat dengan anjing kurap menjilati luka-lukanya.

Aperitif atau minuman pembuka adalah minuman yang tinggi, terang, berwarna merah atau kuning yang dikucurkan dari dua atau tiga botol oleh pelayan yang bergerak cepat dalam satu jam sebelum makan siang dan makan malam. Pemerintah mengeluarkan beberapa juta franc untuk pesta-pesta jalanan semacam itu. itu dipandang sebagai pembelanjaan yang bijak dalam hal untuk mengenang dan membangkitkan patriotisme. Bendera-bendera Prancis ada di mana-mana, kembang api meletus menghiasi angkasa di berbagai tempat sepanjang saat, ada pameran militer besar di Longchamps pada jam delapan pagi, inilah pesta jalanan.

Koran-koran Prancis menjual kolom-kolom berita mereka sebagaimana mereka lakukan pada ruang iklan. Maka Pemerintah membayar koran-koran dalam jumlah tertentu untuk mencetak berita-berita tentang pemerintah. Itu dipandang sebagai iklan pemerintah. Maka, Pemerintah adalah klien terbesar bagi koran-koran. Semua pemerintah di Eropa memiliki dana khusus untuk publisitas koran-koran yang tidak harus diperhitungkan. Tak peduli betapa idealistiknya politisi Eropa, suatu idealis kepercayaan adalah sama amannya dalam sistem sebagaimana orang buta tersandung-sandung dalam pabrik penggergajian.

Kehidupan malam di Eropa tidak sekadar deretan kafe-kafe. Itu adalah suatu bentuk penyakit aneh, selalu ada, dan terus dikipasi agar membara sejak era perang. Bara itu membakar seluruh generasi. Paris beradab dan menghibur. Berlin paling mesum, gawat, dan kejam. Madrid paling membosankan. Konstantinopel sangat memikat, dulunya. Di bar Cocteau lah kehidupan malam berada di citarasa tertinggi – takni hidup di malam hari – dibawa hingga ke titik didih. Sampanye sementara itu, adalah nama yang disakralkan di Prancis. Satu-satunya wine yang diperbolehkan hukum untuk disebut ‘anggur sampanye’ datang dari distrik yang sudah ditetapkan di sekitar Rheims di propinsi Champagne.

Kehidupan malam adalah hal yang menyenangkan. Tampaknya tidak ada alasan atau aturan yang mengontrolnya. Anda tidak bisa menemukannya saat Anda menginginkannya. Dan Anda tidak bisa menghindar darinya saat Anda tidak menginginkannya. Ini adalah produk Eropa.

Ada satu kalimat langsung yang mengingatkanku pada salah satu esai Seno Gumira Ajidarma di kumpulan tulisannya dalam ‘Tiada Ojek di Paris’ kalimat itu berbunyi “Jadi ini yang namanya Paris.” Yang sama beliau menjadi “Jadi ini yang namanya Jakarta.” Bagaimana seorang pendatang melihat Kuningan, disanggah sama beliau dan diseret ke kolong jembatan dan pemukiman kumuh. Berujar, inilah Jakarta yang sesungguhnya!

Studi tentang memperdayai orang asing kaya dalam mencari-cari kesenangan telah diturunkan menjadi karya seni bagus. Paris telah menjadi kiblat bagi para pemalsu, penipu, dan pembohong dalam setiap garis usaha keras mulai dari musik hingga tinju. Inilah ironi, artis yang terkenal yang tak dikenal di negeri sendiri. Artis dari Rusia, Amerika, Inggris menjadi sangat terkenal dan dihormati di Prancis, padahal di negaranya sendiri adalah artis antah, atau minimal kelas b. Ya seperti itulah, keterbatasan informasi beredar, menjadi jumawa di negeri asing, menjadi kerdil di negeri sendiri.

Rakyat Prancis selalu mendukung Pemerintah dalam upaya apa pun yang dilakukan terhadap musuh asing begitu pemerintah telah memulai. Itu adalah patriotisme menakjubkan dari Prancis. Semua orang Prancis adalah patriotik – dan hampir semua orang Prancis adalah politisi. Prang Prancis merasa mereka harus mutlak setia pada pemerintah namun mereka bisa saja mendepak pemerintah dan menempatkan pemerintah baru yang loyal setiap waktu tentunya. Akan sulit untuk menemukan detail arsitektur yang lebih populer pada wisatawan Eropa daripada gargoyle-gargoyle dari Notre Dame di Paris.

Catatan tentang seorang algojo hukuman mati, menjadi absurd karena tetangga tak tahu profesinya. Aneh bin nyeleneh. “Deibler sudah kembali. Ia sudah melakukan perjalanan jauh untuk pemerintah. Tapi, saya heran, apa sih yang dilakukan Deibler?” Inilah Kota penuh pahlawan, bagaimana lencana dan tropi dicipta sedemikian mudah demi gengsi dan rasa patriotisme, sayangnya ga bertahan lama karena jadi semacam kencana biasa bila terlampau sering dicetak.

Masa lalu sudah semati catatan pemutar rekaman musik Victoria yang rusak. Mengejar kemarin adalah pertunjukan untuk gelandangan, dan jika Anda harus membuktikan kembalilah ke front lama Anda.

Tidak mungkin menulis secara tidak berpihak tentang suatu negara jika Anda sedang mencintainya. Ernest sekalipun melempar banyak kritik, sebagai seorang ekspatriat di Paris begitu mencinta hiruk pikuk dan segala kekumuhan dan keindahan sudut-sudut ibu kota Prancis.

Reportase terbaik ini dicetak mini oleh penerbit indi, sekalipun kualitas cetak dan terjemahan ga semegah penerbit major, jelas kualitas seorang Ernest Hemingway dengan kalimat langsung dan menohok tanpa banyak basa-basi tetaplah berkualitas.
Anda tidak akan tahu apa Natal hingga Anda kehilangan dia di tahan yang asing.

Reportase-Reportase Terbaik: Biarlah Air Mengalir di Bawah Jembatan, dan Alkohol di Tenggorokanmu | by Ernest Hemingway | copyright 1922 | Penerjemah Tom Bapallaz | Editor Arturo | Penyelaras bahasa Dianve | Pemeriksa aksara Agus AHA | Desain sampul Bambang Hidayatullah | Tata letak teks Bambang Hidayatullah | Penerbit Ecosystem Publishing | ISBN 978-602-1527-47-4 | Cetakan I, 2017 | Skor: 4/5

Karawang, 200520 – Bill Withers – Let Me in Your Life

Thx to Angga Adi di Surabaya

Corona Ujian Tuhan by M. Quraish Shihab

Allah tidak menurunkan satu penyakit, kecuali menurunkan juga penyebab kesembuhannya, maka bertobatlah.”HR. Bukhari

Buku yang sangat singkat, padat, dan dinikmati kilat di meja kerja. Sejatinya saya sangat jarang membaca buku-buku reliji baik fiksi ataupun non fiksi, baik berdasar Al Quran dan Hadis maupun agama yang lain. Buku bentuk pdf ini muncul di grup WA – Bank Buku dan karena tipis dan bisa dibaca sambil lalu di waktu kerja, serta temanya yang umum dan aktual, jadinya cepat dilahap. Lumayan bergizi, ketimbang baca berita daring mending baca buku yang lebih kredibel dan nyaman.

Sebuah ungkapan ‘Manusia mengenal kebaikan sejak manusia mengenal keburukan. Bagaimana mengenal indah kedamaian kalau dia tidak mengenal kekacauan? Manusia mengenal kebajikan sejak adanya keburukan. Dan mengenal keluhuran dan kesetiaan sejak adanya iblis.’

Setiap muslim wajib percaya ‘Qada’ yakni ilmu Allah menyangkut segala sesuatu sebelum terjadinya dan ‘Qadar’ yakni terjadinya sesuatu dalam kenyataan sesuai dengan ilmu-Nya itu dan sesuai kehendak dan ukuran yang ditetapkan Allah baik kecil atau besar. Manusia kendati ditetapkan juga takdirnya, tetapi ia diberi pilihan dan memiliki kebebasan dalam ‘ruang takdir’ yang ditetapkan Allah itu. Manusia bisa menghindar takdir Allah ke takdir Allah yang lain. Sayyidina Umar r.a. pernah berkata, “Kita menghindari takdir Allah, menuju takdir Allah yang lain.”

Seorang ahli bedah Prancis A. Carrel (1873-1941 M) peraih nobel kedokteran menulis dalam bukunya Pray (doa) tentang pengalamannya mengobati pasien. “Banyak di antara mereka mendapat kesembuhan melalui doa. Doa adalah suatu kejala keagamaan yang paling agung bagi manusia karena pada saat itu jiwa manusia terbang menuju Tuhannya.” Pentingnya power of belief (kekuatan kepercayaan).

Allah berfirman: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (Al Baqarah [2]: 2016). Jadi demikian jangan menggerutu atau protes pada Tuhan akibat bencana ini, mari cari hikmah di baliknya dan tetap bersyukur padaNya, karena Allah tak pernah berbuat zalim pada hamba-hamba-Nya sambil memahami dan memerhatikan tuntunan agama yang disampaikan oleh para ahli serta pengalaman mengalami situasinya.

Senang ada tanggapan bahwa corona itu tentara Allah, langsung disanggah salah. Bahwa Allah berfirman: “Tidak ada yang mengetahui tentara-tentara Tuhan-Mu kecuali Dia.” (QS. Al Muddaststir [74]: 31). Haha… masih ingat kan awal mula kemunduran corona, berita itu digaungkan seorang penceramah. Tak ada yang mengetahui jenis, hakikat, jumlah dan kekuatannya kecuali Allah.

Tahun 1720 terjadi wabah Tha’un yang membuat 100.000 orang meninggal di Marseille. Tahun 1820 terjadi di Indonesia, Thailand, dan Filipina yang mewafatkan puluhan ribu. 1920 ada flu Spanyol yang konon memakan korban jutaan orang. Jadi sekarang corona, sejauh ini sudah terdata 320.173 orang meninggal (Karawang, 19/05/20 jam 10:00 dari situs worldmeters.info/coronavirus/) dan akan terus bertambah. Di sisi lain, Allah Mahabaik, tentara Allah melakukan hal-hal yang baik, bukan buruk. Penyakit adalah buruk, jadi jelas ini bukan tentara Tuhan. “Siapa yang hendak beriman silakan, siapa yang hendak kufur silakan juga.”

Sungguh dalam menafsirkan sunnah, banyak ditemukan dan semestinya dihindari adalah menampilkan hadis-hadis yang yang belum tentu kesahihannya lalu memberi penafsiran yang menakutkan. Rasul SAW berpesan, “Menyampaikan yang menggembirakan bukan yang menakutkan, yang mempermudah bukan yang memberatkan, yang mendekatkan Allah bukan yang menjauhkan.”

Memang pembaruan pemikiran agama – menyangkut rinciannya – harus terus dilakukan karena agama Islam menyatakan bahwa ajarannya selalu selaras dengan setiap waktu dan tempat. Teks-teks agama (AL Quran dan hadis) terbatas jumlahnya dan tak berkembang lagi, sedang kasus-kasus yang terjadi dan dihadapi manusia demikian banyak dan terus bertambah. Diperlukan apa yang namanya ijtihad yakni upaya pemikiran sungguh-sungguh untuk menemukan tuntunan dengan memerhatikan teks keagamaan dan kaidah-kaidah umum yang telah dirumuskan para ahli. Bukan sekadar tanya Google yang terlalu liar. Terutama betapa bahaya informasi yang disampaikan oleh orang yang disebut ustaz atau mubalig yang sekadar mengandalkan internet atau satu dua kitab lama. Contoh paling aktual, penangguhan sholat Jumat.

Ketetapan ini jelas sudah dikaji dan telaah mendalam, serta dikeluarkan langsung oleh Mejelis Ulama Indonesia (MUI). Kaidah ini berdasar yang dinamai maqashid asy-syariah yang mengandung penjelasan tentang maksud dan kehadiran agama. Ada lima ketentuan pokok agama yang hadir untuk memelihara: agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan. Semua yang mendukung tujuan tersebut diperintahkan dan didukung oleh agama dalam berbagai tingkat dukungan dan semua yang mengakibatkan terabaikannya salah satu dari tujuan tersebut terlarang oleh agama dalam berbagai tingkat larangan. Karena para ahli sudah merumuskan larangan berkumpulnya jumlah besar di satu tempat, sehingga timbul potensi tertular Covid-19 yang mengakibat kematian, maka semua perhimpunan yang mengarah kepada dugaan kematian harus dilarang agama. Di zaman Nabi SAW pernah ada hujan lebat yang mengakibat jalan becek menuju masjid maka muazin diperintahkan mengganti redaksi ajakan ke masjid dari ‘hayya ‘ala ash-shalat’ diganti dengan ‘shallu fi buyutikum’ (shalatlah di rumah masing-masing). Jadi bagaimana hukumnya meninggalkan salat Jumat tiga kali berturut? Jawabannya ancaman ditutup hatinya adalah yang meninggalkan tanpa uzur, sedangkan yang beruzur diperbolehkan selama uzur masih melekat pada dirinya. Wallahu a’lam.

Virus Covid-19 yang melanda dunia harusnya lebih memperkokoh hubungan kemanusiaan kita, karena kita semua adalah manusia yang dari satu turunan Adam dan Hawa. Saling membantu dan mengasihi. Udah pada bayar zakat belum? Tinggal empat hari nih, monggo gegas. Zakat merupakan kewajiban karena apa yang dihasilkan seseorang bukan merupakan usaha sendiri, ada pihak lain yang mendukung. Manusia hanya mengelolanya, bantuan yang diberi bukan terbatas materi, tapi juga mencakup tenaga dan pikiran serta dukungan moral, bisa dalam bentuk mengabarkan semangat optimism serta informasi yang menguatkan ketegaran menghadapi bencana. Betapa pun sulitnya keadaan, kita harus yakin ada hikmah sekaligus jalan keluar. Firman Allah: “Sesungguhnya bersma kesulitan terdapat dua kemudahan.” (QS. Asy-Syarh [94]: 5-6)

Jangan menakut-nakuti umat. Contoh bentar lagi kiamat, akibat virus ini ibadah Umrah dan (terancam) Haji ditutup, well ini bukan yang pertama. Dalam catatan resmi Kerajaan Arab Saudi, pernah 40 kali ibadah haji dibatalkan karena satu dan sebab lain. Serangan kelompok Qaramithah ke Mekkah yang membunuh siapa pun yang melakukan tawaf, serta mencuri Hajar Aswad. Yaitu tahun 317 H dan terhenti beberapa tahun kemudian. Lalu tahun 357 H ada wabah yang menyerang Mekkah, tahun 419 H karena biaya yang tinggi, lalu perang yang terjadi antara tahun 654-658 H. Tahun 1213 H, ada ekspedisi militer Prancis. Bukti bahwa kewajiban itu bersyarat dengan kemampuan melaksanakannya. QS. Ali Imran [3]: 97.

Pandemik corona mengubah banyak hal dalam budaya seperti pakai masker, sering cuci tangan, tak bersentuhan dengan orang lain, jaga jarak, salat tarawih, iktikaf, silaturahmi mudik, dst. Harus diakui bulan Puasa tahun ini sangat berbeda, tak pernah kusangka kita akan mengalami era wabah yang dulu hanya bisa kita baca di buku sejarah. Tahun 2020 akan dibaca anak-cucu-cicit kita, jangan konyol. Bagi kalian yang masih bisa membaca ulasan blog ini, selamat kalian masih selamat dari maut corona. Tetap pertahankan, tetap jaga kesehatan dan keselamatan. Ikuti anjuran positif, kurang dari seminggu Lebaran. #DiRumahAja #JanganMudik dan tetap #Ngopi

Kehidupan manusia suka atau tidak, mengandung penderitaan, kesedihan, dan kegagalan di samping kegembiraan, prestasi, dan keberhasilan. Ujian adalah keniscayaan hidup. Tetap bersyukur dan tentu saja tetaplah waras, bersama keluarga.

Corona Ujian Tuhan: Sikap Muslim Menghadapinya | by M. Quraish Shihab | Terbit Pertama, April 2020 | Penerbit Lentera Hati | Penyunting Mutimmatun Nadhifah | Pewajah isi @nurhasanahridwan12 | Perancang sampul @nurhasanahridwan12 | 136 hlm.; 10 x 14.5 cm | ISBN 978-623-7713-26-5 (pdf) | Skor: 3/5

Karawang, 190520 – Bill Withers – Friend of Mine (live)

Teman terbaik sepanjang waktu adalah buku

File bisa diunduh di sini https://play.google.com/store/books/details?id=siXfDwAAQBAJ

Reuni Hitam di Pemakaman Sang Pelatih

Bleachers by John Grisham

Bagaimana kau bisa tidak merindukan Rake begitu kau bermain untuknya? Aku melihat wajahnya setiap hari, aku mendengar suaranya. Aku bisa mencium bau keringatnya. Aku bisa merasakan dia menghantamku, tanpa bantalan. Aku bisa menirukan geramannya, gerutuannya, omelannya. Aku ingat cerita-ceritanya, ceramah-ceramahnya, pelajaran-pelajarannya. Aku ingat keempat puluh permainan dan ketiga puluh delapan permainan yang kujalani sewaktu masih mengenakan seragam. Ayahku meninggal empat tahun yang lalu dan aku sangat menyayanginya, tapi, dan ini sulit dikatakan, Eddie Rake lebih berpengaruh bagiku daripada ayahku sendiri.” – Nat

Tidak ada yang menyayangi Rake seperti Silo. Apa yang terlitas pertama kali saat selesai menikmati Bleachers? Sir Alex Ferguson. Seorang pelatih kenamaan yang bertahan lama di Manchester United dalam liga paling keras sedunia English Premier League, metode pelatihnya yang keras sehingga menimbulkan banyak konfliks dalam tim. Hubungan dengan Roy Keane yang buruk, bisa sangat mirip dengan bintang lapangan Neely. Yah, karena saya tak mengenal football Amerika, dan sangat akrab dengan football maka pembandingnya sepak bola saja.

Kisahnya mengambil sudut pandang Neely, mantan kapten football Amerika yang sudah lima belas tahun tak kembali ke Messina. Hari Selasa ia menelusuri lapangan yang membesarkan namanya. Kabar sang pelatih terhebat Eddie Rake sekarat telah mengetuk hatinya, dan sebagian mantan anak asuh untuk pulang. “Lima belas tahun, Pal…” Jadilah ini seperti reuni hitam, dibuka dengan hari Selasa, ditutup pada hari Jumat, hari pemakaman. Selain setting waktu yang minim hanya empat hari, setting tempat juga minim: bangku penonton, kafe, pemakaman, mobil, dst. Novel ini mengandalkan kekuatan dialog dan narasi sehingga hujaman kata harus benar-benar memikat untuk terus bertahan sepanjang 200 halaman. Kubaca kilat dalam dua hari Minggu malam setelah tarawih, kutuntaskan Senin sore sepulang kerja (100520). Tipis, dengan pacu kata kencang.

Neely Crenshaw bertemu dahulu dengan Paul Curry di bangku penonton Rake Field mengenang kenang. Mereka duduk terpisah sejauh tiga kaki, keduanya menatap ke kejauhan, bercakap-cakap tapi sibuk dengan pikiran masing-masing. Lalu pembaca diantar memutar memori itu. Di kelas Sembilan Rake sendiri mengawasi latihan kita dan kita hafal keempat puluh play yang ada di bukunya. Bahkan dalam tidur. Hari-hari jaya kita hilang dalam sekejap mata. “Ayolah, hentikan. Nikmati saja kenangannya.”

Mereka juga membuka kelabu masa lalu tentang pilihan kuliah pasca kelulusan. “Aku tidak pernah memberitahu siapa pun hingga sekarang. Benar-benar bisnis kotor… setiap sekolah menawarkan uang tunai, Paul, jangan naïf. Itu bagian dari permainan.” Bagaimana pilihan Neely ke kampus Tech melukai beberapa pihak. Ternyata dibalik itu, ada uang tunai yang terselip. “Kenapa menabung kalau kau berada dalam daftar gaji?” Anak muda yang lulus tahun 1987 dengan uang melimpah. Sapaan saling dilontarkan, penghinaan dibalas. Begitu banyak yang tertinggal di antara mereka berdua hingga tidak satu pun ingin memulainya.

Lalu muncul alumni lain yang lebih muda, bintang terakhir arahan Rake. Randy Jaeger, “Kapan kau selesai? Tanya Neely. / “Sembilan puluh tiga.” / “Dan mereka memecatnya tahun__?” / “Sembilan puluh dua, tahun seniorku. Aku salah satu kapten.” Beda angkatan ini lalu mengupas apa saja waktu-waktu kenang sang pelatih. Bahas apa saja. Musim pertandingan tanpa kebobolan gawang satu kali membutuhkan waktu semenit untuk dicerna, tahun-tahun yang lebih mula diapungkan. Dan di akhir karier kepelatihan koran-koran mencetak berita besar di headline. “… Selama tiga puluh empat tahun ia melatih tujuh ratus empat belas pemain. Itu judul artikelnya – Eddie Rake dan Ketujuh Ratus Spartan.”

Muncul pula angkatan yang lebih tua, seorang polisi Mal, seangkatan lainnya bankir Curry dan sebagainya. Neely mengetahui legendanya, bukan orangnya. Bangku lapangan itu di malam Rake sekarat karena kanker menjadi malam nostalgia. Bagaimana Rake, selalu merupakan pakar motivator, menggunakan penundaan itu untuk memicu semangat pasukannya. Rake memiliki masalah dengan bintang. Kita semua mengetahuinya. Kalau kau memenangkan terlalu banyak piala, membuat rekor terlalu banyak, Rake iri. Sesederhana itu. Ia melatih kita seperti anjing dan ingin setiap orang dari kita menjadi pemain hebat. “Rasanya seperti baru kemarin, tapi kalau dipikir lagi rasanya seperti mimpi.”

Messina memiliki para pahlawannya, dan mereka diharapkan menikmati nostalgianya. “Hak untuk membual, apalagi yang bisa mereka bualkan?” Setiap Jumat malam menjadi altar pemujaan sekaligus hujatan di lapangan football yang keras. Di kota seukuran Messina, bakat datang berdasarkan siklus. Saat-saat puncak dengan Neely, Silo, Paul, Alonzo Taylor, dan empat penebang kayu yang brutal. Skornya sangat bagus. “Aku tak ingin membicarakan football, oke? Aku tak ingin membicarakan betapa hebatnya diriku dulu.”

Sejatinya ada apa dengan pelatih legendaris ini sehingga dipecat secara tak hormat? Kita tahu dalam kupasan lembar hari berikutnya. Neely ngopi di kafe yang memajang posternya di atas kasir. “Tidak ada yang membencimu Neely, kau jagoan Amerika.” Pada waktu itu ia telah melatih Spartan selama lebih dari tiga dekade dan sudah melihat segalanya. Gelar terakhirnya yang ketiga belas, diraihnya tahun 1987. Rake terkenal akan gerutuannya, yang selalu bisa didengar. Tahun 1992, di akhir musim yang berakhir buruk Rake melakukan training yang lebih keras di hari Minggu pagi, hari suci yang harusnya di gereja itu malah berakhir bencana karena seorang pemain tewas kala latihan. Kota terpecah, situasi memburuk. Menyedihkan untuk Scotty, dan menyedihkan karena era Rake tampaknya telah berakhir.

Era akhir itu pilu, Rake dipuja dan dibenci. Waktu berjalan, pertandingan tetap ada. Dan menang adalah segalanya. Situasi tampaknya bisa oke ketika kita menang, tapi satu kekalahan itu telah memecah belah kota hingga bertahun-tahun. “Isu selalu bisa dipercaya di sini, terutama tentang Rake.”

Rake lalu menepi, jarang muncul di keramaian, lebih dekat dengan keluarga. Dan salah satu mantan anak didik Nat yang membuka toko buku di Messina membuka pintu khusus buatnya. Ngopi dan baca buku. Buku-buku bacaan karya Raymond Chandler, Dashiell Hammett, Elmore Leonard. Menjadi bahan diskusi, menghabiskan masa tua. Tersisih, tapi tetap dikenang.

Di toko buku itulah Neely lalu datang di hari berikutnya. Bertemu rekan setim Nat yang antusias menyambut pahlawan yang pulang. Semangat itu perlu kawan, usia tua adalah keniscayaan. Ada pelanggan seratus sepuluh tahun usianya, dan ia menyukai novel koboi erotis. Pikirkanlah. Kita belum separuhnya, jangan muram. Pameran itu merupakan penghargaan bagi pelatih yang cemerlang dan pemain yang berdedikasi, dan pengingat yang menyedihkan mengenai keadaan yang menyedihkan dulu.

Waktu berjalan, hal-hal biasa bisa saja berubah. Football adalah raja dan ini tidak berubah. Football membawa kemegahan dan membayar tagihan-taguhan dan hanya itu. Kariermu yang meriah hanya akan menjadi catatan kaki, semua gadis kecil yang manis akan menjadi ibu-ibu. Barang SMU, barang anak-anak. Hanya sedikit yang berubah. Pelatih-pelatih yang berbeda, pemain-pemain yang berbeda, bocah-bocah yang berbeda dalam band, tetapi mereka masih tetap Spartan di Rake Field dengan Rabbit di atas mesin pemotong rumput dan kegugupan menghadapi Jumat malam.

Hari Kamis malam, setelah pengumuman duka para mantan anak didik itu berkumpul di bangku penonton Rake Field. Nat membawa boom-box lalu menyalakan rekaman kaset Buck Coffey menyiarkan pertandingan kejuaraan ’87. Kenangan komentar laga paling dramatis perebutan juara. Dari tertinggal jauh di separuh babak, lalu membalikkan keadaan dengan kejanggalan tak ada pelatih di bangku. Apa sejatinya yang terjadi di ruang ganti dibuka dengan dahsyat. Jadi ingat segala pertandingan sepak bola yang membalik di babak kedua: Manchester United tahun 99, Liverpool tahun 2005, atau semacam kejadian ajaib itulah.

Kita memakamkan penduduk kita yang paling terkenal. Neely lalu mengajak Cameron ke acara pemakaman itu. “Ada sesuatu yang ajaib di cinta pertama Cameron, sesuatu yang kurindukan selamanya.” Cinta pertamanya yang terluka. Ia sudah menikah dan hidup bahagia dengan orang lain. Permintaan maaf Neely karena mencampakkannya, serta kehidupannya sebagai karyawan real estat yang berantakan, dan bagaimana pacar yang merebutnya kini sengsara di Hollywood, sebagai pemain film kelas B. Ahh… Menjadi pahlawan yang terlupakan tidaklah mudah.

Acara perpisahan dengan legenda, penghomatan terakhir Eddi Rake ditulis dengan gagah luar biasa menyentuh. Tidak ada yang tergesa-gesa, ini saat-saat yang akan dipuja dan dikenang oleh Messina. Neely duduk diantara Paul Curry dan Silo Mooney, bersama ketiga puluh anggota regu 1987 lainnya, dua di antara mereka telah meninggal, enam menghilang, dan sisanya tak bisa hadir. Ada tiga orang yang memberi semacam pidato, tiga bintang di tiga angkatan yang berbeda. Seorang pekerja di biro hukum yang pintar bicara di muka umum, lalu pendeta yang sudah biasa di mimbar. Dan seorang bintang yang menghilang. Ia mendapat pekerjaan itu karena tidak ada orang lain yang menginginkannya, ia melatih di sini selama tiga puluh empat tahun, memenangkan lebih dari empat ratus pertandingan, meraih tiga belas gelar negara bagian, dan kita mengetahui angka-nagka sisanya.

Prinsipnya sederhana, tetap berpegang pada hal-hal mendasar, dan bekerja tanpa henti hingga kau bisa melakukannya dengan sempurna. Kita bukan orang-orang hebat, kita mungkin orang-orang baik, jujur, adil, bekerja keras, setia, ramah, dermawan, dan sangat sopan, atau mungkin sebaliknya. Tapi kita tidak dianggap sebagai orang hebat. Kehebatan jarang muncul sehingga sewaktu melihatnya kita ingin menyentuhnya. Eddie Rake memungkinkan kita para pemain dan penggemar untuk menyentuh kehebatan. Walau sangat tangguh, ia luar biasa peka terhadap penderitaan orang lain.

Masa lalu akhirnya benar-benar berlalu sekarang, berlalu bersama Rake. Neely bosan dengan kenangan dan mimpi-mimpi yang gagal, menyerahlah, katanya pada diri sendiri. Kau tak akan pernah menjadi pahlawan lagi. Hari-hari itu telah berakhir sekarang. “Aku menyayangi Eddie Rake melebihi siapa pun dalam hidupku. Ia hadir dalam sidang ketika mereka memvonisku. Aku menghancurkan hidupku, dan aku malu. Aku menghancurkan hati kedua orang tuaku, dan aku merasa muak karenanya…” Jesse yang malang mengingat masa emas itu.

John Grisham tak pernah mengecewakan. Buku tipis ini juga sama dahsyatnya dengan buku lain. temanya bervariasi, dari pengadilan, kenangan masa kecil di perkebunan kapas, boikot natal, kumpulan cerita pendek di kotanya sampai sebuah memoar samar nan fiktif pelatih Rake ini. Sungguh luar biasa penulis ini, bagaimana memacu andrenalin pembaca menuju puncak malam pemakaman, semakin lembar menipis semakin membikin penasaran. Seperti kenyataan malam kejayaan 87 itu, ternyata ada tragedi pahit antara bintang utama dan pelatih. Dikuak dengan dramatis.

Lebih dahsyat Neely sebagai penutur narasi malah menjadi orang yang menutup sambutan kalimat perpisahan. Seperti yang disampaikan di mula, Neely membenci Rake karena sebab yang jelas, ia bintang utama sekaligus mata pisau paling tajam untuk menyampai kebencian. Pelatih Rake tidak mudah disayangi, dan saat kau bermain di sini, kau benar-benar tidak menyukai dia. Tetapi sesudah kau pergi, sesudah meninggalkan tempat ini, sesudah kau didepak beberapa kali di sana-sini, menghadapi tentangan, beberapa kegagalan, dikalahkan hidup, kau segera menyadari betapa pentingnya Pelatih Rake dulu dan sekarang… begitu kau jauh dari pelatih Rake, kau merindukannya. Bayangkan saja, lima belas tahun tak mau jumpa!

Rake memang jago dalam menyampaikan pesan terakhir. Rake memang jago memanipulasi para pemainnya untuk yang terakhir kalinya.

Keberhasilan bukanlah kebetulan.

Sang Pelatih | by John Grisham | Diterjemahkan dari Bleachers | Copyright 2003 | Alihbahasa B. Sendra Tanuwidjaja | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | GM 402 04.007 | Cetakan pertama, Juli 2004 | 208 hlm.; 18 cm | ISBN 9789-22-0741-4 | Skor: 5/5

Untuk Ty, dan anak-anak luar biasa yang bermain football dengannya di SMU; pelatih mereka yang hebat; dan kenangan tentang dua gelar Negara bagian

Karawang, 180520 – 230520 – Bill Withers – Lovely Day & The Best You Can