The Best Films 2019

The Best Films 2019

Wake: “And I am damn-well wedded to this here light, and she’s been a finer, truer, quieter wife than any alive-blooded woman.”

Oscar tahun ini mengejutkan banyak pihak, sebagian pihak maksudnya. Termasuk saya, haha…. Parasite mendobrak tabu, film asing menjadi pemenang kategori tertinggi. Untuk pertama kalinya, film bahasa asing menjadi Best Picture, dan Negara yang beruntung itu adalah Korea Selatan.

Dari kumpulan superhero melakukan balas dendam sampai remaja hamil diluar nikah. Dari kisah fotografer kesepian sampai tawa renyah badut brutal. Dari pengantar surat di Perang Dunia Pertama sampai cerita adu cerdas di pengadilan. Dari penulis sulung keluarga March sampai dokrin NAZI untuk remaja. Dari duo gila di mercusuar sampai drama cinta buku berhalaman 28. Semua tersaji dengan keceriaan hati yang melimpah ruah. Hari ini 31 Maret 2020. Hari special ulang tahun keponakan tercinta. Untuk keempat kalinya saya kasih daftar sejenis. Berikut film-film terbaik 2019 versi LBP – Lazione Budy P.

#14. Pet SemataryKevin Kolsch & Dennis Widmyer
Berdasar adaptasi buku Stephen King, endingnya mengejutkan. Sad ending dengan gaya, ga nyangka bakalan seperti itu. Kisahnya memang menyedihkan, tapi ini kesedihan yang maksimal karena menyangkut seluruh anggota keluarga. Pemakaman binatang peliharaan memiliki kekuatan magis, dan memborong nyawa orang-orang terkasih. Ini baru Cekam horror. “In the woods today, Ellie discovered a charming little landmark.”

#13. Avengers: EndgameAnthony Russo & Joe Russo
Kali ini kumpulan super hero memainkan waktu. Dilipat, dijelajah, dimodifikasi lalu adu jotos ronde berikutnya terjadi. Setelah luluh lantak di Infinity War karena jentikan maut Thanos, para jagoan menyusun misi ‘menghidupkan kembali’ mereka yang mengabu. Teori waktu disajikan, dimula oleh Ant-Man dan diakhiri oleh kematian jagoan pujaan mayoritas umat yang sekarang kita kenal dengan kalimat ‘I Love You 3000’.

#12. Section 357Ajay Bahl
Saya selalu berkiblat ke novel-novel John Grisham ketika membicarakan drama berkelas pengadilan. Maka ini seolah adalah adaptasi bebas dari salah satu bukunya. Kasus pemerkosaan yang tampak mudah untuk mengambil keputusan, justru malah samar ketika menit berjalan mendekati akhir. Si miskin, gadis perancang busana yang dilecehkan sutradara terkenal dengan brutal. Dari sisi umum, ini perbuatan terkutuk. Sampai hati yang membara, dan dendam membuncah berbicara. Keadilan dilambangkan dengan timbangan, mata tertutup. Lalu akankah banding itu berhasil membebaskan sang terdakwa? Laki-laki, selalu apes ketika kasus selakangan diapungkan.

#11. Jojo Rabbit Taika Waititi
Segala cara dicipta untuk mencipta propaganda. Di era kejayaan Nazi, Hitler bak tuhan yang wajib dipuja. Maka generasi muda jadi tumpuan untuk melanjutkan ideologi. Roman memainkan remaja yang galau, Jojo Betzler. Halu Hitler menjadi side-kick yang muncul di saat-saat genting. Komedi satir yang memenangkan adaptasi naskah terbaik. Endingnya keren, laiknya tik-tok, sebuah perayaan merdeka yang histeris tanpa kata. “Is it dangerous out there?”

#10. Dua Garis BiruGina S. Noer
Satu-satunya film Indonesia yang saya masukkan ke daftar. Memang istimewa filmnya, slow pace realistik. Pacaran anak sekolah yang terjerumus perzinaan, hamil diluar nikah, dan problematika setelahnya. Menyatukan dua keluarga, si kaya yang mencoba berdamai dengan masa depan Dara dan si miskin yang menyusun kepingan harap untuk Bima. Siapa yang salah? “Kalau ibu saja perlahan-lahan bisa memaafkan kamu, apalagi Allah.”

#9. UsJordan Peele
It’s us.” Lelah juga pikiran. Beberapa hal memang ga sesuai ekspektasi. Orientasi hidup apa sih? Hidup seimbang apa sih? Panjang umur apa sih? Masuk surga apa sih? Jangan-jangan dunia ini ada senyawa pararel yang menginginkan kehidupan kita? Bayang di ‘cermin’ itu membawa gunting untuk memenggal segala asa. Twist! Salut sama ide-ide nyeleneh Jordan Peele. Untuk kali ini, agak brutal, secara cerita memang gila sih. “…but the soul remains one.”

#8. JokerTodd Phillips
Tawa yang sedih. Dalam teori Will Self di buku The Quntity Theory of Insanity bahwa jumlah total kewarasan manusia itu tetap, tak berubah-ubah, karenanya usaha-usaha untuk menyembuhkan orang gila adalah hal yang sia-sia, sebab apabila seseorang sembuh dari kegilaannya, pasti di tempat lain ada seseorang yang kehilangan kewarasan, seakan-akan kita telah berbaring di atas kasur dan mengenakan selimut kewarasan yang ukurannya kecil sehingga tidak mampu menyelimuti kita semua. Dan itulah sekelumit psikopat-gila film ini. “Ketika kau memperkenalkanku keluar, dapatkan kau memanggilku Joker?”

#7. ParasiteJoon-ho Bong
Siapa sebenarnya yang menjadi parasite? Para umat miskin yang menempel menjadi karakter ‘pembantu’ orang-orang kaya, atau justru orang kaya yang memanfaatkan kejelataan umat? Film ini menampilkan kedua sisi dengan gemilang. Sebagian bahkan jenaka. Sampai adegan ‘penguasaan rumah’ oleh kolaborasi orang miskin, nyaris menjelma film konyol. Maka ketika malam itu bel berbunyi di tengah hujan badai, film ini memasuki dunia realism. Goa gelap tak bertuan.

Tak pernah ada masalah dengan ide aneh.

#6. PhotographRitesh Batra
Sunyi yang mendesis. Seorang fotografer miskin, jomblo, dan penyendiri suatu hari memotret mahasiswi di Gerbang Selamat Datang. Miloni pergi tanpa membayar, Rafi mencari tapi bukan niat uang. Justru pematik kisah adalah nenek Rafi yang mendamba kebahagiaan cucunya, maka ketika kunjungan mereka memainkan sandiwara tunangan. Esensinya bukan cinta beda kasta dan perjuangan mencipta kebersamaan, karena dari foto itulah kita menangkap momen. Selalu ada kesempatan untuk semua umat-Nya.

Mari kutaruh ‘hari ini’ ke amplop Anda.

#5. 1917Sam Mendes
Seolah one take dari awal sampai akhir film. Luar biasa. Harus ditonton di bioskop untuk merasakan pengalaman sensasional, pergerakan kamera yang lembut walau terjadi banyak goncangan. Sebuah pengalaman sinema yang menyenangkan. Cerita cuma antar surat yang memberitahukan serangan dibatalkan, di tahun 1917 dengan teknologi terbatas perang berkecamuk. Dua tentara harus melintasi padang perang. Luar biasa kita menjadi mata kamera, saksi cekam teater serangan yang sejati. “I hoped today would be a good day. Hope is a dangerous thing.”

#4. The LighthouseRobert Eggers
Kalau patokan suram adalah koentji, maka The Lighthouse adalah kunci yang memakai kode istimewa, maksudnya rumit. Horror yang perlu mikir, dan warna filmnya hitam putih. Udah ditakuti, mikir lagi. Permainan psikologis, antara nyata dan fiksi. Akting Green Goblin versus Edward Cullen sungguh memukau. Sepanjang dua jam kalian hanya melihat dua orang ini, dengan setting satu tempat. Sebuah mercusuar dengan problematikanya. Sepi kesepian, sampai-sampai putri duyung dijadikan objek onani. Kurang keren apa coba? Jadi ingat Pintu Terlarang. Sukses membuat penonton frustasi. “What made your last keeper leave?”

#3. Little WomanGreta Gerwig
Saoirse + Hermione + Meryl bonus Gerwig = Masterpiece. Ternyata ada kejutan, satu lagi karakter yang membuat hati jatuh, Florence Pugh. Diluarguda justru dia memainkan peran paling signifikan, krusial, dan paling berkembang. Dari gadis rapuh, lalu ambisius, lalu membumi lagi. Dari novel adaptasi Louise May Alcott yang legendaris, Gerwig memainkan plot menjadi acak. Proses Jo menjadi penulis penuh perjuangan: tapi tetap keluarga adalah segalanya. “I am so sick of it… I am so lonely.”

#2. Portrait of a Lady on FireCeline Sciamma
Pelukis mencipta seni, menghidupkan seni, melakukan seni. Dan boom! Inilah kisah cinta pelukis dan modelnya, ga sembarangan model karena ia adalah Sang Lady yang akan menikahi pangeran, cinta sesama cewek yang malah menambah gairah. Cinta terlarang menyeret rasa terdalam. Kehidupan ini fana, yang abadi adalah potret dengan model kekasih, berbaju hijau. Saya jadi penasaran dengan buku tiap halaman 28, suatu saat akankah bisa kutemukan di halaman 28 bersketsa tubuh molek, bonus cermin bulat. Membumbungkan daya khayal. Tambahkan pirang! Tiga menit terakhir adalah sajian kepuasan, bikin mikir berhari-hari: wajah pirang sendu, senyum, lalu nangis dengan iringan musik gesek yang menyayat. “I can’t make you smile. I feel I do it and then it vanished.”

#1. The IrishmanMartin Scorsese
Reuni para orang tua yang luar biasa. Tiga setengah jam yang memukau, sejatinya sebuah hiburan psikologi itu harus seperti ini. Kumpulan para maestro sinema, yang bisa jadi menjadi perpisahan Martin Scorsese dengan para aktor langganannya, terutama Robert de Niro dan Joe Pesci. Berdoalah, semoga Martin masih mau mencipta karya dengan kumpulan orang tua semacam ini. Dan dihargai Oscar!

Ini tentang mafia yang hilang. Ketua serikat buruh yang menghilang tak ketemu rimbanya. Dan penonton menjadi saksi metamorphosis seorang pengantar daging menjelma pembunuh suruhan. Tak ada yang mudah kalau berhubungan dengan dunia kriminal. Roti celup dan ketidakadilan piala Oscar. “Fck em, fck em!”

Karawang, 310320 – Hanson – If Only (Live and Electric, Best of)

Selamat Ulang Tahun Winda Luthfi – 14 Tahun.
>.<

Film Terbaik Indonesia 2019

Kita sudah melawan, Nak, Nyo. Sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.”

Selamat hari film Nasional. Pertama kalinya bikin daftar film terbaik lokal. Film kita sudah bisa bersaing dengan film luar di bioskop, berani diadu untuk ketahanan harinya. Untuk pertama kalinya saya buat daftar terbaik khusus film lokal. Berikut film-film Indonesia terbaik 2019 versi LBP.

#14. Susi Susanti: Love All Sim F

Film biografi atlet paling terkenal di Indonesia. Runut dari kecil, perjuangan menjadi pemain bulu tangkis, pelatihan keras, menjelma pemain nasional lalu membumbung ke Olimpiade, sampai ke kehidupan pribadi yang mana memutuskan berhenti ketika hamil. Padahal gelar Asian Games, gelar yang belum ia miliki masih mungkin dikejar. Naskahnya mungkin ada beberap lubang, tapi akting Laura Basuki dan Dion Wiyoko mencipta chemistry bagus. Sekarang giliran menanti film biografi Alan Budikusuma.

#13. Mahasiswi BaruMonty Tiwa

Para senior bersatu, untuk kembali ke kampus. Slamet Raharjo sebagai dosen, Widyawati sebagai mahasiswi. Komedi anak muda dari Morgan sampai Mikha vs kejadulan mereka mencipta gap tawa. Ada sisi lain kenapa Widyawati ngotot kembali menjadi mahasiswi. Sedih, hiks…

#12. After Met You – Patrick Effendy

Mungkin terdengar klise, tapi cerita dua remaja yang memadu kasih. Yang satu merasa tampan, dengan suara sehancur Giant, yang satu kalem nan cuek dengan buku Voltaire di tangan. Klise yang menghibur. Pacaran anak jaman now. HP, jalan-jalan, drama berlebih. Ari bahkan naik mobil merah, berplat istimewa. Cerita orang kaya memang gitu, mana pernah mikir sepatu jebol atau mempertimbangkan harga makanan. Untung akting Wanda keren.

#11. Hit and RunOdi C. Harahap

Sejatinya film action dengan koreo yang wow. Bayangkan duo The Raid pertama, Yayan Ruhian vs Joe Taslim beradu banting, ditambah kecantikan natural Tatjana Saphira. Sayangnya naskah cerita ini adalah lelucon. Jadi ngalir saja nikmati hantam sana-sini. Penjahat kelas kakap melarikan diri dari penjara dengan gaya.

#10. Doremi & YouBW Purbanegara

Film remaja yang fun. Bernyanyi dan bercerita. Empat sekawan dengan latar berbeda. Uang kas yang hilang dan upaya mendapatkan penggantinya. Dan sebuah kompetisi musik membuat mereka menyatukan tekad dan nada. Cerita remaja yang mungkin biasa, tapi lagu-lagunya yang bagus memberi warna tersendiri. Jelas ini adalah perkembangan bagus Naura Ayu setelah Naura dan Genk Juara.

#9. PerburuanRichard Oh

Dari novel Pram yang legendaris. Kisah sunyi dalam lanskap menuju Republik Indonesia. Puisi disenandungkan dalam goa, permainan wayang ditutur tunjuk dalam hutan. Cinta sejati diperjuangankan. Sejatinya kesunyian yang menyelingkupi sungguh syahdu, sayang bagian akhir agak lemah. Dan skoring yang berantakan.

#8. Love For Sale 2Andibachtiar Yusuf

Mistearini adalah kata yang saya cipta untuk pencari cinta yang hilang melalui aplikasi daring. Melanjutkan kisah sendu Love inc, kali ini Arini menjadi gadis panggilan untuk Adipati Dolken, dengan ikatan keluarga yang erat, bukan hanya hati Dolken yang berhasil digaet tapi juga ibunya Ratna Riantiarno yang rajin salat dan berbudi lembut. the most horror love story.

#7. SunyiAwi Suryadi

Diadaptasi dari film Korea Selatan Whispering Corridors endingnya mengejutkan. Bagus euy, identitas hantunya mengejutkan. Sederet musibah tahun 1990 mengahntui sekolah yang sama tahun 2000. Kelas 1 – budak, kelas 2 – manusi, kelas 3 – raja. Alumni – dewa. Dan sesak napas yang sesungguhnya…

#6. Terlalu TampanSabrina Rochelle Kalangie

Kalau mau bikin film komedi, mending sekalian yang ancur-ancuran. Ini adalah contih film yang lebai nan menawan. Siswa tampan dengan helm, dibuka dengan dramatis di sekolah asrama putri lalu ledakan terjadi, ledakan pukau yang mengakibatkan seisi sekolah kejang-kejang saking cakepnya. Benar-benar fun.

Bonus Nikita Willy. Jadi iri sama si Kribo. Asem koe!

#5. 27 Steps of MayRavi Bharwani

Korban perkosaan Mei 1998 yang traumatis dan penggambaran ayahnya yang menjadi petinju untuk meluapkan amarah. Kelam. Piala untuk Raihaanun di Festifal Film Indonesia jadi bukti.

#4. Keluarga CemaraYandy Laurens

Diadaptasi dari cerita buku karya Arswendo Atmowiloto dan serial tv nya yang sukses. Aura film bagus sudah dicipta sedari mula, keluarga kaya bangkrut seketika akibat ditipu rekan kerjanya, karena uang perusahaan dibawa lari. Abah dan keluarga pindah ke Bogor untuk mengurai benang kusut. Masalah bertubi, tapi dengan ikatan keluarga yang kuat mereka terus bertahan. Bersama.

#3. BebasRiri Riza

Nostalgia tahun 1990an, alur maju mundur. Ada tiga pengungkapan yang bagus. lukisan yang diberikan setelah rentang waktu lama. Identitas satu orang yang hilang dan Reza Rahadian. Fun, sebebas merpati. Film anak muda yang mencipta senyum orang tua.

#2. Bumi ManusiaHanung Bramantyo

Salut untuk naskah yang ditulis tetap mengacu dengan kombinasi asli bahasa asing, Indonesia sampai makian Suroboyoan. Sulit lho, mencipta atmosfer seperti ini, makin ok sebab hampir semua karakter juga melontarkannya dengan fasih dan nyaman di telinga. Tepuk komunikasi pingpong itu nikmat diperdengarkan. Menampilkan subtitle untuk film lokal juga ga masalah, mendukung sekali. Skoringnya lebih bagus lagi, iringan musiknya sudah memenuhi tugasnya dengan pujian.

#1. Dua Garis BiruGina S. Noer

Mencucurkan air mata di saat keberangkatan bisa mendatangkan kemalangan bagi orang terkasih. Adegan itu ditampilkan dengan teramat baik. Menutup layar puas. Satu-satunya hal yang bisa melegakan adalah angan-angan. “Kamu pikir bijaksana merusak segalanya yang sudah berjalan begitu baik?” Film ini sukses besar, baik sisi tiket maupun ulasan. Menjadi sleeper hit tahun ini, menjelma puja-puji di banyak beranda sosial media. Inilah film paling mengejutkan 2019, film remaja menghadapi problematika masalah orang dewasa. Slow pace realistik.

Karawang, 300320 – The Adams – Berwisata

Selamat hari film Nasional

Upaya Menghilangkan Kesenjangan Sosial

Mengukir Masa Depan by Nidhoen Sriyanto

Bagaimana tak putus asa, Kak! Sudah enam tahun belajar di SD. Tiga tahun di SMP, dan tiga tahun di SMA. Dua belas tahun sekolah tetapi tak dapat pekerjaan juga!

Di era Orde Baru, di mana ekomoni menjadi gembong pembangunan dan corong yang paling keras diagungkan demi menjadi negara berkembang, banyak cara dilakukan pemerintah untuk melakukan propaganda. Mereka mencoba menghapus cara lama, Orde Lama yang mengedepankan Demokrasi Terpimpin. Maka Orde Baru menyebut, mereka dalam masa pembangunan dengan istilah Demokrasi Ekonomi. Untuk menunjukkan kepada rakyat bahwa negara memang konsen dan peduli untuk kesejahteraan warga. Novelet ini hanya segelintir bukti bahwa banyak cara untuk bertahan hidup dengan gaya. Upaya dalam menghilangkan kesenjangan sosial, dengan mencoba menhapus kata ‘priyayi’ memberi gambaran bahwa kerja bentuk apapun bagi pemerintah ga masalah, asal mengisi kemerdekaan dengan hal yang positif. Berbakti pada negara tidak harus bekerja di kantor. Mencukupi kebutuhan hidup atau mencaro nafkah tidak harus duduk di meja. Berbuat agar martabat kita sebagai manusia lebih tinggi bukan hanya karena menjadi priyayi. “Pandangan hidup dan sikap hidup atau tingkah laku sehari-hari dalam hidup ini harus dibenahi.”

Kisahnya tentang keluarga Pak Nodan yang ideal. Memiliki dua anak, putra-putri. Seorang wiraswasta furniture, mengembangkan usaha mebel, tukang kayu yang merintis dari kecil. Di Era Orde Baru tahun 1990an, mereka mencoba tumbuh kembang demi kebahagiaan keluarga kecil. Putra pertama, Wasisadi atau biasa dipanggil Sis selepas lulus SMP melanjutkan ke jenjang STM, sekolah teknik yang memang nantinya lulusan siap kerja. Ia sudah merajut asa, untuk meneruskan usaha bapaknya, optimisme dan kemandirian dicipta dari dalam. Sementara adiknya, tak banyak tampil, hanya menjadi orang dibalik layar usaha cipta kerja kakaknya.

Cerita dibuka dengan problematika, bagaimana pengangguran ada di mana-mana. Banyak lulusan lama tak memilki pendapatan, apalagi yang baru selesai sekolah, makin mencipta pemuda tak kerja. Dinarasikan, bahwa mereka menganggur karena pilih pilah pekerjaan, inginnya di pabrik, inginnya kantoran, sementara tenaga kerja yang dibutuhkan terbatas. Banyak pekerjaan yang sejatinya bisa digeluti, ga perlu malu menjadi tukang, buruh, atau tenaga kasar. Singkatnya, istilah priyayi di zaman kolonial lalu ke era Orde Lama yang kolot dan tinggi seharusnya dihapus saja. Orang-orang tua tak hanya mewariskan benda, tapi juga mewariskan budaya kolot. “Warisan bukan hanya harta benda, melainkan juga berupa cara pikir dan cara bertingkah laku.”

Keluarga Pak Nodan menjadi contoh sukses mendobrak papan itu. Digambarkan Sis menjadi siswa yang rajin, pintar, dan semangat baja. Menjadi panitia kelulusan sekolah, menjadi patokan kelulusan pula. Di STM ada sistem magang, atau Praktek Kerja Nyata (PKN) atau kalau zaman sekarang disebut PKL (Prakter Kerja Lapangan), STM Suka Karya ini melakukan kegiatan positif dengan membantu membangun rumah warga Citra Tani yang terkena musibah gempa. Sebagai warga kabupaten, mereka senang saja naik bus ke pegunungan, ke desa tersebut yang sejuk di mana mayoritas warga bekerja bercocok tanam.

Segalanya lancar jaya bak jalan tol. Selepas lulus sukses bisa membuka usaha mebel dengan toko milik sendiri dan pegawai, lalu guru favoritnya semasa SMP berkunjung membeli perabot rumah. Selesai. Novelet ini nyaris tanpa konfliks, benar-benar datar. Mungkin karena ini buatan seorang guru yang emncoba menitikkan petuah, nasehat, kata-kata mutiara makanya tak terlalu banyak kejutan.

Selesai baca sekali duduk di Sabtu pagi (28-03-20) libur kerja. Buku ini kubeli ketika ke IIBF (International Indonesia Book Fair) 2018 di Jakarta bareng Bung Tak. Memang kubeli sekadar iseng, bukunya tipis, harganya tipis, klasik terbitan Balai Pustaka. Isinya ternyata juga tipis. Buku semacam ini memang umum kita temui di perpustakaan sekolah, jarang di toko buku umum konvesional.

Pengangguran adalah masa-masa yang menakutkan. Untuk mengelak dari pengalaman yang tidak enak ini, tentau tergantung pada masing-masing. Artinya bagaimana kita harus berusaha agar masa depan bisa bekerja. Buku ini mengisahkan perjuangan Sis muda menuntut ilmu dan ketrampilan agar masa depan yang gemilang. Tak perlu berkerut kening atau jelimet, benar-benar bacaan ringan. Memang di sampul tertulis Remaja sih genre-nya.

Warisan yang tak menguntungkan adalah pendapat atau pendangan bahwa bekerja di kantor itu para priyayi. Martabatnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan pekerja kasar. Menurut pandangan itu, bekerja harus menjadi pegawai di kantor. Padahal tidak harus demikian bukan?”

Nidhoen Sriyanto lahir 13 Desember 1949 di Wonogiri. Tahun 1972 lulus sarjana muda jurusan Bahasa dan Sastra IKIP Negeri Surakarta. Pengalaman kerja, mula-mula di bagian promosi perusahaan swasta, tahun 1978 mengajar SPG Negeri Jambi. Tahun 1984 di Pusat Pendidikan ndan Latihan Pegawai Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Di bidang tulis menulis, sejak 1981. Tahun itu dan 1983 menjadi juara dua Sayembaya Mengarang Bacaan Populer yang diadakan oleh Proyek Penulisan dan Penerbitan Buku/Majalah Pengetahuan Umum dan Profesi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tahun 1984 dan 1985 meraih juara satu untuk sayembara yang sama.

Mengukir Masa Depan | Oleh Nidhoen Sriyanto | Penerbit Balai Pustaka | BP No. 3685 | Copyright 1991 | Cetakan kesebelas – 2003 | 78 hlm.; ilus.; 21 cm | Perancang kulit dan dalam B.L. Bambang Prasodjo | ISBN 979-407-339-3 | Skor: 2/5

Karawang, 290320 – KE$ha – Crazy Kids

Buku Tentang Waria, Babi, dan Ahmadiyah Sang Pencerah

Anak Gembala Yang Tertidur Panjang di Akhir Zaman by A. Mustafa

Manusia, banyak ragamnya. Banyak ceritanya.”

Semalam, saya menutup libur Nyepi dengan menyaksi terbangunnya Roro Wilis setelah tidur panjang. Ini adalah pemenang kedua Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2018. Sebagai catatan, ini adalah cerita tentang Ahmadiyah yang dianggap sesat oleh banyak muslim di sini, tentang sosok waria yang ditentang di sini, tentang babi yang menjelma ‘selamat’ yang dagingnya tentu saja dilarang konsumsi umat muslim. Gabungan ketiganya mencipta karya yang unik, terutama 1/3 akhir yang mengungkap segala kejanggalan. Jadi jangan letakkan buku kalau belum benar-benar selesai, butuh kesabaran memang tapi ending-nya worth it. Kalau kalian ga kena bocor, kalian bisa menikmati efek kejut yang disaji. Bagaimana sang gembala terbangun dengan personifikasi kaca dan gunting dan senyum di antara helai rambut.

Kisahnya tentang Rara Wilis dan Suko Djatmoko yang dituturkan secara beriringan, diselingi cerita babi istimewa yang hidup di surga kubangan lumpur. Rara Wilis adalah ketua PAWATRI, ketua paguyupan waria di Semarang yang mangkal di sekitar Simpang Lima. Berteman dengan Mety, Donita, Nunik, Lily dkk. Nama-nama yang tentu saja modifikasi identitas waria. Seluk beluk kehidupan waria disampaikan dengan sangat lambat dan sayangnya biasa. Bahasanya umum, apa adanya. Rasa sastra-nya kurang. Bagaimana ia menggaet pelanggan, mempunyai pacar brondong yang banyak, salah satunya Iwan. Remaja dari keluarga kaya. Dan lika-liku kehidupan dari mau di-clurit warga karena dianggap kotor, melimpah pelanggan sehingga perlu dijadwal, sampai hubungan sahabat yang timbul tenggelam.
Rara Wilis memiliki pacar bernama Haris yang obsesif. Suka main pukul, gemar mengancam. Ia menuntut cinta Wilis, padahal ia sudah menikah dan memiliki anak. Kehidupan masa lalu Wilis dikupas perlahan, cinta pertamanya kepada teman sekolah bernama Danang, cinta muda yang mekar dan gugur seiring waktu, penyimpangan seksualnya yang ditentang keluarga, hingga akhirnya pilihannya nyebong (melacur) di pinggir jalan. Singkatnya riwayat singkat srikandi yang semarak di Simpang Lima.

Kisah yang satu lagi adalah seorang penganut Ahmadiyah. Aliran ini dianggap sesat dan menyesatkan. Ia seorang penjual jamu sekaligus pendakwah. Memiliki pelanggan yang bisa jadi target baiat, seiring cemooh warga. Ia bergeming. Ditampilkan Pak Wo dengan hebat, orang-orang yang menentang di kampungnya rontok dengan sendirinya. Pak RW yang korupsi, Pak RT yang terlilit utang rentenir, sampai isu selingkuh dan bencana yang menghampiri para pem-bacot. Terlihat jelas, Pak Wo tegar dan komit terhadap kepercayaannya. Ga perlu mengutip Sigmund Freud bahwa symbol-simbol dan ritual agama itu sama dengan perilaku pasien neurotis di tumah sakit jiwa. Agama adalah ilusi kegilaan, ga perlu menelaah sejauh itu. Lihat saja perilaku buruk manusia berjubah yang ga mau menerima perbedaan ada di sekitarnya dengan membabi buta. Di sini memang ditampilkan, tapi tetap dalam lingkaran dan norma yang wajar.

Kisah Pak Wo lalu nge-link dengan Ustaz Zul, lalu nyambung lagi dengan sejarah wayang terutama Pertempuran Pandawa melawan Kurawa. Cerita ini mau dimodifikasi bagaimanapun, kita sudah sangat akrab. Ada satu bab yang sangat panjang, dibuat se-epic bagaimanapun, kita tahu endingnya. Kita tahu siapa versus siapa, kita tahu bahwa para antagonis akhirnya rontok. Kecuali, modif itu memberi efek kejut. Di sini enggak, diceritakan lurus dengan gala perang membahana. Memang butuh keberanian ekstra seperti Quentin Tarantino untuk mengubah sejarah dan penikmatnya masih terpesona karena modif-nya tampak cool.

Selingan di antaranya, ada cerita babi. Jadi di sebuah dataran rendah yang dialisi sungai, ada seekor babi jantan yang senang berkubang di dalam lumpur, lalu datang kawanan lain. Banyak binatang pada akhirnya berkubang di sana dan sekelilingnya, bak sebuah oase surga. Lalu muncullah musibah, seekor sanca melahap sang babi, ditelan bulat-bulan. Yang lain hanya bisa nguik-nguik ketakutan tanpa bisa menolong. Nah, keajaiban datang. Setelah dikira mati, sang babi berhasil melawan. Berhasil membunuh sanca dari dalam, dengan kaki pincang ia kembali ke kubangan bak jagoan. Dianggap pahlawan, dianggap sakti, dianggap mukjizat.

Mengagungkannya, memujanya. Namun suatu saat, justru ia terjepit dan memutuskan pergi, ketika terdesak, melompat ke sungai menyelamatkan diri. Pada akhirnya ia menjelma, jadi apa? See ya… cahaya ilahi menyinari umatnya yang mau bertobat.

Sejatinya lem rekat tiga cerita ada di bab pertama berjudul: ‘Pada Jumat siang yang gerah di pertengahan tahun 1994, Mbok Wilis memakai sepatu tumit tinggi untuk bertemu dengan seorang nabi.’ Mungkin terdengar hiperbolis, karena nabi di sini jelas bukan sesungguhnya, bukan arti harfiah. Muhammad SAW adalah penutup para Rasul karena lengkap sudah ajaran Islam untuk seluruh umat. Dan tahulah kita ajaran yang diemban ini adalah Ahmadiyah, aliran yang ketika merunut masa menemukan nama Mirza Gulam Ahmad. Novel tentang Ahmadi yang terusir bisa ditemukan di cerita Maryam-nya Okky Madasari, yang sejatinya juga kirang kuat, seni nyastra-nya terlalu umum. Lupakan, hanya pembanding. Segala teori sudah banyak bahwa Imam Mahdi telah tiba. Anak Gembala, menggoreskan pula.

Setelah direkatkan, kalian akan tahu siapa sosok sejatinya Roro Wilis dan Pak Wo. Karena saya tak menyelidik tiap lembarnya, ngalir saja, apa yang disampaikan pasca tersambung sedikit mengejutkan. Dua identitas itu terasa syahdu, jleb ketika tahu. Seperti kata Mbok Wilis yang bosan ngomongin cinta. “Aku sudah bosan jatuh cinta. Cinta hanya menyakitkan hatiku saja.” Apa yang diungkap memberi tamparan dan jawaban akan rasa bosan akan kisah. 1/3 akhir novel ini agak menyelamatkan. Cerita bagus memang tak seharusnya gamblang. Alur maju mundur, pecah kisah, dan akhirnya tertempel lem rekat di akhir seperti ini selalu menyenangkan.

Detail ajaran Ahmadiyah juga disampaikan. Proses bagaimana seseorang menemukan hidayah, menemukan klik untuk berubah. Bukan sekadar tobat Lombok, tapi benar-benar total, taubatan nasuha, mengubah jati diri, menerima ajarannya dengan suka rela dan seutuhnya. Terselamatkan dalam bahtera Nuh untuk menyonsong Kemenangan Islam. Ini dia Tiga Masalah Penting! Monggo, setiap manusia bisa saja memaknai cahaya terang hidup dengan beragam reaksi, sejatinya aturan sederhananya: selama kamu baik, dan tak mengusik, dan berbagi, menyebar kebaikan di sekeliling itu sah-sah saja. Letakkan emosimu, jauhkan prasangka kalian. Indonesia terlalu hebat akan keanekaragaman hanya untuk sekadar berdebat hal-hal non esensial. Peace, Love, and respect.

Jadi apakah Anak Gembala ini akan menjelma kontrovesi? Kurasa enggak. Opan dengan jeli memberi penjelasan panjang-lebar di halaman terakhir seolah memang melakukan klarifikasi pertanggung jawaban. Bagaimana proses kreatif mencipta karya, melakukan wawancara, meminta izin terhadap tokoh, serta menebar fakta: Semarang yang menawan di malam hari dengan gayanya sendiri. Justru dengan menjelaskan detail nyata itu, terasa terjawab segalanya. Harusnya tetap saja biarkan jadi tanya, seperti novel Kriminal In Cold Blood-nya Capote yang menjadi misteri identitas karena pembunuhan itu nyata! Atau kalimat penutup film City of God yang menejutkan bahwa perang antar genk itu diambil dari kejadian sebenarnya! Coba bayangkan andai saja Anak Gembala, hanya mencantum kalimat itu. Rasa penasaran lebih menjual dan terlihat maskulin ketimbang paparan jelas, dengan 6 halaman akhir itu, kini tak ada gantung di sana. Clear.

Ini adalah novel pertama A Mustafa yang kubaca, debut Dead smoker Club, novel remaja Rahasia Hujan, dan Surat Dari Kematian sampai sekarang belum terealisasi untuk kulahap. Sempat menimang-nimang di toko buku, tapi selalu gagal dibawa ke kasir. Mungkin suatu saat ada kesempatan ngopi lagi bisa sekalian minta ttd. Bisa jadi ini adalah kran pembuka. Setelah awal dan tengah yang alurnya lambat, cenderung membosan. Anak Gembara menutup kisah dengan manis bersama dwitunggal identitasnya. Bravo!

Bangunlah, bangunlah, tanaman telah bersemi / Demikian menghijau bagaikan pengantin baru / Anak gembala, anak gembala, penjatlah pohon belimbing itu // Biar licin dan susah tetaplah kau panjat untuk membasuh pakaianmu… // Ayo bersoraklah dengan sorakan iya!

Anak Gembala Yang Tertidur Panjang di Akhir Zaman | Oleh A. Mustafa | Penyunting Ipank Pamungkas | Penyelaras akhir Ipank Pamungkas | Tata letak Werdiantoro | Ilustrasi sampul Sekar Bestari | Rancang sampul Katalika Project | Penerbit Shira Media | Cetakan pertama, 2019 | ISBN 978-602-5868-80-1 | 13 x 19 cm | Skor: 3.5/5

Karawang, 260320 – Alicia Keys – Empire State of Mind

Ender Wiggin Sang Juru Selamat

Ender’s Game by Orson Scott Card

Dan, Tuhan. Juga agama. Bahkan sebagian dari kita yang memerintah dengan ansible tahu kemegahan terbang di antara bintang. Aku bisa menemukanmu tentang ketidaksukaanku akan hal-hal mistis. Yakinlah kebencian hanya mengungkapkan kebodohanmu. Tak lama lagi Ender Wiggin akan mendapatkan pengetahuan yang sama sepetiku. Dia akan melakukan tarian hantu yang anggun melewati bintang-bintang dan apa pun kebesaran di dalam dirinya akan terbuka, terungkap, terbentang, di hadapan alam semesta agar semua bisa melihat…”

Sebuah novel yang menggairahkan. Keren banget. Cerita luar angkasa, tapi tetap bisa membumi. Melibatkan jiwa-jiwa remaja yang labil, dipaksa mengambil keputusan berat. Bukan sekadar membantu teman untuk tetap bertahan, atau sekadar menyelesaikan pekerjaan rumah. Para remaja ini dididik untuk menyelamatkan dunia! Setelah invasi pertama makhluk bugger dari planet misterius berhasil ditumpas oleh legenda Mazer Rackhman, lalu invasi kedua juga berhasil digagalkan. Kali ini mereka akan menghadapi invasi ketiga, tapi kali ini lain. Invasi ketiga ini, justru manusia yang akan menyerang terlebih dulu. Maka disusunlah agenda… “Kita adalah invasi ketiga!”

Andrew ‘Ender’ Wiggin adalah anak istimewa. Di sebuah masa depan yang tak jauh dari sekarang, penduduk bumi diharuskan memiliki hanya dua anak. Ia terlahir nomor tiga, sebut saja seorang Third. Kakaknya Peter Wiggin adalah jenius ambisius dengan obsesi Alexander Agung, maka ia lebih dekat Wiggin kedua, Valentine yang sabar dan penyayang. Jarak umur mereka tak terlalu banyak, dua tahun tiap anak, jadi bertiga terasa akrab. Kisah pembukanya, dilakukan operasi terhadap Ender untuk melepas ‘monitor’ di lehernya, ia tak butuh pengawasan lagi. Sebagai anak ketiga, memang harus dilakukan control dan kini ia sama dengan Peter dan anak-anak lainnya. Ender adalah separuh Peter, separuh Valentine.

Di masa itu, bumi sudah bisa menciptakan koloni di planet lain. Untuk menjaga dari serangan bugger (semacam alien berbentuk belalang dari planet misterius) ada pangkalan militer di planet Eros. Tersebutlah Kolonet Graff yang tugasnya merekrut pasukan muda untuk dididik. Dan dari pengawasannya, ia pun meminta Ender bergabung sebab dalam sebuah bully di sekolah, Ender berhasil melakukan perlawanan terhadap rekan yang membully, Stilson mengakibat cedera parah. Ender tak tahu, cedera itu padahal kematian. Ender didatangi sang colonel, menawarkannya. Jika diambil kesempatan itu, maka hubungan dengan keluarga Wiggin otomatis akan terputus, karena pendidikan militer dilakukan di sebuah pesawat ulang aling yang disebut Battle School. Dan berangkatlah Ender, meninggalkan kedua orang tua tercinta, dan terutama sekali kakaknya tercinta Valentine di usia enam tahun. “Aku takut, tetapi aku akan ikut denganmu. Inilah tujuan aku dilahirkan jika aku tidak pergi, mengapa aku tetap hidup?”

Ada film tentang invasi Bugger terkenal The Scatching of China, The Battle of the Belt. Kematian, penderitaan, dan teror dengan bintang Mazer Rackhman, melakukan maneuver brilian untuk menghancurkan pasukan musuh yang berukuran dua kali dari ukurannnya dan memiliki kekuatan dua kali lipat, menggunakan kapal manusia yang kecil, yang tampak lemah dan rapuh. Seperti anak-anak berkelahi dengan orang dewasa, dan ia menang. Film ini berdasar kisah nyata, sang legendaris Mazer!

Keberangkatan Ender sungguh mengharu. Pengin nangis rasanya, pas dia meninggalkan Greenboro dibawa Graff ke mobil, dan anak seusia itu mengucapkan selamat tinggal ke keluarganya. “Bunuh Bugger-Bugger itu untukku!” kata Peter. “Aku menyayangimu, Andrew!” teriak Ibu. “Kami akan menulis surat untukmu!” kata Ayah. Dan Valentine menggenapi kesedihan dengan berkata, “Kembalilah kepadaku! Aku mencintaimu selamanya!”

Ender yang istimewa memang sudah dipersiapkan untuk menyerang Planet Bugger, sebelum mereka invasi bumi. Pelatihan total di sini nantinya mencapai usia 7-8 tahun, selama itu Ender hanya pulang sekali, itupun ga langsung ke rumah, tapi ke sebuah rumah pinggir danau dengan ilustrasi ciamik, rakit buatannya selama dua bulan, berenang dengan Valentine, menikmati senja, yang nantinya menjadi impiannya lagi ketika harus melanjutkan sekolah di Command School di planet Eros. Penggambaran impian sederhana tapi sungguh efektif. Laiknya impian Thanos yang menyeimbangkan semesta dengan jentikannya, demi menikmati cahaya mentari di waktu sore. Sedih sekali pertemuan Valentine dan Ender di rumah danau itu. Setelah sekian tahun tak bertemu, mereka melepas rindu dengan absurd lalu berpisah lagi untuk masa yang tak pasti.

Menuju langit, menuju Battle School, laik sekolah pada umumnya ada seteru, ada genk, ada kepenatan rutinitas. Tugas mereka ya belajar: lebih banyak simulasi, lebih rumit dari ansible. Pertarungan pesawat ulang-aling melontarkan tembakan ke bugger, latihan fisik, fisika, orbit astronomi, pemograman, sampai defensif melawan tekanan. Semua disajikan dengan keren dan megah.Butuh pemikiran jenius untuk mencipta setting imaji semacam itu. Seperti Star Trek atau Star Wars, tapi ini untuk anak-anak. Ada gim yang mencipta petualang, ada raksasa di sana, Ender berhasil merubuhkannya. Raksasa itu tewas di sana, tak ada yang ‘membereskan’ yang nantinya di ending menjadi sebuah kejutan bagus. Mereka menyebutnya jasad Sang Raksasa. “Ingatan memang menipu kita.”

Di kelas awal ia tergabung ke kelas Salamander dengan kode warna Hijau Hijau Cokelat yang dipimpin oleh Bonzo Madrid. Nama-nama pasukan diambil dari nama hewan: Salamnder, Kelinci, Tikus, Lipan, Phoenix, Naga, Griffin, Harimau, dst. Awal yang kurang bagus, karena ia berseteru dengan pimpinannya. Ada ambisi dan emosi di sana. Nantinya kita tahu, hubungan mereka berakhir bencana. Dalam sebuah perkelahian, pilihannya kau yang mati atau aku. Sulit sekali menentukan, tapi pesawat harus terus melaju kawan. Jadi permainan di sini adalah pasukan membentuk kelas, akan ada pertarungan tiap tim, siapa menang-kalah akan tercatat digital, penilaian tim, individu, sampai kekompakan. Dan karena karakter utama di sini Ender, layaknya Harry Potter dalam Hogwart School, pastinya ia yang terpilih yang menang dan jagoan. Ender berganti-ganti kelas, dan kode warna tentunya, dan ketuanya. Ender Wiggin, bocah kecil pemimpin peringkat.

Singkatnya, ia lulus memuaskan. Berteman dengan siswa lain yang nantinya ketika Ender memegang tampuk pimpinan pasukan menjadikan mereka orang-orang pilihan dalam perang: Alai, Petra Arkanian, Hot ‘Bean’ Soup, Crazy Tom, Rose the Nose, Dink Meeker, Carn Carby, dkk. Menyenangkan sekali membaca kemampuan memimpin Ender yang tegas, lugas tanpa kompromi. Bayangkan, remaja dengan pola pikir brilian.

Lalu selepas dari Battle School, Ender dan pasukan yang lulus dikirim ke planet Eros untuk belajar lebih jauh dalam Command School. Kejutan terjadi di sini. — spoiler — Mazer Rackhman belum mati. Ia hidup ratusan tahun, dari invasi pertama yang fenomenal itu, ia tak kembali ke bumi. Rotasi planet, revolusi semesta mencipta ia panjang umur. Teori ini sudah banyak beredar, karena satu tahun di bumi tak sama dengan satu tahun di planet lain. Mazer mengorbankan waktu bersama orang-orang terkasih, anak istrinya. Hiks, sedih bagian ini. Karena jika ia pulang, jelas mereka sudah tiada. Hal ini berlaku juga untuk Ender nantinya. Kalian sudah nonton film Interstellar? Nah, semacam itulah. Jadi Mazer menjadi mentor Ender, menciptanya menjadi elit komandan untuk menghancurkan Bugger. Melalui video-video perang di invasi sebelumnya, tanpa sensor mereka mempelajari entitas bugger dan strateginya.

Kejutan besar dicipta di dua bab akhir. Kalian akan terkejut karena permainan yang dimaksud tak seperti yang dikatakan, invasi itu tak segamblang yang disampaikan. Ender yang berjiwa besar dan memiliki empati tinggi dikhawatir tak tega membunuh alien bernama Bugger, maka disusunlah strategi itu. Saya tak mau bercerita detail di sini, agar kalian bisa merasakan sensasinya. Lalu ketika Ender menginjakkan kaki di Planet Bugger, yang kini dia sudah di usia senja, ia melakukan sebuah kontradiksi dari apa yang diajarkan di sekolah tempur. Semoga Mizan Fantasi menterjemahkan sekuel Ender’s Game. Apa sudah ada edisi Indonesia Speaker for the Dead?

Setiap awal bab, kita disuguhi dialog tanpa nama karakter misterius, walau sebagian ketebak pasti Graff dan para pengajar sekolah militer tapi tak pernah jelas siapa saja yang berkomunikasi. Kecuali bab terakhir berjudul ‘Juru Bicara untuk Orang Mati’, di mana kejayaan sudah diraih lalu Ender mencipta keseimbangan semesta. Karena Ender sudah menjelma legenda seperti idolanya. “Ya Tuhan, ia harus genius sekaligus asyik.”

Buku ini pertama terbit tahun 1977, jauh sebelum sosial media merebak seperti sekarang. Orson Scott Card sudah menjelaskn dengan detail bahwa dua penulis misterius bernama Locke (Valentine) dan Demosthenes (Peter) mengguncang dunia. Memengaruhi keputusan penting para kepala Negara, mencipta kedamaian internal bumi atau kemerdekaan planet lain. Liga Dunia, Pakta Warsawa, Arahan Strategos, hegemoni Amerika Utara. Banyak yang tak tahu, penulis web fairyland adalah para remaja. Kalau kita baca sekarang, mungkin tampak wajar karena sosial media memang ranah gaib, di Ender’s Game di tahun 1970an sang Penulis sudah memprediksi. Tak menutup kemungkinan, perang antar bintang, jelajah semesta, menginvasi alien, sampai mencipta koloni baru di Mars menjadi nyata ‘kan? Inilah gambaran menakjubkan, segaligus mengerikan sebuah masa menuju Akhir Dunia, sebuah tempat di Ujung Dunia yang misterius.

Dia telah mati karena kita melupakannya. “Valentine menyayangiku.” Semuanya berjalan baik, sangat baik. Aku tak bisa mengharapkan lebih daripada itu…

Ender’s Game | By Orson Scott Card | Diterjemahkan dari Ender’s Game | Terbitan Tom Doherty Associates, LLC | Penerjemah Kartika Wijayanti | Penyunting Nunung Wiyati | Pemeriksa aksara: Pritameani | Copyright 1977, 1985, 1991 | Hak terjemahan Penerbit Bentang | Cetakan I, Oktober 2013 | Penerbit Mizan Fantasi | Penata aksara Adfina Fahd & Arya Zendi | Desain sampul Oddlot | Penata sampul Tri Raharjo & Arya Zendi | ISBN 978-979-433-747-9 | Skor: 5/5

Karawang, 240320 – Dewi Lestari – Malaikat Juga Tahu

Thx to: Bustaka Taman Baca Galuh Mas, KarawangBuku ini kumulai baca pada hari Sabtu, 13 Maret. Dilanjutkan Minggu, 14 Maret di masjid Depok Utara, lanjut lagi seminggu kemudian. Selesai baca pada hari Minggu dini hari sd. subuh, 22 Maret 2020 ketika insomnia.

Calon Bini: Michelle Ziudith Wanita Terbahagia

Setiap orang memiliki sayap. Tinggal bagaimana cara kita untuk menerbangkan sayap itu.”

Film yang sekadar fun. Lupakan logika, lupakan cerita, lupakan segala hal yang memusingkan juga. Mari ketawa ketiwi bersama Calon Bini. Setiap setting di Yogyakarta, auranya langsung komedi dengan logat kental Jawa, setiap setting di Jakarta jadi horror, eh maksudnya jadi serius. Sejatinya, ini juga memberi gambaran kenyataan hidup saat ini, bukan?
Kisahnya tentang Ningsih (Michalle Ziudith) yang baru lulus sekolah kabur ke Jakarta, karena dilamar (lebih tepat diteror sih) sama anak lurah yang error. Mengandalkan harta dan jabatan bapaknya (Butet Kertaradjasa). Orang tua Ningsih Pak Maryadi (Marwoto) dan Bu Ngatinah (Cut Mini Theo) tentu saja tak setuju, ia mengizinkan anaknya untuk mengejar mimpi. Merantau ke ibu kota. Menjadi pembantu rumah tangga. Adegan ia naik kereta api dengan dikejar Sapto tampak annoy. Namun ya sudahlah…

Sementara pamannya Pak Le Agung (Ramzi) dan istrinya yang sering dilobi Pak Lurah mencoba membantu memuluskan rencana pernikahan Ning dengan Sapto (Dian Sidik). Dijanjikan banyak hal, menengahi, mengompori. Sejatinya juga tak setuju, tapi terlihat jelas ia hanya mengikuti ke mana arah mata angin kerentungan materi berhembus. HP nya masih monoponik, motornya masih Astrea Bebek jadul, gambaran orang sederhana pada umumnya.

Ning bekerja pada keluarga kaya raya Pak Prawira (Slamet Raharjo) dan istrinya (Minati Atmanegara), memiliki anak laki yang sedang kuliah di Amerika Serikat, Satria Bagus (Rizky Nazar). Sementara Oma (Niniek L. Karim) yang sakit lebih sering di kamar. Ia begitu merindu cucunya, karena hanya Satria yang bisa mengerti hati tua yang rapuh.

Ning bekerja sama senior yang tak kalah aneh, Marni (Tuniza Icha). Sopir Barjo (Eko Mulyadi) yang kocak, sama saptam Gempol (Anyun Cadel) yang juga komikal. Keluarga kaya ini suatu hari mengalami sebuah momen yang tak akan dilupakan. Kedua majikan keluar negeri, rumah itu dijelajah sama keluarga besar Ning yang ramai-ramai ke Jakarta. Menguasai rumah mewah itu. Oma menyambut, dan Ning yang hanya pembantu menjelma sang putri, walau banyak adegan absurd.

Sementara dalam instagram, dunia anak muda yang sesungguhnya terjadi. Ning sering pamer foto, mengejar mimpi, mewujudkan cita-cita, menggapai masa depan. Ditanggapi akun misterius Jejak Langkah. Mereka tukar nomor, saling ‘cumbu’ kalimat motivasi, saling menguatkan, dan mencipta cinta. Kita yang sudah tua, hanya bisa mengernyitkan dahi. Anak muda sekarang, belum pernah ketemu, hanya kenalan di dunia digital, media sosial bisa menjelma sepasang kekasih. Ah sudahlah… ini kan komedi.

Ketika majikan pulang, mendapati rumah mereka hancur, tentu saja marah besar. Mengusir Ning dan mengirimnya pulang kampung. Di rumah, anak pak lurah yang error sudha menanti, dan mereka pun segera persiapkan pernikahan. Ga perlu lamaran belibet, hari itu keluarga pak Lurah datang langsung bawa penghulu, bawa banyak orang. Nah di sinilah, terjadi puncak kekonyolan. Bak sebuah sandiwara radio yang penuh dramatisasi, sang calon bini diselamatkan!

Sejatinya boleh saja mencipta film komedi dengan banyak slapstick, tapi benang cerita juga dirasa sangat rasional. Saya pernah nonton film komedi Preman In Love di sebuah bus umum yang melaju dari Karawang ke Bogor, film itu lucunya bikin seisi penumpang terpingkal-pingkal, lucu yang benar-benar pecah. Seperti itulah komedi sejati, benang merah masih masuk, terbahak-bahaknya pecah maksimal. Calon Bini gagal kea rah sana.

Lagu Wanita Terbahagia milik Bunga Citra Lestari yang menjadi soundtrack cukup mengena karena ending-nya memang sweet, bahkan terlampau manis. Cinta beda kasta – terwujud, Cinderela yang dijemput pangeran dalam alur modern, dramatis lagi! Tak perlu sepatu kaca, hanya chat sosmed yang membuncah, kurang suka film yang terlampau eksplore isi chat. Kutipan puisi dan kalimat motivator ala ala Mario Tegar, biarkan para pengisi ceramah yang melakukan.

Banyak hal yang bisa dikomentari miring, tapi ya sudahlah. Ini memang sekadar kisah lucu-lucuan. Setelah film usai, jangan langsung matikan videonya. Nikmati bloopers yang tersaji. Ramzi yang orang Sunda berakting Jawa, sungguh bagus, ada kata kasar refleks diujar. Ziudith belajar bahasa Kalimat-kalimat belibet, yang disodorkan cukup menghibur, bahkan sekadar orang tua yang tersangkut di pagar rumah. Bloopers semacam ini selalu berhasil menarik penonton untuk tetap duduk, menutup film komedi dengan senyum merekah. Salute buat Dian Sidik akting di penghujung film. Keren!

Lihat cewek cantik mengucapkan kata-kata bahasa Jawa Kromo Inggil selalu membuatku meleleh. Klepek-klepek… Inggih… kesemsem. Michelle Ziudith adalah Wanita Terbahagia.

Calon Bini | Tahun 2019 | Sutradara Asep Kusdinar | Skenario Titien Wattimena, Novia Faizal | Cerita Sukdev Singh | Pemain Michelle Ziudith, Rizky Nazar, Slamet Rahardjo, Niniek L. Karim, Cut Mini, Dian Sidik, Minati Atmanegara, Butet Kertaradjasa, Ramzi, Maya Wulan, Yuniza Icha, Eko Mulyadi | Skor: 2.5/5

Karawang, 230320 – Peterpan – Aku & Bintang

00.07

A Monster Calls by Patrick Ness

Konon, masa muda hanya datang sekali. Tapi bukankah masa muda berlangsung untuk waktu yang lama? Lebih lama daripada yang sanggup kaujalani. – Hilary Mantel, An Experiment in Love

Kaupikir aku mungkin datang untuk menjatuhkan musuh-musuhmu. Membantai naga-nagamu. Kisah adalah makhluk liar. Begitu kau melepaskannya, siapa yang tahu kekacauan apa yang mungkin mereka ciptakan?”

Sang monster muncul persis setelah tengah malam, seperti monster-monster lainnya. Tepatnya jam 00.07. Buku ini sempat kubacakan untuk Hermione, menyesuaikan waktu, saya bacakan jelang tidur lewat tengah malam. Dapat dua bab, tapi setelah kubaca sepintas tulisan kover belakang bahwa ini cerita tentang tragedi, tentang sebuah masa sulit menghadapi kematian, saya berhenti. Saya berhenti melanjutkan baca teman tidur Hermione, tepat di halaman 44 ketika sang monster memperkenalkan diri. Maka Hermione akan mengenang monetr itu bernama Herne, karena terhenti di bagian ini: Aku Herne sang Pemburu. Keputusan tepat, setelahnya kuganti bacaan Winnie The Pooh (A.A. Milne), sisa Panggilan sang Monster kubaca sendiri, secara kilat selesai sore ini.

Kisahnya tentang Conor O’Malley yang kesepian. Ia tinggal sama ibunya yang sakit keras, rambutnya sudah tidak ada, kurus kering. Hubungan ibu-anak ini poin utama novel ini. Rajutan kesan, anak semuda itu memaksanya menjadi kuat hati. Ayahnya menikah lagi dengan perempuan Amerika, neneknya yang tinggal terpisah sesekali datang, untuk menginap. Sebagai anak tunggal, ia merasa sendiri kala ibunya muntah-muntah, pening, dan butuh perawatan.

Di sekolah, ia berteman dengan Lily, teman kecil yang sudah sangat akrab lama. Sering membantunya, bahkan ketika Conor kena bully oleh genk trio Harry, Sully, dan Anton. Miss Kwan, gurunya sering melidunginya juga. Mengingat nasibnya, mengingat masalahnya. Beberapa kawan juga menjaga jarak, beberapa guru memberi semacam kelonggaran padanya. Kondisi ini mencipta Conor semakin terajut sendu. Salah satu guru meminta tugas, Menulis Kehidupan.

Saat-saat seperti inilah muncul sang monster. Monster pohon yew di dekat gereja dan pekuburan yang ada belakang di kebun rumah. Monster itu selalu muncul tepat jam 00.07, awalnya Conor menolak, entah ini mimpi atau kenyataan yang tersamar. Monster itu datang memanggilnya di luar rumah, mengetuk jendela kamarnya, memasuki dunia maya. Monster itu datang untuk menuturkan kisah. Total ada empat cerita. Bukan sembarang cerita karena ini menyangkut sejarah pohon yew belakang rumahnya dan nantinya tentang dia. Pohon yew adalah pohon penyembuh.

Kisah pertama tentang pangeran muda yang tersingkir dari takhta kerajaan. Pohon yew sudah ada ribuan tahun lalu, ada kerajaan di sekitar situ. Perang dan perebutan kekuasaan mencipta sang raja kehilangan anak dan lalu istrinya, hanya pangeran muda yang jadi tumpuan penerus takhta. Maka sembari menanti usia 18 tahun, ia menikah lagi dengan putri kerajaan seberang. Muncul desas-desus sang ratu muda adalah penyihir. Maka saat raja mangkat, ia sementara memegang tampuk pimpinan, sang pangeran muda yang merasa terancam kabur dengan kekasihnya putri petani biasa. Dalam pelariannya, ia beristirahat di bawah pohon yew, terjadilah apa yang terjadi. Pangeran terbangun mendapati kekasihnya tewas, ia menyebut ibu tirinya yang membunuh, maka rakyat bersatu menggulingkan, sebelum dibakar, monster pohon yew menyelamatkan ratu untuk hidup tenang jauh dari lingkaran kekuasaan. Ada kejutan, bagaimana twist itu disimpan di penghujung kisah pertama.

Kisah kedua terentang sekitar 150 tahun yang lalu. Seorang apoteker yang serakah, kasar, getir nan pintar meramu obat hidup dalam kungkungan cibir rakyat. Pria yang hidup dengan keyakinan, apoteker sang tabib. Ia tampak tamak, mementingkan diri sendiri ketimbang pasiennya, pria yang hanya memikirkan diri sendiri. Ilmu pengobatan memang mahal, ia punya harga! Sementara hidup seorang pendeta dengan dua putrinya yang cantik yang tinggal sekitar gereja, dekat pohon yew. Sang apoteker meminta pohon yew untuk ditebang karena khasiatnya banyak, ramuan dengan pohon yew dikenal sangat mujarab, tapi pendeta bergeming. Ia mempertahankan pohon itu sebagai pelindung gereja dan pekuburan. Namun kasus pelik muncul, kedua putrinya sakit keras, ia meminta sang apoteker menyelamatkannya bahkan seandainya pohon itu harus dirobohkan. Ia menolak, putrinya wafat. Pohon yew marah, ia pun memporakporandakan rumah dia. Siapa? Twist lagi. Porak poranda-pun bukan sekadar kiasan, karena ia di sebuah kamar di rumah nenek dengan jam klasik yang mahal, rusak parah tak berbentuk bak kapal pecah.

Kisah ketiga tentang pria tak kasat mata yang semakin muak menjadi orang tak terlihat. Bukan berarti dia benar-benar tak kasat mata, orang-oranglah yang telah terbiasa untuk tak melihat dirinya. Dan jika tak seorang pun melihatmu, apa artinya kau benat-benar ada? Kemudia suatu hari pria tak kasat mata memutuskan: aku akan membuat mereka melihatku. Dia memanggil sosok monster. Adegan itu terjadi di kantin sekolah, Conor menghajar pimpinan genk Harry hingga babak belur. Jelas ini adalah present day.

Kisah keempat, sebagai penutup adalah kisah kunci utama keseluruhan A Monster Calls. Dia menginginkan hal yang paling berbahaya dari Conor, dia menginginkan kebenaran. Kalau kau tidak menceritakannya, biar aku yang menceritakannya kepadamu. Adegan kunci, ketika ibunya sekarat. Conor memanggil monster, ia datang ke kuburan menendang-nendang pohon, lalu dalam dimensi lain bertemu ibunya, antara menggenggam erat terus tangan mom dengan segala konsekuensi atau melepas ke kehidupan berikutnya? Conor Malley harus menuturkan kebenaran sejati. Dari kisah kedua kita tahu pohon yew bisa menjadi ramuan obat yang murajab, berhasilkah menyembuhkan mom?

Dengan ilustrai ciamik Jim Kay, apa yang terbaca dengan sangat indah bisa terbayangkan. Gambar-gambar fantastis dan keheningan-keheningan yang menggugah. Benar-benar mumpuni, gambar-gambar itu bercerita, memetakan beberapa adegan kunci, pohon hidup yang tampak seram, menghantui. Gambar paling ‘nyaman’ ada di halaman 148-149, monster raksasa duduk terpekur di gedung kantor kebun belakang neneknya seolah menanti, hey… lakukan sesuatu!

Satu lagi halaman 106-107 kejadian sesaat sebelum ditutur kisah kedua, grandma akan marah besar karena ia mematahkan jarum jam klasik. Ini jenis kerusakan yang bakal diharapkan dari seorang bocah laki-laki. kisahnya berakhir dengan kehancuran yang tepat.

Di sela kedatangan monster yew, ayahnya datang dari Amerika. Beberapa adegan trenyuh disajikan, ia bertengkar dengan neneknya, ketidakcocokan, kemarahan masa lalu. Hubungan ayah-dan-Conor yang timbul tenggelam, memintanya membawa ke Amerika, tapi menolak ia punya kehidupan di sana. Lalu dengan kemarahan pulang, karena istrinya melahirkan. Janji akan kembali dua minggu lagi.

Hubungan dengan neneknya juga kurang mesra, banyak perbedaan, banyak yang tak cocok. Maka tiap ia menginap di rumahnya dan tidur di kamarnya, ia kesal. Namun ini keadaan darurat sayang, mom sakit keras. Mom-nya, anak pertama grandma: penghubung mereka untuk kembali merajut darah. Ini memang kisah sedih, bijak namun juga berani dan tampak seram. Ga cocok untuk jadi cerita pengantar tidur anak-anak.

A Monster Calls, ini bukan kisah tentang apa yang kuinginkan darimu, tapi tentang apa yang kau inginkan dariku. Kisah-kisah ini penting, bisa jadi mereka lebih penting daripada apa pun. Jika mereka mengandung kebenaran.

Panggilan Sang Monster | by Patrick Ness | Diterjemahkan dari A Monster Calls | Copyright 2011 | From original idea by Siobhan Dowd | Ilustrai Jim Kay | 615 16 4 002 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Alih bahasa Nadya Andwiani | Editor Barokah Ruziati | ISBN 978-602-03-2081-6 | 216 hlm; 21 cm | Skor: 4.5/5

Untuk Siobhan

Karawang, 220320 – Foreginer – I Want To Know What Love Is

Burning: Perspektif Kenangan yang Terbakar

Hae-ri: “Why we do live. What is the significance of living? People always looking for these answers. This kind of person is really hungry, they called the great hungry.”

Ketika berhasil menjinakkan api, manusia memperoleh kendali atas suatu kekuatan yang patuh dan potensi tak terbatas. Manusia bisa kapan dan di mana harus menyulut api, dan manusia mampu mengekploitasi api untuk tugas apa saja. Penjinakan api adalah pertanda awal hal-hal yang kemudian terjadi. (Sapiens, Yuval Noah Harari).

Menuturkan kisah yang efektif tidaklah mudah. Kesulitannya bukan dalam menuturkan kisah itu sendiri, meyakinkan semua orang untuk memercayainya. Burning dengan jitu melilit pikiran penonton untuk memercayai isi kepala sang karakter utama. Apa yang bisa komentari mengenai kehidupan spiritual dan mental? Upaya apa untuk menjabarkan rincian spesifik spiritualitas tetaplah sebuah spekulatif. Inilah film misteri, tentang ketimpangan ekonomi, tentang cemburu, tentang bara api, dan kucing.

Kisahnya tentang pengangguran yang mendamba cinta, menginginkan perbaikan kehidupan. Penuh perenungan dan jab menohok. Dibuka dengan adegan aneh, seks kilat yang mencipta teman lama yang kembali terekat. Shin Hae-mi (Jong-seo Jun) adalah seorang SPG (Sales Promotion Girl) sebuah mini market yang mempromosikan produk di pinggir jalan, melihat sobat lama Lee Jong-su (Ah-In Yoo) memberi kupon undian bernomor. Jong awalnya ga mengenali teman SD-nya. Dalam undian curang, Jong mendapatkan jam tangan pink, dengan gontai menerima, dan mereka pun menepi. Menjelaskan hal-hal yang terlewat. Jam tangan itu pada akhirnya diberikan ke Hae-ri sebagai hadiah, dan ia dengan santuy bilang, belum pernah ada yang memberinya jam tangan. Ga nyangka benda ini jadi eksekusi kunci. Merokok bersama, lalu meminta menjaga kucingnya untuk diberi makan di apartemen yang berantakan, ia akan berpetualang ke Afrika beberapa hari. Perjumpaan teman lama itu berakhir dengan seks. Jong melihat keluar jendela, lalu mencipta imaji. Mencipta perspektif kenangan akan sebuah rasa. Tak perlu banyak kata, Jong jatuh hati. Jong adalah kita. Jelata, jombless (jobless dan jomblo), pencicil utang, seolah jelek nasibnya.

Sekembali dari Afrika, Hae-mi minta dijemput di bandara. Terkejut ia diperkenalkan cowok tajir Ben (Steven Yeun). Ketika truk bobrok Jong-su dijejer mobil olahraga Ben, betapa jomplang-nya status. Lebih sakit lagi, Hae-mi akhirnya malah memilih nebeng Ben. Sakit bro. dari sinilah permasalahan hati dibawa. Ben yang tajir, kaya, dan eheemmtamvan tampak membuat iri dan tersamar benci. Mari kita tegaskan bahwa kebencian terhadap kemewahan bukanlah kebencian yang baik. Kebencian ini melibatkan kebencian terhadap seni.

Namun masih samar, maka mereka turut jalan bareng lalu ngopi, ngerumpi, sampai menikmati senja. Adegan ketika Jong duduk satu meja sama Ben, sementara Hae-mi ‘menari’ ditempa cahaya matahari sore tanpa baju sungguh eksotis. Ekspresi menggairahkan, memesona seolah mencium senja, mendekap dalam gelimang rona silaunya. Tarian pencarian makna hidup! Ada pemandangan yang lebih megah dari lautan yaitu langit senja, ada pemandangan yang lebih megah dari langit senja yaitu lubuk hati yang paling dalam dan tersembunyi pada manusia. Keluarkanlah, ekspresikan dirilah, tunjukkanlah. Dunia tahu, Lee sukses membuat pana kita semua.

Dari pertemanan ini, Jong tahu bahwa Ben hobi melakukan pembakaran rumah hijau (gubuk tanaman) di ladang sepi. Hati-hati berteman, apa yang ditutur bisa mencipta tindakan lajur berikut. Jong jadi kepikiran mengikuti tindakan si tamvan, mensurvei rumah hijau di ladang sekitar. Sempat akan melakukan, tapi niat itu selalu terhenti di saat-saat akhir. Sementara itu, Hae-mi menghilang. Terakhir bertegur sapa, melarang membuka baju di depan orang seenaknya sendiri. Dan beberapa tatapan manyun. Jong mencoba mencari.

Di kosnya, pencet bel ga pernah digubris, kode masuknya diganti. Maka ketika induk semang, membolehkannya masuk betapa kejutnya ia melihat kosnya rapi. Sangat rapi untuk seorang cuek bebek dan berjiwa bebas. Beberapa momen dihirup, kenangan, waktu, momen. Betapa kejam sebuah memori, menancap tajam nan pekat tak terelak, Jong merindu. Dan curiga… benar, ini mungkin sekadar kenangan usang, tapi api cemburu memainkan peran krusial di sini.

Maka ia pun memutuskan menguntit si tamvan. Beberapa fakta mengejutkan. Ketika ia kepergok, justru diundang masuk ke apartemen-nya untuk sekadar pesta kecil-kecilan sama teman-teman kaya-nya ngebir, ngerumpi, ketika tahu ia memelihara kucing, dan ketika mencari di parkiran menemukan fakta mencurigakan karena kucingnya bernama sama dengan ‘kucing’ Hae-ri. Jelata tak bisa menyatu dalam ikatan sosial jetset yang terlihat erat. Dan segala kemarahan itu menemukan klik saat menemukan jam tangan pink Hae-ri di lemari kamar mandi aparteman Ben. Mematik sebuah klik, bakar! Bukan pembakaran di luar, tapi sulut panas dari dalam. Dan kalau sudah memainkan hati, segala hal bisa terjadi.

Sejatinya film bagus harus menuntut penonton terlibat. Dalam Burning, kita diajak mencari Hae-ri sebab sampai akhir pun kita tak terjelas, ke mana nasibnya. Penonton juga diajak memasuki jiwa sepi Jong, melibat emosinya, menyatu dalam jiwa miskin-nya. Kalian tentu sedih sekali ketika menatap satu-satunya sapi kesayangannya terpaksa dijual, ga semenangis seperti ambil paksa dalam Max Haveelar, tapi jelas keadaan yang menciptanya sama kejamnya. Penonton turut pula dalam banyak kebimbangan Jong. Nah, di sinilah kehebatan utama kisah ini. Burning benar-benar membara. Beberapa perspektif yang bisa dituai. Entah kenapa saya menjadi risau setiap menit saat Jong ragu mengambil keputusan, takut terjerebab. Dan ending-nya luar biasa. Keberanian dibalut kilatan amarah mencipta sulut ledak. Semacam Api sembah yang dinyalakan di kuil Zoroaster.

Berdasarkan cerita pendek karya Penulis favorit Haruki Murakami berjudul Barn Burning yang terjilid dalam kumpulan cerita The Elephant Vanished. Burning menjelma cekam bahkan setelah bermenit-menit credit title selesai berjalan. Tanya apa yang sejatinya terjadi? Film ini juga diinspirasi dari cerpen-nya William Faulkners tahun 1939, dengan menyebut cerita remaja Faulkner yang hidup di dunia Murakami.
Sebuah film yang mencipta spekulasi, ending menggantung dan menantang tanya ke penonton, gmana nasib sang cewek? Memainkan pikiran, menantang kenangan, membuat misuh, sampai puncaknya kejutan di ending dengan bakar, dalam arti sebenarnya. Seperti yang saya bilang di awal Jong adalah kita, jadi otomatis saya sepakat Ben adalah pembunuh. Bisa jadi yang membedakan, kita mungkin tak akan seberani dia ‘membakar’. Salute!

Seperti kata Murakami di novel Norwegian Wood, “Aku ini manusia yang sudah tamat. Yang ada di depanmu sekarang tidak lebih hanya sisa kenangan diriku. Sesuatu yang terpenting yang dulu ada di dalam diriku sudah lama mati, dan sekarang aku hanya bergerak mengikuti kenangan itu saja.”

Burning | South Korea | Original Title | Year 2018 | Directed by Chang-dong Lee | Screenplay Jungmi Oh, Chang-dong Lee | Based on short story Barn Burning by Haruki Murakami | Cast Ah-In Yoo, Steven Yeun, Jong-seo Jun, Soo-Kyung Kim, Seung-ho Choi, Seong-kun Mun, Donald Trump | Skor: 5/5

Karawang, 20 sd. 21-03-20 – Krisdayanti – Pergi Saja

Invisible Man: Thriller Kamuflase Optikal

Cecilia Kass: “He said that whatever I went, he would find me, walk right up to me, and Ia wouldn’t be able to see him.”

Sesuai judulnya, inilah film penuh kamuflase. Kamu ga akan pernah tahu siapa sosok dibalik jubah-gaib itu. Di hari yang istimewa 16.03.20 saya cuti tahunan untuk hanya menikmati hari. Ga ada acara khusus bersama keluarga atau keperluan ga penting administrasi negara, hanya benar-benar menikmati hari. Dari Jam 08:00-17:00 dipenuhi buku dan film. Babad Kopi Parahyangan (Evi Sri Rejeki) kutuntaskan dari pagi ke sore, hanya diselingi makan siang, sholat dan menonton Invisible Men.

Film terbaik 2020 sejauh ini. Filmnya twist. Karena sang antagonist memiliki kemampuan ‘menghilang’ segalanya mungkin bisa dilakukan di layar. Saya sudah menutup mata dan telinga, hanya mendengar bahwa tomat fresh, dan beruntung sekali kejutan-kejutan itu merasuki dengan syahdu. Dunia adalah tempat yang keras, dan tidak ada seorang pun yang dapat lari kekerasan itu.

Kisahnya tentang cinta dan perlawanan. Dibuka dengan perlahan, ombak menyapu karang, membentuk tulisan dengan iringan skor mencekam. Ini adalah kisah istri yang kabur dari suaminya yang mengerikan. Cecilia Kass (Elizabeth Moss) melarikan diri dari suaminya Adrian Griffin (Oliver Jackson-Cohen) dari rumah pantai yang mewah. Dengan membawa obat anti-kehamilan, yang terjatuh. Ia berlari sekuat tenaga subuh itu, melompati pagar, menanti di pinggir jalan, dijemput adiknya Emily Kass (Harriet Dyer). Lalu ia tinggal bersama sobatnya James Lanier (Aldis Hodge) seorang polisi dan putri semata wayangnya Sydney Lanier (Storm Reid) yang bercita kuliah di fashion. Alasan kaburnya dijelaskan dengan intens, dijelaslah pelan nan cekam diringi skor yang sangat mendukung. Adrian adalah ilmuwan optikal yang bisa membaca pikiran, bisa ‘menghilang’ kan hal-hal yang terlihat. Hidup bersama Zeus, anjingnya. Cecil lelah, karena ia terintimidasi, ia tak ingin memiliki anak dari seorang freak. Dengan berhasil keluar dari istana pantai itu, sementara aman…

Lalu kabar bagus muncul, dua minggu pasca kabur, Adrian tewas, kabar itu disampaikan oleh Tom Griffin (Michael Dorman) adiknya, bahwa sang ilmuwan meninggal dunia karena bunuh diri, mewariskan jutaan dollar yang ditransfer bertahap, syarat menjadi hak waris adalah tak melakukan kriminal. Makin lega? Sebagian uangnya diberikan ke Sydney untuk kuliah, hufh… tampak menjadi cerita bahagia. Tampaknya. Karena ini thriller, tentu saja tidak, saya ga akan melabeli film bagus kalau hanya menuturkan hura hura pesta, dilimpahi warisan jutaan dollar!

Teror dimulai dari sini.

Cecil merasa ada yang mengawasi, di rumah ia menemukan bukti-bukti kehadiran almarhum. Telepon berbunyi ‘kejutan’ dan di langit-langit ada bukti bahwa Adrian masih hidup. Ia dianggap gila, Tom meyakinkan Cecil, kakaknya udah tewas, kita tahu mayatnya sudah menjadi abu. Ok, kita semua turut sanksi. Biar lebih gereget, James marah karena suatu kali Cecil menampar Sydney, lalu mengasingkannya. Emily turut dijauhkan, dicipta marah, karena menerima email hujatan darinya, walau dibantah ia tak mengirim, tetap saja sang adik memisahkan diri dengan manyun. Cecil terasa sendiri lagi. Dalam penelusurannya, ia kembali ke rumah pantai, menemukan alat yang dicipta suaminya, sebuah suit untuk dikenakan, tak terlihat. Baju invisible. Semacam jubah gaib-nya Harry Potter, kali ini didesain dengan canggih, di mana setiap titiknya ada kamera mini, menimbulkan suara bemerisik seperti gesekan halus makhluk luar yang bersenggama.

Ketika ancaman semakin nyata, ia meminta ketemu adiknya di kerumunan, ia akan menjelaskan sejelasnya apa yang dirasa. Di sebuah restoran, terjadilah tragedi. Emily dibunuh dengan pisau oleh sang Invisible Man, pisaunya dialihkan ke Cecil. Dengan begitu ia pun ditangkap, kasus tingkat satu. Ketegangan meningkat drastis, thriller mengerikan menanjak ke level tinggi.

Cecil diisolasi dalam penjara mental. Dari hasil lab, ia ternyata hamil. Obat yang diminumnya telah diubah, makin pening. “Ada banyak alasan seseorang terluka, dan seringkali kejadiannya tidak separah seperti yang terlihat. Aku perempuan, jadi aku sudah biasa melihat darah – setidaknya setiap bulan. Kau tahu maksudku?”

Ketika Tom berkunjung, ia meminta kembali ke awal. Hidup bersama sang psikopat dengan melahirkan bayinya, diminta tanda tangan kesepakatan. Sang jagoan tentu saja menolak, ia tak mau hidup dalam tekanan seperti ini, aku apalagi adiknya telah terbunuh, menyebut Tom sebagai Adrian dengan hati yang lembek – sang jellyfish. Maka keputusan nekad diambilnya, ia menyembunyikan bolpoin tajam yang ditempel lem sisa di atap ruang isolasi, lalu melakukan berencana bunuh diri. Ancaman yang digagalkan invisible man karena meminta anaknya harus lahir, pertarungan, adu tembak, adu strategi terjadi di sini. Sampai akhirnya jatuh korban lewat letupan dari mereka. Siapa yang unggul?

Kalian akan terkejut. Saya jamin.

Yang mengendalikan masa kini mengendalikan masa depan: yang mengendalikan masa kini mengendalikan masa silam. Lalu dimanakah masa silam itu ada, kalau memang ada?” – 1984, George Orwell.

Dengan hanya mengenal Elizabeth Moss, saya benar-benar menikmati segala kejutan itu. Nyaman sekali, enak sekali, tanpa kena bocoran. Ga tahu cast and crew dibaliknya selain Moss, mencipta daya ledak luar biasa. Gabungan horror untuk musuh yang tak terlihat, sci-fi untuk temuan jubah gaib-nya, sampai thriller penuh ketegangan adu cerdas. Setiap detik begitu berharga, setiap helaan napas menjadi begitu mencekam karena musuh tak terlihat! Bisa dimana saja, bisa di pojok ruangan mengamati kita, bisa di kolong meja, menghitung kuman di jari kaki kita, bisa juga menatap tembok, hening, bisa juga menggunakan pisau apel untuk mengupas yang bukan apel. Sebuah pilihan tak terduga bisa dicipta setiap saat. Bahwa peristiwa yang terjadi dalam hidup ditentukan oleh kehidupan kita sebelumnya. Bahkan dalam peristiwa kecil sekalipun tidak ada yang terjadi karena kebetulan.

Saya belum nonton Hollow Man (2000) yang katanya mirip atau film serinya tahun 1933-1954, film dengan jubah-gaib seperti ini merupakan pengalaman menakjubkan. Petualangan melawan manusia tak terlihat, petualang Alice in Wonderland hingga paradoks-paradoks fisika kuantum. Memarahi kehampaan udara? Berbicara dengan tembok, karena meyakini ada manusia lain di dalam ruangan yang kasat mata? Tirai kesenyapan telah dibuka! Mereka akan menyadari bahwa pilihan mereka hanya sekadar untuk mendapatkan sensasi kelegaan sesaat, bukannya melahirkan kebahagiaan yang sejati. Semakin tidak nyaman sebuah jawaban, semakin itu mendekati kenyataan yang sebenarnya. Dia memanfaatkan kemarahan menjadi bahan bakar ambisinya, balas dendam menjadi perenungannya.

Di dunia ini satu-satunya orang yang bisa diandalkan adalah dirimu sendiri. Cecil menghadirkan Tuhan di meja makan untuk menegakkan keadilan.

Invisible Man | Year 2020 | Directed by Leigh Whannell | Screenplay Leigh Whannell, | Cast Elizabeth Moss, Oliver Jackson-Cohen, Harriet Dyer, Aldis Hodge, Storm Reid, Michael Dorman | Skor: 4.5/5

Karawang, 180320 – Hanson – Optimistic (Live and Electric – Best of)

Buku Tentang Harapan (1/2)

Segala-galanya Ambyar by Mark Manson

Ulasan dibagi dalam dua bagian. Ini bagian pertama dari dua. Seperti bukunya, yang pertama tentang harapan yang lain adalah keambyaran.

Aku lebih memilih berserah pada sebotol minuman ketimbang menjalani frontal lobotomy.”Tom Waits

Cerita masa lalu menentukan jati diti kita. Cerita dari masa depan mennetukan harapan kita. Dan kemampuan kita untuk memasuki narasi-narasi tersebut lalu menghayati mereka, demi membuat narasi-narasi itu menjadi nyata, adalah yang memberikan makna pada kehidupan kita.

Inilah calon buku best-seller tahun ini (Selamat Grasindo). Terjemahan terbit bulan Februari, kubeli dan kutuntaskan baca bulan Februari 2020. Setelah kegemparan debut Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat, seorang blogger kenamaan, kembali menerbitkan buku self improvement. Kali ini tentang harapan, dan hempasan yang menghantui untuk diwujudkan? Lawan dari kebahagiaan bukanlah amarah atau kesedihan. Lawan dari kebahagiaan adalah ketiadaan harapan, sebuah pemandangan kelabu keputusasaan dan kelunglaian. Lawan kebahagiaan adalah keyakinan bahwa segala-galanya ambyar. Mark Manson lebih matang di buku kedua ini. Harapan adalah bahan bakar untuk mesin mental kita. Jika Anda tidak percaya ada harapan akan masa depan yang kelak lebih baik dari hari ini, bahwa hidup kita akan menjadi lebih bagus, maka secara spiritual kita mati. Maka dengan tema harapan, ia bersandar pada sesuah masa ke depan yang belum pasti. Karena tidak pernah ada cara untuk mengetahui secara pasti apakah Anda sudah menemukan yang tepat. Tidak peduli seberapa banyak sesuatu terjadi di masa lalu, tidak akan pernah bisa dibuktikan secara logis bahwa hal itu akan terjadi lagi di masa depan.
Inilah mengapa banyak orang berbondong-bondong mengadu ke agama, karena agama mengakui ketidaktahuan manusia yang bersifat permanen tersebut dan mensyaratkan iman untuk menghadapinya. Jangan tersinggung, agama menjadi tema yang banyak dikuliti di sini. Anda memiliki iman bahwa cinta adalah hal yang penting, pekerjaan juga hal yang penting, dan semua hal ini adalah sesuatu yang penting. Manusia sebenarnya adalah makhluk yang diboncengi perasaan bersalah yang parah. Penyakit mental yang menghasilkan delusi, halusinasi, dan bentuk-bentuk yang barangkali, secara fundamental, merupakan disfungsi iman. Iman juga mengasumsikan bahwa tubuhmu nyata dan bahwa Anda bukan sekadar otak yang tersimpan di sebuah tong yang sekadar membayang-bayangkan semua persepsi pancaindera Anda.

Sebelum melangkah menuju harapan dan keambyaran, kita diputar-putar dulu tentang segala teori. Polanya, Mark bercerita banyak hal, setiap ada kutipan atau ide orang lain, ia membuat sejenis catatan kaki, tapi karena saking semangatnya catatan kaki bukan di ‘kaki’ di halaman bawah, tapi ditaruh di akhir buku. Jumlahnya 36 halaman! Nah. Alfred North Whitehead mengeluarkan pernyataan yang terkenal, bahwa seluruh filsafat Barat sesungguhnya hanyalah, “rangkaian catatan kaki untuk Plato”. Catatan yang tertera di sini, memang panjang dan berliku, tapi yang namanya catatan tambahan, tetap saja hanya catatan.

Buku dibagi dalam dua bagian: harapan dan segala-galanya ambyar. Di bagian awal kita diperkenalkan dengan Kebenaran Yang Menggelisahkan. Kebenaran yang menggelisahkan, sebuah kesadaran bisu bahwa di hadapan keluasan tanpa batas, segala yang kita kasihi sekejap menjadi hampa. Dibuka dengan kepahlawanan di dua perang dunia. Keberanian itu hal biasa. Ketabahan itu hal biasa. Tapi kepahlawanan memiliki unsur filosofis di dalamnya. Kalian kenal Witold Pilecki? Kalau tidak famili, sama. Ia adalah warga Polandia yang gagah berani. Warga Yahudi yang melawan Nazi-nya Hitler. Di pengujung hidupnya, ia berkata: “Aku telah mencoba untuk menjalani hidupku sebaik mungkin, maka menjelang ajalku kini yang kurasakan justru kegembiraan, bukan ketakutan.”

Dari buku ini, kita tahu Pilecki tampak sangat hebat, dan harapan mencatat apa yang mendorongnya. Sesuatu harus memiliki makna karena tanpa ada sesuatu yang bermakna, maka tidak ada alasan untuk terus menjalani hidup ini. Dan sebentuk altruism yang sederhana atau hasrat untuk meringankan penderitaan selalu merupakan resep pikiran kita untuk membuat suatu tindakan pantas dikerjakan. Suatu hari, semoga bisa membaca biografinya. “Perang tidak lain adalah ujian duniawi terhadap harapan.”

Hari demi hari, tahun demi tahun, hidup kita dibangun dari kisah-kisah pengharapan yang susul menyusul tiada henti. Kisah-kisah itu adalah wortel psikologis yang tergantung di ujung tongkat. Ketika punya sepeda jengki, kita mengharap Kharisma 250 cc, berikutnya berharap Agya Biru, berikutnya mengingin Innova, berikutnya mungkin mengingin helikopter pribadi. Hidup di rumah mewah pinggir danau dengan kesejukan alam ketika bangun di pagi hari. Itulah yang namanya sebuah ilusi. Kalau realitas bisa dijangkau masih, dalam lingkar pikir. Kalau enggak, itulah ilusi. Semakin baik keadaan yang kita dapat, semakin parah pula keputusasaan yang melanda kita. Itulah paradoks kemajuan. Dan barangkali ini bisa diringkas dalam satu fakta mengagetkan: semakin kaya dan aman wilayah uang Anda tinggali, semakin mungkin Anda melakukan bunuh diri. Semakin baik kondisi yang kita dapatkan, semakin cemas dan putus asa diri kita. Seperti kata Albert Camus, “Kamu tidak akan bahagia kalau terus mencari rumusan bahagia.” Dan Durkhein menyatakan bahwa semakin nyaman dan etis sebuah masyarakat, semakin pikiran kita membesar-besarkan kesembronoaan yang sepele. Reaksi-reaksi emosional kita terhadap aneka problem tidak ditentukan oleh ukuran problem tersebut.
Hidup yang baik bukan berarti menolak penderitaan, yang sesungguhnya adalah menderita untuk alasan-alasan yang benar.

Untuk membangun dan merawat harapan, kita membutuhkan tiga hal: kesadaran akan kendali, kepercayaan akan nilai sesuatu, dan sebuah komunitas. Represi Freud bahwa hidup ini kita jalani dengan menekan ingatan-ingatan masa kecil yang menyakitkan, dan dengan mengangkatnya lagi ke dalam kesadaran, kita membebaskan emosi-emosi negatif yang terpendam di dalam diri kita.

Pertama kendali diri. Dibutuhkan lebih dari sekadar kemauan untuk meraih kendali-diri. Rupanya gerak-gerak emosi kita turut menolong kita baik dalam membuat keputusan maupun bertindak. Kita hanya tidak selalu menyadarinya. Kita memegang erat narasi tentang kendali-diri karena percaya bahwa pengendalian diri secara komplit merupakan sumber besar harapan kita. Pada akhirnya, hanya emosilah yang menggerakkan kita untuk bertindak. Ini karena tindakan adalah emosi. Kendali-diri merupakan problem emosi; kemalasan merupakan problem emosi; suka menunda merupakan problem emosi; ketidakmampuan meraih prestasi merupakan problem emosi; kegelisahan merupakan problem emosi.

Untuk melahirkan harapan dalam kehidupan kita, kita pertama-tama harus merasa seolah kita memiliki kendali terhadap kehidupan kita.

Kedua kepercayaan akan nilai sesuatu. Ada tiga tipe agama: Agama spiritual: kepercayaan pada benda-benda yang ada di luar dunia fisik dan material contoh Islam, Hindu, animisme; Agama Ideologis: harapan dari luar dunia natural contoh kapitalisme, liberalism, fasisme, nasionalisme; Agama Interpersonal: harapan dari orang lain contoh tokoh olahraga, pemimpin kharismatik, pemain sepak bola, Saoirse Ronan, sampai eheemmm… Sherina Munaf.

Agama spiritual tahan banting karena kepercayaan supranatural tidak pernah bisa dibuktikan keberadaannya atau dibuktikan ketiadaannya. Ideologi merupakan kepercayaan yang dikontruksi secara sosial yang sepenuhnya kita terima berdasar keyakinan belaka. Ideologi buruk macam rasisme atau seksisme langgeng lebih karena ketidaktahuan ketimbang kebencian. Sementara Interpersonal sepenuhnya adalah tentang kelekatan emosional. Dan cara terbaik untuk membangun kelekatan tersebut, adalah dengan membuat orang berhenti berpikir kritis. Bukti dipakai demi kepentingan-kepentingan nilai Tuhan, bukan sebaliknya. Saya tahu kita suka berpikir kita lebih memilih tinggal di sebuah dunia yang damai dan harmonis, tapi sejujurnya, dunia macam itu tidak akan bisa bertahan lebih dari sekian menit. Bagaimana cara Anda menjalani hidup ini supaya jadi bermakna? Inilah pertanyaan abadi manusia yang tidak pernah bisa dijawab, dan inilah alasan mengapa kesadaran akan rasa bersalah menjadi dasar hampir seluruh agama spiritual.

Ketiga komunitas. Pengalaman menghasilkan emosi. Emosi menghasilkan nilai. Nilai menghasilkan cerita-cerita tentang makna. Dan orang yang berbagi cerita makna yang sama, berkumpul bersama untuk menghasilkan agama. Ada benang merahnya ‘kan? Di era serba instan gini, kita memang menuju darurat kebersamaan sosial. Namun justru sekarang muncul epidemi Corona. Jangan panik, sementara batasi diri. Setiap orang memiliki kemampuan melawan kejahatan. Penyakit-penyakit terus meluas, tetapi begitu pula obatnya, karena harapan itu menular. Harapan adalah yang dapat menyelamatkan dunia. Tetap jaga kesehatan. Kita tahu kita harus berhenti merokok atau stop mengudap gula atau berhenti membicarakan kejelekan kawan kita di belakang, tapi kita (sayangnya) tetap melakukannya. Dan itu bukannya karena kita tidak cukup tahu, tapi karena kita tidak cukup merasa nyaman.

Kita adalah makhluk yang paling mudah terhipnotis saat tertimpa permasalahan. Orang-orang yang kehilangan imannya pada Tuhan yang spiritual, akan mencari Tuhan duniawi.

Masing-masing dari kita, ada kalanya, suka memperdaya diri sendiri dengan percaya bahwa apa yang baik untuk kita pasti juga baik untuk semua orang. Orang-orang memang memuakkan, dan hidup ini sungguh sulit dan tidak bisa ditebak. Kebanyakan dari kita menjalani hidup ini asal ngalir aja, dan sebagian malah sungguh-sungguh tersesat.

Semakin bertambah usia semakin terbuka pikiran, semakin pula menyadari banyak hal harus dipilah. Sering, seiring waktu, kita menyadari bahwa apa yang biasa kita yakini sebagai sesuatu yang penting tentang dunia ini, ternyata terbukti tidak begitu. Karena kita berhenti menghargai sesuatu, sesuatu pun tidak lagi menarik atau menyenangkan di mata kita. Sewaktu SD kita menganggap sepeda mini adalah impian besar, sewaktu SMP pacar cantik adalah idaman, sewaktu SMA pergi kuliah ke UN dengan jurusan dokter adalah hal tertinggi yang harus digapai. Setelah lulus, menikah dengan gadis pujaan menjadi prioritas, dst. Ini hanya perumpamaan, seiring waktu status penting akan terus berubah dan bertambah. Kedewasaan adalah kesadaran bahwa terkadang sebuah prinsip yang paling inti adalah tentang baik dan buruk yang tidak bisa ditawar-tawar, yang bahkan jika itu menyakitkan Anda hari ini. Kejujuran lebih penting ketimbang mendapatkan apa yang Anda inginkan atau meraih suatu target. Kejujuran pada dasarnya adalah baik dan bernilai, dalam situasi apa pun.

Ada sesuatu yang bernilai di sana, artinya Anda masih memiliki harapan. Ketiadaan harapan adalah akar kecemasan, penyakit jiwa, dan depresi. Kemajuan, menurut pendapat mereka, terus bergulir, tanpa putus, di sepanjang sejarah modern. Orang-orang semakin terdidik dan melek informasi ketimbang sebelumnya. Jadi, konfliklah yang menjaga harapan kita. Moralitas itu bisa diwujudkan di masa depan harus dimulai dengan sesuatu yang disebut amor fati, ‘cinta pada nasib seseorang.’ Dan harapan adalah penyebab sekaligus akibat dari keambyaran tersebut. Harapan di Yunani dipakai Hesiodos dengan ‘ekspektasi yang menipu’.

Ingat bahwa untuk merasakan harapan, kita perlu meyakini adanya masa depan yang lebih baik di luar sana (nilai); kita harus sungguh-sungguh yakin bahwa kita mampu meraih masa depan yang lebih baik tersebut (kendali diri); dan kita harus mencari orang-orang lain yang memegang nilai-nilai yang sama dan mendukung upaya-upaya kita (community). Jangan mengharapkan kehidupan yang lebih baik. Cukup hiduplah dengan baik. Harapan pada akhirnya menghancurkan diri sendiri sekaligus mengekalkan-dirinya-sendiri. Karena satu-satunya hal yang bisa menghancurkan sebuah mimpi adalah dengan mendapatkannya.

Pakar militer Carl von Clausewitz bilang, “Mau dibilang apa, perang adalah kelanjutan dari politik.” Pasca perang, Orang-orang belajar untuk menaruh harapan pada hal-hal yang sederhana: keluarga yang stabil, pekerjaan yang stabil, anak-anak yang aman – aman dalam arti sesungguhnya. Perang adalah buah dari harapan yang keliru. Formula Kemanusiaan berbunyi, “Bertindaklah dengan mendudukan kemanusiaan, senantiasa sebagai tujuan, bukan hanya sebagai sarana.

Bersambung…

Segala-galanya Ambyar | by Mark Manson | Diterjemahkan dari Everything is F*cked | Copyright 2019| Penerbit HarperCollin | ID 572040009 | Penerbit Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo) | Cetakan kedua, Februari 2020 | Alih bahasa Adinto F. Susanto | Tata isi wesfixity@gmail.com | Sampul wesfixity@gmail.com | modifikasi desain karya asli Leah Carlson-Stanisic | ISBN 978-602-052-283-8 | Skor: 4.5/5

Untuk Fernanda, tentu saja
Karawang, 290220 – 060320 – 140320 – Andra and The Backbone – Hitamku

Thx to Mira C