Before Sunset: Baby, You are Gonna Miss that Plane

Celine: Even being alone it’s better than sitting next to your lover and feeling lonely.

===tulisan ini mungkin mengandung spoiler===

Well, spoiler apa? Delapan puluh menit yang disajikan adalah adegan ngobrol! Wow. Just wow. Sekuel dahsyat. Pasca one night stand gaya filsuf di Wina sembilan tahun sebelumnya, mereka tak berjumpa. Janji temu kangen enam bulan yang disepakati tak terealisasi mulus karena sebuah bencana, neneknya Celine di Budapest meninggal dunia. Dan ujug-ujug penonton di tempatkan di Paris. Kota tujuan Celine kala berkereta sebelumnya. Dengan lanskap kota romantis inilah kita menjadi saksi betapa film orang ngegoliam sepanjang sejam dua puluh menit jadi begitu hidup.

Jesse Wallace (Ethan Hawke) kini menjadi penulis best-seller novel This Time yang terinspirasi dari pertemuan mereka di Wina dalam parade fantasi. Ia melakukan tur promo buku keliling Eropa, Paris menjadi kota terakhir sebelum balik ke New York. Dalam diskusi di toko buku Shakespeare and Company, saat sesi tanya jawab berlangsung, tak dinyana di sisi kanannya terlihat Celine (Julie Delpy). Setelah usai diskusi, mereka ngobrol bentar di tengah tatanan buku. Ya Allah, impian banget ketemu orang yang paling di rindu di antara lemari buku dengan gelora sejuta tanya, lalu janjian di depan, Jesse punya waktu sampai magrib yah sekitar jam tujuh tuga puluhlah, ia akan diantar sopir pribadi Phillipe. Maka ia meminta nomor sopirnya, lalu reuni film ngegoliam dimulai. Kalau di Before Sunrise mereka punya 24 jam bercengkrama, kali ini mereka hanya berjarak beberapa menit dari adzan magrib.

Dari beranda toko buku mereka berjalan ke kafe, menampilkan 11 menit syut tanpa putus, setelah ngopi mereka ke taman, lalu naik pesiar sungai ngegoliam di antara debur air dengan background matahari senja, merasakan aroma romantisme Paris sejati, lalu di perhentian kapal, sang sopir sudah menanti, rasa kangen masih belum hilang gan. Lanjut antar Celine ke apartemen (kedua orang yang tampil di sini adalah orang tua asli Julie Delpy), sempat berdebat di dalam mobil, fakta penting terungkap: Celine sejatinya memendam asa mendalam dan rencana mampir ngeteh di kamar menjelma buncah asmara tak berperi. Bersama ending menggantung dengan gaya joget manja Celine melontarkan kalimat “Kamu akan ketinggalan pesawat, sayang.” Dan dibalas Jesse, “I Know.” Biadab. Keren banget. Penonton terpana dan mencipta spekulasi, sukaaaaaa sekali ending ginian. Drama umat manusia dalam rangkaian sketsa kehidupan, lonceng di kepala masing terdengar gaungnya, tapi film sudah ditutup, ini jauh lebih penting ketimbang penjelasan gamblang.

Dari obrolan mereka kita tahu, Jesse menjadi penulis, sudah menikah dengan guru SD dan memiliki anak empat tahun bernama Henry. Celine masih sendiri, berpacaran dengan jurnalis, menjadi pejuang lingkungan. Yang mengerikan dari kejadian ini ada dua: pertama kenapa Celine ga datang Desember itu? Neneknya meninggal. Kok ga perjuangkan cari sih? Lantas Jesse datang ya? enggaklah. Nah… becanda. Jesse tentu saja ke Wina, mencari pujaan hatinya berhari-hari, meninggalkan tanda, nomor yang bisa dihubungi, dan frutasi. Sunset terlihat sekali betapa Jesse lebih banyak mengamati tingkah Celine yang lebih melontarkan bola. Seperti kebanyakan laki-laki, kita memang wajib menjadi pendengar yang baik.

Fakta gereget kedua adalah, Celine pernah tinggal di New York di waktu yang sama dengan Jesse. Wow, bisa jadi mereka hanya berjarak sepelemparan batu, bisa jadi mereka sejatinya sempat berpapas singkat, bisa jadi mereka hanya saling berpunggung saat di pasar loak, dan bisa jadi lainnya. Luar biasa yang bikin cerita, hanya bermodal omongan dan imaji liar pengandaian terpola menengadah. Andai mereka tukaran alamat, andai mereka tukaran nomor telpon, andai mereka punya telepati. Andai ini andai itu andai begini andai begitu andai andai andai… masa lalu ke masa kini hanya punya satu lubang cacing dalam linier waktu. Ah mengerikan, manusia tak punya kesempatan memperbaiki kejadian lampau.

Kehidupan adalah kejar-kejaran tak berujung, segala sesuatu yang pernah dikumpulkan akan lenyap bagai asap. Lalu bagaimana lolos darinya? Saya percaya reinkarnasi kata Celine sembilan tahun lalu, sekarang itu terdengar konyol. Yah, seperti kita semua. Kita akan mengalami gagap pengetahuan, asal ga terjerumus saja. Manusia mengejar kekayaan, kekuasaan, uang, pengetahuan, menghasilkan keturunan, membangun rumah nan istana. Apapun yang manusia capai, manusia tak akan pernah puas. Orang miskin memimpikan kekayaan, orang punya lima juta berharap lima puluh juta, orang punya Agya bermimpi ganti Fortuner, bahkan seorang milyader dan terkenal jarang merasa puas. Manusia dihantui oleh rasa kekhawatiran dan kepentingan tiada henti.

Masih percaya Celine dengan bukunya hanyalah mitos? Mitos ternyata lebih kuat daripada yang dibayangkan siapapun. Ketika Jesse mengamati kamar Celine, tampak buku This Time karya Jesse, ough… betapa, demi apa? Bayangkan Sherina Munaf ke kamarmu, memandangi koleksi bukumu dan ada bukumu di rak itu, buku yang didedikasikan untuk Sherina. So weird. So wild.

Film ini masuk nominasi best adapted screenplay Oscar, kalah sama film Sideways. Karena banyak improvisasi, naskah akhirnya jadi hak mereka bertiga. Memang filmnya ngalir saja, seperti kebanyakan orang jalan sambil ngobrol. Jelas, ocehan mereka laiknya filsuf sehingga sungguh berkualitas. Tentang pernikahan, tentang bahagia, tentang agama, tentang ‘penyesalan’ masa lalu dengan pengandaian mereka bisa bertemu bisa jadi keadaan ga kayak gini.

Bonus cameo kucing Che yang dipeluk Celine dari halaman ke lantai atas, lalu dilepas di kamar, seolah si kocheng jadi saksi akhir film ini sejatinya bagaimana. Jadi akhirnya, terbang atau malah indehoy Cing?

Celine memetik gitar dan bersendung lagu Waltz yang ditulis sendiri olehnya. Ada kata ‘Jesse Kecil’ di dalamnya. Hanya akting di depannya atau lirik aslinya memang itu beb? Jesse memasukkan cd musik album Tomato Colection oleh Nina Simone dan menekan play, pas di lagu ‘Just In Time’ dengan iringannya Celine berdeklamasi. Seolah ejawantah Karl Marx dalam The Eighteenth Brumaire of Louis Bonaparte, “Gelegar musik pembuka yang mencanangkan pertandingan melenyap dari pendengaran dengan geraman malas segera saat berlaga harus dimulai, para pemain berhenti memperhitungkan dirinya dengan serius dan lakon pun ambruk sama sekali seperti gelembung tercoblos… dan memberkati musuh-musuhnya saja dalam kekuatan gelora…”

Kita tak tahu akan ke mana?’ sembilan tahun lalu dalam syair kini menjelma lagu Nina dalam lirik, ‘…Aku tahu ke mana aku akan pergi…

Anggap saja ini ongkos berpikir. Final line, ‘I know’ jelas adalah cikal bakal layangan putus.

Before Sunset | Year 2004 | Directed by Richard Linklater | Screenplay Richard Linklater, Ethan Hawke, Julie Delpy | Story Richard Linklater, Kim Krizan | Cast Ethan Hawke, Julie Delpy | Skor: 5/5

Karawang, 231119 –Michael Franks – Hourglass

Rekomendari ke 4,6 dari tujuh belas Film Paling Romantis Bank Movie ini dipersembahkan oleh Bung Fariz Budiman. Thx.