Will: Take it easy, Maya. It’s just a story. And this one has a happy ending.
Keseruan menelusur masa lalu sang ayah tentang pasangan hidup, jatuh bangun karier sampai stimulan tebak kemungkinan kedepan bagaimana? Seru sih, terhanyut dalam problematika cinta tak biasa. Sejatinya kehidupan manusia era modern memang semacam siklus. Besar dan tumbuh dengan cinta gadis daerah, merantau untuk menyongsong masa depan, menemukan cinta baru di kota lain, lalu ketika usia matang harus menentukan pasangan, dilematis menyapa. Hal-hal yang biasa, hal-hal yang sering terjadi dalam keseharian kita semua. Kali ini, lebih menyentuh kalbu karena dituturkan oleh sang pelaku langsung kepada putri tunggalnya yang jelang memasuki usia remaja, yang penuh tanya dan prasangka tentang asmara orang tua.
Kisahnya tentang Will Hayes (Ryan Reynold), pria (jelang) duda yang bercerita kepada putrinya, Maya (Abigail Breslin) yang masih berumur 10 tahun. Ketika di sekolah ada pelajaran seks, Maya bertanya bagaimana cinta orang tua mereka bermula. Will lalu bernarasi dengan merahasiakan nama, dan beberapa fakta sehingga Maya diminta menebak, siapa nanti yang jadi ibunya. Cara bercerita santai, di kamar tidur, jelang bobo, bukan satu arah, jadi beberapa kali kesela Maya yang menanyakan dan memastikan tindakan Will, seperti ‘oh dulu ayah ngerokok!’, ‘panggilan apa untuk lelaki jalang?’, ‘wait… threesome?’ dst.
Kilas balik itu di Wisconsin, Amerika tahun 1992 Will muda merantau ke New York untuk karier politiknya, menjadi juru kampanye Bill Clinton. Meninggalkan kekasih pujaan Emily (Elizabeth Banks), janji setia janji pergi untuk kembali untuk masa depan bersama, tampak pasangan ideal. Emily menitipkan sebuah kantong berisi diary kepada Will untuk diberikan kepada sobat lamanya Summer Hartley (Rachel Weisz), seorang jurnalis muda penuh bakat. Dilema Will muncul ketika rasa penasaran isi buku harian, yang ternyata sebuah rahasia masa lalu yang panas antar dua-gadis! Will makin pening ketika ke apartemen Summer, bertemu penulis terkenal Hampton Roth (Kevin Kline) di kamarnya. Dan di pertemuan pertama mereka sebelum berpisah, Summer mencium Will. Wow.
Ujian kedua Will muncul di kantor, seorang gadis fotokopi yang aduhai April (Isla Fisher), berawal dari taruhan rokok mana yang cepat habis, lalu karena malam itu ulang tahunnya, April mengajak Will jalan, dan berakhir di kamarnya dengan ‘pamer’ buku langka karya Jane Eyre. Dan boom! Berakhir dengan ciuman. Padahal, Will hanya diminta akting melamar dengan cincin dan susunan kalimat puitis. Nah! Nah! Nah! Sungguh sulit memang mencoba rekat kuat hubungan jatak jauh. April ini menurutku, yang paling ideal. Melakukan petualang keliling dunia, menyukai novel sepenuh hati, melanjutkan kuliah demi pendidikan yang lebih baik, dan sungguh kedekatan sama bapaknya menyentuh.
Kejutan besar film ini sejatinya adalah ketika Emily datang ke New York, skenario lamaran Will di taman Central dengan cincin dan meletakkan lutut di bumi, dan sebelum kalimat ‘will you marry me’ terucap, Emily mengungkap fakta selingkuh. Wow, sakit sekali. Gadis pujaan semasa belajar, gadis masa depannya melakukan perbuatan jahat. Dari titik inilah keseruan film sejatinya dimulai. Tebakan Maya meliar lalu alur cerita jadi melebar, mendebarkan. Setelah terjatuh, obat paling baik memang menyibukkan diri. Will lalu kejar karier politik, bersama teman sekamarnya Russel (Derek Luke), kisahnya bersisian dengan sejarah asli di mana Bill Clinton jadi presiden Amerika lalu skandal menghebohkan dunia politik dunia dengan Monica Lewinsky. Releate dengan kisah cinta Will bak roller coaster.
Kisah ini berujung bahagia. Karena dengan diungkap siapa ketiga gadis itu di dunia nyata, Maya mendorong Will untuk mewujudkan hasrat cinta sejatinya. Memang akhirnya orang tua Maya bercerai, tapi ada garis bahagia yang wajib diperjuangkan. Dan dari ketiganya, Maya mengharap ayahnya bahagia, ia tahu, Will tahu. Well, monir report: film ini berakhir bahagia. Serius! Jean Jacques Rousseau pernah berujar, “Apa yang kurasa baik adalah baik. Apa yang kurasa buruk, adalah buruk.”
Untuk bahagia kita memang perlu menipu diri. Saat Will bilang, saya bahagia lalu dibantah anaknya, ‘percayalah kamu tak bahagia!’ seolah tamparan. Apa apa pedulimu Nak, saya menampilkan ini agar kamu tak cemas. Agar kamu bisa menjalani hari-hari ke depan lebih optimis. Kebahagiaan adalah menyeimbangkan delusi pribadi dengan makna delusi kolektif yang dominan. Jalan dari masa lalu ke masa kini hanya menyusut satu garis, tapi banyak sekali kemungkinan garis yang akan ditarik ke masa depan. April, Summer, Emily adalah masa lalu dan bisa jadi ada yang segaris untuk masa depan? Percayalah, manusia memang memiliki kemampuan luar biasa untuk mempercayai kontradiksi.
Mencintai film romantis memang susah-susah gampang. Definitely diluarduga menyenangkan. Temanya padahal sederhana banget. Narasi cinta dan kemungkinan ke depan mau ngapain? Mungkin karena sejak mengenal Little Miss Sunshine saya sudah menyukai Abigail Breslin, sehingga menyaksikan aktingnya lagi, selagi masih imut dalam perjalanan ke Bandung tanggal 28 Oktober kemarin seolah nostalgia. Sungguh, di tahun 2000an Abigail ini dulu setara Saoirse Ronan, semenyenangkan ikuti pesona Emma Watson, Chloe Moretz, Dakota Fanning, dan tentu saja Georgie Henley. Tema bercerita cinta seorang lelaki kepada gadis remaja ini jua mengingatkanku pada film (500) Days of Summer. Rasanya plot seperti ini lebih mudah menyentuh penonton ketimbang menjadi sudut pandang orang pertama secara runut, tambahkan karakter patah hati di dalamnya, romansa sedih selalu menjadi tema agung dalam drama. Seorang gadis memang lebih dekat dengan ayahnya secara emosional ketimbang ibunya. Selamat Hari Ayah bagi semua lelaki yang akan dan sudah menjadi ayah.
===spoiler===
Judul film ini juga terdengar lucu nan ironi. Dalam adegan akting melamar ditampilkan, April memang hanya menjadi peran pengganti tunangan Will, tapi malah menjadi kenyataan karena setelah berkeyakinan, malah ragu lalu klik itu tercipta. Menyenangkan memang melihat kembali cerita cinta anak muda, ada debar, ada hal-hal remah yang memicu keputusan besar, hingga peluang lubang cacing muncul karena hal-hal yang awalnya terasa pasti menjelma ‘nanti dulu’, rasanya ada yang perlu diluruskan. Dan ciuman merubah banyak hal. Ah masa muda… urusan orang dewasa memang rumit Nak. Voila! Jam demi jam merambat dengan gelisah, hari demi hari berjalan dengan gontai tapi pasti. Satu lagi film romantis baru saja kulewati.
Kesimpulan Will menceritakan asmara kepada putrinya mengingatkanku pada novel Jane Eyre paling terkenal: Wuthering Heights dimana kisahnya adalah narasi seorang pemiliki rahasia kepada seseorang, biarkan kututup tulisan ini dengan kutipan darinya. “Nelly, maukah kau menyimpan rahasia untukku?” / “Apakah rahasia itu layak disimpan?” / “Ya, dan rahasia ini membuatku cemas. Aku harus mencurahkannya…”
Definitely, Maybe | Year 2018 | Directed by Adam Brooks | Screenplay Adam Brooks | Cast Ryan Reynolds, Elizabeth Banks, Isla Fisher, Rachel Weisz, Derek Luke, Kevin Kline, Abigail Breslin | Skor: 4.5/5
Karawang, 121119 – The Cranberries – Dreams
*) film kedua dari tujuh belas rekomendasi film teromantis Bank Movie ini dari Bung Huang