“Sekarang ke mana?” / “Kita terus ke Ngawi.” / “Kaukira kau akan menemukan sesuatu di sana?”
Buku yang sangat bagus. Semacam nostalgia. Pertama baca pas masih sekolah di Perpustakaan Kota Solo. Terpesona sama alurnya, detektif dengan kearifan lokal. Yang paling kuingat setelah satu setengah dekade berlalu, adalah susunan plotnya yang rapi, walaupun tertebak siapa pelaku pembunuhan kita masih sangat bisa enjoy. Sama dialog di catatan pembuka, ‘kita terus ke Ngawi.’ Karena waktu itu kakakku baru menikah dan dapat orang Ngawi, kota ini selalu mengingatkan pada dian yang padam. Garis besarnya adalah kisah gadis muda bernama Dian Ambarwati di akhir pekan ditemukan tewas dibunuh. Pembaca ditantang untuk menganalisis dan menebak siapa pelakuknya? Kisah asmaranya coba dikuak, ternyata ia sedang hamil. Pacar terakhirnya Insinyur Drajat diinterogasi dan menjadi target tangkap paling kuat, tapi setelah berlembar-lembar malah makin menjauhkannya dari kemungkinan status tersangka. Lalu muncul dugaan lain dari tunangan sang Insinyur yang bisa saja cemburu, iri akan kecantikannya. Muncul pula kemungkinan lain mantannya dari kampung, yang malam itu ternyata bertemu, sampai kemungkinan rekan-rekan kerja dan atasan dengan berbagai respon.
Cerita awalnya diambil dari sudut pandang seorang istri yang melewatkan hari dengan sepi, seorang gadis keturunan kaya bernama Frida Sumarsono dari Ujung Pandang. Ia menikah dengan Sumarsono dengan kilat, setelah berkenalan. Adegan sedih anjing yang tertabrak dan mencoba melupakan sang mantan Frans yang ambisius. Frida Sumarsono tidak tahu dengan pasti apakah ia mencintai suaminya atau tidak, ia bertekad mensukseskan pernikahan. Kesibukan bisa mengobati luka hatiku dan mengalihkan kesedihanku.
Sumarsono adalah asisten Pak Sugeng pemilik biro periklanan Ramanda, tempat kerja sang korban. lalu sudut pandang berganti-ganti menyesuaikan dengan alur. Dan yang akhirnya kita menjadi detektif.
Semua coba dirunut dari awal. Dian yang terlihat polos ternyata memiliki masa lalu yang keras, masalah dengan pacarnya menyeret cerita luka yang mau tak mau harus diungkap. Tidak ada manfaatnya berkorban untuk laki-laki. Mereka tidak tahu menghargai pengorbanan. Kasus bermula saat Bu Firda datang langsung ke kantor suaminya untuk mengundang makan malam di hari Sabtu jam tujuh untuk Pak Sugeng dan beberapa karyawan. Semacam jamuan, sang suami kaget tapi tetap tenang (klu nomor satu).
Sore itu Dian coba dijemput mantannya Insinyur Drajat pakai skuter, sudah sering ditolak tapi tetap saja nekad. Padahal ia sudah tunangan dengan Herlina Subekti yang sering cemburu terhadap Dian. “Kalau di dunia ini setiap orang diizinkan berbuat sesukanya, manusia sudah lama punah.” Hubungan mereka memang terlihat minim cinta, Drajat yang mengharap cinta Dian, Herlina yang bersumpah akan mematahkan lehernya jika berani merebut kekasihnya (simpangan klu nomor dua).
Sementara, mantan Dian yang lain dari Ngawi Purnomo Jalaludin masih memendam cinta setelah Dian pergi dalam rantau. Malam itu ia ke kontrakan Dian, memacu motornya untuk berunding sesuatu ( sampingan klu nomor tiga). Waktu itu akan selalu ada, tidak sekarang bisa besok, luput besok, lusa masih menanti, mengapa harus tergesa-gesa? Sampai pada suatu saat kematian memutuskan segalanya, dan manusia menjadi menyesal. Memang tak ada yang tahu hari esok, rahasia Ilahi. Dian, sabtu pagi tak kelihatan di kantor. Ia ditemukan meninggal dunia. Dua puluh tahun, baru dua bulan di Surabaya. Mati muda.
Maka kapten polisi Kosasih mendapat tugas menuntaskan kasus. Ia meminta narapidana cerdik Gozali membantunya, mereka menjadi satu tim. Duo detektif laiknya Sherlock dan Watson. Mereka melakukan wawancara ke kantor periklanan, ke pemondokan Narti tempat Dian tinggal, demi mencari ujung benang kusut itu.
Drajat yang gugup, tunangannya Herlina yang sinis. Seorang gadis yang benar-benar mencintai seorang laki-laki, tidak akan bersikap sedemikian santainya kalau ia harus melepas orang yang dicintainya. Tidak ada di dunia ini wanita yang demikian acuhnya atas putusnya pertunangan mereka. Rekan kerja yang sedih, tetangga pondok yang shock, mantannya yang sangat kehilangan. Apakah Anda pikir saya mau mempertaruhkan kebebasan saya dan mengambil risiko meringkuk di penjara hanya demi memperebutkan cinta seorang lelaki? Ia membantah sebagai pelaku, straight tanpa ragu (klu penting keempat). Dituduh menghamili adalah satu hal, tetapi kalau dituduh membunuh, sudah hal yang sama sekali lain. Trik-trik dilempar. Kosasih sadar bahwa dirinya telah sengaja berbohong. Nurlita tidak pernah melihat nomor kendaraan Purnomo lagi kalau harus dikonfrontasi.
Benang kusut ini seakan sulit diurai. Sampai akhirnya mereka memutuskan ke Ngawi untuk bertemu keluarga. Yang sudah mendahului kita sebaiknya direlakan saja, yang masih hidup ini yang butuh perhatian. Sebagai anak bungsu yang manja tapi tegar, memang berat sekali rasa kehilangan. Yang paling terpukul jelas ayahnya, Pak Prabowo yang sejatinya ga setuju si bungsu merantau. Dan tak disangka mereka menemukan sebuah potret yang membuka jalan kasus ini diselesaikan. Di Ngawi yang awalnya nyaris hopeless, duo ini malah hampir-hampir tak sengaja mendapat jawab dari ngobrol iseng dengan kakaknya Dian. Dan sesuai segala petunjuk yang ditebar, mereka bergerak cepat meringkus sang pelaku, walau masih ada satu hal yang mengganjal mereka harus cepat bergerak sebelum sang pelaku kabur. “Coba ceritakanlah tentang pesta itu.”
Jarang sekali saya membaca kisah detektif lokal, lebih-lebih ini adalah buku lama. Dikemas dengan sederhana, bukunya tipis, dicetak lebih kecil dari buku biasa, sedikit lebih besar dari buku saku. Kovernya tak kalah sederhana, dengan latar coklat, sebuah kertas di atas meja dengan lilin (dian) yang kini sudah padam. Banyak buku-buku S. Mara GD dicetak seperti ini, beberapa cetak ulang dan menanti waktu yang tepat untuk kubaca. Era sekarang memang memungkinkan kita untuk langsung interaksi dengan Penulis. Maka di media sosial, secara kebetulan saya berteman dengan beliau. Menjadi tahu, keseharian sang idola. Semoga panjang umur, dan terus menulis ya Bunda.
Buku ini terbit tahun 1985, saya masih bayi. Dan era-itupun sang Penulis sudah berbilang modern. “Seribu gombal yang mudah diucapkan dan dilupakan oleh pasangan-pasangan modern sekarang.” Setiap era selalu mengklaim terbarukan, seperti kita saat ini yang berujar ada di masa modern, padahal dua puluh tahun lagi kita dilindas zaman dan tahun 2019 akan tampak sangat usang. Begitu juga nanti tahun 2039, mereka jelas akan bilang canggih nan modern, padahal waktu yang kejam akan menggerus mereka juga.
“Untuk satu orang koruptor yang tertangkap, ada seratus orang bebas berkeliaran dan bergelimang dalam kekayaan.”
Kejujuran adalah sikap fundamental seseorang.
Misteri Dian Yang Padam | Olrh S. Mara GD | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | GM 401 01 13 0046 | Pertama kali terbit 1985 | Cetakan keenam, Juni 2013 | 248 hlm.; 18 cm | ISBN 978-979-22-9714-0 | Skor: 4/5
Karawang, 260619 – Nikita Willy – Akibat Pernikahan Dini
#30HariMenulis #ReviewBuku #Day25 #HBDSherinaMunaf #11Juni2019