The Clockwork Three #14

“Dengarkan kalian berdua. Aku akan membantu kalian apabila kalian membantuku. Aku akan membantumu melihat jam kepala itu dan aku akan membantu Hannah menemukan harta karunnya, asalkan kalian berdua mau membantuku naik ke kapal itu untuk pergi ke Italia.”
Novel yang biasa. Agak mengecewakan, terutama endingnya. Happily ever after. Kisahnya yhanya berkutat di dalam satu kota, melibatkan tiga anak yang punya kepribadian unik. Nasib menyatukan mereka, dengan motif masing-masing mereka sepakat bersatu. Dengan sebuah mesin jam yang dicipta, lalu legenda kepala perunggu jam yang ajaib, mereka mengalami petualang yang tak terlupa. Sayang sekali, ending-nya terlalu sederhana. Happy untuk semua. Cerita yang bagus harus memberi konflik rumit dengan tantangan nalar, kalau perlu matikan karakter penting. Sayangnya ini buku anak-anak.

Kubaca cepat di bulan Maret, buku yang kubeli di bulan itu juga di Gramedia Karawang karena muncul di beranda media social berkali-kali sehingga memicu untuk memiliki. Banyak cara untuk membuat kita menetukan pilihan, banyak hal yang bisa mengubah pola pikir, mengubah keputusan. Ternyata Tiga anak dan Satu Jam hanya gara-gara kompor teman-teman maya!
Phineas Stroop
Scandentes festini casus subitos patiuntur – Pendaki yang memanjat terburu-buru akan mudah terjatuh. Berusahalah lebih sabar dan ingatlah bahwa aku selalu melakukan nyang terbaik untukmu.
“Kau sering membaca. Aku khawatir kau tidak cukup tidur.”
“Tapi saya telah belajar bahwa dalam banyak situasi. Lebih baik saya menyimpan pendapat itu untuk diri saya sendiri.”
Madame Constance Bernadette Pomeroy.
Mortals coelom ipsum petimus stultitia – kita makhluk fana ini bersedia menyerbu surge untuk mencapai tujuan.
“Berikan kepercayaanmu pada manusia, bukan pada mesin jam. Kepala perunggu itu jarang memberikan jawaban yang didengar penanyanya.”
Kuntumnya yang pucat tampak sebesar mangkuk sup. Hannah merasa tempat itu cukup menarik untuk duduk-duduk, tapi ia langsung sedih ketika membayangkan Alice duduk di situ sendirian.
“Aku tidak dapat memahami manusia seperti itu. Tidak punya istri maupun anak. Mereka menguburnya seorang diri dalam pemakaman Gereja Old Rock.
Yah, silakan saja dia menyimpan uangnya. Tanah dan kompos adalah emasku, dan bunga-bunga ini permataku. Aku lebih kaya daripada para pengusaha itu.
Biola tua itu menjerit dan mengerang. Giuseppe mengernyit mendengar suara taka sing itu dan bertanya-tanya bagaimana dulu ia bisa mendapatkan uang dengan alat seperti itu. Alat music itu seperti teman yang menyebalkan tapi ia sayangi.
Ada kesetiaan di dalamnya. Dan kasih sayang, dan sedikit rasa bersalah karena telah menelantarkan biola tua itu lalu menggantinya dengan biola hijau.
Bocah kecil itu tampak ingin mennagis. Tapi dia memang selalu tampak ingin menangis.
Kota berdenyut itu bangun dan tidur bergiliran, seperti darah yang dipompakan ke otot yang bekerja keras.
Dan selama beberapa saat ia berusaha meyakinkan diri bahwa peristiwa mala mini tidak nyata. Tak mungkin ini terjadi.
Buku the Clockmaker;s Grimoire, buku tentang sihir, ilmu gaib dan mantra. Tapi mesin jam kan tidak melibatkan sihir.
Isaiah Branch
Dan pikiran akan Miss Wool lenyap seiring tiap langkahnya.
Pertunjukan opera berjudul La traviata
Mesin jam tidak bisa berputar melawan arah. Detik, menit dan jam hanya dapat bergerak maju. Sabar, tepat dan tak dihentikan. Kenangan hanyalah sesuatu yang menyenangkan, suatu ilusi yang dapat pecah bagai ombak terkena pendobrak waktu. Masa lalu akan tetap menjadi masa lalu.
“Selamat tinggal kalian, kacang yang lupa kulitnya, dan tak menguacuhkan panggilan waktu.”
“Kau tahu, kau tegar seperti Hannah dalam al Kitab.”
Ia memandangi pria dan wanita yang berangkat kerja, menyiapkan tugas, menyiapkan dagangan. Bagaimana mungkin kehidupan Hannah berhenti begitu mengenaskan namun dunia tak ada yang tahu.
Aku tidak tahu, cagar alam itu dinamai sesuai dengan nama seseorang. Roland McCauley. Dipersembahkan bagi Roland McCauley. Semoga warisannya tetap hidup di dalam mereka yang sepemikiran dnegannya.
“Anak malang. Aku harap aku bisa menolongmu.” Sepertinya kata-kata itu, yang selalu dikatakan orang dewasa.
Kau tidak membuat jam dengan mekanisme sihir.
Tak kusangka dia nyata.
Teman-teman adalah komoditas yang sangat berharga. Kadang-kadang aku berpikir mengumpulkan mereka lebih banyak.
Kehidupan manusia tidaklah penting. Bahwa tak satu pun ciptaan kita kekal. Bahwa kita semua akan menjadi abu. Dan hanya alam raya yang konstan dan abadi.
Cagar alam itu adalah harta karunnya. Cagar alam itu adalah harta karun milik kota, harta karun kehidupan, dan Hannah sudah menemukannya.

Tiga Anak dan Satu Jam | By Matthew Kirby | Diterjemahkan dari The Clockwork Three | copyright 2010 published by arrangement with Scholastic Inc., 557 Broadway, New York, NY 10012, USA | GM 32201140022 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Alih bahasa Julanda Tantani | Desain sampul eMTe | Cetakan pertama, 2014 | ISBN 978-602-03-0815-9 | 448 hlm.; 20 cm | Skor: 3.5/5

Untuk Azure

Karawang, 130319 – 180619 – Peter Cintotti, David Finck, Kenny Washington – Sway

#Day14 #30HariMenulis #ReviewBuku #HBDSherinaMunaf #11Juni2019

Matahari Dan Baja #13

Ini adalah buku yang rumit. Banyak sekali hal tak lazim yang disampaikan, sebuah perenungan, pemikiran, gagasan yang mendobrak tatanan, impian, nafsu. Dikemas laiknya kumpulan esai, buku ini butuh dipahami dengan pikiran terbuka. Yukio Mishima adalah Penulis Jepang yang tewas karena bunuh diri, atau lebih tepatnya mati dalam lingkaran pasukannya sendiri atas keinginan sendiri.
Jika daya kprpsif kata-kata memang memiliki fungsi kreatif, maka ia harus menemukan modelnya dalam keindahan formal ‘tubuh ideal’ ini, dan bahwa yang ideal dalam seni verbal harus bersandar semata-mata pada imitasi keindahan fisik semacam itu – dengan kata lain, pencarian akan keindahan yang benar-benar bebas dari korosi.
Kata-kata dan realitas yang harus dihadapinya tidak akan pernah berhadapan muka.
Pikiranku, tanpa menyadari apa yang dilakukannya, menunggangi kedua elemen kontradiktif ini dan bagaikan dewa, berusaha untuk memanipulasinya.
Langit yang ditunjukkan oleh intuisi puitisku itu, dan langit yang disingkapkan kepada mata para pemuda awam di lingkungan itu, adalah identik.
Imanku yang buta dan tak wajar kepada kata-kata pun terusir. Pada momen itu, aku turut serta dalam tragedi semua makhluk.
Tanda-tanda individualitas fisik seperti perut yang membuncit (tanda kelambanan spiritual) atau dada rata dengan rusuk menonjol (tanda sensibilitas yang terlampau gugup) sungguh-sungguh buruk, dan aku betul-betul trekejut saat kudapati bahwa ada orang yang menyukai tanda-tanda semacam itu.
Sinar matahari musim panas bertaburan melimpah ruah di atas semua ciptaan. Perang tuntas, tetapi alang-alang hijau tua dinyalakan tepat seperti sebelu,nya oleh cahaya siang yang tak berbelas kasih itu, halusinasi berkisaran di angina sepoi, saat menyentuh ujung dedaunan itu tak sirna lantaran kusentuh.
Permusuhan terhadap matahariadalah satu-satunya pemberontakanku melawan zaman.
Mereka menolak baik hidup maupun ajal seperti yang kulihat, karena matahari ada dalam keduanya.
Pikiran pada dasarnya merupakan milik malam, bahwa penciptaan dengan kata-kata merupakan kebutuhan yang dilaksanakan dalam kegelapan malam yang demam.
Pelatihan tubuh harus didahului pelatihan pikiran kalau ingin mencipta dan mengawasi gagasan-gagasannya sendiri.
Tujuan baru yang diberikan kepadaku setiap hari oleh matahari.
Aku pun dihadapkan dengan bongkah-bongkah baja itu: berat, kokoh, dingin seakan-akan inti sari malam dipadatkan di dalamnya.
Sedikit-demi-sedikit sifat-sifat ototku menjadi mirip dengan sifat baja. Perkembangan yang lambat ini snagat mirip dengan proses pendidikan, yang membangun ulang model otak secara intelektual dengan memberinya makan berupa bahan yang semakin sulit.
Keindahan selalu menghindar dari genggaman kita: satu-satunya hal yang kuanggap penting adalah apa yang pernah ada, atau semestinya pernah ada.
Baja dengan setia mengajarkanku tentang korespondensi antara roh dan tubuh.
Kata-kata bagiku dating sebelum daging, sehingga keberanian, sifat tidak memihak, kekokohan, dan smeua tanda karakter moral yang dirangkum oleh kata-kata itu dibutuhkan untuk memanisfestasikan diri melalui perwakilan wujud luar dan lahiriah.
Aku tak memiliki otot yang cocok untuk kematian yang dramatis. Dna sungguh kebanggan romatikku tersinggung, karena ketakpantasan inilah yang membuatku selamat drai perang.
Sebuah karya harus bersifat organic, memancarkan pendar-pendar cahaya ke semua penjuru.
Bagiku otot memiliki satu kualitas yang paling diinginkan: fungsinya bertentangan sama sekali dengan fungsi kata-kata.
Kata-kata beredar di kalangan anggota sebuah ras sebagai sarana universal untuk komunikasi emosi dan kebutuhan.
Dalam pengertian murni akan kekuatan ini yang tak bisa ditangkap oleh buku maupun analisis intelektual apa pun, aku akan menemukan antithesis sejati atas kata-kata. Dan memang inilah yang tahap demi tahap akan menjadi focus seluruh pemikiranku.
Sangat kecil kemungkinannya bahwa tindak ekspresi akan memuaskan seseorang yang sejak awal telah termotivasi oleh keraguan terhadap tindak itu sendiri.
Semua karya kesusastraan adalah semacam transformasi bahasa yang indah. “EKspresi”, berkat fungsinya sendiri, berarti penciptaan ulang sebuah dunia benda-benda konkret dengan hanya menggunakan kata-kata.
Betapa banyak kebenrana milik orang-orang malas yang telah diterima atas nama imajinasi!
Tidak ada teknik tindakan yang bisa menjadi efektif hingga latihan yang berulang-ulang dicekokkan ke dalam area tak sadar dalam pikiran.
Perlahan-lahan dalam diriku terlahir suatu kecenderunagn kea rah penerimaan positif terhadap rasa sajit, dan ketertarikanku terhadap penderitaan fisik kian dalam. Kendati begitu, aku tak mau percaya bahwa perkembangan ini adalah hasil dari kerja imajinasiku. Penemuanku terjadi secara langsung dengan tubuhku, berkat matahari dan baja.
Saat pertarungan sedang sengit-sengitnya, proses yang lamban dalam membangun otot, dari mana kekuatan menciptakan bentuk dan bentuk menciptakan kekuatan, diulangi begitu singkat sehingga tak tampak oleh mata.
Seni anggar adalh perwujudan sempurna dari semua jenis keindahan yang jantan.
Waktu ke waktu aku melihat kilasan matahari lain yang cukup berbeda dari matahari yang sekian lama memberkatiku, sebuah matahari yang padat dengan nyala perasaan bengis dan gelap, sebuah matahari maut yang tak akan pernah membakar kulit tetapi sennatiasa memancarkan kilauan yang lebih ganjil. Ketimbang matahari yang pertama, matahari yang kedua ini jauh lebih berbahaya bagi intelek. Lebih dari yang lain-lain, bahaya inilah yang membuatku gembira.
Smeua hiasan yang hanya bikin gemuk sudah dibuang.
Kombinasi antara sastra dan bela diri, antara seni dan tindajan.
Saat aku perlahan-lahan belajar dari matahari dan baja tentang rahasia cara berburu kata-kata dengan tubuh.
Prinsip pedang menautkan kematian bukan dengan pesimisme dan impotensi melainkan dengan energi yang melimpah ruah, bunga kesempurnaan fisik dan kehendak untuk bertarung.
Tindakan – bisa dikatakan demikian – binasa bersama mekarnya bunga-bunga; kesusastraan adalah bunga yang tak bisa dibinasakan.
Menggabungkan tindakan dan seni adalah menggabungkan bunga yang layu dna bunga yang kekal, membaurkan dua hasrat paling kontradiktif dalam diri seseorang, serta mimpi masing-masing dari perwujudan kedua hasrat itu.
Pikiranku yang jemu telah mengejar-ejar yang tak terpahami saat tiba-tiba saja misteri itu terurai, tiba-tiba akulah yang memiliki fisik yang indah itu.
Satu-satunya hal yang kekal menjadi milik imajinasi adalah maut.
Bagaimanakah kematian itu berbeda dari kematian yang gemilang? Apakah yang membedakan kematian heroik dari kematian dekaden?
Sejauh terkait dengan kematian yang indha, manusia dikutuk untuk mengalami ketimpangan dan perbedaan keberuntungan yang sepadan dengan ketimpangan dan perbedaan keberuntungan yang dianugerahkan kepadanya oleh takdir saat mereka lahir.
Ia hanya bisa diobjektifikasi melalui tindakan tertinggi – yang kuduga adalah momen kematian, yaotu momen saat bahkan tanpa dilihat pun, fiksi tentang dilihat dan keindahan objekdiizinkan. Inilah keindahan pasukan bunuh diri, yang diakui sebagai tindakan bukan hanya dalam pengertian spiritual melainkan juga oleh manusia secara umum, dalam pengertian ultra-erotis.
Walaupun aku sendiri mungkin tak mampu mengubah dunia itu, aku tetap berharap bahwa dunia akan berubah sendiri.
Gagasan tentang mengubah dunia merupakan kebutuhan yang sama pentingnya dengan tidur dan makan tiga kali sehari.
Tak ada momen yang lebih gemilang seperti saat imajinasi sehari-hari tentang kematian dan bahaya serta kebinasaan dunia ditransformasi menjadi kewajiban.
Kalau kata-kata tidak dapat menopangnya, maka satu-satunya cara menopangnya adalah dengan mata. Inti apel mengorbankan eksistensi demi melihat.

Matahari Dan Baja: Kesaksian Pribadi tentang Seni, Tindakan, dan Ritual Kematian | By Yukio Mishima | Diterjemahkan dari: Sun and Steel | Penerjemah An Ismanto | Penyunting Nurul Hanafi | Perancang sampul & Isi Agus Teriyana | iv + 128 hlm.; 13 x 19 cm | Cetakan pertama, Februari 2019 | ISBN 978-602-52645-8-0 | Skor: 4/5
Karawang, 110619–170619 – Sherina Munaf – Primadona
#Day13 #30HariMenulis #ReviewBuku #HBDSherinaMunaf