“Apa sebabnya aku mendapat kehormatan ini?”
Inilah buku yang kubaca selama libur lebaran di Palur dan Jatipura, saat mudik menjadi teman jelang tidur. Selesai dalam tiga malam. Buku remaja yang memang ringan, ngalir saja, ternyata memuaskan. Memang ekspektasiku tak tinggi, ini semacam trial baca bukunya John Green, saya beli baca satu ini bila sukses membuka kran buku lainnya, semisal The Fault In Our Stars yang terkenal itu. Ternyata lumayan bagus, nama John Green dari awal 2010an sampai sekarang memang sedang hangat diperbincangkan, dulu pas sedang ramai sempat menimang-nimang bukunya di Gramedia Mega Bekasi, dan menanti lima tahun baru benar-benar terealisasi. Jadi mari kita ulas bagaimana tingkah remaja Amerika menyambut kelulusan sekolah.
Buku dibuka dengan dua kutipan. Seperti laiknya semua buku, kutipan yang mewakili isi cerita. Dari Atlas tentang cahaya yang sepintas lewat dalam gelap dan The Mountain Goats tentang arti sahabat. Memang cerita yang disodorkan adalah kisah persahabatan unik antara seorang gadis aneh dengan remaja pria tetangganya yang lurus.
Dan setelahnya, ketika kami pergi keluar untuk menatap lenteranya yang selesai dibuat dari jalan, aku berkata aku suka cara cahayanya menerangi wajah yang muncul sekelebat dalam gelap. – ‘Jack O’Lantern’, Katrina Vandenberg dalam Atlas.
Kata orang, teman takkan menghancurkan satu sama lain. Tahu apa mereka soal teman? – ‘Game Shows Touch Our Lives’, The Mountain Goats
Kisahnya dibuka dengan sebuah potongan adegan di pagi hari. Bagaimana Quentin Jacobsen (di sini lebih sering dipanggil Q) yang berpisah dengan Margo Roth Spiegelman setelah melakukan petualang. Prolog-nya memberitahu kita bahwa penemuan mayat Robert Joyner di taman Jefferson Park oleh mereka berdua di masa kecil menjadikan dua respon yang saling tolak belakang. Q yang pasif dan penurut ditenangkan oleh orang tuanya bahwa semua yang bernyawa suatu saat akan mati, petuah bijak yang wajar dari orang dewasa kepada anak-anak dan Margo yang punya rasa ingin tahu berlebihan laiknya detektif, malah menyelidiki. Ini juga jadi akar nantinya ketika mereka beranjak dewasa. Maka ceritapun dibuka dengan hari terpanjang dalam hidup Q. Cerita dipecah dalam tiga bagian: Senar, Rerumputan, dan Wadah.
Margo menyukai misteri sejak dulu. Dan dalam semua hal yang terjadi setelahnya, aku tidak pernah bisa berhenti berpikir bahwa jangan-jangan lantaran terlampau menyukai misteri, dia pun menjadi misteri.
Bagian Senar adalah satu hari full petualangan Margo dan Q, sudut pandang cerita orang pertama dengan Q yang seorang siswa baik-baik, penurut, pintar, punya absensi kehadiran di kelas menakjubkan hingga dijadikan teladan yang sering disebut para orang tua. Q bertetangga dengan Margo, gadis petualang yang cantik yang pemikirannya memang jauh lebih dewasa. Penuturan hari yang panjang itu sempat bertele dimulai dengan pagi sampai malam yang biasa, membosankan sungguh lamban, karena memang masih pengenalan karakter. Bagaimana kehidupan di kelas di Amerika sana di kelas 3 SMU. Q yang bersahabat dengan si nyentrik Ben yang terobsesi pesta prom, Chuck yang jenius, Radar yang aneh, Margo yang berpacaran dengan Jason Worthington dan berteman dekat dengan Lacey, memiliki anjing lucu Myrna Mountweazel. Setelah runut panjang, sampailah kita di tengah malam. Jendela rumah Q diketuk, dan Margo mengajaknya berpetualang. Menjadikannya sopir, melakukan sepuluh babak. Q yang dasarnya anak baik sempat bimbang, tapi Margo menawarkan malam istimewa yang takkan terlupa. Dan petualang tak terlupapun tercipta. “Ini akan menjadi malam terbaik dalam hidupmu.”
Bagian kedua Rerumputan berkisah hari pasca malam mencekam itu. Margo ga muncul di kelas, Q melanjutkan kehidupan yang wajar, tapi efek malam itu ternyata panjang. Penyelidikan, telusur kejadian untuk memecahkan misteri. Margo yang mempunyai adik Ruthie yang seru dan orang tua yang kesal, karena Margo kini sudah berusia 18 tahun dan dianggap dewasa maka kepergiaannya sudah bukan lagi menjadi urusan polisi bila orang tua tak membuat laporan kehilangan, dan benar saja Margo si anak bengal sudah direlakan pergi dari rumah, memulai kehidupan dewasanya, padahal masih ada pesta prom dan wisuda, sampai berhari-hari tak muncul. Inilah bagian dua yang ditawarkan, Q dkk melakukan penyelidikan ala detektif. Dengan bantuan buku sastra kumpulan puisi Woody Guthrie dan Whitman, terutama Whitman dnegan buku Song of Myself. Kode yang disebar, dengan kalimat-kalimat yang ditandai yang kemudian menjurus ke sebuah petunjuk di pintu kamar Q yang membuatnya harus menyelidiki keluar kota ke lubang troll. Misteri itu belum tuntas sampai bagian ini selesai. Dan beranikah Q melakukan perjalanan ke New York, karena dalam proses selidik ternyata kemungkinan Margo ada di sebuah daerah x yang fiktif. New York yang membentang jauh dari Florida, perjalanan udara tak memungkinkan, mereka kere, maka dengan mobil pemberian orang tua Q mereka pun nekad.
Bagian Wadah adalah cerita perjalanan, dijelaskan dengan detail jam per jam. Dengan mobil hadiah orang tua Q mereka bergantian di belakang stir. Perjalanan misterius menuju kota Agloe, New York yang merupakan kota kertas. Akankah mereka berhasil menemukan Margo? Saya kasih sedikit bocoran, mereka mengalami kecelakaan. Nah! Tertarik kan. Ayoo nikmati kisah remaja Amerika dengan sastra, musik klasik dan ide cemerlang dalam perjalanan darat yang menakjubkan!
Cara bercerita yang bagus. memberi tanya kepada pembaca, menyodorkan sebuah plot yang lucu. Gadis bengal yang menghilang, orang tua yang tak peduli, justru menarik minat tetangganya, remaja seusia yang sejatinya jatuh hati. Lelaki polos yang penasaran, menemukan kota kertas yang misterius yang ternyata ada, berdasarkan fakta. Bahkan kalau kalian coba di google map akan muncul juga kota itu.
Tak seperti masa remajaku yang lurus, pengalaman Q menelusuri kota akan selalu dikenang saat ia nantinya berusia 30-40 tahun. Seperti kalimat-kalimat pembukanya. “… semua orang mendapatkan satu keajaiban. Contohnya, aku mungkin takkan pernah disambar halilintar, atau memenangkan Hadiah Nobel, atau menjadi diktator suatu negara kecil di Kepulauan Pasifik, atau mengidap kanker telinga yang vtak dapat disembuhkan, atau mengalami tubuh terbakar secara tiba-tiba. Tetapi jika kita mempertimbangkan semua hal-hal yang tak mungkin itu sekaligus, setidaknya salah satunya bisa saja terjadi pada masing-masing dari kita. Kau bisa saja melihat hukan katak. Aku bisa saja menapakkan kaki di Mars. Aku bisa saja dimangsa paus. Kau bisa saja menikahi Ratu Inggris atau bertahan hidup bertahun-tahun di lautan. Tetapi keajaibanku berbeda: dari semua rumah di subdivisi di antero Florida, aku tinggal bersebelahan dengan Margo Roth Spiegelman.”
Hebat ya. coba kalimatnya sedikit diubah, aku bisa saja menikahi Sherina Munaf, aku bisa saja mendapat penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa, aku bisa saja menapakkan kaki di Hollywood, aku bisa saja menyaksikan derby della capitale di Olimpico, aku bisa saja bersalaman dengan Saoirse Ronan, dan seterusnya… tak ada yang mustahil di hidup, karena seperti yang Q alami yang tercipta hidup bertetangga dengan Margo yang mengantar malam tak terlupa, kita semua bisa saja kena kutuk menjalani hidup tak sebiasa yang kita kita suatu saat nanti.
“Malam ini sayang, kita akan memperbaiki bayak hal yang keliru. Dan kita akan mengacaukan beberapa hal yang benar. Yang pertama akan jadi yang terakhir, yang terakhir akan jadi yang pertama, yang lembut hati akan mewarisi bumi, tetapi sebelum kita mengubah dunia secara radikal, kita harus belanja…”
SSHISS
Kota Kertas | By John Green | Diterjemahkan dari Paper Towns | copyright 2008 | 6 15 1 60 002 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Alih bahasa Angelic Zaizai | Desain sampul Martin Dima (martin_twenty1@yahoo.com) | Cetakan ketiga, Juni 2015 | ISBN 978-602-031834-9 | 360 hlm.; 20 cm | Skor: 4/5
Untuk Julie Strauss-Gabel, yang tanpa dirinya tak mungkin ini jadi kenyataan
Karawang, 150619 – Kylie Minogue – Spinning Around
#Day8 #30HariMenulis #ReviewBuku
#HBDSherinaMunaf #11Juni2019
Seru sekali ya, sepertinya, bukunya
Btw, ulang tahun Sherina berjarak satu hari dari ulang tahun saya😁
SukaSuka
Selamat ulang tahun kalau gitu. HBD.
SukaSuka
Novelnya bagus, saya juga suka. Tapi filmnya menurut saya kurang 😀
SukaSuka
Beum lihat filmnya, bukunya agak mengejutkanku juga, cerita remaja tapi ga norak, ga labil.
SukaSuka
Ping balik: 110 Buku Yang Kubaca 2019 | Lazione Budy
Ping balik: Looking for Alaska | Lazione Budy