Benarkan kita hanya binatang yang terus-menerus berikhtiar menjadi manusia, Veva?
“Semua manusia menyangka dirinya punya otak. Aku kira itu pandangan yang keliru. Manusia hanya memiliki sesuatu yang menyerupai otak. Otak sejati hanya dimiliki Tuhan. Karena itu aku tak mau berdebat soal otak lagi.” | “Kau mau mengajakku berdebat soal angin?” | Aku menggeleng, “Aku ingin mengajakmu berdebat tentang maling.”
#1. Setelah Pembunuhan Pertama
Ketika cerita dibuka, hal pertama yang terlintas adalah Orang Aneh-nya Albert Camus karena kuncinya jelas: pembunuhan, pantai, Aljazair, pisau. Kisahnya merentang, dari pembunuhan pertama yang berawal dari taruhan, petualang ke negeri asing, kejahatn demi kejahatan, sampai akhirnya identitas diungkap. “Apakah para pembunuh tidak memiliki agama sehingga mereka tidak punya belas kasih?”
#2. Lembah Kematian Ibu
Ironi seorang ibu. Perceraian yang merenggut ketiga anaknya dari dekap karena dibawa mantan suaminya, dan bagaimana ia bertahan hidup dengan ‘anak-anak’ yang lain. Sampai akhirnya tanda-tanda kegilaan muncul. Rob mungkin mulai mengirim sihir busuk. Bagaimana kucing-kucing ini bisa berbicara jika tak ada cenayang yang menyusupkan suara Rob ke taring-taring runcing? Segeralah temukan kisah-kisah para martir Tuhan yang lebih tersiksa daripada kamu. Rasakan luka Kristus, pahami derita Musa. Setelah itu, asuhlah kucing ini sebagaimana kau mengasuh anak-anakmu. “Hanya iblis yang memisahkan aku dari kalian. Hanya iblis yang tak memberi kesempatan seorang ibu untuk mengasuh anak-anaknya…”
#3. Cahaya Sunyi Ibu
Ini adalah salah satu yang terbaik. Respon manusia saat menghadapi masa tua, imaji yang melambung dan keturunannya yang sibuk melawan waktu. Sang ibu yang dirawat di panti wreda Glendale berteman dengan Caroline dan pengaruhnya membentuk semacam konspirasi rumit, entah siapa yang salah segalanya tumpang tindih dan beberapa fakta tetap disembunyikan. “Kalau Caroline mati, pasti tak lama lagi aku juga mati.”
#4. Sihir Suresh
Seorang novelis sedang menggali ide, sedang mengembangkan cerita tentang pembunuhan Gina. Namun ternyata penyelidikan lebih lanjut tak seperti yang tampak kulitnya, karena beberapa lapis kejahatan malah membuat benang makin kusut, seakan kesaksian demi kesaksian itu bualan belaka. Ayu balik diteror, beranikah tetap menerbitkannya? “Dan kau percaya pada apapun yang ia katakan?”
#5. Tak Ada Eve di Champ-Elysees
Paris yang menawan, menawarkan kepahitan kisah manifesto seorang wanita yang ingin sebelum mati mandi parfum dalam bath tub. Sang aku adalah pasangannya, Nicole ingin mengadopsi bayi dan alasan-alasan mengapa hal itu harus terwujud. Gabriel yang malang. “… tubuhku akan selalu wangi jika kau segera memberiku momongan..”
#6. Bunga Lili di Tenda Pengungsi
Manusia unggul kau tahu, adalah manusia bebas. Keinginan membakar sebuah kamp pengungsian menjadi perdebatan eksistensi manusia. Sentimen ras, budaya, agama dan dogma manusia unggul. Adois yang keras, seorang nasional sejati Jerman yang menolak imigran. “Keluarga kita dikutuk untuk mahir mengendus bau kematian pasangan hidupnya…”
#7. Cara Bodoh Mengolok-Olok Quentin Tarantino
Ini cerpen terburuk dalam daftar. Sekalipun hanya komedi, Tarantino jelas seorang sutradara dan penulis skenario jempolan, tak etis mengolok sekalipun secara bodoh. Sungguh tak selaiknya diplesetkan gini. Ga tega baca tiap bab-nya, permulaannya sungguh busuk. Terjemahan atau saduran selalu lebih buruk dari karya asli. Akan tetapi percayalah, kalimat-kalimat yang kususun akan lebih baik karena pengalaman mengajarkan bahwa menterjemahkan dan menyadur karya buruk justru bisa menghasilkan karya cemerlang. “Kau menelponku dari neraka?”
#8. Semacam Gangguan Kecil pada Tawa Tuhan
Kalau sebelumnya yang dipleset adalah film, kali ini karya sastra. Sama ga sukanya. Jika kau menganggap cerita-cerita mapan itu merupakan perwujudan ketegangan manusia untuk meraih simpati Tuhan, kau boleh menyebut kisah-kisah yang kutulis sebagai semacam gangguan kecil pada tawa Tuhan. Dari Milan Kundera, Nietzsche, Akutagawa sampai Burges. “Karena kau – dan seluruh manusia masa kini – hanya mahir berpaling pada persoalan. Berpaling menjadi kata kunci seluruh tindakan. Dan ini, kau tahu Zarathustra, adalah tindakan para pengecut.” – Nietzsche.
#9. Serat Bolonggrowong dan Buku-Buku Lain Yang Dibakar Oleh Polisi Agama
Kalau ini tentang buku-buku yang dibakar atau di mata mereka adalah buku-buku berbahaya. Saya sih menyebut tulisan ke-9 ini sebagai esai bukan cerpen. Dengan mencari. Dengan mencariku, pada saat sama dia sesungguhnya menemukan hal-hal paling tidak dipercaya, tidak mungkin digapai, tetapi meringankan kehidupan, dan menyembuhkan. Ini memang semacam pandangan Triyanto terhadap tindakan pemerintah dalam kasus pembakaran buku “… aku hanya tertarik pada kemampuan mencintai dunia, bukan menistakannya, bukan membencinya dan diriku, mampu memandangnya… dengan cinta dan ketakjuban dan penghormatan tertinggi…”
#10. Samin Kembar
Pada tanggal 7 Februari 1907 Samin Surosentiko ditangkap lalu diasingkan oleh kompeni ke Sawahlunto, Padang. Dengan sudut pandang sang asisten Residen Blora, Aku bercerita keajaiban yang terjadi karena suatu malam sang aku didatangi Samin dan bercerita bahwa kompeni tak kan bisa menangkapnya. Kejutan manis di akhir ala detektif, sungguh asyik. “Kepalaku adalah rumahku. Pesantrenku, pesantren untuk badanku sendiri, berada di Kalang. Aku bertetangga dengan hujan. Aku sering bercakap-cakap dengan sungai.”
#11. Penguburan Kembali Sitaresmi
50 tahun tak bicara, akhirnya sang aku berani mengungkap fakta tragedi pembunuhan di Bukit Mangkang. “Apakah salah percaya pada hal-hal menakjubkan? Bukankah kisah-kisha para nabi di kitab-kitab suci juga menakjubkan?” Nah begitulah, 23 perempuan yang tewas penuh desus yang menguar itu dibuka. Lalu ia pun kembali membisu… “Siapapun akan menganggap ceritamu berlebihan.”
#12. Serigala di Kelas Almira
Di kelas IV Sekolah Dasar Merah Putih menjadi riuh karena lolongan berkali-kali memanggil arwah leluhur. Mereka sedang memainkan semacam drama sandiwara, Bu Prita sang guru mengajar bernyanyi dan gerak aneh delapan murid istimewanya. Dan kali ini desis dan lolong Almira sebagai serigala yang mengejar Selma menjadi benar-benar membuas. “Ceritakan pada kami, segala yang kau ketahui dalam mimpimu, sayang.”
#13. Jalan Bahagia Para Pembunuh Buaya
Saya bekerja di biro jasa pembunuh buaya dan penebar kebahagiaan. Mataratu yang memulai pekerjaan barunya bersama 99 calon lain. Dan histori tahun 1942 bagaimana para gerilyawan bersinggungan dengan 15 buaya paling buas. “Andaikata Anda tak terlalu buas, pada kehidupan berikutnya, saya akan menjadikan Anda sebagai kekasih sepanjang usia. Saya akan terus mencumbu Anda, tanpa jeda.”
#14. Sesat Pikir Para Binatang
Sebagai cerpen yang dipilih sebagai judul buku, cerita penutup ini memang istimewa. Sang Aku bekerja di kebun binatang Halasmon. Jadi penasaran dengan buku ‘Tak Ada Agama Untuk Binatang Pertama’, kutipan absurd ini, “Jika binatang diberi kesempatan memeluk agama, sebaiknya mereka tidak memeluk agama manusia. Agama para binatang – apa pun namanya – mungkin lebih bisa menjadikan hewan-hewan saling mengasihi, tidka baku bunuh dan memuliakan sesama.” Nasehat dan petuah Pak Nuh terus mengalir menjelaskan aturan dasar kebinatangan, dan kesesatan pikir mereka… Terus terang aku bingung apakah sesungguhnya mereka perlu beragama atau tidak ketika sebentar lagi seseorang akan membakar kebun itu dengan tanpa pernah memikirkan agama para hewan dan tumbuhan itu.
Kita baru saja bertemu dan kau tak suka pada pertanyaan yang terdengar seperti olok-olok seorang filsuf. Ini adalah kumpulan cerpen kedua yang kubaca dari Triyanto Triwikromo setelah Celeng Satu Celeng Semua, buku itu kubeli ga sengaja sih, penjual daring temanku yang kuminta masukkan daftar buku apa saja yang di bawah harga 50K, karena budget berlebih. Buku ini kurasa polanya mirip, bila tak mau dibilang sama. Rumit dengan banyak pengandaian, telaah dunia kedua, fabel dengan aturan tak lazim, pemakaian diksi yang benar-benar dipilih dan dipilah, sampai tersusun kalimat yang memang bagus. Beberapa kali baca di Kompas Minggu, dulu sih. Sekarang sudah ga langganan. Yang paling diingat ya Serigala di Kelas Almira, karena kubaca pas pindahan rumah dan Kompasnya kubaca terlambat karena masih dikirim ke rumah orang tua, kalimat ini yang paling mengena, “Hanya dewa matahari yang bisa mengubah serigala menjadi manusia, biarkan hantu-hantu sialan itu keluar dari tubuhnya.”
Ilustrasinya juara. Hebat. Benar-benar dibuat dengan menakjubkan, bagaimana sosok-sosok gaib, binatang fantasi sampai sketsa para manusia berkepala hewan dibuat dengan detail keren. Dengan warna hijau yang dominan. Yang paling bagus memang yang dipilih sebagai kover. Manusia bersayap berbaris membelakangi kita. Selain gambar yang memang unik, tempak ada rahasia yang akan disampaikan. Gambar-gambar ini dibuat oleh R. Kokoh Nugroho, pelukis gambar asal Semarang yang sudah malang melintang di banyak pameran galeri lukis. Beliau adalah pendiri dan pengelola Grup Rumah Pensil.
Entah kenapa saya kurang suka sama cerita yang memplesetkan atau menyadur karya terkemuka favorit kita. Kebetulan saya sudah melahap Kappa jadi sudah tahu kutipan ini dari Akutagawa Ryunosuke, “Karena manusia buruk berbiak dan kita, termasuk kalian bangsa kappa, tak bisa membasminya.” Namun untuk buku yang belum kubaca memang jadi membuat penasaran, semisal Serat Bolonggrowong, “Aku tak pernah membaca buku. Setiap yang kau lihat – gerak angin, kelebat anjing, kepak sayap gagak, dan api yang membakar jerami – adalah buku. Paham semua tanda-tanda alam dan zaman lebih berharga daripada pengetahuan dari 1.000 buku.” Jadi memang mengutip karya orang lain berlebih itu tak baik, hanya akan mempesona pembaca yunior.
Hidup ini permainan kecil sebelum mati dalam dekapan maut yang memesona. Aku akan berjuang melawan diriku sendiri. Melawan sesuatu yang sulit dirumuskan sebagai musuh sejati, melawan rahasia Perjuangan adalah mendaki gunung dan kau tak bertanya untuk apa mendaki gunung. Tawamu adalah kuasamu, karena itu tertawalah. Kau boleh tersenyum saat memandang dan merasakan teror Stalin.
Sembahyang adalah wujud cinta kita kepadaNya. Sembahyang tak boleh kita jadikan upeti. Sembahyang bukanlah semacam jual beli kita kepadaNya.
Sesat Pikir Para Binatang | Oleh Triyanto Triwikromo | GWI: 571610020 | Editor Cicilia Prima | Desainer sampul Iksaka Banu | Penata isi Lisa Fajar Riana | Pelukis sampul & Ilustrasi isi Kokoh Nugroho | Fotografer lukisan Nugroho Dwi Adiseno | Cetakan pertama, April 2016 | Penerbit Grasindo | Skor: 4/5
Karawang, 090219 – Ella Fitzgerald – Indian Summer (live)
Ping balik: 110 Buku Yang Kubaca 2019 | Lazione Budy