Pekan Ketujuh – Derby Day

LBP
Lazio 3-0
Ini bukan hanya laga tiga poin, ini pertandingan dengan hati. Lazio tren positif, Roma terpuruk. Kita tambahkan derita mereka. Forza Lazio.

AW
Roma vs Lazio: 2-1, Dzeko
Roma sedang tidak oke. Lazio malah cukup oke. Tapi hoki Lazio tidak oke. Roma akan menang tipise.

Mauludi
Lazio 1 – 1 Roma. Immobile
Lazio menjamu Roma dengan modal bagus. Roma dengan modal a la kadarnya. Tak ada Radja, tak ada kuasa.

Damar irr
Roma 0-2 Lazio, Parolo
Lazio sedang on fayah. Skuat lebih meyakinkan dari musim lalu. Acerbi, Neto dan nama-nama baru mulai menunjukan kualitas. Bisogna vincere.

DC
Roma 2-0 Lazio
Dzeko
Roma bertindak sebagai tuan rumah. Ini laga yang susah2 gampang. Tapi Serigala akan menerkam Elang.

Siska
Roma 1-2 Lazio
Immobile
Roma mengawali musim ini dengan catatan yang kurang bagus dan harus tercecer di nomor 10 klasemen sementara. Sebaliknya, Lazio sukses menaikkan posisi di klasemen setelah meraih dua kemenangan beruntun. Simone Inzaghi punya catatan lumayan saat hadapi skuat besutan Eusebio di Francesco dengan 2 menang, 1 imbang dan hanya 1 kali kalah.

Bob
Roma 3-0 Lazio
Under
Mental bertanding kembali bagus setelah menggasak Frosinone. DDC memotivasi pemain untuk menang, boleh kalah lawan siapapun asal jangan sama tetangga. Kalo kalah lagi gausah main bola aja, mending fokus ngurusi pabrik biskuit

AP
Roma v Lazio 1-0
Dzeko
I Lupi baru saja membantai Frosinone. Jika kalah lagi, Di Francesco terancam dipecat. Dalam 6 bentrokan v ROMA. SMS mampu bikin 2 gol plus 2 assist.

emas tot
Roma 2 – 2 Lazio
Eden
Kota roma terbelah menjadi dua akhir pekan ini. Laksana cebong dan kampret kedua suporter saling lempar sanjungannya. Partai dua tim yg minim prestasi ini akan berakhir imbang. Ibukota kembali kondusif.

Selena Gomez Prayitno
Roma 1-1 Lazio, gol Kolarov
Roma bermain buruk, Lazio bermain buruk. ini derbi yang buruk. Kolarov akan bikin gol dan merayakannya dengan tingkah yang buruk. Stadion rusuh, para pemain terlibat tawuran. Ini benar-benar pertandingan buruk yang tidak patut dicontoh. Pertandingan akan terhenti 30 menit karena asap tebal.

Takdir
Lazio 3-2, Immobile
Barca kalah. MU kalah. Bayern kalah. Pertanda para unggulan awal musim akan rontok. Tipis sahaja biar saru dan mendebarkan.

YR
Roma 3-1 Lazio
Skorer Dzenko
Roma pasti menang. Karena ibukota negara Italia adalah Roma. Bukan Lazio.

Karawang, 290918

Ibu Susu – Rio Johan

Ibu Susu – Rio Johan

Istigfar BUD

Tidak ada penyembuh yang lebih mujarab selain keinginan untuk sembuh. Kalau keinginan untuk sembuh itu sendiri sudah tidak ada, tidak akan ada obat yang bisa mujarab.”

Tapi hukum adalah hukum dan kedaulatan adalah kedaulatan. Astaga, mengecewakan. Jelex sekali. Plotnya tak bergerak, dua ratus halaman disiksa. Cerita lempeng aja kek jalan tol. Benar-benar kisah sederhana. Pamer kosa kata aneh-aneh, deben, teringa-inga, ancala, sempena, lekit, leta, dan seterusnya, kamu ga otomatis hebat ketika kamu menyebut kata-kata asing – apa kabar Cinta Laura? Kamu ga otomatis dewa ketika kamu nyebut berpuluh-puluh kali Ra, Maat, Neferura, Hathor, Thor, dan seterusnya. Sungguh menyebalkan membaca buku jelex yang masuk penghargaan prestis. Macam lihat film snob dengan scene dinding kamera menyorot dari jauh, dan lama merenung hingga bermenit-menit tanpa dialog tanpa gerak lalu tiba-tiba juri Oscar teriak: kereeeen! Paan, cerita woy cerita. Mengejutkanku, Ibu Susu masuk 10 Besar Kusala Sastra, serta semalam baru saja kulihat masuk jua dalam Karya Pertama atau Kedua. Bencana kalau buku ini menang best Prosa.

Tiada perlu gentar dengan gelegar kereta kuda, sebab kita punya kereta tempur sendiri, tiada perlu gentar dengan serbuan tiba-tiba sebab kita punya seligi dan perisai sendiri.” Segalanya harus berjalan sesuai dengan yang telah dia rencanakan. Dan Firaun Theb sudah siap apa pun risikonya.

Ceritanya hanya berkutat di drama keluarga Firaun. Istrinya, Meth ga bisa memberi air susu yang melimpah kepada sang putra bayi Sem, calon penerus raja. Hingga akhirnya sang pangeran sakit. “Sebagaimana yang Firaunku tahu, ada tiga macam penyakit: yang bisa disembuhkan, yang merupakan ujian dewa-dewi, dan yang sama sekali tandus akan harapan, bahwa penyakit Pangeran Sem masuk dalam golongan terakhir.” Ibu susu langganan didakwa bersalah, diadili memberi susu basi beracun makanya langsung dikucilkan. Melalui mimpi-mimpi yang berkepanjangan, yang di sini diartikan sebagai petunjuk. Mimpi raja adalah wahyu, mimpi jelata adalah sampah. Yah kira-kira gitulah. Kita diajak bersafari ria bertemu para ahli nujum, ahli hisap, penafsir mimpi, para peramal sampai hal-hal remeh temeh yang diujar orang pandai dimensi lain untuk mengartikannya. Para penafsir yang ngegambleh miring, dihukum berat, para peramal negatif dibui, para ahli yang memprediksi buruk, diturunkan jabatan. Salah satunya ternyata sang raja diminta melakukan audisi ibu susu, terbuka untuk umum. Untuk semua kalangan, dari babu sampai sangkilat. Dari istri petani sampai emak-emak pasar. “Saya mau ibu susu bagi bayi saya mengabdikan seluruh dirinya, Firaunku, bukan hanya air susunya.”

Gelap matamu melakabkan langit malam, karam-kempisnya melekukkan rembang jumantara.” Kisahnya ngulik terus di istana, ga gerak, ga beranjak. Monoton. “Kau tahu Nak kuda Nil lebih cepat dan lebih bertenaga daripada manusia, rahangnya terutama yang paling berbahaya…” Firaun yang kita kenal keras, tegas, kuat dan sangat berkuasa itu punya sisi lemah, jelas ia juga manusia biasa. Sisi takut, akan kesehatan anaknya sang penerus. Firaun Theb menamai putranya Semermaat, Putra Ra. Handai Maat, sang Hakikat Adalat. Pangeran Sem, putranya. Sekarang semua itu mimpi belaka, pikir Meth.
Terpujilah Firaunku. Penguasa dua negeri, terlimpahilah dan jerahilah kehidupan, kewibawaan dan keberlanjutan kejayaannya. O titisan adiluhur Ra, termuliakanlah napasnya dan napas keturunan-keturunannya.

Dan tersebutlah seorang gembel yang disini ditokohi Perempuan Iksa. “Dia orang paling papa di antara orang papa. Dia orang paling hina di antara orang paling hina. Dia orang paling pesakitan di antara orang pesakitan. Dia makhluk lain yang lebih rendah dari manusia.” Sang gadis meminta tiga, tak lebih dari tiga agar ia menjadi ibu susu. Karena titahnya sudah turun, ketiga permintaan itu (akan) diturut. Yang pertama, sungguh panjang daftarnya. Mengahbiskan tiga lembar deret benda dengan satuan asing. Tak banyak yang hamba minta, hamba berkenan menjadi ibu susu untuk pangeran sebagaimana yang telah diperhitungkan dan diramalkan para juru dan pakar jika dan hanya jika curahan dalam kantong susu hamba disebabkan oleh sempena Yang Mulia Firaun sendiri. Akan hamba abdikan seluruh kandungan kantung susu hamba pada Panegran Sem dengan jaminan kekuasaan hakiki, mutlak dan penuh atas wilayah Kheta yang dijajah.

Penetapan peningkatan pajak sudah bulat, dan Firaun Theb tidak bersedia mengangkat persoalan ini pada mahkamah harian.”

Karena sang perempuan Iksa masih gadis, maka siapa yang mau bergaul dengan manusia penyakitan gitu? Menyentuh saja pada ogah, gembel yang perlu dikasiani. Cukup. Biar saya yang sudah berpusing ria membaca muter-muter dalam pusaran melelahkan, singkat cerita (nah kalian beruntun saya skip-kan kisah) Perempuan Iksa hamil dan melahirkan bayi laki-laki. Sang bayi disingkirkan, diberi ibu susu kepada orang lain, Perempuan Iksa dijadikan ibu susu sang Pangeran Sem. Susunya yang melimpah sukses menyembuhkan, sementara… Begitu saja? Belum, kan saya belum cerita dua permintaannya lagi? Sayangnya, merasa sang Perempuan tak dihargai, ia dipisahkan dengan anak pertamanya, susu yang keluar juga mulai sedikit, ia ‘melakukan protes’ hingga akhirnya tindakan tegas harus dilakukan. Bagaimana akhirnya nasib sang gembel? Berhasil kembali sehatkah sang pangeran setelah segala pengorban ini? “Boleh jadi perempuan itu memang betul-betul harapan yang diramalkan untuk Pangeran Sem.”

Lha kok ditutup. Udah… segini saja ulasannya. Kalau baca buku ga bagus, antusiasme nulis review jua ikut drop. Ibarat beli barang, barangnya rijek, siapa yang ga sedih? Ibarat beli apel, apelnya busuk. Padahal penjualnya sudah bilang, ‘ini barang kualitet terjamin bos.’ Kalau penasaran dua lagi permintaan gadis Iksa, ya silakan baca sendiri. Kok malah kamu suruh baca sendiri sih, kalau kamu bilang jelex. Yah, siapa tahu kamu bisa ambil sudut lain yang lebih OK. Yang pasti, dari persepsi saya Ibu Susu gagal memuaskan dahaga. Kandidat terburuk – sejauh ini sudah baca 9, tinggal Sang Raja yang saat ini kukejar – sektor prosa. Novel sejarah memang laiknya ditulis oleh mereka yang paham nan ahli sejarah sahaja. Mending kita cerita kehidupan kehidupan sekitar kita. Sejatinya Rijon sudah berujar di ‘Ucapan Terima Kasih’ bahwa “Saya merasa tidak bisa menulis fiksi sejarah; yang saya maksud dengan fiksi sejarah di sini adalah fiksi yang bertujuan untuk memaparkan sejarah, fakta sejarah dengan benar, tepat, lurus, tidak menikung sana-sini… cerita ini murni fiksi.” Nah! Jelas sekarang, ketimbang saya ulas panjang lebar, harusnya saya cukup nulis paragraf ini saja, sudah cukup. Lha, sang Penulisnya sendiri saja sudah bilang TIDAK BISA, lalu kenapa dipaksakan? Tentu saja korbannya adalah pembaca jua ‘kan?! “Semuanya akan baik-baik saja.” Adalah kalimat yang sering diucapkan dalam kisah. Ahhh… baik-baik saja apanya?! Oh Ra yang agung. Kuserahkan tanganku padamu sebagaimana Anubis.

Guratkan juga isi papyrus tersebut pada makamku.”

Salut buat editor, penyunting, proof reader,dan orang-orang dibaliknya. Satu-satunya peningkatan dari Aksara Amanapatuh adalah nyaris ga kutemui typo, Aksara ada ratusan salah ketik ngeri, tata letaknya ancur. Buku kedua ini, lebih rapi dan terstruktur. Salut jua bagian ilustrasi, gambar-gambarnya cukup mewakili.

Kalau saya bilang Aksara saja overated, bagaimana dengan ini? Aksara tema lebih beragam, cerita lebih variatif dan kita diajak berkeliling, melalangbuana. Jelas Ibu susu drop, degradasi kualitas, remuk redam. Susunya basi, silakan coba lagi.

Dah gitu saja, istigfar BUD.

Ibu Susu | Oleh Rio Johan | KPG 591701413 | Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia | Cetakan pertama, Oktober 2017 | Penyunting Christina M. Udiani | Perancang sampul Iqbal Asaputra | Ilustrasi isi Iqbal Asaputra | Penataletak Landi A. Handwiko | vi + 202 hlm.; 13.5 x 20 cm | ISBN 978-602-424-692-1 | Skor: 2/5

Penulisan karya ini didukung oleh Program Residensi Penulis 2016, Komite Buku Nasional

Karawang, 270918 – Sherina Munaf – Geregetan

Gerimis di Kuta – Wendoko

Gerimis di Kuta – Wendoko

Apa boleh buat. Kita adalah produk kapitalisme yang tak punya hati nurani. Kita sudah terperangkap banyak hal: status sosial, pekerjaan, rumah dan apartemen.”

Foto yang baik adalah foto yang bercerita. Di semua cerpen ada gambar dengan nuansa gelap. Laiknya di kover, gelap dengan sapuan putih yang acak. Kalian akan temui gambar-gambar tersebut tersebar dalam halaman. Karena saya bukan penikmat seni gambar, ya saya sepintas lihat tanpa memandang penuh makna laiknya menikmati lukis Da Vinci.

Tak heran bukunya tipis, semua cerita pendek memang benar-benar pendek. Delapan diantaranya sudah terpublis di media masa, dua cerpen terakhir baru.

#1. Cerita Di Malam Natal
Dengan setting London, sebuah pencarian kerabat di tengah badai salju. Steve dan adiknya Nancy yang baru saja menjadi piatu diwasiatkan untuk bertemu Bibi Rose. Berasal dari kota Bristol mereka hanya berbekal alamat dari surat. Bibi sudah pindah, bibi sudah ga di sini lagi. Dengan menyedihkan berdua menelusur kota terbesar di dunia ini. Dengan narasi, aku adalah seorang pengarang kita seperti didongengkan. Sekarang cerita ini apakah sudah bisa disebut ‘cerita’?

#2. Surat Giovanni untuk Liliana, Surat Liliana untuk Giovanni
Cerita dua arah dalam skenario film, Ermanno Olmi. Gio yang bercerita dalam perantauan menulis surat untuk kekasihnya. Bekerja di kilang minyak yang jauh dan terpencil. Merindu dan ingin ketemu. Lili lebih praktis, jarang membalasi surat, tapi tetap tersentuh walau meragu. Total ada 10 surat yang digores tanpa emosi. Lalu kenangan itu muncul. Kenangan akan perempuan itu.

#3. Kafe
Ini kopi konsentrat, yang didapat dengan menyeburkan air panas. Hasilnya cairan mirip sirop yang kental. Larutan yang lebih padat dan crema, yaitu busa coklat kemerahan yang mengambang di permukaan.”

Bisa jadi ini cerpen terbaik. Sudut pandang dan permainan waktu dan bagaimana eksekusi ambigu, sarat analis dituturkan. Kafe menjadi setting utama, dan nantinya akan sering dipakai. Terkait jaket yang tertinggal, terhubung mainan yoyo yang terbawa. Merentang 12 tahun untuk menyadari ada yang janggal, 20 menit yang terlewat tanpa tahu mengapa hal-hal sederhana di sekeliling kita nyatanya tak sesederhana yang tampak.

#4. Kafe, Impresi
Kafe adalah tempat pemberhentian. Banyak hal terjadi semasa interaksi, terselubung kenangan. Ada yang bergerombol, ada yang sendiri, ada membaca buku, ada yang main HP, ada yang membuncah ceria bertemu teman lama, ada yang biasa saja. Semua tergambar dalam potongan-potongan dialog yang bagus. “Di jantung kapitalisme ini apapun keinginanmu bisa kau cari. Kita mungkin punya banyak relasi atau rekan. Tapi percayalah, tak ada yang benar-benar memiliki teman atau kekasih.” Aku lalu teringat film My Blueberry Night. Entah kapan sebetulnya aku menonton film itu. Wah, idem. Saya juga lupa kapan, padahal itu film unik.

#5. Afrodit
Misteri perempuan bernama Eta. Kisah selingkuh yang hinggap di kepala tanpa bisa melepas kenangan. Berkenalan dengan unik, bercengkerama dengan syahdu, bercinta dalam nafsu. Sang Aku mencari jejak-jejak yang hilang, menghubungkan kemungkinan satu dan yang lain serta beberapa (atau kebanyakan) manusia memang egoistis. Kalimat mantra yang menjadi kenyataan. “Kau akan teringat usapan ini, ruang ini, cermin itu… namaku Eta!”

#6. Gerimis di Kuta
Bukan yang terbaik, bukan pula yang terburuk. Biasa banget. Gerimis, senja, pelangi, sampai hal-hal kejadian alam yang selalu menarik, yang terlampau sering disebut dan digunjingkan para pengarang. Gerimis, kafe, malam larut, Bali. Adalah Naomi penggerak kisah dalam kegelapan pekat. Mirip sama kisah Afrodit, ini mengenang kenang. Naomi adalah Eta yang lain, template pematung menjadi pelukis. Sama-sama tak datang setelah bertahun menghabiskan waktu bersama dengan singkat, mereka terpisah. Hanya saja di ending Gerimis kita punya harapan, punya rencana cadangan bernama Luna. Ah… andai hidup bisa dimodifikasi laiknya fiksi. “Aku tak percaya pada hubungan intens. Jika kau percaya, kau sedang bersiap-siap untuk kecewa.”

#7. Jendela dan Sore yang Gerimis
Kisah paling datar. Lempeng saja tanpa isentuhan emosi, tanpa konflik sama sekali. Lia adalah anak sekolah yang obsesif terhadap kisah-kisah legendaris. Kisah-kisah H.C Andersen, Aladdin, Lion King, Little Mermaid, Beauty and the Beast dan seterusnya. Anak horang kaya yang memiliki koleksi novel bergambar, tentunya dicetak berwarna, kertas luks dengan hard kover menyelimuti. Sore itu seharusnya ia akan bermain dengan temannya, gerimis membuatnya tertahan. Dah gitu doang, syukur kedua orang tuanya akur. Lantas apa yang menarik dari cerita pamer kebahagiaan semacam ini?

#8. Bulan Merah
Jangan nyalakan lampu, Lia. Kau tahu mataku tidak tahan dengan cahaya yang terlalu terang. Lia yang bertemu Ling di malam gelap dalam kamar. Ling yang bermain kursi goyang. Kita dengan mudah menebak Ling adalah hantu, kenapa? Karena dialog Lia adalah kalimat langsung dengan tanda petik, Ling dengan kalimat miring. Dan ketika suara Lia terdengar di lantai bawah, ayahnya menanyakan dengan siapa dia bicara, jelas sekali bukan manusia. Tak ada misteri untuk kisah misteri.

#9. Puding Custard Caramel
Obrolan santai saat makan malam. Pak Wie, Bu Wie dan kedua anaknya: Ines, Ites. Lalu aku ingat kata-kata, kenangan itu seperti es krim. Pertama-tama kau akan terperangah oleh sensasi panas dan dingin yang menyerbu lidah dan mulut. Ini cerpen sederhana sekali.

#10. Hujan yang Ritmis Itu
Kalau kau menganggap pertemuan kita, dan juga hubungan kita adalah kesalahan, aku tidak bisa berkata apa-apa. Namaku memang Hime. Penutupnya lumayan OK. Kejadian di parkir kelap malam, membawa dampak sebuah hubungan personal. Seorang pemabuk ditemukan di depan mobilnya yang terbuka dalam kondisi pinsan, Hime dkk lalu menolongnya. Membawa ke tempatnya tinggal. Lalu hubungan aneh terjalin, kalimat-kalimat akhirnya bikin merinding.

Buku tertipis dari kandidat lain, wajar buku paling cepat selesai baca dalam sehari, sejam sebelum kerja, setengah jam sepulang kerja pada Tengah pekan kemarin. Dari Penerbit Indie Book Corner dikepung para raksasa Grup Gramedia dan dua Banana. Bisa apa? Promo paling kurang, nyelip dalam tatanan. Bahkan agak sulit cari bukunya, untung punya teman toko buku daring dari Yogyakarta sehingga bisa menikmatinya segera.

Mari kita berjanji untuk saling bertemu di pulau ini setahun lagi, pada hari dan jam yang sama, seperti malam ini di bungalow di tempat kita bersantap malam. Jika seorang dari kita tak muncul hari itu, berarti kita sudah membuat keputusan.” Kalau kalian sudah nonton Before Trilogi (Richard Linklater) jelas kalimat itu dikutip persis dalam dialog Celine. Hal itu dilakukan jua, dengan akhir yang beda.

Prediksiku Gerimis akan tersingkir dari lima besar. Cerpen akan nikmat bila dibaca satu per satu dalam rentang waktu lama, ga bersusun berurutan. Rasanya monoton. Temanya mirip, kalau ga mau diblang sama. Berkutat di kafe mulu, berurusan dengan gerimis mulu, berbekal panorama Bali mulu, seninya cuma diubah lukis, potret, patung tapi poinnya sama: pelancong kerja yang menginap di hotel. Jelas kalau baca dalam tempo sesingkat-singkatnya, buku ini berasa biasa – sangat biasa. Sama seperti kita makan sate, suapan pertama mantab, kedua masih enak, ketiga mulai bosan, keempat dan seterusnya akan minta makanan lain. Cerpen-cerpen Wendoko setting tempat mirip, temanya mirip, penuturan juga lempeng saja, jadinya seusai halaman terakhir, rasanya tak banyak vitamin yang dipetik.

Sejak mengenal perempuan itu, ia tidak memotret lagi matahari terbenam, padahal ia menyukainya kegiatan itu. Ia selalu menyukai senja dengan cahaya matahari terbenam, karena baginya itulah panorama terindah. Tapi ia terpikir, untuk apa memotret senja kalau ia sudah mendapatkan ‘panorama senja yang paling indah.’

Gerimis di Kuta | Oleh Wendoko | Penerbit Indi Book Corner | Cetakan pertama, Mei 2018 | Desain sampul & isi Alexandre Octavio Hartono | ISBN 978-602-309-338-8 | x + 122 hlm.; 13 cm x 20 cm | Skor: 3/5

Karawang, 270918 – Sherina Munaf – Sebelum Selamanya

Thx to Stan Buku (Olih) , toko buku daring drai Yogyakarta. Buku terbitan Indi Book Corner yang sulit dicari, di Stan Buku ada. Nuhun.

Sai Rai – Dicky Senda

Sai Rai – Dicky Senda

Kau percaya Tuhan? Kalau begitu berdoalah supaya gemetar di tubuhmu hilang. Berdoalah agar kepedihan ini usai.”

Kumpulan cerpen yang sulit dinikmati. Saya pernah bilang, puisi yang ritmis yang berderet sajak nan merumitkan diri itu kurang nyaman untuk dibaca. Mau nyaring, juga mau bacakan buat siapa? Mau lirih, rasanya konsentrasi akan buyar lalu menguap membuat mata mengajak lelap. Buku pertama Dicky Senda yang kubaca ini membuat rumit dirinya sendiri. Pilihan kata-katanya memang bagus, dipilah dengan teliti, disusun dengan intensitas yang tak biasa. Namun tetap, bagi penikmat buku-buku fiksi, cerita adalah segalanya. Butuh konsentrasi lebih untuk menuntaskan tak lebih dari 200 halaman, hasilnya? Dunia yang tak familiar yang ganjil dan benar-benar tak nyaman sampai tetes terakhir.

#1. Suatu Hari di Bioskop Sunlie
Sudah aneh sedari pembuka. ‘Sering aku bermimpi jadi sutradara yang memainkan sendiri filmnya dan aku terus membunuh orang hingga berada di societeit, sebagai satu-satunya warga asli setempat.’ Tentang obsesi, tentang sebuah karya gambar gerak dalam bayang kepala. Bagaimana jika bapakmu dulu ikut membunuh para tahanan yang dituduh terlibat jaringan kiri tanpa ada pengadilan?

#2. A’bonenos dan Perempuan yang Agung
Perempuan agung yang diberi kuasa penghubung dunia akhirat dan Aku, pasrah mengganti isi kepala karena keriput serta tua bijak. Atas nama rasa yang entah semuanya pelit bersuara. Ritual agung yang dituturkan dengan berlarut dengan cabang makna. “Kawanan belutlah yang mencuri tubuh perempuan ini.”

#3. Naga
Sudah menjadi rahasia umum bahwa ayahlah yang memelihara pelangi. Banyak cara memaknai fenomena alam, ujung pelangi itu menemu sungai, air sungai yang digunakan sapi-sapi ayah buat melepas dahaga. Muntahan air maninya menyerap tanah-tanah di sawah, dari pertanian itulah Saya kuliah agar bisa melihat dunia. Penjelasan paragraf yang imajinatif-kan.

#4. Sutradara yang Memainkan Sendiri Filmnya
Perempuan di atas tanah itu adalah titisan bidadari. Dan kita diperkenalkan Leon, nama karakter yang akan sering dipakai sang Penulis. Kali ini dia menjelma sebagai sutradara sekaligus pemainnya. Lalu siapa lelaki itu.. Lalu siapa tiga perempuan itu?

#5. Wedang Uwuh untuk Saudara Baru
Ditulis di Imogiri tahun 2015, sejatinya ini hanya cerita sambutan saudara baru (atau teman-lah yang akrab hingga disebut saudara?) dengan suguhan wedang uwuh. Minuman tradisional Jawa Tengah dan DIY yang berisi daun, batang ranting, gula batu, cengkih sampai kayu manis. Ga ada yang istimewa, hanya kata-katanya dipilih dengan tak umum, mencoba membuatnya tersesat sendiri.

#6. Dua Ruangan dengan Seribu Ular
Sebenarnya bagus ceritanya, sayang cerita pendek yang sangat pendek sehingga kita baru akan memasuki fanatsi yang dicipta kita sudah diminta keluar lagi. Dua ruang yang tersekat, yang tak boleh saling membuka atau mencipta lubang sekalian pintu karena ternyata ada talian darah. Sama saja sih, sederhana tapi merumit sendiri.

#7. Tentang Kamar, Penyihir Bermata Kuning dan Rasa Gelisah
Kau terus berbohong. Mengarang kisah demi kisah palsu tentang kegiatan menulismu, sebenarnya tidak kau lakukan. “Kau bisa bicara panjang lebar, tetapi apa adanya ketimbang berdusta. Bilang pada teman di media sosial bahwa kau sedang membaca buku ini, menulis ini, bla bla bla, padahal nyatanya tidak.” Ini salah satu yang terbaik sih, tentang proses kreatif, rasa gelisah ga bisa menuntaskan target yang tercanang hingga bayang-bayang sang penyihir yang mengikuti.

#8. Batu yang Menangis dan Melahirkan Seribu anak Sungai
Menangis akan menyelamatkanmu dari kegilaan dunia.” Terlalu banyak simbolis yang tentunya akan menafsir kelok. Tentang dongeng, penyihir, perempuan adat sampai makna budaya setempat. Bagaimana kita mengingin jiwa yang bersorak diliputi suka cita sebab air kehidupan tak henti mengalir.

#9. Mok dan Kucing-kucing Tak Bernama
Seekor anjing jantan bernama Mok yang dipelihara kakek. Ketika anjingnya mati dan sang kakek memelihara lagi seekor, ia akan memberi nama Mok lagi, dan lagi dan lagi. Nenk memelihara tiga ekor kucing, merawatnya dengan kasih sayang dan makanan berlebih membuat malas dan manja. Sang aku adalah cucu yang rumahnya berjarak kiloan yang tandang dan heran dua jenis hewan saling padu, bagaimana pemiliknya jua?

#10. Bagaimana Jika Para Istri dan Gundik Ayah Adalah Berbagai Jenis Hewan dan Tumbuhan
Ayahnya setelah pensiun bisa bahasa binatang dan tumbuhan. Menolak jabatan strategis desa demi menjadi petani. Tinggal berminggu-minggu di swah, ditemani angin lembah, suara sungai, dan burung-buurng. Menghabiskan masa tua dalam ketenangan alam. Kalau ayah punya selingkuhan, kukira ia akan bersama padi dan burung-burung atau pacar seekor sapi Timor. Ini bisa jadi cerpen terbaik, bak nabi Sulaiman yang punya bala bantu ribuan binatang dan jin. Demi dewa babi, aku ingin Sophia Latjuba ada di sini sekarang juga.

#11. Orpa
Kakak-beradik merantau, mereka yatim piatu setelah ayahnya gantung diri, ibunya mati mengenaskan jadi korban biadap kepala desa yang korup. “Aku anak lelaki, aku harus merantau. Aku harus membayar belis Naomi dengan harga mahal.” Namun tanah waris tak jatuh ke anak perempuan. Jadilah mereka pergi semua. Inilah kisah tragis sebuah keluarga yang diceritakan penuh simbolis. Orpa – istri yang malang.

#12. Liuksaen dan OPK dan Kisah Lainnya
Sebab mulut lebar itu adalah modal pendongeng. Kekuatan yang serba mistis hanya mampu dilawan dengan kekuatan serbamistis pula. Ini kisah saduran Tom Sawyer, bagaimana tokoh Mark Twain itu bersenang-senang di malam hari bersama sobatnya di tanah kubur lalu tak sengaja menjadi saksi pembunuhan. Begitulah, Leon hanya menyadurnya dalam pencarian barang berharga dalam goa dengan latar politik warna kuning.

#13. Maet Mone
Kawan kau akan tahu makna kehilangan yang sebenarnya ketika kau benar-benar kehilangan seseorang yang kau cintai. Orang yang paling dekat di hatimu.” Kita tak akan pernah tahu kapan orang-orang terkasih akan pergi meninggalkan kita selamanya. Dengan setting kecelakan motor, Ficus dicipta untuk menghantui sepuluh malam berikutnya.

#14. Memento
Nostalgia di Larantuka adalah kenangan Perempuan Gunung Api dan Lelaki yang menghujam langit biru. Menunggu kedatangan seseorang yang pernah melekat di hati, tak kunjung usai rasa nanti itu. Melukis memang kegiatan meracap ingatan, membalur ketrampilan. Tunggu aku di langit, sayang.
Dan aku mengingatmu melebihi ingatan masa kecil kita di Kupang.

#15. Misteri Kaleng Susu di Kebun Pisang Nenek Min
Sebuah kenangan akan tempat yang hangat, di pinggir sebuah danau yang berdekatan dengan bukit sepasang yang puncaknya melelehkan air susu. Cerita mistis yang memang menuntut pikir. Sehingga jika di rumah itu ada tiga ekor kucing maka pada waktu tertentu dalam kalender yang ia pakai akan menajdi kucing keempat, yang terkuat dan pamungkas untuk menggalau kekuatan apapun.

#16. Pohon-Pohon yang Dibunuh Tim Doa
Siapa yang memperdulikan kita? Hah, ya kita sendiri. Kau harus merelakan kenyamanan hidup untuk sebuah tujuan mulia. Ini sebenarnya kisah tragis, bagaimana kemiskinan menikam para kaum papa. Pohon beracun serta kumpulan doa memusnah makhluk hijau bernama tumbuhan.

#17. Sai Rai: Lelaki yang Meninggalkan Bumi
Kau kini kukenal sebagai Sai Rai, lelaki yang meninggalkan bumi. Lelaki yang sedang ditunggui perempuan cantik. Tentang korban terpilih untuk kesuburan tanah di seluruh kampung dan tata cara penyiapan sesajen untuk Arwah Alam. Tentang kesadaran dan buah pikir Rai yang telah meninggalkan bumi kini kembali dalam suci bentuk ular hijau. Persembahan warga untuk para leluhur.

#18. Pulang ke Barat dari Hanga Loko Pedae
Untungnya setelah berpusing ria berlarut-larut dalam bahasa ngawang-awang, cerita penutupnya bagus. sangat bagus malah. Siapa yang meragukan kata-kata Pendeta di kampung udik seperti ini? Tidak ada. Sungguh tipis membedakan mana firman Tuhan mana suara Pendeta. Perjalanan arwah dengan analogi pelayaran di laut. Mistis, seram, dan memang penuh makna.

Hampir semua cerpen tiap ganti segmen ganti paragraf memakai ikon kamera roll, seakan memang buku ini dinukil dari bagian-bagian film. Terlalu banyak kata senja, gerimis, penyihir, kata-kata asli Timor dan mencoba puitis dengan kalimat-kalimat panjang tak langsung. Diksi yang mewah tanpa menggurui sebab Pembaca dibiarkan mencari pemaknaan sendiri. Boleh saja, tapi lagi-lagi Cerita yang utama. Sebagian hebat, sebagian standar ala kadar, sebagian besar butuh tafsir lagi. Yang jelas, ini kumpulan cerpen yang tak biasa.

Christiano Dicky Senda lahir di Desa Taiftop, Mollo, Timor Tengah Selatan pada 22 Desember 1986. Penggiat Lakoat.Kujawas di desanya. Setelah lulus kuliah menjadi psikolog lalu sebagai konselor pendidikan, ia pulang kampung. Mencipta karya, membuat diri berguna untuk sesama. Menantang kaum muda yang punya ide kreatif untuk mewujud mimpi.
Ini adalah buku pertamanya yang kubaca, terlihat aneh, ga akrab di otak dan rumit. Sejenis surealis mistis kearifan lokal, Indonesia Timur. Lebih tepatnya dari Timor, NTT serta Timor Leste. Cerminan adat yang eksotis, banyak hal yang butuh telaah seperti naungan kepercayaan leluhur atas makna hidup. Hampir saja bilang, semua cerpen terlihat mirip, mungkin karena gaya bahasanya, mungkin karena kisahnya yang absurd, mungkin juga sebagian kisah berlanjut. Seperti kisah Mok dan tiga kucing, kalian akan menemukannya lagi di cerpen berikutnya. Atau kisah Leon, karakter Aku yang berulang dijadikan tokoh dominan dalam bernarasi. Sejatinya ini buku akan lebih nikmat dibaca lagi, dan lagi. Bukan hanya sekali lewat, sebab ya memang gaya bahasanya yang tak lazim. Semakin dibaca ulang, akan menemukan percabangan, akan menemukan jalur-jalur kecil lain yang menyasar serta menggelitik.

Struktur kata terpilih seperti ini memang tak mudah dicerna dalam sekali baca, tapi bukankah Penulis itu tujuannya memang membawa Pambaca tersesat dalam labirin lembar-demi-lembar sehingga semakin kebingungan semakin sukses? Semakin terkejut semakin antusias? Betapa lega ketika jalur exit itu ditemukan, nah hebatnya pintu exit buku ini memberi beberapa tanya. Yang kalau dinalar lagi, wah saya baru saja naik wahana yang bikin mendebar, memberikan kepuasan yang aneh.

Peluang lanjut ke lima besar sangat terbuka, apalagi di kover belakang langsung dipuja Richard Oh. Good luck.

Sai Rai | Oleh Dicky Senda | 571710057 | Penyelia naskah Septi Ws | Penyunting Norman Erikson Pasar Ribu | Desainer sampul Tim Desain Broccoli | Copyright 2017 | ISBN 9786024523985 | Cetakan pertama, Oktober 2017 | Penerbit Grasindo | Skor: 3.5/5

Karawang, 25-260918 – Sherina Munaf – Pergilah Kau

Diketik setelah subuh, tengah pekan dengan dua gelas kopi berteman sederetan lagu Sherina Munaf – Gemini

Pekan Keenam: Udinese Vs Lazio

Pekan Keenam: Udinese Vs Lazio
LBP 0-3
Kematangan Inzaghi diuji. Setelah dua kali kalah, tiga kali beruntun menang. Udinese bisa jadi yang keempat. Saatnya mempercayai Caicedo lagi.

AP
Udinese v Lazio 0-1
Immobile
Lazio sedang dalam tren positif. Tentu ingin menang 4x beruntun. Behrami akan bereuni.

Takdir
Udinese 1-1 Lazio, Lasagna
Analisis Keduanya sedang ok. Lazio menang empat gol lawan seteru berat. Udinese menang meyakinkan di kandang Chievo. Seri harga pantas.

DC
Udinese 1-2 Lazio
Luis Alberto
Main tandang. Tiga poin lagi. Begitu sepertinya

Siska
Udinese 0-2 Lazio
Caicedo
Pertemuan terakhir kedua tim berhasil dimenangkan Lazio. Rekor Udinese ga bagus sih emang kalo ketemu Lazio. Jadi, sudah seharusnya Lazio menang dengan mudah.

Emas
Udin 3-1 Lazi
Ciro
Sworo angin angin sing ngeridu ati. Ngelingake sliramu sing tak tresnani. Pingin nangis ngetoke eluh neng pipi
suwe ra weruh senadyan mung ono mimpi.

GG
Udinese 1-0 Lazio
Behrami
Udinese meneruskan tren positip. Elang jadi kurban. All hail Behrami.

AW
Udinese 1-3 Lazio, Immobile
Lazio harusnya bisa menang. Tren masih lurus dan tenang. Immobile kembali golin dengan garang.

Winter Soldier
Udinese 2-4 Lazio
Durmisi
Elang ibukota kali ini sanggup meraih poin sempurna dengan permainan atraktif, Bek Kiri mereka yg baru direkrut tampil gemilang dengan torehan tabungan gol perdananya, posisi semakin mendekati zona UCL, dan bukan tak mungkin bisa bersaing di perebutan scudetto hingga akhir musim bersama Napoli, Inter, Fiorentina dan Sampdoria.

Karawang, 260918

#LazioDay

Tiba Sebelum Berangkat – Faisal Oddang

Tiba Sebelum Berangkat – Faisal Oddang

Perjuangan untuk siapa? Kau mau bilang untuk rakyat. Rakyat yang mana? Bilang saja kau hanya berjuang untuk kelompokmu.”

Novel yang tipis, dibaca cepat, dinikmati sambil lalu di akhir pekan ketika menjadi sopir keluarga beli perlengkapan bangunan dan dituntaskan malam pasca Lazio menumbangkan Genoah empat gol. Walau berisi 200 halaman, front-nya lebih lebar, babnya pendek-pendek, serta tak perlu berkerut kening tiap lembarnya. Memang sedari awal, kita sudah dibuat mual. Kalimat pembukanya sadis. “Saat penisnya ditindih kaki kursi, Mapata teringat kata-kata Sukeri, ada setan perempuan dalam tubuhmu…” Vulgar, keras, ganas atau dalam satu kata: brutal. Seusai prolog, seolah mengujar ini orang jagoan banget. Lidah dipotong, kemaluan ditindih, tubuh disiksa, makanan minim, dan tak ada kakus dalam ruang penyekapan. Dia berusaha membayangkan yang melewati kerongkongannya adalah sekerat roti, dia membayangkan semua makanan enak. Padahal sedang mengunyah tahi kering. Mengingat Laut Bercerita yang jua berisi drama penculikan. Ekspektasi drop, palingan gitu. Tunggu dulu… ada nilai lebih ternyata. Lidah hanya untuk menyampaikan kata-kata, sedangkan kebenaran bisa disampaikan dengan banyak cara, dan kebenaran tidak terbatas pada kata-kata. “Kita dihukum atas kesalahan orang lain, dan kebenaran tidak pernah berpihak pada kaum yang lemah seperti bissu.”

Tidak ada ketakutan yang bisa mengalahkan keberanian dari Dewata Sewwae, dia mengirim keberanian setiap bissu butuh. Mapata alias Laela adalah korban penculikan, drama ini awalnya memberi kabar bahwa Pata terlibat organisasi terlarang – nantinya kita tahu ada sindikat penjualan organ tubuh, atas nama agama. Dipanggil bencong, disebut sebagai penyakit masyarakat. Penculiknya Ali Baba dan Sumiharjo, tergambar sadis dan tak berperikemanusiaan. Yang dia pikir keren karena dari luar negeri, telah menemukan bahwa kemungkinan meninggal orang yang kesepian jauh lebih tinggi ketimbang orang yang selalu merasakan kesenangan. Berbagai ancaman terhadap dirinya gagal, Pata baru menyerah saat yang diancam adalah istri anaknya: Batari dan Walida. Dengan lembaran kertas, karena sekarang Pata sudah tak berlidah, ia diminta menuliskan kisah, menuturkan masa lalunya. Masa lalu yang panjang nan berliku. Kata-kata memiliki topeng, jika tidak kau buka topengnya dengan pengetahuan yang mendalam maka tidak akan kau mengerti wajah yang sesungguhnya.

Kau boleh percaya pencuri, tapi jangan sekali-kali percaya pada pemegang kekuasaan. Dengan setting Sulawesi Selatan, di masa pasca kemerdekaan, kemelut Negara disajikan dengan sisian sejarah. Bagaimana perseteruan tentara DI/TII melawan tentara Jawa atas nama Republik Indonesia. Pasukan gerilya, atau gurilla melawan penguasa. Perang saudara yang menyeret budaya lokal, perjuangan pendirian Negara Islam sampai seteru antar golongan. Semua yang terlibat perang adalah pengacau. Hidup rakyat sangat tersiksa, konon kata orang-orang jika tentara Jawa datang mereka harus pura-pura membenci gurilla dan jika tentara gurilla muncul maka berhamburanlah makian kepada tentara Jawa.

Mereka tidak akan melakukannya tanpa bantuan kalian.” | “Kami tidak akan melakukannya tanpa permintaan mereka.” Lihatlah, keduanya tak mau disalahkan. Keduanya merasa benar. Mereka tidak mungkin tidak baca kamus sehingga tidak tahu bahwa radikal itu berarti maju dalam pikiran atau bertindak atau memahami sesuatu dengan mendasar.

Dalam buku-buku sejarah yang disampaikan di sekolah-sekolah – tentunya dengan sudut pandang Pemerintah Pusat, Kahar Muzakkar, Andi Aziz dkk adalah pemberontak, melakukan perlawanan, membentuk pasukan demi kedaulatan baru. Kita tahu ada banyak cerita menarik terkait budaya lokal dengan ilmu kebal dan kepercayaan kuno di dalamnya. Ada tiga tingkatan dalam penguasaan ilmu kebatinan, dan saba’-saba’ atau baca-baca atau mantra-mantra berada di tingkatan yang paling rendah disusul ilmu dengan gau-gaukeng atau lakuan, seperti melipat ujung lidah ke langit-langit mulut untuk menjadi kebal dan tahan bacok dengan menahan nafas dan menyimpannya di bagian tubuh tertentu. Napas kita, seperti yang pernah saya katakan merupakn awal dan juga akhir segalanya, kau hanya perlu memahami napasmu. Penyampaian para sesepuh itu tampak nyata dan bagus banget. Menjadi toboto tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang, karena hal itu, saya merasa sebagai orang terpilih dan karena menjadi orang terpilih maka tidak saya sia-siakan kesempatan ini maka saya rela tinggal bersama Puang dalam hitungan waktu yang cukup lama, barangkali tiga atau lima tahun.

Nah, di sinilah letak kisah Mapata. Ia adalah anak pejuang. Ayahnya mati terpenggal selepas pasukan gerilya menyerah dan hidup dalam masyarakat, ayahnya mati karena dendam para korban. Awalnya kita diberitahu Sukeri-lah pelakunya, lawan politik yang malah akhirnya menikahi ibu Pata. Sukeri, simpatisan partai dan banyak kenal dengan polisi juga tentara dan pejabat – tiga jenis kenalan yang selalu dibanggakannya yang justru menjijikan bagi saya. Selepas nikah, kita masih dibeberkan kisah pilu, pelecehan seksual yang menghantui remaja. Bagaimana lelaki dewasa melakukan tindakan jahat terhadap anak tirinya. Selepas kematian Sukeri – dibunuh oleh dendam, sang ibu kabur, dan Pata mengabdi pada Puang Matua Rusmi untuk menjadi toboto.

Dari Bissu Rusmi inilah, kita lalu diajak mundur lagi di era 1950an. Tanggal 15 Agustus 1950 Indonesia resmi menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dari sanalah awal perpisahan Puang Matua Rusming dengan Andi Upe. Pasangan kekasih homo ini, ada di beda kubu. Andi bergabung dengan pasukan gerilya, Rusmi bersama tetua adat. Penyerbuan di rumah arajang itu ditampilkan dengan sangat keren. Para manusia kebal itu tak semua tahan sabetan senjata. Rumah yang disucikan dibakar, mayat-mayat bergelimpangan. Sesuatu mendesak-desak di dadanya, dia telah merasa telah kehilangan segalanya, teman-temannya, rumah arajang, juga baru saja kehilangan lelaki, kekasih yang dicintainya.

Rusmi melakukan balas dendam. Merelakan tidak sama dengan melupakan. Judul buku diambil dari sini. Ilmu kebatinannya bisa memprediksi dengan detail mengagumkan, apa yang akan terjadi besok malam. Saat pasukan gerilya turun gunung untuk mengambil pangan, Rusmi menghabisi mereka semua. Kejadian itu sudah ada di bayangnya, ada dalam pikiran, seolah melihat rekaman dalam otak. Ia sudah tiba di waktu itu sebelum misi dimulai. Good! “Hidup ini Nak adalah perang melawan masa lalu dan pertaruhan untuk mengalahkan masa depan.” Bahkan saya tahu apa yang akan kamu ucapkan, satu hari yang akan datang. Saya tidak akan berangkat sebelum sampai di tempat tujuan, saya tidak akan bertarung sebelum selamat lebih awal. Kau tunduk para perintah, bukan hati nuranimu. Apa gunanya hidup? Jagoan betul.

Selanjutnya segalanya memang merumit. Rusmi merekrut Pata, menjadikannya bissu. Bahasa komunikasi bissu dengan Dewata Sewwae adalah basa to rilangi – bahasa orang langit. Merebut perjakanya, menghantar sukma dan lelaku prihatin demi ilmunya turun. Ada wahyu yang disampaikan, ada hal-hal gaib yang menyeru. Beda tipis sama pelecehan seksual, atau penyimpangan? Adakah perempuan yang ingin mengambil lelaki sisa lelaki? Pata sendiri menyimpan dendam kesumat, mengincar ilmu kebal dan kanuragan sehingga rela diperbudak. Cerita sampingan, Batari teman sekolahnya, ponakan Rusmi menggoda, mencinta dan menolongnya untuk kembali normal. Apa bedanya menggesekkan alat kelamin kita dengan berjabat tangan? Sama-sama kulit ketemu kulit, daging ketemu daging. “Kami tidak pernah benar-benar menjadi kanak-kanak jika tidak pernah menjadi memalukan.” Pata yang tak nafsu perempuan, dibubuhi hasrat birahi, digodai lantas menyeruak cinta. Sampai akhirnya, mereka kabur. Kawin lari, nama barunya sebagai bissu, Laela dipakai sebagai nama usaha salon-nya yang perlahan namun pasti tenar, sekaligus tumbuh isu nada miring.

Dan jadilah detail masa lalu itu dirajut dengan drama penculikan di awal. Ada shocking twist sebenarnya, tapi Bung Faisal sudah terpeleset saat jelang akhir. Sehingga sudah tak menarik lagi, siapa selamat, siapa tewas dan nasib sudah pasrah padaNya. Tak ada kesempatan kedua!

Ada sentilan bagus terkait kepercayaan. “Karena agama-agama tersebut memiliki penganut terbanyak? Serendah itu ukuran eksistensi agama?” Saya tidak menyakiti orang lain, saya tidak terima agama saya dijadikan jalan untuk kepentingan kelompok dan pribadi, bukan untuk kemaslahatan umat. Masih sangat relavan dengan sekarang kan?!

Mencoba filsuf. Semua yang diturunkan di dunia ini memiliki nama di langit, ketika tercipta di bumi manusia kemudian memberi nama baru. Lelaki hanya punya tiga bekal hidup di dunia, yang pertama ujung lidah untuk tutur kata kepada sesama, ujung kemaluan untuk kemampuan keturunan dan ujung badik untuk menegakkan harga diri. Jangan kau sekali-kali sembarangan dengan kata-katamu, Pata. Satu per satu dari diri kita akan hilang perlahan dan satu-satunya yang bisa kita jadikan alasan untuk kuat menghadapinya hanya satu kenyataan bahwa kita memang tidak pernah memiliki apa-apa, bahkan ketika bercermin, seseorang di dalam cermin itu juga bukan milik kita.

Ada bagian yang menggugah. Malam Jumat terakhir di bulan terakhir tahun itu. Malam yang konon keramat menurut yang dipercayai sebagian orang Bugis. Tubuhmu adalah batang sungai, sungai yang tak akan pernah kering sekalipun semua sungai di muka bumi ini tidak lagi berair. Sungai yang tak akan kering sekalipun dunia hancur. Tubuhmu mengalirkan susu dan madu, tubuhmu ini sungai Laban yang dijanjikan surga.

Saya menuliskan bagian-bagian yang bagi saya paling terkesan. Bagian yang susah dilupakan. Bapak harus sadar, bapak bisa merenggut kebebasan saya, merenggut lidah dan suara saya, bahkan mungkin merenggut keluarga saya. Tetapi satu yang tak bisa bapak ambil sebelum saya mati. Hanya satu. Tidak akan pernah ada yang bisa mengambil ingatan orang lain. Cerita melalui secarik kertas yang disampaikan sebenarnya menjanjikan kejutan-kejutan bagus, sayangnya gebrakan meja akan kemarahan fakta itu memang sudah terlanjur tenggelam.

Kovernya bagus. Teramat bagus. Dicetak dengan kertas luks menyolok mata karena blink-blink seolah buku remaja dan ketebalan yang mewah – penerbit Indi mana mau pilih kertas kover semahal ini, judul dan nama Penulis dibuat timbul menimbul kesan ini buku untuk kolektor. Ilustrasinya juga mantab jiwa, adegan-adegan potongan cerita dalam sepuluh kotak jeruji. Ada kucing, dan lelehan air mata. Sebagai naskah yang kalah dalam Dewan Kesenian Jakarta tahun 2016, Tiba Sebelum memang tampil dengan lebih rapi. Editing-nya bagus, nyaris tak kutemui typo. Sekali lagi Para editor Penerbit Major Gramedia melakukan tugasnya dengan sangat baik.

Perpaduan politik, sejarah, drama cinta, agama, persamaan gender, budaya, adat istiadat sampai kearifan lokal. Banyak hal ditawarkan. Tema yang disampaikan besar, seperti orientasi seks yang menyimpang. Dalam kaca mata umum, jelas hubungan sesama jenis adalah salah dan wajib dipersalahkan. Di sini, detail ini mengambil sudut pandang pelaku langsung, atas nama kepercayaan.

Jelas novel ini masuk sebagai Kuda hitam Kusala Sastra Khatulistiwa 2018. 1/3 pertama benar-benar membosankan, cenderung menjijikan dengan penjelasan detail penyekapan. Ngapain menjelaskan proses eek, buang air seni dalam satu plastik tanpa cebok, nyeni atau mencoba membual mual pembaca? Hal-hal yang bisa kita skip tanpa harus merinci, apalagi disampaikan dengan biasa, tak tertarik, tak menarik. 1/3 kedua bagus banget, dongeng dalam ilusi dimana kisah ditarik ke belakang. Mengenang ke era-era gelap, darah muda Puang, masa remaja Mapata sampai kisah-kisah mistis yang rasanya tabu dibicarakan secara umum. Mungkin karena kita suka menelusur sejarah, menyelipkan fiksi dalam sisian kenyataan, maka bagian ketika sang protagonis menuturkan cerita masa lalunya jadi begitu hidup dan asyik diikuti. Bagian terbaik, bagian yang sempat membuatku membuncah lagi, bagian yang membuatku kembali yakin bakalan seru. Sayangnya, 1/3 akhir kembali drop. Eksekusinya melemah, bahkan kemarahan di kalimat akhir yang sejatinya menggelora tak sanggup menyelamatkan kisah. Kalau saya bisa yakin, Muslihat Musang Emas masuk lima besar maka saya juga bisa yakin Tiba Sebelum akan rontok dini. Hanya keajaiban yang membuat novel ini juara, see

Faisal Oddang baru saja merayakan ulang tahun yang ke 24. Ya Allah semuda ini sudah bikin karya yang bersaing dalam Kusala Sastra! Percobaan-percobaan tahun mendatang akan menempa kualitas. Masamu masih sangat panjang. “Bersiaplah sekarang, kau akan melewati prosesi panjang sebelum irreba sebagai bissu.” Sebelum melangkah jauh, rasanya wajib dicoba karya lamanya: Rain & Tears.

Tiba Sebelum Berangkat | Oleh Faisal Oddang | KPG 59 18 01412 | Cetakan pertama, April 2018 | Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia | Penyunting Chistina M. Udiani | Perancang sampul & Penataletak Leopord Adi Surya | vi + 216 hlm.; 13,5 x 20 cm | ISBN 978-602-424-351-7 | Skor: 3.5/5

Karawang, 240918 – Sherina Munaf – Ada

Manifesto Flora – Cyntha Hariadi

Manifesto Flora – Cyntha Hariadi

Kalian adalah buah-buah pohon ibu, serupa tapi tak sama, sejiwa hanya beda warna. Aku adalah akar yang tak pernah muncul ke permukaan tanah tapi terus mengakar sedalam-dalamnya agar kalian tidak karam dan aku tak terjaga sepanjang malam.”

Mengambil angka keramat 23 sebagai jumlah cerpen yang disajikan, sejatinya buku ini menawarkan sesuatu yang unik dan disampaikan dengan cara tak biasa. Sayangnya sangat minim konflik, ingat, prinsip cerita bermutu adalah menyesatkan pembaca dalam labirin yang semakin terperosok pusing semakin bagus, semakin kita terkecoh dan tak bisa menebak semakin menyenangkan. Harus diakui kata-kata yang disaji terpilih dengan jeli, tapi tidak dengan permasalahan berikut penyelesaian yang handal.

#1. Bapa, Ini Aku Greta
Sayangnya cerpen pembuka kurang gereget. Karena ini adalah buku pertama Cyntha yang kubaca, first impress-nya jadi turun. Grata dengan seember air sumur mencoba filosofis. Ibunya tukang masak di Gereja, bapaknya tak pernah diungkap seakan terlupa. Bapamu tak pernah tahu, kalau saja bapamu tahu, bapamu bukan orang. Ah… rumah dan pohon yang hanyut dalam air mata.

#2. Apa Yang Kau Tunggu, Ny. Liem?
Liang dan Liong, dua bersaudara yang yatim. Ny. Liem yang kini sudah tua, dulu ia berjualan baju keliling. Setelah rumah dijual, ia kini tinggal bergantian bergiliran di kedua rumah anaknya. Perangai kasar sang ibu memang terlihat ganas, tapi tetap kasih ibu sepanjang beta. “Sudah lama aku tak melihatnya.”

#3. Tuan dan Nyonya di Jl. Abadi
Kisahnya tertebak, rahasia disimpan kurang rapat. Ada sesuatu yang tak lazim perlakuan sang tuan rumah, jelas. Agustin alias Titin suka menulis puisi. Sebagai pembantu rumah tangga. Sang nyonya sibuk usaha, seakan seluruh penghasilan darinya. Sang tuan lebih malas dan pasif. Cerita seperti ini sudah sering kubaca, jadi ga terkejut lagi, sampai akhirnya tangan Titin tak sanggup menulis puisi lagi.

#4. Mohon Tinggalkan Aku Sendiri
Bisa jadi ini cerpen terbaik. Dibawakan dengan tenang namun sangat bermakna. Cerita sedih berkelas, pilihan hidup sendiri seorang ayah yang disampaikan kepada ketiga anaknya melalui surat elektronik. Istrinya baru saja meninggal, ketiga anaknya yang sudah menikah dan jauh di rantau mencoba menghibur dan saling lempar tanggung jawab, siapa yang akan menemani serta mengurus hari tua ayah mereka. Sang ayah dengan tulisan berkelas, mencipta: Mohon tinggalkan aku sendiri. Alasannya pun terdengar aduhai.

Aku ingin pergi dengan sedikit tabungan yang masih kumiliki. Aku mau menentukan tujuanku sendiri, mungkin aku mau berlayar, mungkin aku mau mendaki gunung, mungkin aku mau ikut sayembara, mungkin aku mau merintang bahaya.

Namun sekarang aku sendiri, menjauh dari kalian namun mendekati apa yang ditakdirkan sebagai titik akhir hidupku sejak aku lahir puluhan musim kemarau silam.

#5. Amerika I
Sahabat yang menyambut Mamin di apartemen Amerika. Mamin yang sekarang didiagnosa kanker payudara, genetik bawaan ibu dan beberapa tantenya. Jadi ia melarang sahabatnya sedih. Bercengkerama melepas rindu, diskusi masa lalu sambil menikmati taman. Hipanik? Apakah ia mengejarku?

#6. Amerika II
Di tahun 1990 sang Aku pacaran dengan Ben. 1988 saat mata kuliah video production, mendapat tugas bikin video tema bebas maksimal 30 menit. Mengenang kartun-kartun yang kita kenal. Spongebob di akhir tahun 1980an? Tahun 1992 menemukan pasangan hidup, dengan tato ‘Luis & I, explosions in the sky.’ Sebagai kado. Mana konflik woy?!

#7. Bayang
Salina, Ali, Romo Giri. Dengan setting Gereja dalam tampilan pentas. Janda Mona percaya Romo Giri adalah junjungan yang tak bisa ia sentuh, maka ia pun rela kelaparan daripada dikuasai gairah yang ia tak bisa lawan. “Karena lelaki yang kucintai tak bisa dan tak mau kukawini.” Ah… cinta.

#8. Melankolia
Rumput terang, kau. Dibagi dalam 12 segmen atau kau bisa sebut paragraf tanpa ‘tab’ di setiap kalimat pertama. Agak rumit kalimat-kalimatnya, contoh: … dari balik pintu kaca, aku melahap wajahmu, menelannya dalam otakku, memperhatikan gerak-gerikmu ketika menyalakan lampu.. boleh saja memilah kata-kata dengan merumitkan diri, tapi tetap makna yang utama.

#9. Manifesto Flora
Ini dia, judul yang dipilih sebagai menjadi identitas buku. Bukan yang terbaik, dari pilihan judul sudah merumitkan keadaan. Flora, 14 tahun. Jika nanti ada yang mengajakku kawin, aku punya satu syarat: aku cuma mau kalau ia setuju keluarga kami kelak cuma punya satu telpon, yaitu telpon rumah. Keinginan sederhana, tapi tak lazim. Kita diajak menelusur masa lalu, dan bagiamana komunikasi terjalin.

Ketika kita bisa dihubungi di mana saja, pulang menjadi tujuan akhir, bukan utama.

#10. Dari Terang Tiba-tiba Hujan
Tentang Bapak Wiranata orang tua yang dititipi cucu, Satya. Ketika Lena, anaknya harus mudik. Semua tampak wajar dan normal-kan, sampai ibu Wira bersapa dengan tetangga dan kalimat, ‘Pak Wiranata, tidak bilang-bilang sudah bercucu.’ Ada yang janggal?

Bapak Wiranata berharap hujan akan melunturkan warna kulit Satya. Sebagian lagi berharap hujan akan mencuci hati tuanya yang kotor. Sisanya berharap hujan akan menyembunyikan air matanya yang turun tak terduga.

#11. Rumah Batu Kali
Musibah rubuhnya pohon mangga tua yang mengenai rumah keluarga Kumala. Rumah itu terbuat dari batu. Pondasi, pilar, pagar, jalan setapak, dinding, lantai. Suami bu Kumala seorang arsitek, ia tak menduga bukan kemarau bukan badai, bukan rayap, atau kelalaian yang menghancurkan rumahnya.

#12. Dokter Agnes
Dokter muda yang jarang mau tampil di tv walau banyak tawaran. Kecantikannya pasti menyihir, sebagai dokter kulit yang merawat penampilan, banyak tips agar tampil elok. Entah kenapa kali ini ia mau muncul di depan penonton. “Semuanya sama saja, sangat memuja kecantikan, tidak ada yang memahami keindahan.”

#13. Dokter Arif
Pertama dibuka sama istri, judul inilah yang muncul. Kebetulan dokter anak kami bernama Dokter Arif, yang membuat Hermione selalu ketakutan. Tampak kebetulan. Bagaimana ceritanya? Setelah melahap 12 cerpen, saya mulai ikuti alur dan ciri khas Cyntha. Hemat kalimat langsung, ada yang tak baku menyatukan beberapa kalimat langsung dalam paragraf yang seharusnya dipisah. Dan pemilihan diksi yang tak umum. Kurasa Dokter Arif sama saja, minim konflik.

#14. Bekas Teman Baikku
Teman lama, mengerjakan PR bersama, membuat kue bolu, memakai rias ibu, mencoba jenis gaya rambut hingga cerita cowok. Ah teman baik, sahabat lama yang tak terpisah kala sekolah. Selepasnya banyak perubahan, Juliana yang anak tukang ojeg menaikkan taraf hidup, sang Aku terpuruk. Kutunggu di kedai Pak Sardi depan sekolah besok jam 11 siang. Kangen. Reuni itu tak berjalan sesuai harap.

#15. Tante Tati dan Putrinya, Temanku
Tapi apakah ini cara berduka yang benar, memberi tante Tati sebuah ilusi? Paramitha jatuh cinta pada lelaki apa saja dan berharap lelaki itu ayahnya. Ia bercita-cita punya perkawinan seperti orangtuanya. Karenanya ia diam dan bertahan. Karangan penebus ekspektasi, jadi ingat Atonement dengan Saoirse-nya.

Ah cinta memang sebuah pengorbanan, demi apapun keluarga nomor satu. Setimpalkah?

#16. Setengah Perempuan I
Kisah tak nyaman dibaca tentang lelaki yang kemayu. “Mesa, Melati, Putri dan Alma.” Tiga perempuan, satu lelaki. Told you boys are jerks!

#17. Setengah Perempuan II
“… perempuan punya anak tanpa suami disebut sundal tapi perempuan utuh. Kalau yang bersuami tapi tak beranak, baru setengah jadi perempuan. Coba kalau kau menantuku, Won” Curhatan ibu kepada si meong yang terdengar sang menantu, Lydia. Drama keluarga tentang keturunan, tak akan habis akan terus diproduksi, seperti anak kucing yang terus beranak-pinak.

#18. Kau Tak Berhak akan Dia
Tuan Mari Makan yang tampak baik, disambut ibunya yang juga selalu tampak ceria. Narasinya bagus, sang anak tampak pasif dan menerima kehadiran orang asing dalam keluarga. Suaminya kepingin perempuan lain, bukan anak lain. Tetap semangat Nak.

#19. Dinda Bukan Puisi
Cerpen satu lembar. Teramat pendek. Teramat sangat pendek malah. Dinda yang mudah disebut dalam tulisan, nyaman digores pena, enak dijabarkan seni sajak. Besok aku akan mengenangmu lagi.

#20. Telpon Dari Luar
Semakin lama kenang-kenangan pertama di kehidupan awal manusia akan terdesak dan terkubur oleh kenangan-kenangan baru yang lebih menyenangkan – terseleksi secara alami oleh otak dan mental kita – supaya kita bisa bertahan hidup dan lebih bahagia. Kisah sedih bagaimana ia yang menjadi saksi, permainan psikologis mamanya yang meninggal gara-gara telpon dari luar. Sejak saat itu, aku selalu menunggu dering telpon dan berharap itu adalah pembunuh Mama. Masih kuingat suaranya.

#21. Rose
Ini lebih ke cerita kocak sih. Nama aslinya Rosminah. Menikahi konglomerat yang mau rumah tinggal tunjuk, mau pendidikan terbaik buat anak tinggal pilih yang elit, mau berlian tinggal tiup. Tapi dasarnya memang ndeso, maka saat Mr. Cho memberi wewenang itu, ia tampak tak meyakinkan. “Selamat siang Mbak, cari rumah buat bos-nya?”

#22. Kolokan
Mengingatkan pada lagu Sheila On 7: Generasi Patah Hati. “Kubekerja siang dan malam, agar istriku bahagia. Kelak anak kita hidup selayaknya.Aku generasi yang patah hati, terlahir dengan kondisi yang seperti ini.”

#23. Dua Perempuan di Satu Rumah
Mungkin ini yang terbaik kedua setelah drama ayah mengirim email perpisahan. Ending yang bagus, Siska dan Norman menikah, mereka berjanji hanya bisa dipisahkan oleh kematian. Enam bulan kemudian, Norman dimakamkan di samping kedua orang tuanya. Duka Siska yang mendalam, di rumah didampingi Bi Onah, kejanggalan diungkap paragraf akhir yang sangat panjang, twist!

Kovernya bagus euy, membuat Hermione kaget lalu setelah memperhatikan, ketakutan. Ilustrasi gadis dengan tatapan kosong, kover belakangnya ya gadis tampak belakang. Model semacam ini pernah kulihat pada kover The Kite Runner- nya Khaled Hosseini di mana remaja lelaki mengintip tembok yang gompal dengan sisi-sisi seperti Manifesto. Background-nya hijau, unik dan betah dipandangi lama. Salut buat tim dan editor GPU. Rapi, tak ada typo, enak dibaca, layout ciamik. Dan tentu saja pemilihan kover yang keren. Terima kasih.

Secara kualitas cerita, ya sekedar bagus, tak istimewa. Lebih bagus dari Laut Bercerita tapi tak lebih OK dari pesaing lain yang kini sudah memasuki enam prosa. Sudah kelihatan ngawang-awang dari judulnya. Hanya dua-tiga cerpen yang bagus, lainnya standar. Ada karakter yang tinggal tunjuk beli rumah, tinggal pilih sekolah elit, ada karakter tinggal di Amerika, ada tuan rumah dengan bisnis butik hingga segala perhiasan melekat. Jelas sekali ini kumpulan cerita yang bukan kita banget. Rasanya hanya terjadi sesuatu yang luar biasa yang akan membuat Cyntha menang Kusala Sastra Khatulistiwa 2018. Sulit rasanya mengingat kualitas tinggi para pesaing.

Segala yang manusiawi tidaklah membuat jijik, Tuan Shannon, kecuali yang tak berhati, biadap. – Hannah Jelkes dalam The Night of the Iguana karya Tennesse Williams

Manifesto Flora | oleh Cyntha Hariadi | GM 617202039 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Cetakan pertama, Agustus 2017 | Penyelia naskah Mirna Yulistianti | Pemeriksa aksara Sasa | Ilustrasi sampul Gladys Simpson | Desain buku Roy Wisnu | Setter Fitri Yuniar | ISBN 978-602-03-7535-9 | Sjor: 3.5/5

Untuk Roy

Karawang, 240918 – The Cranberries – Time Is Ticking Out

Muslihat Musang Emas by Yusi Avianto Pareanom

Muslihat Musang Emas by Yusi Avianto Pareanom

Lelucon mereka yang sering terlontar justru tak lama setelah menyanyikan kidung pujian bisa dibilang tak pantas, tapi itu yang menjadikan mereka lebih jahanam.

#1. Muslihat Musang Emas Dan Elena
Cerpen pertama langsung menghentak tatanan ketika kalimat nyeleneh dilontarkan, “Kita punya peluang mendirikan agama baru, Don.” Sebagai cerpen yang dipilih sebagai judul buku, apa yang disajikan memang harus bikin greget pembaca sedari mula. Dan sukses besar. Benar-benar gilax, nge-twist bikin mual. Mengingatkanku pada lelucon Pramugara yang berseliweran di grup Whats App. Dengan tambahan kata ‘…dan Elena’ dalam judul, kita diajak muter-muter diskusi kemiringan otak manusia, dan betapa cinta memang buta, sableng dan kadang tak berlogika. “Ketimbang bikin agama baru, bikin Komunitas Hati Remuk Karena Sebab –sebab Tak Tertangguhkan saja, Mas.”

#2. Ia Pernah Membayangkan Ayahnya Adalah Hengky Tornando
Cerpen kedua tak kalah absurd. Seorang lelaki baru menyadari punya anak di luar nikah setelah belasan tahun berkelana. Ia anak perempuanmu, kau baru mengetahuinya tiga bulan lalu. Di rumah kopi, kawasan Cikini, Jakarta Pusat. Kilas balik masa remaja dijelaskan. Bagaimana ketika banjir mencipta dua insan mencinta dadakan dan polosnya, tak tahu bahwa efeknya jauh lebih panjang dari yang dikira. Akhir yang manis, tak seperti kopi yang dipilih atau teh yang ditawarkan. “Bagaimana aku harus memanggilmu?”

#3. Bagaimana Ben Kembali Memeluk Islam
Untuk ketiga kalinya beruntun cerita dibuka dengan duduk-duduk minum kopi. Wah jadi kepikiran bikin cerita dengan pembuka macam gini. Ini lebih sadis karena di saat jutaan umat muslim mengaji di malam Nifsu Syakban, mereka malah kongkow bersama bir. Ben terlambat datang buat ngumpul, lalu ia berkisah proses telatnya, bagaimana insiden dompet membuat cerita nyata sebagus fiksi. “Kalau kisahmu kaulabeli kisah nyata, tak akan ada yang percaya. Komentar yang akan diterima kira-kira begini, ah pengarang sukanya mengada-ada. Kalau kau jadikan fiksi, terlalu banyak kebetulan.”

#4. Gelang Sipaku Gelang (1)
Salah sendiri pakai nanya siapa naik duluan.”Oma Irama. Di tahun 1977 di Semarang, di sebuah konser musik hiburan rakyat, ketika Soneta sedang di puncak popularitas sebuah insiden kecil menuai gelitik adu fisik. Band lokal sebagai band pembuka, sabotase konser saat seharusnya Bang Haji dkk. menampil penutup malah, Usbros menyanyikan lagu legendaris Gelang Sipaku Gelang: ‘… Mari pulang, marilah pulang, Marilah pulang bersama-sama.”

#5. Gelang Sipaku Gelang (2)
Lanjutan, kini kita disodori efek insiden lagu penutup itu. Kali ini orang-orang di belakang panggung berseteru. Akibat panjang dari insiden kecil itu ternyata merentang jauh, menyeret perseteruan tawur antar kampung hingga masa 2017 atas nama harga diri. Dan itu semua dimulai hanya gara-gara lagu penutup yang sudah biasa kita nyanyikan ketika TK? Alamak! “Bandmu anjing!” – Satryo Beni. “Bandmu tahi anjing!” balas Setyo Andi.

#6. Samsara
Sabda Dhani Wibisono yang malang. Kisah panjang, yang dinukil di kalimat pertama di kover belakang. Apa yang akan kau lakukan bila kautahu kau anak hasil hubungan sungsang. Ga menyangka petualangannya bisa sampai merentang Pakistan, atas nama agama dan bermuara di ibu kota, atas nama kebutuhan. Inilah lika liku kehidupan. Hidup mulia atau mati syahid. “Untuk catatan resmi, siapa nama Anda?”

#7. Benalu Tak Pernah Lucu
Kita tak bisa membenci keluarga. Hubungan kakak-adik yang parasitisme. Seolah Paman Yusi mengolok para pria agamis yang memikirkan akhirat tapi lupa dunia juga butuh biaya. Dan uang itu hasil dari melucu, ironis memang. Berto adalah gambaran para pemuda yang mengabdi pada orang tua dan tanpa pamrih berlebih berbagi dengan saudara. “Rasanya lucu ya?”

#8. Penyair Yang Meninggalkan Ibadah Puisi
Tentang penyair kenamaan kita, Joko Pinurbo. Setiap beliau merayakan ibadah puisi keluar kota, ada lelayu di desanya. Hal-hal yang rasanya tak ada rantai penghubung, atau sekadar kebetulan? Jika gerimis bisa mempercepat kelam, bisakah ibadah puisinya mempercepat kematian? “Bukannya kebetulan saja, Pak?

#9. Pengelana Waktu
Cerpen satu lembar. Hari ini untuk kedua kalinya ia mengunjungi esok hari. Hari ini ia berkunjung ke dua puluh tahun silam. Semua yang ia saksikan di luar penalaran. “Nanti kalau sudah mandi air panas, akan sedikit enakan.”

#10. Alfion
Cerpen ala Memento karya Christopher Nolan di mana paragraf pembuka adalah ending. Dimulai dengan kematian Alfion, penjahat buron yang ditembak polisi di kereta yang melaju menuju stasiun Cepu. Kisah lalu meluncur terus ke belakang sampai usia Alfion di masa sekolah. “Tidak usah nangis. Laki-laki kok nangisan. Bagaimana mau hidup? Dunia ini keras.” Saus kelwa apa ya?

#11. Upaya Menulis Sebuah Cerita Detektif
Zen Abacus seorang penulis skenario sinetron kejar tayang, mengajak bertemu sang Aku meminta bantu menuliskan draft cerita ketika ia sedang buntu atau sebut saja kepepet. Sang Aku sedang menulis cerita detektif, eh dicomot juga oleh sahabatnya maka saat susunan kata disodorkan, sejatinya terbaca kesal namanya tak dicantum. Sip! Mantab! Dasar manusia. Seolah ini curhatan Paman Yusi? ‘Balas dendam’ bisa dengan banyak cara untuk seorang pengarang ‘kan? “Ceritaku kebanyakan tentang kematian, Bung. Ada yang tentang mutilasi malah. Apa cocok?”

#12. Bangsawan Deli dan Delia
Dengan setting Jakarta tahun 1950, era pasca kemerdekaan dua kejadian coba disambungkan. Misteri tenggelamnya kapal bangsawan SS Deli di Selat Malaka dengan kejadian pembunuhan anak perempuan enam tahun bernama Delia, hanya beberapa meter dari TKP ada buku satu jilid Ashlu Al-Maanah Al-Insaniyah. Langsung deh saya teringat kutipan pembuka buku ini. Apalagi di cerpen sebelumnya Upaya Menulis juga disebut, yah, ini memang cerita detektif. “Jadi benar mereka mati ditelan siluman laut?

#13. b.u.d
Apa sebaiknya sekarang aku dipanggil Anna biar palindromik?” Sempat menyangka-kan ini AKU ya, karena nama saya yang dinukil dan jua saya lahir di Sukoharjo, ge-re, saya belum pernah mewujud ngopi bareng Paman euy. Kisah ini berdasar kejadian nyata. Sayangnya kehidupan saya tak sedramatis itu. Cinta memang harus diperjuangkan, dengan latar palindrom – di mana kata atau kalimat dibolak-balik terbaca sama – kita menelusuri jejak kehidupan seseorang. Salut untuk keteguhan melawan arus, beda agama menikah masih menjadi tabu dan seakan semua jalan keluar dari hati tak nyaman di telinga. Good luck to me, good luck BUD. Siapa Henoch Gunadi Sanbe?

#14. Buris
Kisah sedih teman sekantor yang gendut bernama Buris. Sedihnya agak lucu juga, sang Aku yang panas akan cerita bombastis Buris yang sukses ajak cewek jalan akhirnya ‘mencoba’ merebut Rara Ireng, teman sekantor jua sekaligus teman lama adiknya. Awalnya terlihat lancar dan akan jadi happy ending, eh malah dibelokkan bencana. Haha.. jodoh memang tak ada yang menyangka-kan? “Alhamdulillah, perut kenyang hati sennag, Kawan.”

#15. Pemuda Penyayang
Itu tanda-tanda kenabian. Pemuda yang disangka nabi, mengeluarkan kotoran turut serta uang logam. Silsilah nabi yang kita kenal dengan segala mukjizat-nya dirunut. Mana ada yang bisa ‘memproduksi’ uang dari dalam perut? “I am the Walrus.” Oalah.. Dave Dave. Kau masih punya waktu panjang untuk mewujudkannya.

#16. Kecerdasan dan Cairan Pekat
Jorok sih, tapi yasu dahlah memang dunia penuh orang menyimpang. Gara-gara artikel yang mengatakan hasil tes IQ mahasiswa Alicia Franklin sebesar 220 di Universitas California, Los Angeles, Amerika. Melebihi Stephen Hawkins, Albert Einstein, dan Leonardo Da Vinci. Tiga minggu jelang ujian SMA, Windu terobsesi menelan sperma, punya sendiri awalnya. Tapi pikiran liarnya menelikung tak tentu arah. Duh! “Kanibal!”

#17. Suatu Hari Dalam Kehidupan Seorang Warga Depok Yang Pergi Ke Jakarta
Ini saya yakin pengalaman pribadi. Sama sepertiku yang malas keluar rumah, malas urusan berbelit dengan dunia luar. Maka saat warga Depok akan ke Jakarta, merapel segala urusan. Dan ia-pun mengalami satu hari yang melelahkan. “Pancen asu kowe, Mas!” Depok, pinggiran Jakarta. Bekasi, pinggiran Jakarta. Kota-kota satelit yang ikut rembug dalam kemajuan, jadi Karawang satelit cadangan?

#18. Pergi Ke Malang
Nanti malam kau akan pergi ke Malang, Jawa Timur bersama anak laki-lakimu. Dibawakan dengan kalem, tapi sungguh mengerikan. Ini bisa jadi yang terbaik. Kisah detektif tanpa detektif. ‘Bencana’ pembunuhan yang dirancang dengan detail mengagumkan. Punya alasan kuat untuk tak disangka, sebuah keluarga aneh menjelas kronik drama kehidupan. Seolah sebuah musibah, pergi ke Malang adalah ‘tur’ tragedi yang membuat penyidik mungkin langsung mencoret sang pelaku. Kisah ala Agatha Christie, dengan ide liar kekejaman lokal.

#19. Nasihat Bagus
Seorang buzzer politik harus bermuka badak. Roy dan kita semua hidup di era digital, segalanya serba instan. Roy agak terkejut ketika Pemilik partai ‘Indoperi’ yang anti-Pemerintah tiba-tiba membelokkan haluan. Sebagai buzzer yang awalnya konsisten menjelekkan kudu penguasa, ia harus berganti arah. “… Bentar lagi 2019, siap-siap saja. Ingat, muka badak.”

#20. Ular-ular Temanten
Ini lucu, sumpah. Pengalaman saya juga soalnya. “Hari ini giliran suami mengalah, besok giliran istri yang menang.” Kocak anjrit. Menikah memang butuh banyak pengorbanan, termasuk mengalah. Afu, kena banget gue. Jadi penasaran dengan grup lawak Djunaedi cs yang ada di tahun 1980an. Cerpen ini kubacakan di inspirasi pagi di kantor, dengan modifikasi sedikit untuk kata-kata kasar sebab dibacakan untuk semua orang termasuk para manager Perusahaan, pada ketawa. Hehehe…

#21. Pak Pendek Anggur Orang Tua Terakhir di Dunia
Tentang Jarwo dan sisi gelap hidupnya. Sebagai penutup, Bung Yusi dengan cerdas menaruh cerita bagus banget lagi. Hikayat orang cebol di Semarang. Bagaimana profesi penari sebagai maskot sebuah produk minuman kala promosi, menuntun drama yang mengejutkan. Chapter akhir berisi sembilan paragraf itu keren banget men. Edun. Sang protagonis ternyata menyimpan info yang sangat krusial dari pembaca. Pembuka yang keren, penutup yang lebih keren lagi. Nikmat baca mana yang kamu dustakan?!

Saya baca dalam sehari pada libur tahun baru Islam, saat menjadi sopir keluarga ke Depok. Saya baca dalam tiga kali kesempatan duduk. Saat menunggu mereka belanja di Pasar Baru, ada tempat duduk ayun tepat sebelahan sama para pengayuh becak bersantai, tidur nyaman di terik matahari. Kedua saat di masjid Nurusalam, Depok Utara diantara Zuhur dan Asar, ketiga saat di rumah keluarga saudara Jl. Saledri – mencari ruang sepi ketika ruang tamu penuh canda tawa, bersama segelas kopi pahit bikinan Bude, sembari menunggu mereka nostalgia jelang Magrib, buat pulang. Well, Penerbit Banana ada di Depok seharusnya dekat nih sama rumah Bude yang di Beji, sempat kepikiran pengen main, tapi urung. Lebih ke ingin menyendiri di masjid bersama buku, sudah menjadi kebiasaan ketika ke Depok sebagai sopir saya pasti ‘menghilang’ waktu-waktu Zuhur, bukan untuk berdzikir malah bawa buku fiksi. Ampuni hamba ya Allah.

Kata Woody Allen dalam adegan pembuka Annie Hall, “Laki-laki menua dalam dua cara, ada yang rambutnya menipis dulu baru beruban, ada yang beruban dulu baru menipis, yang pasti dua-duanya bakal habis.” Kalimat ini ada dalam Satu Hari Dalam, dan saya langsung meraba rambutku. Alamak, saya jenis pertama.

Arsene Wenger itu manager bagus.” Seperti jutaan fans Arsenal di dunia, ia memiliki ketabahan mengagumkan kaum Yahudi yang hidup di Mesir di bawah kekuasaan Firaun ribuan tahun lalu. Hhhmm…, Bung Yusi harus berbaur dengan Laziale nih, mengenal penggemar klub jarang juara, kita sudah jauh lebih tabah dari para pengagum The Gunners karena kita menganggap Lazio adalah klub terbaik dunia akhirat, menjuluki Lazio The Great! Yah, karena fanatisme adalah kunci. Terakhir juara Liga 2000, delapan belas tahun. Yah, setidaknya ada yang lebih lama. The Reds!

Amazing. Sekali lagi Bung Yusi memukauku. Setelah tak sengaja berkenalan kumpulan cerpen Rumah Kopi Singa Tertawa, kisah-kisah tak lazim saya menyebutnya, saya kejang-kejang sama cerita Raden Mandasia, yang menang Kusala Sastra Khatulistiwa 2016. Menjadikan buku lokal yang masuk best 100 novel versiku tahun lalu. Nah kali ini kembali ke kumpulan cerpen dengan kover yang sedap dipandang, warna kuning sebagai latar dengan seekor musang di dalam cangkir di antara dua lainnya. Kover bak poster film art, film festival. Catchy nan mewah. Kover buku ala poster film-film Wes Anderson. Duh jadi inget Grand Budapest Hotel bersama Saoirse Ronan.

Kandidat ketiga yang saya ulas setelah Laut Bercerita dan Gentayangan. Saya pernah bilang Laut akan masuk 10 besar tapi mustahil menang, saat ini masih terbukti. Gentayangan bagus, tapi tak sampai klimaks. Bagaimana dengan Musang? Saat ini sudah baca enam kandidat dan jelas secara kualitas Musang yang terbaik, bahkan dibanding Kura-kura Berjanggut yang tebalnya mengerikan, tunggu waktu tepat buat ketik ulas – maaf tunda memang tindakan tidak baik. Masalahnya, biasanya juri akan lebih suka satu cerita dalam satu buku. Atau memang inilah saatnya Kumpulan Cerpen unjuk gigi? Doaku yang terbaik.

Seperti kata Mario kepada Pablo Neruda dalam Il Postino, sebuah sajak begitu dilempar ke publik menjadi milik pembacanya, terserah mau dimaknai dan digunakan sebagai apa. Begitu pula karya-karya lainnya termasuk prosa. Setelah dirilis, maka publik punya hak penuh menilai, pujian syukur, cacian ya risiko. Untungnya tiga karya Paman Yusi konsisten memuaskan, jadi saya ketik ulas ya enak banget. Mengeluarkan uneg-uneg tanpa tameng apapun jadi lebih nyaman. Beli buku, baca, puas ketika ngetik juga dibawa ceria. Makanya sudah tidak beli buku Tere Liye lagi.

Prediksiku jelas, Kumpulan Cerpen ini masuk lima besar. KUDU! Juara hanya bonus.

Tuhan berencana, manusia menentukan. – Asal-muasal Derita Manusia karya Yusuf Al Uraizy

Muslihat Musang Emas | Oleh Yusi Avianto Pareanom | Copyright 2017 | Penerbit Banana | Cetakan pertama, September 2017 | 13,8 x 20,3 cm; 246 halaman | ISBN 978-979-1079-60-0 | Penyunting dan Penata artistik Ardi Yunanto | Fotografer sampul Agung ‘Abe’ Natanael | Skor: 5/5

Karawang, 180918-230918 – Sherina Munaf – Curahan Segalanya

Pekan Kelima: Lazio Vs Genoah

Pekan Kelima: Lazio Vs Genoah

LBP 3-0
BIG match pertama musim ini. Menang syukur, seri alhamdulillah, kalah ya memang wajar. Forza Lazio.

Katrina Jade Prayitno
Lazio 2-0 Genoa; Immobile
Analisis: Waktu delok awakmu liwat ning ngarepku, pengin eruh jenengmu. Tapi aku ragu, atiku gak nentu. Aku takon koncoku opo kenal awakmu. Jarene koncoku awakmu iku arek paling ayu.

Imoenk
Lazio 2-1 genoa, Immobile
Wah big match beneran ini. Lazio selalu rame kalo lawan genoa. Lawan berat lazio selain Juve, Chievo, Roma, Milan dan beberapa klub serie A yg lain. Jaminan determinasi tinggi, serangan balik cepat, dan tackle berbahaya. Catet.

Siska
Lazio 2-2 Genoa
Immo
Rekor H2H Lazio dan Genoa relatif seimbang. Pada dua pertemuan terakhir kedua tim saling mengalahkan. Kedua tim berada di posisi berurutan di klasemen, yakni Genoa di posisi 7 dan Lazio di posisi 8. Bisa jadi, laga ini akan berakhir imbang.

Emas Agos
Lazio 1-2 genoa
Gol Ciro
Musim lalu lazio dibungkam di kandang sendiri. Tidak menutup kemungkinan musim ini diulangi. Potong bebek angsa masak di kuali, Lazio main kandang kalah dua kali.

DC
Lazio 3-1 Genoa
Immo
Kami datang. Kami bertanding. Kami menang. VVV

AP
Lazio v Genoa 1-0
Immobile
Lazio sudah mulai panas. Musim lalu Genoa bisa menang di Olimpico. Setelah pekan lalu mengalahkan Filippo Inzaghi (Bologna), Ballardini berpotensi kembali menang melawan keluarga Inzaghi.

AW
Lazio vs Genoa : 2-1, Luis Alberto
Lazio siap menang lagi. Luis Alberto nyekor lagi. Tren positif berlanjut lagi.

Takdir

Lazio 2-2 Genoah, Caicedo
Analisis Laga yang sulit. Partai Genoah adalah partai prestis, hanya sedikit di bawah Barcelona. Bisa seri sudah bangga.

Karawang, 230918

Gentayangan – Intan Paramaditha

Seorang kawan yang kukenal di San Francisco mengirimi novel Anda kepada saya sebagai hadiah. Saya tak bisa berhenti membacanya. Setelah menyelesaikan novel ini, saya segera menjadi penggemar baru Anda.

Hei ini benar-benar kebetulan, tiga orang Asia Tenggara bertemu di San Francisco. Kebetulan. Biasanya, kebetulan adalah sebuah pertanda. Pertanda! Aku tahu pertanda apa. Akan ada fiesta.” Kau merasa sedikit geli. Dengan pertemuan singkat di jalan, seberapa mungkin ada lain kali? Banyak hal kebetulan di kisah ini, tapi bukankah hidup ini juga berisi hal-hal yang tak direncana matang?

Cewek baik masuk surga, cewek bandel gentayangan. Cerita mengutukmu saat kau tahu tak ada apa pun yang bisa kau ubah setelah mendengarnya.

Umurku hampir 28 tahun dan aku belum pernah ke New York. Ini tragedi. Well, berarti mayoritas kita disapu bencana besar. Cerita berputar, bagaimana kita membaca buku bukan berurut dari halaman satu, dua, tiga dst sampai halaman akhir. Novel yang menawarkan ‘Pilih sendiri petualanganmu’ bersama sepatu merah menyala. Sepatu Iblis Kekasih yang mengajak pembaca terlibat menentukan pilihan. Lagi pula, cerita petualangan sering kali mulai dengan warisan dari seseorang yang telah wafat. Sudah beberapa kali membaca dengan plot macam gini, semua terjemahan, jadi ini versi lokal pertama. Dan selalu memusingkan, bukan karena harus bolak-balik halaman, cek sana-sini lalu dirajut banyak kejadian. Bukan. Saya lebih nyaman serta praktis maju, seperti hidup yang selalu menatap masa depan, waktu itu linier tak ada peluang mengubah sekalian mengulang sebuah kejadian yang sama persis. Saat kita sudah mengambil pilihan, maka ya itulah yang kita jalani tak ada tapi atau andai. Contoh esok pagi sarapan nasi uduk atau nasi kuning, esok saat pagi tiba jam 07:00 kamu putuskan makan nasi kuning ya kamu ga akan bisa dapat kesempatan kembali ke jam 07:00 di titik itu untuk makan nasi uduk. Kisah pilih sendiri gini, malah membuat kita capek sendiri. Cerita mengutukmu saat kau tahu tak ada apa pun yang bisa kau setelah mendengarnya. Saya putuskan baca buku ini karena masuk kandidat saja, tak lebih. Memangnya siapa Penyihir Perempuan ini?

Jadi sang tokoh utama menjalani kehidupan membosankan sebagai guru les bahasa Inggris memohon untuk bisa berpetualangan, apapun syarat dan ketentuan sang cewek siap. Begitulah petualangan tak selalu menjanjikan banyak pilihan. Dengan sudut pandang orang kedua, pembaca diajak menentukan nasib. Maka saat malam ia ‘menantang’ di kamar kosnya kepada iblis, dia mendapat kesempatan langka, diberi sepatu merah dan cling! Dia-pun terbangun di taksi yang sedang berjalan ke bandara JFK, New York. Kau bertanya-tanya apa yang akan kau alami apabila waktu itu kau batalkan perjalananmu ke Berlin. Apakah petualanganmu akan lebih mendebarkan? Sebuah masa di antara, seberapa panjang ia? Mungkin hanya sekejap mata tapi mungkin juga ia sebuah ruang tunggu yang elastis. Di dalamnya kau sempat mengucapkan selamat tinggal pada Bapak-Ibu, juga kakakmu dan anak-anaknya. Yang pasti Sang Aku sudah merentang jauh dari Jakarta. Satu-satunya yang kuinginkan adalah pergi dari sini dan berpetualang. Tapi dalam setiap petualanganmu kau ingin apa jadinya bila kau ambil jalan yang ini bukan yang itu. “Beri aku uang, visa, dan tiket sekali jalan. Aku tak mau pulang.” Dengan wajah bingung ia menyusun kepingan apa saja yang terjadi dari ia menandatangani kontrak iblis hingga dirinya di Amerika. Hilang, tak ada yang bisa diingat. Saat akhirnya turun dari taksi dan akan menuju lobi bandara, ia menyadari sepatunya hanya sebelah. Maka untuk pertama kalinya pembaca diberi pilihan.

Pertama, kalau mau balik ke rumah (kemanapun itu) buka halaman berikutnya. Kedua, kalau ingin melaporkan kehilangan lapor ke polisi, buka halaman 29. Ketiga, kalau mau meneruskan ke Berlin buka halaman 33. Hal-hal macam gini tentunya sangat sering terjadi dalam kenyataan, bedanya kita tak bisa ambil kesempatan kedua. Rendah diri, penyebab iri dengki, adalah akar kejahatan di dunia. Tapi kasih Allah sepertinya hanya untuk mereka yang berhati tulus, bukan mereka yang dirongrong iri dengki.

Bagiku, mau balik ke apartemen, lanjut atau ke kantor polisi sama saja. Kenapa? Karena kita tahu bahwa selalu ada keajaiban ‘mendadak’ yang bisa menyelamatkan sang karakter utama. Seperti Iblis yang kasih cermin lalu tiba-tiba terbangun di tempat lain seolah Amsterdam – New York itu sepelemparan batu. Mungkin saja jika kau pilih New York kau akan sampai kemari juga sebagai orang lain. Barangkali kau akan menikah dengan lelaki ganteng Peru dan berlibur bersama keluargamu di sini. Menaruh sepatu di luar kamar dan cling terbangun dari lamunan, sudah di masjid yang jauhnya ribuan kilometer. Tak berdasar, terlalu menggampangkan jadi apa bedanya saya pilih ini atau itu (dalam fiksi, seharusnya masih ditawarkan ketegangan). Semua sama saja. Beda sama cerita fantasi yang ada aturan baku, semisal Harry Potter yang harus menggunakan bubuk untuk merangkai jaringan floo untuk berpindah tempat atau portkey yang disentuh untuk cling transport ke tempat-tempat yang ditandai. Sepatu Merah ga menjelaskan rincian itu, dia (bisa juga penulis) punya hak penuh mau dengan cara apa dia berpindah tempat. Berpindah halaman maksudnya. Rumah adalah tempat terbaik untuk menyalip seseorang.
Setiap hari ia memilih khayalannya sendiri.

Untungnya kisahnya lumayan bagus, beberapa layak kutip, beberapa hal sepakat, beberapa paragraf sungguh menggugah. Seperti sindiran pilihan hidup, menikahi lelaki yang tampak agamis mencalonkan diri menjadi wali kota Depok. Sepertinya bener-benar pilihan buruk, saya sepakat. Atau seperti yang disampaikan di kalimat-kalimat pembuka, “Azan sumbang yang berkumandang dari pertarungan toa-toa masjid menjadi penanda masamu, berikut bonus sekali waktu berupa kasidah ibu-ibu gila tampil atau pentas dangdut tujuh belas Agustus.” Itu mewakili suara siapapun yang saat ini sedang hangat isunya. Sang Perempuan Sihir sudah memprediksinya sobat.

Ingat konsep enam derajat keterpisahan?” Andai saja teleport-nya bukan di luar negeri tapi cukup dari kota ke kota di Nusantara, kisah ini akan tampak jauh lebih pas, tampak dekat dengan pembaca lokal apalagi jika dibuat lebih masuk akal, tanpa sihir atau campur tangan kekuatan ketiga. Saya sempat bayangkan, coba kalau yang dibagi cerita bukan perbatasan San Diego-Tijuana, tapi Batam-Singapura. Dengan gelisah kita hidup sedekat mungkin dengan perbatasan menantikan hari kembali. Atau dengan hantu-hantu lokal, ke pantai laut selatan, genderuwo, atau berziarahnya bukan ke Betolt Brecht tapi makam Nike Ardila, misalkan, pengandaian, pasti akan jauh lebih hidup. Petualangan ke luar negeri dengan pamer keleluasaan waktu dan biaya malah jatuhnya seperti kisah Miss Jinjing versi mewah. Saya enggak anti cerita Penulis lokal dengan setting luar, karena banyak buku terjemahan yang kulahap, tapi akan lebih kita banget kalau ceritanya ngulik di sekitar. Satu lagi, andai pilihan-pilihan yang ditawarkan tak ada magis berpindah tempat, sehingga tampak membumi pastilah akan jadi luar biasa. Semisal, pilihan ke Amsterdam atau Zabreg. Dah jangan ada Iblis di antara kita, biarkan semua natural, hanya ‘keajaiban’ mengulang kesempatan. Tak ada sulap ataukah lorong waktu dengan segala muslihatnya. Kau telah mengikat pada seutas benang, tak kokoh tapi tetap saja kau meratap saat menjadi layang-layang putus.

Bagian-bagian yang bikin gereget. Iblis dengan anjing kepala tiganya setiap muncul. Cordelia dan saudari-saudarinya, Regan dan Goneril dia tiga dalam satu. Bagian obsesi novel tentang gadis Vietnam yang misterius. Perempuan yang dilihat di cermin itu, siapa dia? Karina Lam, Karina Le, Karina Lee? Saat pamali: Jangan bercermin berlama-lama jam dua belas malam. Sempat menduga bakalan muncul hantu seram beneran yang mencekiknya, misalkan. Bagian penyimpangan seksual sesama jenis, Juwita Padmadivya. Nama yang cantik dan sedikit pretensius. Juwita sang pengelana. Mungkin ada Juwita di dalam diri kita semua. Obsesi bunuh diri yang rumit. Bunuh diri adalah pernyataan anti-kuasa paling tulus… sebagai anak-anak atau kau bolehs ebut anak muda, satu-satunya tempat yang kau inginkan adalah melawan kuasa.

Bagian yang bikin kesel. Interaksi sama Mbak-nya beda jauh sifatnya. Mbaknya gadis baik, si Aku bandel. Dulu sebelum ada dinding kau bercerita tentang apa saja. Kita tak bisa membenci keluarga kita. Guru yang menyebalkan, teman-teman yang curang. Katanya di Finland, anak-anak nggak dikasih PR – PR buatku ingin baca Tech Like Finland sejak kapan tuh? Ketiga anaknya bernama keArab-araban, bah bahkan ia sering lupa nama asli ponakannya. Dan benar juga nama-nama ini suatu saat langka: Dewi, Wati, Sari. Saya tambahi: budy! Tante macam apa kau. Hahaha… tiap ngomongi bule sesama guru les. Gagasan kita tentang yang disebut keren di sekolah menengah memang kerap mengenaskan. Bule berbahasa Indonesia mungkin terlihat seksi sebab bukankah bahasa ini demikian tak penting.

Bagian-bagian proses film juga diturunkan dengan ciamik. Kok bisa ada pasangan keren Brad Pitt dan Angelina Jolie. Nasehat film snob: Intinya pertahankan long take. Penonton harus merasa bosan. Semua suara harus diegetik, dan ini berarti filmku nyaris tanpa suara. Bagian infil sama ‘calon mangsa’. Barangkali dia cuma ingin pulang bersama-sama. Kau mulai bungah. Lelaki yang mendengarkan adalah makhluk langka meski ia tak menggetarkan seluruh sudutmu seperti iblis. Aku tak pernah mencintainya. Aku tak pernah mencintai seseorang yang nyata.

Bagian-bagian yang nyindir religi. Seumur hidup kau dilarang makan babi, saat pertama kau ingin mencobanya, kau bertanya mengapa tidak? Al Kitab mengajarkan kita untuk tak membangun rumah di atas pasir. Sayangnya tak ada peringatan soal membangun di atas air. Apalagi cermin. Iblis justru dekat dengan orang-orang yang beragama. Kau memohon pada Tuhan supaya kau tidak bertemu lagi. Aku tak yakin ia mendengarmu sebab antrean doa kelewat panjang.

Bagian-bagian unik walau beberapa juga agak ga jelas. Betapa aneh wilayah yang disebut Asia Tenggara. Negara-negara yang disebut Vijay begitu dekat, tapi juga begitu asing. “Ia tak hilang, aku menghilangkannya.” Aku bosan. Kedengarannya seperti slogan pemberontakan. Kosmopolitanisme adalah latihan menuju alam baka. Sydney Mardi Gras. Pesta baru saja dimulai.

Dan tentu saja bagian-bagian petualangan yang ditawarkan. Di mana rumahmu kini? Mungkin, seperti hantu, kau cuma bernaung namun tak berumah. Bepergian adalah hasrat manusia paling purba. Liburan, sesuatu yang memberi ilusi bahwa kita terbebaskan, dan setelah itu kita akan kembali pada kerja, kerja, entah untuk apa. Entah bagaimana kau tahu inilah yang selalu terjadi. Sebagian cerita selalu menikam, tak pernah tumpul meski diulang-ulang. Perjalanan adalah ruang di antara, ketidakpastian yang terus-menerus. Jalan-jalan buat banyak perempuan adalah kemewahan baru. Di Eropa abad 18 perempuan selalu mencari taktik agar bisa bepergian sendiri. Betapa perjalanan mengungkit ingatan termasuk hal-hal terjauh yang tidak pernah kau pikirkan lagi, hal-hal yang tersimpan di dalam museum kebodohan.

Sejak muda ia bersimpati dengan dua kelompok. Kelompok pertama adalah orang Amrika yang merasa nyaman tinggal di satu kota yang sama seumur hidup mereka. Tak pernah mereka merasa butuh untuk melihat dunia lain. kelompok kedua adalah para turis yang gencar berwisata demi menambah koleksi foto atau survenir. When in Rome, do as Romans do.

Jiwa petualang yang berfikir bebas. Jika di situ tertulis peringatan ‘jangan bersandar pada pagar’ yang ingin kau lakukan adalah mencondongkan tubuhmu di sana. Karena tulisan itu ada maka bahaya yang tak kau bayangkan jadi punya nama. Ia tak keliling dunia; dunia yang memutarnya, terus-menerus memecahnya. Hidupnya serasa fragmen kecil di sana-sini, kadang terpaut kadang bertabrakan, dan terhempas. Dan mereka yang tak bisa mengingat masa lalu terkutuk untuk mengulanginya.

Bagian di Klub juga menyentuh sekali, apalagi pas twist ternyata bagaimana salah satu karakter bilang suaminya tak hilang. Klub Solidaritas Suami Hilang tak menemukan yang hilang, tetapi menghidupi kehilangan. Ingatan menjadi kuil yang mesti dilap hingga berkilat. Hilang dan kehilangan adalah lekuk yang lain. pelik sekaligus licin. Kadang keduanya terhubungkan dengan cara yang ajaib. Kehilangan menjadi mudah bagimu karena kau tak pernah mencintai suami.

Siapa kira kau akan menempuh akhir yang brengsek, terperangkat deus ex machina. Saya mulai baca akhir pekan lalu, dan sudah ada di garis finish cerita pada Selasa malam, tiga hari diantara bacaan Bartleby, Si Juru Tulis dan cicilan Tiba Sebelum Berangkat. Finish di sini bukan benar-benar sudah kubaca semua, tiap ganti segmen saya tandai stabilo kuning jadi saya tahu mana yang sudah kubaca mana yang terlewat. Ada tiga kali TAMAT di tengah buku, yang keempat sampai di Meksiko, selesai. Karena harga buku di atas seratus ribu, tentu saya tak ingin skip, wajib baca tiap katanya! Jadinya saya tarik kembali baca saat di pilihan awal. Ternyata cerita lebih bervariatif, saat menyesatkan diri, saat fun. It’s retro and it’s fun. Yang kiranya sukses finish saya melalangbuana di Amerika, saat pilihan saya coba baca lagi ke Berlin ternyata malah lebih bagus. Lebih rumit sekaligus menyenangkan. Ngapain jauh-jauh ke Amerika cuma untuk kawin siri, kau romantis atau bodoh.

Gentayangan mengingatkanku pada cerita-cerita Sidney Sheldon, tokoh perempuan kuat dengan akal panjang dan keberuntungan melimpah. Juga bagian-bagian kesempatan kedua, dalam Rage of Angels, Sheldon mematikan tokoh anak kecil dan beliau mulai menerima surat bernada benci. Seorang wanita menyurati dari timur memberi nomor telepon dan berkata, “Teleponlah aku, aku tidak bisa tidur. Mengapa kau biarkan dia mati?” Sheldon mendapat begitu banyak surat serupa sehingga ketika novel ini menjadi miniseri, karakter itu hidup. Seolah itu adalah penebusan dosa Sheldon untuk ‘kesalahannya’. Dalam Gentayangan, kesempatan kedua, ketiga bahkan lebih selalu muncul. Karena akan saling silang nasib sang protagonis di masa depan. Seperti di ending Peru saat ia keluar nandara, bersama pasangan lesbinya melihat keluarga kecil dengan putri remaja yang mengeluhkan panasnya Lima. Lalu di bagian lain, jagoan kita adalah mengambil sudut sang istri keluarga tersebut, melihat pasangan lesbi naik taksi. See… tampak menarik ya?! Intan memberi aman, dengan tak bertatap muka keduanya. Hal-hal macam gini hanya ada di fantasi, waktu linier dan kehidupan pararel biarlah dikuasai imaji para pengarang.

Kau tersenyum. Kau tidak merayakan Natal, dan kau pun yakin iblis tidak. Tapi di New York Natal adalah milik semua. Mereka yang beriman atapun yang agnostic dan ateis, pusat perbelajaan, dan barangkali juga penyihir dan iblis. Modern gothic yang setelah kubaca tuntas ternyata seru. Saya buka satu-per-satu lembarnya agar tak ada yang kelewat. Setiap ketemu stabile berarti sudah kulahap. Dan benar-benar taka da satu katapun terlewat. Saya harus akui, sekalipun cerita tak kuat untuk buat kisah panjang dengan detail seperti ini lebih susah dan rumit dari plot yang lurus. Makanya kenapa Memento masterpiece, karena pllt-nya mundur dan sekalipun prolog adalah ending kita tetap penasaran. Nah, Gentayangan tentunya disusun dengan riset mendalam, mengatur halaman-per-halaman, saya jadi penasaran bagaimana rewelnya Intan dan editor. Salut.

Tapi sungguh, kisah yang tak selesai selalu membuatmu penasaran. Perjalanan ternyata juga sebuah ruang tunggu. Feelingku, Gentayangan masuk lima besar. Seorang pencerita adalah seorang penghapus. Dan ini sukses dilakukan Gentayangan. Penulis fiksi ternyata benar-benar iseng, kalau bukan keji. Mereka bekerja keran menciptakan labirin, mencari orang-orang patuh untuk disesatkan di dalamnya, menikmati penderitaan korban sambil minum kopi dan makan donat. Good luck!

Kini kau kembali pada pertanyaan eksistensial yang kian mengganggumu. Bagaimana hidup berlanjut? Atau lebih tepatnya: memulai hidup dengan tujuan? SeeGood girls go to heaven, bad girls go everywhere.

Gentayangan – Pilih sendiri petualangan sepatu merahmu | oleh Intan Paramaditha | GM 617202043 | copyright 2017 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Penyelia naskah Mirna Yulistianti | Pemeriksa aksara Sasa | Desain sampul Suprianto | Foto sampul Ugoran Prasad | Penata letak Fitri Yuniar | cetakan pertama, Oktober 2017 | ISBN 978-602-03-7772-8 | Skor: 4/5

Untuk ia yang memberiku sebuah cermin dan sepasang sepatu merah sebelum datang musim gugur

Karawang, 1909 – 210918 – Sherina Munaf – Pergilah Kau & Apakah Ku Jatuh Cinta

HBD Mbak Purwantihuges and kisses