A Wrinkle In Time: Disney Salah Kaprah

Mrs. Which: Trust Nothing

Setelah menunggu delapan tahun, inilah jadinya. Terjemahan gambar gerak salah kaprah. Salah penanganan. Kenapa diberikan sutradara yang minim pengalaman, tak mahir di zona fantasi? Ava DuVernay hanya kutahu di film Selma, CVnya belum banyak. Awalnya kukira bakal disutradarai James Bobin, orang yang berjasa membawa Alice menembus cermin melintas batas. Ternyata enggak jadi, sutradara perempuan yang memperjuangkan persamaan hak itu membuat Kerutan Dalam Waktu menjadi film drop segala lini. Mengecewakan. Sangat mengecewakan.

Sudah kupersiapan menonton di hari pertama tayang. Jumat sore lari sore, capek. Hujan badai menyapa pasca Mahgrib, penggambaran di novel juga dibuka dengan hujan badai. Sudah klop. Mie rebus pedas untuk menghangatkan, menanti jam 21:00. Jalan kaki ke Festive Walk untuk menyegarkan pikiran, dan apa yang kudapat dari layar lebar tak sebanding. Setelah trailer Pasific Rim: Uprising yang menjanjikan. Trailer Wreck It Ralph 2 masuk ke dunia internet dan anime Mazinger Z Infinity yang merayakan ceremonial 50 tahun. Opening act baru CGV yang berasa horor. Akhirnya kuarungi perjalanan penjelajahan dimensi yang terkenal itu.

Film dibuka dengan logo Disney aneh seolah kena gelombang kerut tesseract. Sedari awal mencoba menerapkan kesesuaian dengan buku dengan memunculkan badai di malam yang dingin, Meg Murry (diperankan aneh oleh Storm Reid) turun dari lantai atas untuk minum susu. Di dapur si bungsu yang freak Charles Wallace (Deric McCabe) sudah menunggu. Percakapannya juga sepersis mungkin. Bagaimana keluarga ini kehilangan ayah/suami tercinta Dr. Alex Murry (Chris Pine) yang kini sudah menyentuh angka empat tahun. Alex bekerja di NASA dalam penelitian kuantum fisika. Tessering is almost, nearby, perfect natural!

Di sekolah Meg adalah siswa yang penyendiri dan tampak murung, padahal sebelum kejadian hilangnya Mr Murry dia adalah siswa cemerlang. Seteru dengan teman dan tetangganya Veronica Kiley (Rowan Blackhard – cantik euy. Kucatat deh kunanti film-filmnya) menjadi bumbu tambahan kisah yang seharusnya bisa dimaklumi. Dalam adegan di lapangan basket yang annoy, Meg melempari Veronica dengan kekuatan, bola itu ke wajahnya langsung karena perisaknya keterlaluan. Adegan ia dipanggil kepala sekolah Jenkins (Andre Holland) juga bisa ma’ruf. Sekedar adegan tambahan prolog.

Suatu senja saat Meg diinterogasi kesalahan di sekolah oleh ibunya yang cantik (di novel disebutkan jelita) Mrs Murry (Gugu Mbatha-Raw) muncullah karakter aneh pertama Mrs Whatsit (Reese Witherspoon) yang seakan sudah akrab dengan Wallace. Ngobrol ngalor ngidul, disinggunglah kata ajaib ‘tesseract’. Kata itu menggerakkan kita ke masa lalu dua sejoli ini bagaimana saling mengagumi, saling memjua penemuan sebuah tesser bahwa semesta ada dalam pikiran, kita hanya butuh frekuensi yang pas untuk melintasi ruang dan waktu. Mrs Whatsit tahu dan bahkan menuturkan teori itu benar, berarti penelitian mereka bukan omong kosong. What if we are here for a reason. What if we are part of something truly divine.

Di sebuah rumah tua yang tampak kumuh dan kosong, Wallace mengajak kakaknya dan Calvin O’Keefe (si tampan Levi Miller – ini satu-satunya kasting yang pas) yang seakan dijatuhkan dari langit ada di antara mereka. Diperkanalkanlah kita sama karakter yang sejatinya paling cerdas dan unik dalam cerita ini. Mrs Who (diperankan kacau oleh Mindy Kaling – debut buruk live action) sayangnya dibuat seadanya. Bukan seadanya dalam arti penampilan, namum seadanya dalam penjiwaan, tokoh kurang penting sehingga tak memberikan kesan. Setiap bicara ia mengutip kalimat orang-orag besar yang mempengaruhi dunia. Sayangnya, Kaling seakan benar-benar hanya membaca kutipan itu. tak ada jeda pas, tak ada sentuhan asyiknya. Mulai dari sinilah saya down, duh kenapa tokoh istimewa ini jadi terlihat biasa? Kutipan pertama yang dinukil adalah Khalil Gibran dari Lebanon. Lalu mengatakan kutipan kedua, Rumi, Persia ia tertidur. Sampai akhir film, total ada 10 kutipan yang terlontar. Tak seperti di novel yang dikutip adalah bahasa asli, diterjemahkan ke English, di film ia mengutip dan menyebut Orang beserta Negara asalnya. Ga masalah sejatinya, letak salah memang ada di pembawaan bukan isi.

Saat di kebun belakang rumah, saat Meg dan Calvin menghindari tatapan dari jendela Veronica. Wallace berteriak gembira inilah saatnya. Trio W – Whatsit Who dan Mrs Which (dibawakan buruk sekali oleh Oprah Winfrey) yang tampil raksasa berkumpul. Setiap Which muncul yang ada dalam benak adalah dewa Budha raksasa yang menasehati Sun Gokong yang nakal. Inilah saatnya memulai perjalanan menembus dimensi. Kita hanya butuh di frekuensi yang pas! Dan dengan gelombang dan kerutan memusingkan kita diajak menjelajah dunia antah. Dari sinilah seharusnya keseruan itu benar-benar dimulai karena fantasi murni membimbing kita dalam fiksi yang melesat bersama kecepatan cahaya. Memasuki sebuah kehampaan di luar nalar. Wuuuuzzzz… dengan keraguan tak berkesudahan Mrs Whatsit terhadap kemampuan Meg tentang fisika kita mewujud di sebuah dunia penuh warna. Rumput padang hijau membentang, danau jernih terlihat indah, hamparan tebing yang bak potret kartu pos dan langit biru cerah disajikan dengan indah. Sangaaat indah, seakan ada di surga. Kerumuman bunga yang berisik bergosip, apa yang kita bayangkan dalam seni tulis kini bisa kita lihat dengan megah di layar lebar. Sajian tempat menyejukkan menawan hati yang kita tunggu bertahun-tahun itu mewujud.

Pencarian Mr Murry dimulai dengan Meg memperlihatkan fotonya kepada mereka yang bergosip. Mrs Whatsit mewujud sebuah makhluk terbang dengan sayap terbentang berwarna hijau menangkup mereka bertiga untuk menjelajah angkasa. Well, tak seperti yang kukira karena bukan naik vertikal membumbung tinggi, Mrs Whatsit hanya berputar melayang tak setinggi yang kuperhitungkan. Itupun sudah membuat Calvin terjatuh. Saya sempat membandingkan adegan ini dengan adegan jatuhnya Alice yang seakan tak bertepi, namun bukan. Bukan serumit itu, spesial efeknya ketara. Entah karena Miller akting jatuhnya terlihat konyol atau memang film ini sudah salah sedari awal, setelah pukauan memikat justru kita mendapat bagian yang tak semenakjubkan harap.

Di angkasa kita melihat awan hitam dengan petir dan kilatnya yang menghantui, otomatis Meg bertanya itu apa? ‘Itulah Camazotz’ materi gelap dalam dimensi. Menjauhlah darinya, berbahaya karena tesser mustahil dilakukan. Maka saat tahu ternyata Mr Murry terperangkap di sana ketiga W menyerah. Kita harus kembali ke bumi, perjalanan ke sana sulit dan sangat mengerikan. Meg menolak, kapan lagi? Inilah kesempatan menyelamatkan ayahnya. Tak boleh pulang tangan hampa, sudah sejauh ini. Sebelumnya kita juga memasuki planet bahagia bertemu Happy Medium (Zach Galfianakis). Ga seperti yang kuharapkan, ga berkesan blas. Aktor sebesar Zach bahkan diberi peran segitu doang. Kisahnya juga ga melintas waktu pada akhirnya karena diterjemahkan menjadi melintasi planet, antar semesta. Berarti ini harusnya A Wrinkle in Planet bukan in Time.

Maka saat perjalanan jelajah, dua tujuan: Bumi atau planet Camazotz itu adu kuat. Meg ternyata lebih kuat, arah terbelok ke dimensi gelap. Ketiga W tak bisa menemani perjalanan berikutnya, saatnya petualangan sesungguhnya dimulai. Hanya bermodal tiga hadiah dari W berupa kaca mata Mrs Who, nasehat mengenai pengetahuan melawan ragu Meg dan petuah agar selalu bersama, mereka bertiga memasuki sesuatu yang asing. Benar-benar asing. Benar-benar sebuah tempat antah. Melawan IT (David Oyelowo). Berhasilkah misi ini? The only thing faster than light is the darkness.

Film ini dibintangi Michael Cena, ia hanya muncul sebentar sebagai villain utama Red yang mewujud di ¼ akhir. Tak terlalu berkesan, biasa saja tak semengerikan dalam bayanganku. Dibintangi pula oleh Bellamy Young, muncul lebih sebentar. Menjadi penghubung menuju pusat kendali musuh, yang andai diperankan oleh aktor tak terkenalpun tak terlalu berpengaruh. Jualan utama film ini ga terlalu jelas memang. Semua serba nanggung.

Visual efek? Nope. Bagian bunga yang bermekar, terbang dan ditaburi di ruang sekeliling itu emang lumayan OK tapi lihatlah, kesannya hilang karena perannya emang tak terlalu mendukung cerita. Bayangan hitam yang kuharap seram juga tak mewujud. Efeknya sia-sia karena tak ada debar jantung saat Meg dan Calvin mencoba lari dari sesuatu yang tak pasti. Bayangkan kalau film ini dibuat oleh Del Toro atau David Fincher pasti akan sangat menawan saat diberi budget melimpah, efek yang ditampilkan jauh dari kata berkelas. IMAX kabarnya tak ambil jatah film ini, keputusan yang tepat. Sangat tepat.

Cerita? Nope. Mempunyai pondasi dasar buku yang sangat bagus bukan jaminan punya naskah yang rupawan. Kalimat-kalimat itu dipetakan dalam layar tanpa sentuhan yang seharusnya. Narasi novel yang menakjubkan, rontok tak terkendali. Jelas sektor utama ini gagal total. Penulis skenarionya berdua: Jeff Stockwell dan Jennifer Lee yang punya CV Wreck It Raph, Frozen dan Zootopia! Gilax, riwayat naskah kartun memukau padahal. Apa karena ini ada campur tangan orang lain dan debut live action-nya? Entahlah yang jelas babak belur skenarionya.

Aktor? BIG NO. Lagu-lagu khas Disney? Nope. Lagunya juga standar. Hanya karya Sade: Flower of the Universe yang menonjol, lainnya biasa sekali. Make up, hairstyle, costume? Nope. Semua serba nanggung. Maka kalau orang luar sana menanti keajaiban karya Madeleine L’Engle melayar lebar selama bertahun-tahun (50 tahun?) hasilnya seperti ini, pastilah kecewa. Ini adalah film bioskop adaptasi pertama L’Engle setelah versi TV pernah dibuat tahun 2003. Akankah sekuel akan diteruskan? Butuh perombakan besar pastinya, kalau ada produser gilax berani bertaruh lagi. Saya saja yang baru delapan tahun menunggu kecewa sekali. Film salah kaprah penanganan. Sama ga jelasnya, sama kecewanya bagi yang sudah membaca atau belum. Kacau.

Dengan budget tembus 100 juta Dolar, saya prediksi akan flop merugi dimensi dan mustahil capai target minimal 400 juta Dolar untuk pasar worldwide. Entah ke mana biaya sebesar itu larinya, tak terlalu nampak di semua segi. Disney salah kaprah.

Ini film persembahan Ava untuk warga kulit berwarna, bukan untuk penggemar fantasi, alih-alih pembaca A Wrinkle.

Boleh saja menghilangkan duo karakter kembar Sandy dan Dennys karena memang di novel juga tak banyak peran. Boleh juga menambahkan simbol infinity dengan eight hanging lopsided dalam frame. Namun tetap harus didasari sesuatu yang OK.

Dari belasan penonton yang ada hanya tinggal tiga yang bertahan sampai akhir. Hanya satu yang menyaksikan closing credit title berjalan. Tentu saja itu saya. Saya tetap menatap layar sampai detik terakhir untuk menemukan sesuatu di balik layar. Sedari pembuka tidak ada judul, judul utama baru muncul di akhir setelah para karakter utama memenuhi layar satu per satu. Sungguh sangat disayangkan film yang dinanti-nanti itu menjerumuskan diri ke lembah kebobrokan. Apa yang kudapat? Tak banyak pesohor yang kukenal, tidak ada scene after credit, tidak ada yang istimewa. Memang sedari awal sudah salah ini film. Tidak ditangani oleh orang-orang ahli di-genre-nya. Fantasi harusnya dimainkan oleh pecinta fantasi. Sayang sekali.

Bukannya rasis, tapi menyerahkan duit 100 juta Dolar untuk wanita berwarna pertama demi film ambisius adalah kesalahan mutlak Disney.

Boring and cheaply done plot, taking all the liberties of Disney-style writing and turning into slop. Horrible. Sad to say it, but it is true. Truly all of this expectations for this film turned into a great let-down. Bad movie, oh girl shockingly bad. What a disappointment.

Penuh sinar tapi bukan filmnya Rubay. Penuh perenungan tapi bukan filmnya Will. Segmented film tapi Disney melabeli SU – Semua Umur. Film merenung dicoloki sinar. Kalau film ini bisa bertahan dua minggu saja di Festive Walk saya akan acungi jempol.

A Wrinkle In Time | Year 2018 | Directed by Ava DuVernay | Screenplay Jennifer Lee, Jeff Stockwell | Cast Storm Reid, Oprah Winfrey, Reese Witherspoon, Mindy Kaling, Levi Miller, Deric McCabe, Chris Pine, Gugu Mbatha-Raw, Zach Galifianakis, Michael Pena Rowan Blanchard | Skor: 2/5

Karawang, 170318 – Michael Buble – Haven’t Met You Yet