Harry Potter Dan Batu Bertuah – J.K. Rowling
Ini adalah pemicu segala fantasi yang saya nikmati bertahun-tahun kemudian: Narnia, Eragon, Bartimaeus, Hobbit, OZ, Alice di Negeri Ajaib, dst. Pertama tahu saat dalam proses akan difilmkan di mana akhirnya malah nonton dalam bentuk vcd bjg bersama tetangga Nanank dkk di sore pulang sekolah, adegan catur itu akan selalu kuingat dan komentar lucux: ‘Ini tokoh utama kok pasif, justru dua temannya yang dominan?’ Dasar respon anak sekolah, haha… Pertama pegang bukunya saat di Perpus Jebres Kota Solo (sekarang sudah digusur), Inu sudah meminjamnya dan bilang bagus banget dan bilang unik, dan buku-buku spin-off-nya tentang Hewan Gaib dan dimana menemukannya dan olahraga Quidditch dari masa ke masa yang hebat, namun saya bergeming saya harus punya bukunya tanpa baca pinjam, harus baca buku pribadi dan koleksi. Dan akhirnya pertama benar-benar memilikinya 01 Feb 2004 via gaji pertama bekerja, saya akan selalu ingat bagaimana proses pembeliannya. Bersama Mas Prih ke Gramedia Solo Slamet Riyadi yang baru buka, gaji pertama sebagai pekerja pabrik permen yang tak seberapa (hello permen rasa asam Gulas, I miss so much), menyisihkan sebagian besar uang itu untuk beli kaset pita M2M dan novel Harry Potter dan beberapa novel dan kaset pita lainnya. Pulang dengan hati membuncah, saya beli buku dan kaset dengan uang sendiri! Bagaimana mbak Purwanti marah-marah dengan alibi ‘membuang uang’ demi kertas berjilid (padahal waktu itu harganya hanya 24 ribu Rupiah), kenapa gaji pertama tak diberikan kepada ibu semua? Yah, banyak alasan mengapa, tapi mewujud impian beli buku tak tertahankanlah yang menang. Ini adalah contoh kesempurnaan fantasi imaji, bagaimana bisa ada dunia yang terselip di antara hiruk pikuk kehidupan kita. Ada lorong tersembunyi yang menghubungkan dunia penyihir dan di sana sedang dilanda euphoria, penjahat terhajat keok – yang namanya bahkan tak berani disebut!
Kisahnya tentu saja sudah begitu familiar untuk pecinta novel. Tak banyak lagi yang bisa saya ceritakan. Sudah melewati dua dekade dan akan maju terus sampai berabad-abad yang akan datang. Semua pasti tahu, kecuali manusia gurun yang tak tersentuh teknologi atau generasi misionaris fanatik agama tak mau bersentuhan dengan dunia gaib ciptaan manusia, atau generasi tua yang kolot. Trio Harry, Ron dan Hermione sudah melegenda sebagaimana sihir itu sendiri. JK Rowling sebagai empunya sudah merasakan sengatan sihir yang menciptanya sehingga (pernah) menjadi manusia terkaya di dunia. Wow, seolah di era millenium ini beliau adalah orang yang dikultuskan semua calon Penulis, Penulis (senior ataupun junior) dan semua orang-orang yang memimpikan prospek ideal menghasilkan duit dari dunia literasi. Tahun 2006 saat kuliah manajemen, sang dosen bertanya ‘siapa orang terkaya di dunia?’ semua mahasiswa nyeletuk nama-nama tenar, hanya satu yang berteriak lantang menjawab, ‘JK Rowling!’ dan tentu saja itu saya, kutu buku pecinta sastra yang tersesat di lautan manusia jurusan komputer.
Justru yang disayangkan adalah kegagalan debut beliau keluar dari zona sihir. Karya pertama yang tanpa embel-embel Potter adalah The Casual Vacancy yang disambut kritikus biasa, saya sendiri tak selesai baca sampai sekarang. Ingat juga saat minta izin beli sama May saat perilisan pertama terjemahan dengan harga mahal, sayang sekali antusisme pasca Potter redup setelah kisahnya dituturkan dengan bosan. Bahkan saat akhirnya diadaptasi ke layar perak pun gaung-nya tak sampai bergetar ke Indonesia, padahal kalau ditilik fan Potter yang berlimpah harusnya bisalah, setidaknya jadi diskusi hangat para pengamat sastra. Padahal dengan CV fantasis itu ia bisa mencipta bersama waktu dan ruang melimpah, tanpa tekanan ekonomi, tanpa pusing esok makan mie instan rasa apa atau pening memikir cicilan KPr rumah yang mencekik. Walau buku berikutnya tentang detektif Cormoran Strike yang lumayan bagus, seakan tak percaya diri dengan menggunakan nama samaran Robert Galbraith atau bikin sensasi seoalh bilang, ‘saya bisa bikin novel diluar genre fantasi’. Samaran setengah hati, samaran yang tak tersamarkan. Sekedar publitas semu. Hype yang mudah-mudahan bertahan selama mungkin. Saya sedang menanti pinjamannya nih.
Kisah terciptanya Harry Potter sendiri terlihat bak drama dalam dongeng yang suatu hari pasti difilmkan, dan biografinya terjual mengalir bergenerasi selanjutnya, menginspirasi banyak jelata. Bagaimana beliau menulis di kertas tisu, inspirasi dalam kereta api melihat biri-biri dari Manchester ke London tahun 1990, kesulitan keuangan sebagai single parent, keterbatasan waktu karena harus memikirkan urusan perut sampai minta bantuan ke dinas sosial sebagai tunjangan. Walau kesuksesannya seolah sihir, namun tak ada yang namanya ujug-ujug. Tak ada yang simsalam abrakadabra, bukunya meledak tidak dalam serta merta. Butuh proses berkepanjangan, butuh dedikasi dan perjuangan yang tak kenal patah arang. Ditolak di banyak penerbit, dipuja saudara-saudari (beruntungnya mereka dicantumkan dlam ucapan terima kasih) dan akhirnya Bloomsburry di London mewujudkannya pada tanggal 30 Juni 1997, kontraknya sebesar $4.000. Harry Potter and the Philosopher’s Stone adalah judul aslinya, ke Amerika berubah menjadi Sorcerer’s Stone dan saat diterjemahkan ke Bahasa menjadi Batu Bertuah. Dua tahun berselang, tiga bukunya meraih kesuksesan dengan memuncaki New York Times Best-Seller dan seri keempat Piala Api menjadi buku terlaris sepanjang sejarah, kala itu. Tahun 2000 dan selanjutnya adalah gemerlap kejayaan dan saya kala itu baru saja meninggalkan bangku SMP. Sedang lugu-lugunya tanpa sosmed dan harapan masa depan yang meletup-letup. Ahhh dunia masa depan yang penuh misteri, seperti muggle yang penasaran akan kegaibab dunia lain.
Jadi Harry Potter dan Batu Bertuah bercerita tentang… (fade out)
Harry Potter Dan Batu Bertuah | by J.K. Rowling | diterjemahkan dari Harry Potter And The Philosopher’s Stone | copyright Text Joanne Rowling, 1997 | illustrations by Mary Grandpre | published by Arthur Levine Books | imprint of Scholastic Press | cover artwork Warner Bros. | alih bahasa Listiana Srisanti | GM 126 00.851 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | cetakan kedua belas, Februari 2002 | 384 hlm; 20 cm | ISBN 979-655-851-3 | Skor: 5/5
Ruang HRGA CIF NICI, Karawang, 101017 – Sherina Munaf – Ku Bahagia
Untuk Jessica yang menyukai cerita, untuk Anne yang juga menyukainya, dan untuk Di yang pertama mendengar cerita ini.
Ping balik: Best 100 Novels | Lazione Budy
Ping balik: Best 100 Novels of All Time v.2 | Lazione Budy
Ping balik: The Legend Of Tarzan: A Wild And Romantic Struggle For Life And Liberty And Dignity | Lazione Budy
Ping balik: #Oktober2020 Baca | Lazione Budy
Ping balik: Ke Utara Jauh dalam Misi Penyelamatan | Lazione Budy
Ping balik: Telaah Sosial Media: Aku Langsung Deg | Lazione Budy
Ping balik: Doctor Strange: Dormammu Kita Perlu Berunding | Lazione Budy
Ping balik: Quidditch Through the Ages #13 | Lazione Budy
Ping balik: The Lord of the Rings: The Fellowship of the Ring #24 | Lazione Budy
Ping balik: Fantasi yang Sama, Aturan yang Sama, Petualangan Berbeda | Lazione Budy