“Di Cair Paravel ada empat singgasana dan pepatah di Narnia bahwa ketika dua putra Adam dan dua putri Hawa duduk di singgasana itu, akan dating akhir, bukan saja pada kekuasaan sang Penyihir Putih tapi juga hidupnya. Maka kita harus hati-hati, karena kalau dia tahu keberadaan kalian berempat, hidup kalian tidak akan selama goyangan kumisku.”
Ini adalah contoh sebuah dongeng yang sempurna. Doeloe pas SD saya sempat membacanya di Perpus, terbitan Balai Pustaka walau tak semua. Tahun 2005 difilmkan dengan gilang gemilang. Tiga tahun kemudian sekuelnya muncul dan terbitan cetakan baru kembali ditebar. Saya baru benar-benar memilikinya tahun 2008, beli satu per satu, runut sesuai urutan terbit. Tahun ini saya buka buku-buku lama (terbaik) untuk saya ulas satu per satu, dunia imaji Narnia jelas masuk dalam daftar.
Filmnya sudah tiga: Sang Singa, Pangeran Caspian dan Petualangan laut Dawn Treader. Seri keempat yang rumornya direboot ke awal mula penciptaan Narnia: Keponakan Penyihir namun hingga kini belum menemui titik terang. Kisahnya tentu sudah sangat familiar. Tentang petualangan Pevensie bersaudara yang masuk ke dunia ajaib, khas fantasi memukau tiada dua.
Dari halaman pengantar CS Lewis mempersembahkan buku ini untuk Lucy Barfield, sebuah pembuka yang so sweet…. Yang membuatku mengimaji suatu saat persembahanku untuk Winda Luthfi Isnaini. Mungkin aku sudah terlalu tuli untuk mendengarmu, tapi aku akan tetap jadi Bapak permandian yang mencintaimu…
Peter, Edmund, Susan dan Lucy Pevensie diungsikan dari London ke rumah seorang professor tua Diggory Kirke karena Perang Dunia Kedua sedang berlangsung. Sang professor yang nyentrik memiliki lemari tua yang sedari awal memang tampak misterius. Suatu hari mereka main petak umpet, dan saat hitungan mencapai ujung Lucy mendapat tempat persembunyian ke sana. Saat tirai ditarik, pintu dibuka dan Lucy pun mendapat kejutan. Apa yang ada di dalamnya bukan sekedar berisi baju tapi dibaliknya menemukan dunia – sebuah dimensi lain. Disambut oleh seorang faun, manusia kambing bernama Tuan Tumnus. Di Narnia musim salju sudah berlangsung ratusan tahun, sang penguasa Penyihir Putih Jadis memimpin tirani dengan kejam.
Sekembali ke dunia nyata, Lucy menceritakan kepada kakak-kakaknya, yang tentu saja dianggap ngigau. Omong kosong. Edmund yang sekembali juga sempat diajak Lucy terpesona dengan sang Penyihir malah menyangkal, yang membuat Lucy marah. Edmund bersekongkol dengan Jadis dengan dijanjikan menjadi Raja Narnia tapi dengan syarat membawa ketiga saudaranya. Maka untuk pembuktian mereka semua diajak masuk lemari. Dan tadaaa… mereka berhasil menemui sebuah lampu jalan di hamparan dinginnya salju. Saat mereka diajak Lucy ke rumah faun, rumah sudah dalam keadaan berantakan. Penculikan. Sang Ratu sudah was-was, karena dalam ramalan kuno, akan ada dua Putra Adam dan dua putri Hawa yang akan meruntuhkan kekuasaannya.
Dengan masuknya keempat Pevensie ke Narnia, maka sang Ratu-pun berupaya melawan ramalan. Edmund dijerat, dan umpannya kena. Edmund tak langsung dibunuh, tapi dijadikan tawanan untuk menggiring Pevensie lain. Warga Narnia yang sudah lama menanti kedatangan Sang Juru Selamat berupaya membentuk pasukan. Dari kuda berkepala manusia sampai burung berparuh raksasa. Dari bisikan pohon sampai kurcaci. Dari berang-berang berceloceh sampai kuda poni. Makhluk-makhluk mitos dan legenda itu dimunculkan, memberi efek dahsyat sebagai syarat menjadi kisah fantasi.
Perlahan musim dingin melunak menjadi musim semi. Mereka meminta bantuan Aslan – sang singa. Saat persekutuan sudah kuat dan siap untuk menggulingkan tirani, Jadis meminta Edmund karena sebagai seorang penghianat ia harus berada di pihak musuh. Lalu sebuah perjanjian damai diusulkan. Sang Singa menyerahkan diri untuk membebaskan Edmund. Adegan sedih Aslan dieksekusi di atas meja batu (table stone) disaksikan semua pengikut Jadis, plus Susan dan Lucy yang dini hari itu mengintipnya. Adegan itu dibuat bak sebuah pengorbanan kudus Sang Pencerah demi umatnya. Akankah sebanding The Mighty Aslan ditukar dengan sang judas? Peter dan Edmund tahu peristiwa itu dari dryad roh-roh pohon. Dengan tiadanya Aslan maka Peter mengambil alih tampuk pimpinan. Tak ada pilihan lain, pertarungan besar itupun dihelat, berhasilkah Pevensie Bersaudara menyelamatkan Narnia?
Ini adalah kisah klasik yang abadi. Sebuah perenungan hidup. Pembelajaran Agama. Dan arti pengorbanan untuk sesama. Makna yang mendalam inilah yang membuatnya berhasil melompati berbagai generasi dan bertahan hingga sekarang, dan yakinlah seratus tahun lagi juga petualangan ke negeri Narnia akan dinikmati anak-cucu kita.
Satu lagi yang membuatku takjub adalah fakta mengenai kerutan waktu. Saat Pevensie bersaudara masuk ke dunia Narnia dan menjalani kehidupan puluhan tahun, waktu di dunia kita ternyata hanya berlangsung beberapa detik. Wow, bayangkan kita memasuki hidup dari kecil hingga dewasa dan ternyata kehidupan yang kita jalani hanyalah lapisan luar karena saat (seakan) terbangun lagi, kita kembali ke masa saat kita awal lagi. Amazing. Dalam buku Bartimaeus trilogy, kita akan diajak mengenal plane (dimensi) bahwa dunia terbagi dalam lima lapis. Lapisan pertama yang kita huni, lapisan kedua sampai lima adalah dunia lain. Namun Jonathan Stroud membuat teori lain bahwa selain kelimanya masih ada lagi yang lebih tinggi. Dunia gaib yang absurb ini, karena waktu memang sesungguhnya tak linier?
Dari buku ini saya semakin menasbihkan bahwa nama ‘Lucy’ memang istimewa. Sebelumnya saya terkesan dengan Lucy-nya Sherlock dalam A Study In Scarlet, dan Lucy-nya Die Hard 4.0. Saya kembali terpesona nama Lucy dalam film Lucy-nya Scarlett Johanson. Masih banyak karakter fiksi bernama Lucy (Lucy Honeychurch!), namun sejauh ini keempat tokoh itulah yang benar-benar tertambat. Dan tentu saja top rank-nya ada di Lucy Pevensie.
Selain ketujuh buku Narnia karya Clive Staples Lewis, saya punya The Screwtape Letters. Di Narnia mungkin kisah relijinya agak disamarkan tapi di surat Screwtape jelas sekali. Tak heran sih karena Lewis adalah Penulis dan sarjana Irlandia yang dilahirkan dari keluarga Protestan, dia adalah seorang penginjil yang membuat cerita secara tersirat. Muncul pro-kontra atas Narnia, tapi kualitas yang bicara. Aslan adalah penggambaran Yesus (Lion from Yehuda), dia berkorban untuk menyelamatkan Edmund yang digariskan pengorbanan Yesus untuk umatnya. Melalui kematiannya maka dosa Edmund terhapuskan. Meja batu sendiri merupakan acuan untuk batu yang dibawa nabi Musa turun dari gunung Sinai yang berisi sepuluh Perintah Tuhan. Saat Aslan bangkit, meja batu pecah yang menandakan akhir waktu sehingga muncullah zaman baru. Sebuah era kejayaan Pevensie menjadi raja dan ratu Cair Paravel. Peter raja tertinggi, Susan yang lembut, Edmund yang adil dan Lucy si pemberani.
Ini adalah jenis dongeng anak yang sempurna. Jenis buku istimewa yang hanya muncul dalam dua-tiga dekade sekali. Dan bersyukurlah, saya melewati salah satu masa itu dengan membacanya. Menikmati adaptasi filmnya. Dan mencatatkannya dalam blog untuk berkata pada dunia, ‘Hei semua pengunjung laman ini, kalian wajib baca Narnia!’
The Chronicles Of Narnia #2: Sang singa, Sang Penyihir, dan Lemari | by C.S. Lewis | diterjemahkan dari The Chronicles Of Narnia #2: The Lion, The Witch and The Wardrobe | copyright CS Lewis Pte Ltd 1955, 1950, 1954, 1951, 1952, 1953, 1956 | Inside illustrations by Pauline Baynes, copyright CS Lewis Pte Ltd 1955, 1950, 1954, 1951, 1952, 1953, 1956 | cover art by Cliff Nielsen, 2002 | alih bahasa Donna Widjajanto | GM 106 05.009 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Cetakan kelima, Maret 2006 | 232 hlm; ilustrasi; 18 cm | ISBN 979-22-1458-5 | Kepada Lucy Barfield | Skor: 5/5
Ruang HRGA NICI, Karawang, 310817 – Sherina Munaf – Aku Beranjak Dewasa
Saya juga sangat terkagum-kagum dengan Narnia meskipun belum baca seluruh serinya 🙂
SukaSuka
Ping balik: Best 100 Novels | Lazione Budy
Ping balik: Best 100 Novels of All Time v.2 | Lazione Budy
Ping balik: Okja: Cinta Kasih Gajah Babi | Lazione Budy
Ping balik: #April2020 Baca | Lazione Budy
Ping balik: Buku-buku yang Kubaca 2020 | Lazione Budy
Ping balik: The Lord of the Rings: The Fellowship of the Ring #24 | Lazione Budy