Dunkirk: A Technical Masterpiece

Komandan Bolton: Home”

Catat! Saya menjagokan skoring Dunkirk untuk best skoring Oscar 2018. Juara utama film terbaru Nolan adalah skoring yang sangat bagus. Mengintimidasi, membuat kubu cekam menjadi begitu nyata. Sepanjang film tak henti alunan nada-nada merdu Hans Zimmer memberi dukungan untuk memberi kepuasan cinema, audio visual cinema yang sesungguhnya. Rekomendasi, tonton di Atmos atau IMAX untuk memaksimalkan sektor indra. Sepanjang film iringan skor yang saya maksud bukan sekedar mayoritas menit berjalan, tapi benar-benar dari awal sampai akhir kalian akan ditemani nada film tiada dua, dari hentakan perang dalam rentetan peluru sampai scene-scene sendu tanpa dialog yang memilu, skoring akan nyala terus, TERUS! Seperti bukan film Nolan yang biasanya kuat dalam script, kali ini beliau mengandalkan visual dan audio untuk didorong ke masa depan sejauh mungkin.

Seperti biasa sebelum menonton film, apalagi sespesial Nolan, saya akan menutup mata dan telinga serapat mungkin. Sempat kena sedikit bocor, apa maksud Dunkirk dan misi yang diemban, tapi langsung saya stop dan syukurlah tak merusak keseluruhan. Setelah panas-dingin seminggu terakhir menanti Jumat bekah, eh malah dapat kabar duka #RIPChester, akhirnya sepulang kerja, lari sore (welcom to the klub RyanCP), cek jadwal minta ss di grup Bank Film, plot itu ada di jam 20:15, setelah Isya seorang diri langsung jalan kaki ke Festive Walk, Karawang. Ini Nolan bro, takut kehabisan, 40 menit sebelum kick-off saya beli tiket dan ternyata dugaanku meleset jauh sekali karena tak seramai yang kukira. Banyak kursi kosong, tinggal tunjuk kursi manapun bisa. Aneh sekali, This is Nolan lho. Bahkan kalah sama ramainya hari pertama Spidey yang terpaksa saya dapat kursi ketiga dari depan. Kepastian tiket, menanti setengah jam saya alokasikan untuk cuci mata di toko buku Kharisma, KCP. Dapat novel Gabriel Garcia Marquez: The Chronicle of a Death Foretold.

Dengan sebotol air teh dingin saya siap mengarungi perang. Setelah logo Warner Bros Film muncul, disusul RatPac-Dune dan Syncopy. Tulisan judul tercetak putih di atas hitam, sederhana. Kisah dimulai dengan sebuah catatan, di Dunkirk di Perang Dunia II pasukan sekutu, terutama Perancis dan Inggris terdesak. Serangan gencar musuh dari darat, laut dan udara membuat mereka harus mundur. Menanti keajaiban. Dari kota, kita diajak berkenalan dengan pasukan yang kocar-kacir. Mencari air, menanti bantuan. Sekelompok pasukan dalam tebaran kertas selebaran itu tiba-tiba diberondong peluru, menyisakan pemuda imut Tommy (Fionn Whitehead) yang berlari menjauh menuju pantai. 

Dengan setting waktu 26 Mei – 4 Juni 1940 di mana kekalahan Perancis dari Jerman mendesak sekutu untuk mengevakuasi pasukan. Gambaran di pantai lebih mencekam lagi. Beberapa antrian panjang, sangat panjang barisan mengular dari bibir pantai ke daratan terbentuk. Tapi tak ada kapal yang tertambat, mereka menanti. Mayat-mayat bergelimpangan, yang terluka ditandu untuk diangkut. Yang tewas dibiarkan, satu dua dikubur. Paramedis menjadi begitu sibuknya. Ada tiga catatan muncul, sebuat durasi set perang plot non linier: 1. The Mole – one week, 2. The Sea – one day, 3. The Air – one hour. Untuk menjaga kenyamanan menonton Anda, saya tak akan menjelaskan detail ini.

Di dermaga pantai Dunkirk kita diajak bertemu komandan angkatan laut Bolton (Kenneth Branagh), kekhawatiran tampak dari wajah dan gestur. Pasukan sulit masuk, bala bantuan yang minim serta serangan setiap saat mengancam merusak harapan. Di mole tersebut, disaring. Yang terluka yang bisa naik ke kapal dan prioritas untuk pasukan Inggris. Nah, jagoan kita si Tommy berstrategi untuk bisa menyelinap masuk kapal membawa seorang pasukan terluka bersama rekan dadakannya membawa tandu dengan kecepatan menakjubkan. Adegan cepat tanggap itu dibuat mendebarkan, sampai menit akhir mereka bisa mencapai kapal, tapi setelah menaruh yang terluka mereka diminta kembali. Mereka ngumpet di bawah bendungan, dan menanti tanpa kepastian. Eh tak lama berselang, kapal karam. Ada serangan udara yang meluluhlantakan, kembali mereka berlomba ke darat. Kasihan yang luka tadi, malah mendekati maut. Bagian ini sungguh mencekam. Naik ke kapal bukan berarti selesai sudah perjuangan, karena setiap saat ada serangan kapal selam Torpedo yang lagi-lagi membuat karam tumpangan. 

Sementara di dermaga seberang tampak puluhan kapal warga siap diberangkatkan, sebuah panggilan Negara. Kita diajak bertemu Tuan Dawson (Mark Rylance) dan putranya Peter (Tom Glynn-Carney). Kapal sipil yang difungsikan bantuan itu saat tambat dilepas, tiba-tiba George (Barry Keoghan) ikut naik. “Saya akan berguna, Sir.” Ok pelayaran penyelamatan dimulai. Di tengah laut, mereka menemukan sebuah pesawat jatuh dan tampak sang pilot yang harus diselamatkan. Pilot itu (diperankan dengan aneh oleh Cillian Murphy) awalnya menolak, teh disamplok, ngambek ngomong. Dan dia semakin kesal ketika tahu arah kapal, “Kalian warga sipil tak seharusnya ada dalam perang, putar arah!” Tentu Dawson bergeming. Perdebatan itu menghasilkan cek cok yang berujung pada salah satu karakter terluka. Luka parah, pendarahan dan coba dihentikan. Misi terus dilanjutkan. Nantinya mereka akan kembali menyelamatkan seorang pilot yang ditampikan dengan sangat dramatis.

Dari udara kita bersapa dengan pasukan. Ada tiga pesawat tempur Royal Air Force yang coba menghalau musuh. Tak lama satunya terjatuh, menyisakan pilot Collins (Jack Lowden) dan Farrier (Tom Hardy). Dari tiga penjuru perang inilah bagian menakjubkan film. Serangan efektif dari udara. Kepuasan visual cinema ada di sini. Karena seringnya kamera di tempatkan mengarah pesawat lawan sehingga saat saling serang tembak. Penonton diajak berguling, miringkan kepala kanan-kiri mengikuti ayunan stir pilot. Saat pesawat musuh kena tembak jatuh menuju laut. Kita bisa menikmati kepulan asap yang mengekor. Suguhan yang menawan. Bukannya tak bermasalah juga di udara, mereka harus menghitung dengan cermat sisa bahan bakar selama mengudara. Ditambah spido nya rusak, hitungan meleset akan sangat mengkhawatirkan. 

Perrasakan penonton akan ikut berkecamuk, seakan disertakan dalam ketidakpastian nasib. Serba salah mau lari ke mana saja terancam, karena setiap saat serangan torpedo datang, serangan udara yang paling mengerikan siap menjatuhkan bom, dan lari ke darat jelas mustahil. Dengan naskah sejarah, tentu saja pertanyaannya bukan seberapa banyak pasukan sekutu yang bisa diselamatkan? Tapi seberapa seru perjuangan itu ditampilkan. Dengan CV Nolan yang biasanya menantang pikiran, kali ini kita tak terlalu perlu banyak mengerutkan dahi. Seakan ini film Bay yang penuh ledakan, tapi tingkatannya dikali lima. Nah!

Ini adalah penyutradaraan yang secara teknik luar biasa. Pamer skill. Tak ada surealis, tak ada absurb penuh perdebatan, tak ada twist. Jalan baru untuk sang master WTF-moment. Karena sebelum nonton sudah digadang-gadang diminta ke IMAX, maka rasanya sangat patut dicoba. Menggunakan kombinasi kamera 15/70mm IMAX film dan Super Panavision 65mm. Di Karawang hari pertama hanya show 2D. Jadi yah, saya sih minimal tak ketinggalan. Andai ada IMAX di sini, pasti kutonton lagi. Cast-nya juga tak istimewa. Aktor besar yang muncul tak ada yang dominan. Mayoritas menggunakan sipil untuk adegan evakuasi memberi gambaran nyata. Tom Hardy yang sepanjang film hanya duduk dalam kemudi, cuma sekilas menampilkan wajahnya. Mau diperankan Tom Hanks atau Tom Holland pun tak akan jauh beda. Yang mencuri perhatian jelas, aktor muda Fionn Whitehead. Debut cinema yang membuka jalan untuk film besar lainnya. Tercatat hyanya pernah mini seri Him tahun lalu. Jelas masa depan cerah membentang.

Untuk jadi best picture Oscar mustahil. Visual efek bisa saja, tapi rasanya akan tergusur film lain. Cinematografi luar biasa, bisa jadi masuk. Tapi seperti yang saya tulis di pembuka, juaranya skoring. Kalau sekedar masuk nominasi pasti. Menang, sangat layak. 10 kali nominasi, sekali menang. Kudoakan ini akan jadi yang kedua!

Seperti biasa saya orang terakhir yang keluar bioskop sekalipun tahu tak ada scene afetr credit. Saya nikmati tulisan naik dengan damai karena memang skoringnya nyaman sekali. Tak ada kejutan apapun dalam credit, soundtrack-nya bahkan tak ada judul. Hanya pembagian tugas abak buah Zimmer. Dan film ini didedikasikan untuk orang-orang yang kena dampak kejadian Dunkirk. Sebuah persembahan sempurna film historical pertama Nolan untuk dunia.

It’s a great adventure in cinema, just go for it!

Dunkirk | Year 2017 | Directed by Christopher Nolan | Screenplay Christopher Nolan | Cast Mark Rylance, Tom Hardy, Fionn Whitehead, Damien Bonnard, Aneurin Barnard, Harry Styles, Cillian Murphy, Miranda Nolan | Skor: 4/5

Karawang, 220717 – Linkin Park – Somewhere I Belong

#RIPChester


3 komentar di “Dunkirk: A Technical Masterpiece

  1. Ping balik: Prediksiku Di Oscar 2018: #SacramentoProud | Lazione Budy

  2. Ping balik: Best Film 2017 | Lazione Budy

  3. Ping balik: Darkest Hour: Oldman Triumph | Lazione Budy

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s